ABSTRAK
Percobaan Kelompok
: KOEFISIEN DISTRIBUSI : IV A
Nama
:
1. 2. 3. 4. 5.
Danissa Hanum Ardhyni Rahmani Amalia Muhammad Muhyiddin Salim Calvin Rostanto Mokhammad Mokhammad Faridl Robitoh
NRP. NRP. NRP. NRP. NRP.
Tanggal Percobaan
: 21 Oktober 2013
Tanggal Penyerahan
: 28 Oktober 2013
2313 030 033 2313 030 041 2313 030 053 2313 030 063 2313 030 087
Dosen Pembimbing
: Warlinda Eka Triagusti, S.Si, M.T.
Asisten Laboratorium
: D haniar Rulandari W
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mencari harga koefisien distribusi dan menghitung Wn yang tertinggal dalam campuran larutan larutan NaOH dan kloroform dengan dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi. ekstraksi. Metode percobaan koefisien distribusi distribusi ini dimulaidaripengambilan dimulaidaripengambilan 30 ml larutan 1,25 N NaOH dan dan memasukannya ke dalam corong pemisah. Kemudian menambahkan 50 ml larutan 1,25 N klorofom dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 5 menit. Dan mendiamkannya selama 1 menit. Kemudian mengulangi kegiatan kegiatan no. 1 dan 2. Kemudian mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah bawah memasukan masing masing lapisan lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah. Menghitung Menghitung densitas larutan. Mentitrasinya Mentitrasinya dengan larutan 0,5 N HCl dengan menggunakan indicator indicator MO. Kemudian lakukan percobaan percobaan kembali dengan mengambil mengambil 20 ml larutan 1,25 N NaOH dan memasukannya ke dalam corong pemisah. Kemudian menambahkan 30 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 2 x 5 menit. Mendiamkannya selama 1 menit. Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tersebut tersebut ke dalam Erlenmeyer. Menghitung Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah. Menghitung Menghitung densitas larutan. Mentitrasinya Mentitrasinya dengan larutan 0,5 N HCl dengan menggunakan indicator MO.Menghitung total NaOH yang tersisa. Dilanjutkan mencari K d dan densitas dari lapisan atas dan lapisan bawah pada larutan. Setelah mendapat data yang konkrit, dapat dicari nilai W n dari hasil percobaan ini. Mengulangi percobaan dengan memakai variabel yang bebeda dengan waktu yang semakin bertambah. Hasil dari percobaan ini didapatkan bahwa pada ekstraksi pertama harga Kd adalah 9,424 dan harga Wn 100,5 gr, sedangkan pada ekstraksi kedua harga Kd adalah 9,814 dan harga Wn adalah 88,124 gr. Kesimpulan yang bisa diambil dari praktikum ini adalah bahwa nilai K d berbanding terbalik dengan W n larutan itu,semakin kecil nilai K d dihasilkan maka akan semakin besar diperoleh massa zat sisa d yang (W n ). Sebaliknya,semakin Sebaliknya,semakin besar nilai K d dihasilkan maka akan semakin kecil diperoleh massa zat d yang sisa (W n ).
