TRAGEDI RUNTUHNYA GEDUNG WTC (WORLD TRADE CENTER) DITINJAU DARI STRUKTUR BANGUNAN
DISUSUN OLEH: T. Indra Yasa
(1104101010087)
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM-BANDA ACEH 2012
Tragedi 11 september 2001 yang telah meruntuhkan menara kembar World Trade Center (WTC)-New York dan sebagian gedung Pentagon telah menarik perhatian dunia dan menibulkan berbagai komentar mengenai bseberapa jauh integritas struktur bangunan tersebut. Bagi menara WTC, tragedy ini merupakan yang kedua kalinya setelah tragedy pertama berupa peledakan bom pada 26 Februari 1993. Namun dalam perstiwa September kelabu-nya AS itu, yang paling mendapat perhatian besar masyarakat dunia adalah kejadian diserangnya gedung kembar WTC dimana di dalam bangunan kembar tertinggi dunia – saat itutersebut banyak manusia yang masih melakukan aktivitas bekerja saat pesawat yang – konon- dibajak teroris menabrak gedung kembar tersebut. Selain menewaskan tidak kurang dari 3000 nyawa, peristiwa tersebut juga mencoreng muka Paman Sam kala itu karena seperti yang diketahui bersama bahwa sistem militer AS adalah yang terbaik di dunia. Dan seperti yang diketahui bersama, bahwa pasca kejadian mengerikkan itu seluruh mata dunia di arahkan oleh AS melalui media-media mereka kepada Umat Islam. Mungkin agak terlalu padi untuk mengetahui secara akurat mengenai perilaku keruntuhan gedung tersebut tanpa adanya penyelidikan dan penelitian mendalam. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama informasi mengenai hal tersebut akan dapat kita ketahui, karena pada tanggal 14 September 2001 ASCE (American Society of Civil Engineering) telah membentuk forensic team yang dipimpin untuk melakukan penelitian terhadap gedung WTC, sedangkan sebuah team lainnya dipmpin oleh Pul Mlakar melakukan penelitian terhadap gedung Pentagon.
I.
Tinjauan Teknis
Untuk dapat membuat analisis menyeluruh mengenai alasan mengapa World Trade Center (WTC) bisa runtuh dalam waktu kurang lebih sepuluh detik, maka kita harus meninjau hal ini dari dua segi: yaitu analisis mengenai struktur yang digunakan WTC dan analisis mengenai kemungkinan penyebab-penyebab runtuhnya WTC.
1. Analisis struktur World Trade Center
Gedung ini dirancang dan dibangun sekitar 30 tahun yang lalu sekitar tahun 19661973, oleh arsitek Minori Yamazaki dan oleh ahli struktur Jhon Skilling dan Leslie E. Robertson. WTC terdiri dari 110 tingkat dan 6 lapis basement. Terbagi menjadi dua gedung kembar, yaitu north tower setinggi 417m dan south tower 415m. Dimensi denah lantai tipikal adalah 63,5m x 63.5m, dimensi kolomnya 24m x 42m, jarak per lantainya adalah 3,66 tipikal. Strukturnya menggunakan struktur baja dengan lantai komposit dengan beton ringan. Menggunakan viscoelastic shock absorbers yang dipasang antara balokbalok lantai dan kolom-kolom perimeter. Pondasinya berada pada lapisan batuan 2 dengan kedalaman 22,5m, daya dukungnya sebesar 39 kg/cm .
Gambar 4. System struktur frame tube gedung WTC
Sistem struktur gedung WTC menggunakan system struktur rangka tabung (framed tube system) yang berperilaku sebagai “equifalent hollow tube”. System struktur ini juga diterapkan pada gedung-gedung super tinggi lainnya di dunia, yaitu Sears Tower (110 tingkat), John Hancock Building (100 tingkat), dan Standard Oil Building (83 tingkat), yang keseluruhannya terletak di kota Chicago. Penggunaan system struktur tabung diyakini sangat ekonomis dan memiliki tingkat kehandalan dan keamanan yang tinggi, khususnya untuk bangunan super tinggi yang menghadapi berbagai beban-beban lateral seperti gempa dan angin. System tabung ini akan bekerja dengan baik sebagai hollow-tube bila perimeter gedung berupa dinding-dinding kaku sebagai struktur penahan gaya-gaya lateral yang tntunya harus dikombinasi dengan struktur nantai yang kaku sebagai rigid diaphragm. Struktur dinding kaku tersebut diwakili oleh kolom-kolom perimeter yang rapat dan diikat oleh balok tepi yang tinggi (deep spandrel beam). Sistem ini dapat mengakomodasi jendela-jendela pada lubang-lubang diantara kolom-kolom perimater. Bentuk kolom perimeter tersebut berbentuk box dengan dimensi 450mm x 450mm, jarak antar kolomnya 1.020mm, dengan jarak spandrel setinggi 1.320mm pada lantai bawah. Setiap kelompok terdiri dari tiga kolom, berubah menjadi kolom-kolom tunggal box berdimensi 800mm x 800mm.