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1 Peralatan ekstraksi skala laboratorium sederhana ...................................... II-4
ABSTRAK .......................................................................... ........................................... . i DAFTAR ISI ....................................................................... ............................................ ii DAFTAR GAMBAR ......................................................................... .............................. iii DAFTAR TABEL ............................................................................. .............................. iv BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang .............................................................................................. I-1 I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... I-1 I.3 Tujuan Percobaan ........................................................................... ................ I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.1 Pengertian Pengertian Koefisien Koefisien Distribusi Distribusi .................................................................. II-1 II.1.2 Ekstraksi........................................................................................ ............... II-11 II.1.3 Titrasi............................................................................................................ II-14 BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Variabel Percobaan ...................................................................... ................ III-1 III.2 Bahan yang Digunakan ............................................................................ .... III-1 III.3 Alat yang Digunakan ................................................................................... III-1 III.4 Prosedur Percobaan ..................................................................... ................ III-1 III.5 Diagram Alir Percobaan .............................................................................. III-2 III.6 Gambar Alat Percobaan ............................................................................... III-4 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan ........................................................................................... IV-1 IV.2 Hasil Perhitungan........................................................................................... IV-1 IV.3 Pembahasan ................................................................................. ................ IV-2 BAB V KESIMPULAN KESIMPULAN ........................... ....................................................................... V- 1 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ .............................. v DAFTAR NOTASI ......................................................................................................... vi APENDIKS ..................................................................................................................... vii LAMPIRAN -
Laporan sementara
-
Fotokopi Referensi
-
Lembar revisi
Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan ......................................................................... ... III-5
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1.1 Hasil Ekstraksi NaOH dengan Kloroform ............................................IV-1 Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N ................................................................................. .......... IV-1
DAFTAR GRAFIK Grafik IV.3.1 Ekstraksi Kloroform dengan NaOH 1,25 N................................................IV-2 Grafik IV 3.2 Titrasi lapisan atas dan lapisan bawah dengan HCl 0,5 N..........................IV-3 Grafik IV 3.3 Densitas larutan lapisan atas dan lapisan bawah.........................................IV-4 Grafik IV 3.4 Hubungan antara konsentrasi larutan dengan Kd.......................................IV-5 Grafik IV 3.5 Wn dalam n x ekstraksi...............................................................................IV-6
iv
vi
BAB I BAB II
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 Latar Belakang
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta
II. Dasar Teori
merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Praktikum koefisien distribusi
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar
bertujuan untuk menentukan harga koefisien distribusi dan mencari jumlah Wn yang
hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan
tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan Kloroform dalam HCl setelah beberapa
senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya,
kali ekstraksi serta kami akan memisahkan dua larutan yang tidak bisa tercampur
campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik.
sempurna (ekstraksi) kemudian larutan tersebut di keluarkan dari corong pemisah dan
Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik
membedakannya menjadi larutan atas dan larutan bawah. Tujuan ekstraksi adalah
dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang
memisahkan
paling sering digunakan adalah dietil eter (C2H5OC2H5), yang memiliki titik didih rendah
suatu
komponen
campurannya
dengan
menggunakan
pelarut.
Perbandingan konsentrasi solute (larutan) di dalam kedua pelarut tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari
(sehingga mudah disingkirkan) dan d apat melarutkan berbagai senyawa organik (Sari, (Sari, 2013). Senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini. Rasio senyawa organik yang larut dalam masing-masing pelarut adalah konstan. Jadi, Ceter / Cair = k (konstan)
dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak
Ceter dan Cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di air. k adalah sejenis
tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat
konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi. Nilai K bergantung pada suhu.
tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu.
(Sari, 2013)
(http://anitabintiakhamad.blogspot.com/2011/12/praktikum-kimia-fisika_27.html) Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popu ler. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam
aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain
tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini d idasarkan pada distribusi zat pelarut dengan
diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon
yang mempengaruhi tetapan distribusi adalah jenis zat pelarut, konsentrasi, jenis zat
tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang
terlarut dan suhu.
berbada dalam kedua fase pelarut. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen
I.2 Rumusan Masalah
dari suatu campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak
Bagaimana cara mencari harga koefisien distribusi dan menghitung Wn yang
saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejmlah gugus
tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan Kloroform dengan variabel 1x dan 2x
yang diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara
ekstraksi ?
keseluruhan. Kadang-kadang gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif (Febri, 2009).
I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mencari harga koefisien distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan Kloroform dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Ekstraksi merupakan metode
II-2
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka
pemisahan yang menyangkut perpindahan zat dari suatu fasa ke fasa yang lain. Jika kedua
metode spektrofotometri, tidak perlu dilakukan pelepasan karena konsentrasi gugus yang
fasa merupakan cairan yang tidak saling bercampur, disebut ekstraksi cair-cair. Ekstraksi
bersangkutan dapat ditentukan langsung dalam lapisan organik. Metode spektrofotometri
pelarut adalah teknik pemisahan dimana larutan konstituen dalam air (umumn ya), dibiarkan
dapat digunakan untuk pelarut air maupun organik. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah adalah
berhubungan dengan pelarut lain (umunya pelarut organik), dengan syarat bahwa pelarut
transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini
kedua ini tidak bercampur dengan pelarut yang pertama. Dapat pula dikatakan bahwa ektraksi
merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi
pelarut adalah teknik pemisahan menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua
ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat
fase cair yangg tidak saling bercampur (Katili, 2012).
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercamupr satu sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali (Febri, 2009).
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya efektivitasnya (Febri, 2009) .
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:
Tipe persiapan sampel
Waktu ekstraksi
Untuk memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
Kuantitas pelarut
1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta
Suhu pelarut
Tipe pelarut
Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk memilih jenis pelarut
distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.
(Febri, 2009)
2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air 3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air
Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak t etapi ekstraksinya hanya sekali (Febri, 2009).
4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun 5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya ntk keperluan analisa lebih
Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence)
lanjut.
untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun
(Febri, 2009).
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinue atau bertahap, ekstraksi bertahap cukup
teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-
dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan corong pemisah,
komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.
lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas. Dengan jalan
(Rahayu, Ekstraksi, 2009)
pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali. (Febri, 2009)
Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai metode analisis digunakan Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
II-4
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka komponenkornponen bahan ekstarksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan. larutan. (Rahayu, Ekstraksi, 2009)
f.
Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didit kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk ascotrop.Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan Gambar II.1 Peralatan ekstraksi skala laboratorium sederhana II.1.1 Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan plarut a.
Selektivitas
jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah) (Rahayu, Ekstraksi, 2009). II.1.2 Syarat-syarat Ekstraksi Pelarut
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua (Rahayu, Ekstraksi, 2009)
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstraksi pelarut adalah : a. Angka bonding ( ikatan ) yang tinggi untuk zat terlarut, angka bonding ( ikatan ) yang rendah untuk zat-zat pengotor. b. Kelarutan yang rendah untuk fase air. c. Viskositas yang cukup rendah. d. Tidak mudah terbakar.
b. Kelarutan
e. Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut.
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit) (Rahayu, Ekstraksi, 2009). 2009). c. Kemampuan tidak saling bercampur
(Sari, 2013)
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana.
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi (Rahayu, Ekstraksi, 2009).
Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih
d. Kerapatan
efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal). (Rahayu, Ekstraksi, 2009)
pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya hanya sekali (Febri, 2009). II.1.3 Prinsip Metode ekstraksi pelarut
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atao kloroform. Batasan-batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fasa pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian,
e. Reaktivitas
memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua sk ala kerja (Katili, 2012).
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
II-6
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang
Keterangan : P = fase C = Komponen V = Derjat kebebasan Pada ekstraksi pelarut , kita mempunyai P = 2 , yaitu fase air dan organik, C= 1, yaitu
mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut,
zat terlarut di dalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanantetap, sehingga V = 1,
dan temperatur (Katili, (Katili, 2012).
jadi kita akan dapat :
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan banyak
2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2
kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri
Menurut Hukum distribusi Nernst :
antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi
Jika [X1] adalah kosentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X 2] adalah kosentrasi zat terlarut
zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya
dalam fase 2, maka pada kesetimbangan, X1, X2 didapat :
antara dua zairan yang tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasai pada kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu. Disini aA1 menyatakan aktivitas zat terlarut A dalam fasa 1. tetapan sejati K DA disebut koefisien distribusi dari spesies A (Katili, 2012).
K D = C2/C1 atau K D = Co/Ca Dimana : K D = Koefisien partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak tergantung pada kosentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Pada persamaan persamaan diatas, kita dapat menuliskan koefesian aktivitas zat
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur.
pada fase organik maupun pada fase air. Kita menggunakan istilah perbandingan distribusi
Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl 3, eter atau pentana.