gambar 2. System struktur lantai tipikal WTC, New York
Gambar 3. Struktur fondasi kolom pada daerah core gedung WTC
Rangka tabung tadi dihubungkan dengan rangka kaku rigid conection, sehingga terbentuk struktur rangka tabung, yang bersifat laterally and torsionally rigid frame tube. Struktur tabung ini lebih diutamakan untuk beban-beban lateral, sedangkan core dan kolom interiornya untuk menahan beban gravitasi. Hal ini berbeda dengan bangunan yang tidak terlalu tinggi dimana core sebagai penahan beban lateral. Kesimpulannya adalah sistem struktur berubah seiring ketinggian bangunan. Karena untuk bangunan yang sangat tinggi perencanaannya didominasi oleh beban lateral seperti angin dan gempa. Dan gedung WTC ini dirancang untuk 2 menahan beban angin sebesar 220 kg/m .
2. Kemungkinan Penyebab-penyebab Keruntuhan WTC
Setelah dianalisis dari segi struktur, diketahui bahwa WTC memiliki sistem struktur tabung dalam tabung (core) dimana core tersebut dirancang untuk menahan gaya gravitasi, berbeda dengan core pada bangunan pada umumnya yang dirancang untuk menahan gaya lateral seperti hembusan angin, gempa dan sebagainya. Oleh karena itu ketika pesawat menabrak WTC, maka yang seharusnya runtuh adalah plat-plat lantainya saja, sedangkan corenya tetap berdiri. Tetapi yang terjadi adalah core beserta plat lantainya runtuh bersamaan dan langsung rata dengan tanah hanya dalam 10 detik. Dalam ilmu fisika saja ketika ada sebuah bola dijatuhkan dari atas gedung WTC tersebut maka bola tersebut akan jatuh ke tanah dalam hitungan 8-10 detik, bagaimana mungkin sebuah bangunan sebesar WTC yang didukung dengan system mega struktur akan runtuh dalam seketika ketika ditabrak oleh sebuah pesawat saja.
Dalam hal ini, pihak pemerintah Amerika menyebutkan bahwa kebakaran yang terjadi akibat tabrakan pesawatlah yang menyebabkan runtuhnya WTC hingga ke dasar. Padahal dalam sebuah situs di tuliskan “Prof Dr Morgan Reymonds (guru besar pada Texas University, USA) menyatakan ”Belum ada bangunan baja ambruk hanya oleh kobaran api”. Api yang dihasilkan oleh ledakan pesawat sekalipun tidak akan menghasilkan panas yang akan bisa melelehkan struktur baja core dari WTC yang berukuran besar. Argumentasi lainnya, dalam situs yang sama disebutkan untuk melelehkan struktur baja dari core ini diperlukan api dengan temperatur mendekati 5.000 derajat Fahrenheit, sementara barang-barang kantor dan bahan bakar pesawat yang terbakar tidak bisa mencapai suhu sepanas itu. Dari sini kita dapat berasumsi bahwa ada kemungkinan dan hal lain yang menyebabkan melelehnya baja dan ambruknya WTC tersebut. Dalam hal ini Dr. Steven Jones, Professor Fisika New York University, mengatakan bahwa melalui analisis dengan meggunakan mikroskop elektron terhadap lelehan baja dan kandungan logam dalam debu dari gedung WTC, Dr Jones menemukan bahwa terdapat bukti yang pasti, bahwa bukan hanya terdapat campuran peledak “Thermite” di dalamnya, tetapi juga terdapat komponen sulfur/belerang yang tinggi pada sisa reruntuhan bangunan. Thermate-adalah sebuah merek paten dari bahan Thermite yang digunakan dalam industri demolisi. Dari para saksi mata dan korban yang berada di tempat kejadian sempat mendengar suara ledakan dari basement sebelum pesawat menabrak dan suara ledakan dari dalam bangunan sesudah pesawat menabrak. Kemungkinan besar dan dari berbagai info yang didapatkan dari internet bahwa melelehnya baja dan runtuhnya bangunan dalam hitungan detik disebabkan karena dipasangnya bombom di dalam bangunan. Maka dari hasil analisis kami dari segi ilmiah tadi justru menimbulkan pertanyaan baru yang berada