(D) dengan memperhitungkan kosentrasi total zat didalam kedua fase, Perbandingan
Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan
Distribusi Dinyatakan sebagai berikut :
dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali sekali (Katili, 2012).
D = (Vw/Vo E)/(100-E) , Dimana : Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi
ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya
antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk
adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu,
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara
dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang
dua pelarut yang tidak saling bercampur. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut,
jumlah yang berbeda dalam kedua fasa pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan
dan temperatur (Svehla, (Svehla, 1990).
preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan secara analisis pada semua skala kerja. Mula-
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang didistribusikan
mula metode ini dikenal dalam kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang
itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut. Pada penerapan praktis
baik, sederhana, cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer tracer
ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi zat terlarut total dalam fasa yang
(pengotor) dan ion-ion logam dalam jumlah makrogram (Katili, 2012).
satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, asosiasi atau
II.1.4 Prinsip Dasar dari Ekstraksi pelarut
interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut. Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah
Hukum fase Gibb’s menyatakan bahwa :
angka banding distribusi D (atau koefisien ekstraksi E) (Febri, 2009).
P+V=C+2 Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
II-8
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka c. Ekstraksi Dengan Arah Berlawanan
II.1.5 Klasifikasi Ekstraksi
Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara kalsik adalah
Metode ekstraksi ini dikenal dengan metode ekstraksi Craig. Metode ini
mengklasifikasikan berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion
merupakan salah satu dari berbagai cara untuk memisahkan dua zat atau lebih, apabila
berasosiasi. Sekarang klasifikasi didasarkan atas proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam
perbandingan distribusi (D) dari zat-zat tersebut perbedaannya kecil sekali. Ekstraksi
berlangsung, maka proses ekstraksi berlangsung dengan mekanisme tertentu. Golongan
campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam
ekstraksi berikutnya dikenali sebagai ekstraksi melalui solvasi sebab spesies ekstraksi
air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada
disolvasi ke fase organik. Golongan ekstraksi ketiga adalah proses yang melibatkan
hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan
pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang
satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut
tidak bermuatan diekstrksi ke fase organik. Sedangakan kategori terakh ir merupakan ekstraksi
A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi
sinergis. Nama yang digunakan menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat
(atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua
pada penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan memanfaatkan pelarut pengekstraksi (Febri, 2009).
cairan dan temperatur adalah konstan (Katili, 2012).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil
kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling
yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut
sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
sedikit-sedikit. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut,
dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan (Khopkar, 1990).
Wn = W [
]
n
Dimana : Wn = W gram zat terlarut terlarut yang tersisa setelah n kali ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan mengguankan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Berdasarkan kesetimbangan distribusi antara pelarut yang saling tidak bercampur, dapat dibedakan dibedakan tiga prosedur pemisahan yaitu: a. Ekstraksi Sederhana
W = W gram zat terlarut terlarut mula-mula mula-mula V = V ml larutan larutan fasa 1 D = angka banding distribusi S = S ml pelarut pelarut lain fasa 2 yang yang tidak saling bercampur bercampur dengan fasa 1 n = n kali ekstraksi
Apabila harga pembanding distribusi salah satu spesies dalam campuran cukup menguntungkan (faktor D = 5-10 atau lebih besar), sedangkan nilai pembanding distribusu spesies lainnya sangat tidak menguntungkan (faktor D < 0,001) maka ekstraksi kuantitatif dapat dilakukan dengan sangat mudah dan sederhana(Katili, 2012). b. Ekstraksi Kontinyu (Sampai Habis)
Ini memperlihatkan bahwa ekstraksi sempurna jika S k ecil dan n besar. Jadi hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif relatif besar dan jumlah pelarut yang kecil. (Katili, 2012).
II.1.6 Mekanisme Ekstraksi
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu :
Ekstraksi sampai habis memungkinkan pemisahan komponen-komponen
1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.
dalam campuran yang mempunyai nilai pembanding distribusi kurang menguntungkan
2. Distribusi dari kompleks yang t erektraksi
(D < 1) dibanding nilai pembanding distribusi komponen lainnya yang mendekati nol
3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
(Katili, 2012).