diluar objek analisa kami: Mengapa bom yang jumlahnya banyak bisa ada di dalam bangunanan dan tidak terdeteksi oleh pihak keamanan WTC, padahal WTC adalah bangunan kebanggaan Amerika yang tentunya memiliki tingkat keamanan yang tinggi? Penyebab runtuhnya dua gedung kembar World Trade Center (WTC) masingmasing berlantai 110 dan Building 7 di depan WTC yang berlantai 47, saat ini masih dalam penyelidikan. Sejak pemboman tahun 1993, dua gedung yang tentunya sudah dirancang tahan gempa dan angin topan Tornado yang sering melanda Amerika, juga dilengkapi dengan sistem pengaman ketat. Setelah pemboman , bagian pusat gedung itu bahkan dinyatakan sebagai salah satu dari enam gedung terkuat di dunia. Dalam buku berjudul Building Big karya Minoru Yamasaki – desainer gedung kembar WTC yang dibangun tahun 1972 dan pernah
menjadi gedung tertinggi di dunia sebelum Petronas di Malaysia – seperti yang dikutip International Herald Tribune , disebutkan gedung ini tahan tumbukan pesawat jumbo jet. Nyatanya, gedung itu runtuh juga di terjang pesawat.
II.
Pendapat Ahli
Profesor teknik sipil dari Universitas Colorado, Hyman Brown yang sekaligus manajer kontruksi World Trade Center memperkirakan kobaran api yang membakar 24 ribu galon bahan bakar pesawat melelehkan baja pendukung bangunan itu. Pada kejadian pertama terbakarnya bahan bakar Boeing 767 terjadi setelah pesawat menerjang menara WTC. Ribuan galon bahan bakar avtur yang mudah terbakar melelehkan struktur rangka baja pada lantai-lantai yang dihantam pesawat dalam waktu kurang dari sejam. Akibatnya, bagian yang hancur terbakar tidak mampu lagi menyangga 50 lantai diatasnya. Maka, bagian atas gedung yang masih utuh itu “terjun bebas” dan menimbulkan efek domino hingga seluruh bangunan nyaris rata dengan tanah. Pendapat yang sama dikemukakan Masoud Sanayei, Profesor teknik sipil dari Tufts Unive rsity. Katanya, “Saat ini tidak ada kontruksi bangunan beton dan baja yang didesain mampu bertahan terhadap tumbukan sangat besar dan kobaran api”. Demikian pula kesimpulan para ahli kontruksi bangunan pencakar langit. Mereka mengatakan video rekaman peristiwa itu telah meyakinkan teori bahwa bahan menara-menara itu dilemahkan oleh tujaman awal pesawat jet raksasa meski kebakaranlah yang kemudian menentukan keruntuhan gedung raksasa itu. Direktur Utama PT. Dirgantara Indonesia, Jusman S.D. yang juga ahli pesawat terbang, ketika dihubungi mengatakan pesawat Boeing yang masih memiliki banyak bahan bakar itu beratnya sekitar 100 ton dan menabrak dengan kecepatan 700 km perjam. Karena itu, saat mulai menabrak hingga seluruh badan pesawat menembus gedung, sebenarnya juga terjadi beberapa kali guncangan secara keseluruhan. Kekuatan tiap guncangan yang terjadi diperkirakan mencapai 6 skala richter. “Kalau sampai ada sepuluh kali gempa kuat dengan skala itu, ada kemungkinan kontruksi beton di bagian lain yang tidak tertabrak juga mengalami retak sampai rusak ,” ulasnya. Paling tidak, runtuhnya Building 7 di dekat kedua menara kembar itu bisa menjadi bukti. Sedang Sanayei menerangkan panas yang timbul akibat kebakaran itu kemungkinan telah memutus salah satu lantai beton dari kolom baja berbentuk pipa yang melingkari bangunan. Bila satu atau dua lantai runtuh, maka akan terjadi efek pancake atau terhempasnya lantai yang masih masif di atasnya secara vertikal menimpa lantai di bawahnya. “Api melemahkan sambungan antar a sistem lantai dan kolom pada lantai di atasnya dan menyebabkan penggandaan risiko keruntuhan lantai-lantai bangunan. Apalagi jika kontruksi lantai sangat berat karena terbuat dari beton bertulang,” paparnya.
Umumnya gedung pencakar langit disusun oleh rangkaian kolom bagian luar sebagai penahan beban. Pada setiap lantainya kolom-kolom ini diikat oleh tiang horizontal hingga membentuk kisi-kisi pipa empat persegi mengelilingi tiap gedung. Bagian tengah yang mengelilingi elevator di bagian dalam juga memiliki kontruksi sama, yaitu diikat kisi baja raksasa yang ditutup beton penghubung kolom bagian dalam dengan kolom luar. Rancangan ini mampu menahan ruangan seluas empat juta kaki kuadrat. Bagian luar dinding dibungkus oleh dinding setinggi 24 dan 36 kaki, membentuk semacam tumpukan dinding sehingga tidak semua sambungan-sambungan lantai bertemu dengan dinding-dinding vertikal pada ketinggian yang sama. Para ahli sepakat bahwa runtuhnya dua menara itu tidak terelakkan, meskipun “struktur tabung” itu didesain dengan sangat kuat. Menurut Kevin Parfitt, arsitek dari Pennsylvania State University, gedung itu mirip “donat empat persegi panjang“ ( rectangular doughnuts). Kekuatannya berasal dari inti baja di bagian tengah dan dari kolom baja yang berada di sekitar bangunan. Tidak ada struktur yang mendukung antara poros atau bagian inti dan bagian luar dinding. Ketika pesawat menembus ke dalam, terputus sejumlah kolom perimeter. Pada saat pesawat meledak sebagian besar gelagar yang menutup gedung itu tumbang. Akibatnya api dengan bebas masuk ke rangka baja yang terbuka. Sprinkler tidak banyak berfungsi dalam kondisi seperti ini. Bagi orang yang berada di dalam gedung, untuk dapat membebaskan diri harus berkejaran dengan waktu. Tiap gedung pencakar langit ini memiliki 250 elevator, tetapi hanya tiga ruangan untuk tangga darurat. Antara 20.000 dan 25.000 orang harus keluar dari tiap gedung itu secepat mungkin. Keterangan Parfitt sedikit berbeda dengan Brown yang mengatakan bahwa dua menara itu memilki tangga di empat sudut bangunan dan didesai untuk evakuasi dalam satu jam . Ketika badan pesawat menerjang sudutsudut itu, tangga darurat terputus sehingga mereka yang berada dilantai atas tidak dapat menyelamatkan diri. Pada tahun 1993 setelah teroris meledakkan bom di tempat parkir bawah tanah, diperlukan waktu empat jam untuk mengevakuasi gedung itu. Namun Dennis Wenger, Direktur Pusat Penanggulangan dan Reduksi Bahaya dari Universitas A & M Texas, mengatakan setengah dari penghuni gedung itu keluar dalam waktu satu jam pertama. Kondisi Selasa naas itu sebenarnya lebih “baik” karena api berkobar di bagian atas gedung. Tetapi yang tidak mereka duga, di menara selatan waktu dipunyai kurang dari satu jam untuk meloloskan diri karena daerah yang tertabrak pesawat lebih rendah dari menara utara. Akibatnya,kehancuran jadi lebih cepat karena bagian gedung diatasnya yang runtuh juga lebih berat. Tentu saja semua teori masih perlu dikaji lebih lanjut. Yang jelas, kalau teori gempa setempat ini benar adanya, getarannya pastilah merambat ke gedung-gedung di sekitarnya. Ini berarti para pengawas harus segera memeriksa kontruksi beton gedung-gedung itu, kalau tidak ingin ada korban jatuh lagi.
Dalam kasus ini banyak ahli yang turut menganalisis peristiwa suram ini diantaranya Profesor Steven E. Jones dari Brigham Young University, Utah, yang melakukan penelitian dari sudut teori fisika mengatakan bahwa kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC 7 hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut. Teori fisika Jones tersebut tentunya sangat bertentangan dengan hasil penelitian FEMA, NIST dan 9-11 Commision bahwa penyebab utama keruntuhan gedunggedung tersebut adalah api akibat terjangan pesawat dengan bahan bakar penuh. Menurut teori Prof Jones, simetrikal dan cepatnya keruntuhan gedung-gedung tersebut membuktikan bawa penjelasan resmi FEMA, NIST dan 9-11 Commission yang kini sudah menjadi pegangan publik pada umumnya adalah salah .“ Fakta sebenarnya, tampaknya ada bahan peledak yang sudah ditempatkan sebelumnya pada tiga gedung di Ground Zero itu ,” ujar ilmuwan yang mengambil spesialisasi metal-catalysed fussion, archaeometeri dan solar enegy tersebut
III.
Teori yang Bertentangan
Tujuh point Penjelasan Final dari NIST mengenai runtuhnya WTC adalah sebagai berikut : 1. Terbakarnya pesawat telah memutus kolom bangunan.
Bantahan para ahli : hanya 14% kolom putus di WTC1 dan 15% di WTC2, hal ini tidak akan merubuhkan gedung karena lokasi pesawat di tengah bangunan. Bahkan meskipun 1/3 dari kolom pada lantai dasar telah terputus, maka bangunan WTC masih belum rubuh. 2. Beban bangunan telah terestribusi.
Bantahan para ahli : konsep pancake theory telah usang dan mudah dibantah karena tidak masuk akal. Menara Kembar WTC bisa menahan beban hingga 2000% pada tahun 1964. 3. Kebakaran telah menyebar luas ke seluruh bangunan
Bantahan para ahli : Hal ini mustahil, karena dibutuhkan energi yang luar biasa besar dan waktu yang sangat lama untuk membakar struktur baja tahan api seluruh bangunan Gedung WTC. 4. Temperatur yang sangat tinggi telah melemahkan kolom dan lantai bangunan
Bantahan para ahli : Mustahil karena kolom dan lantai bangunan yang terbakar hanya 4 lantai saja.
5. Lantai bangunan mulai melengkung ke bawah
Bantahan para ahli : Lantai bangunan WTC telah terbukti oleh test tidak akan melengkung. 6. Lantai yang melengkung menarik kolom luar sehingga kolom bengkok
Bantahan para ahli : Mustahil, karena lantai harus menarik minimal 30 kolom luar untuk membengkokkan gedung. 7. Ketidakstabilan gedung telah menyebar keseluruh area gedung menyebabkan keruntuhan total
Bantahan para ahli : Gedung berstruktur baja tahan api seperti WTC, tidak akan secara langsung runtuh bila hanya 4-5 lantai berlubang akibat ditabrak pesawat dan kebakaran. Gedung seharusnya akan melalui proses deformasi besar-besaran yang memakan waktu lama. Kemungkinan Gedung WTC hanya akan bengkok atau miring jika tidak segera diperbaiki. WTC tidak mungkin runtuh secara mulus dan cepat seperti yang telah terjadi.
IV.
Kesimpulan
Meskipun 11 tahun telah berlalu sejak tragedi WTC tersebut terjadi, masih banyak tersembunyi tanda tanya besar dibalik kejadian tersebut. Namun sebagai mahasiswa Teknik Sipil, kita harus dapat mengambil pelajaran dari tragedi ini agar terus belajar dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang kita pelajari demi kemaslahatan dan kebaikan semua orang. Sesungguhnya ilmu yang diperoleh akan sangat baik jika diamalkan untuk jalan kebaikan. Terlepas dari itu, keluarga korban tragedi WTC telah mengharapkan agar penyebab keruntuhan bangunan diselidiki secara hati-hati karena jutaan orang di seluruh dunia, dan bukan hanya ilmuwan dan insinyur, ingin pertanyaanpertanyaan yang masih menjadi tanda tanya runtuhnya bangunan itu segera terjawab.