(Febri, 2009)
1. Pembentukan Kompleks tidak bermuatan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
II-10
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembentukan komleks tidak bermuatan merupakan tahap penting dalam
unsur yang lebih elektronegatif cenderung lebih stabil. Kita dapat memberikan skala
ekstraksi . Jelaslah bahwa kompleks bermuatan tidak akan terakstraksi sehingga
selektivitas dari bermacam ligan pembentuk kompleks sebagai berikut : -
mutlak kompleks diekstraksi harus tampa muatan. Kompleks tidak bermuatan dapat di
-
-
-
-
-
-
CN > SCN > F > OH > Cl > Br > I ( Unuk aniaon)
bentuk melalui proses pembentukan khelat (yaitu; khelat netral), solvasi atau
NH3 > RNH2 > R 2 NH > R 3 N ( Untuk ligan netral)
pembentukan pasangan ion. Pada fenomena solvasi ataupun pada ekstraksi yang
Golongan kompleks yang paling penting adalah Khelat. Ligan pengkhelat memunyai
melibatkan pembentukan pasangan ion, komleks yang terbentuk dapat berupa anion
peranan p enting dalam ekstraksi logam sebab banyak logam – logam – logam yang dapat tereksitasi
atau kation yang selanjutnya berasosiasi dengan masing – masing kation atau anion
dan sekaligus dipisahkan. Khelat logam merupakan tipe senyawa koordinasi dimana ion
lain untuk menghasilkan kompleks tidak bermuatan yang dapat diekstraksi ke fase
logam bergabung dengan basa polifungsional yang mampu menempati dua atau lebih pposisi
organik (Febri, 2009).
pada lingkaran koordinasi dari ion logam untuk membentuk senyawa siklik (Febri, 2009).
Pada tahap ini penting untuk memperhatikan sifat kompleks logam dan faktor
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan khelat
faktor yang mempengaruhi pembentukannya. Pertama, akan dilihat kompleks
Kekuatan basa dari gugus fungsi
koordinasinya . Pembentukan kompleks oleh ion logam tergantung pada kecendrungan
Elektronegativitas dari atom berkaitan
untuk mengisi orbital atom kosong dalam usaha mencapai konfigurasi elektron yang
Ukuran dan jumlah dari cicin khelat yang terbentuk
stabil. Sealama proses polarisasi, deformasi ion akan lebih disukai dengan logam
(Febri, 2009).
Tahap berikutnya yang penting pada mekanisme ekstraksi adalah proses distribusi dari
kation yang mempunyai muatan besar, ukuran ligan yang besar, dan dengan ion logam yang mempunyai tipe konfigurasi atom gas yang bukan gas mulia. Biasa nya
zat yang terekstraksi ke fase organik. Distribusi tergantung pada bermacam faktor, yaitu :
kompleks bermuatan diusahakan untuk dinetralkan oleh muatan ion lain, untuk
Kebasaan ligan
memudahkan ekstraksi (Febri, 2009).
Faktor stereokimia
Adanya garam pada sistem ekstraksi
Kestabilan kompleks koordinasi tergantung pada keasaman ion logam, kebasaan ligan yang akan berkoordinasi, pertimbangan stereokimia serta konfigurasi
(Febri, 2009).
Ada beberapa elektrolit yang mempunyai kemampuan mempertinggi ekstraksi dari
kompleks yang terbentuk. Jika logam mempunyai muatan atau valensi kation yang besar , keasamannya akan lebih besar pula. Persamaan bohr menyatakan : F=
kompleks. Peran utama dari elektrolit ini adalah :
Mempertinggi kosentrasi kompleks anion melalui mekanisme aksi massa sehingga akan menambahkan kosentrasi kompleks dan mempertinggi ekstraksi
Keterangan
R : jari – jari – jari jari ion Z = muatan ionik
Akibat ikatan molekul air dengan ion elektrolit menjadikan pelarut tidak bebas lagi.
F : Konstanta bolzman
Konstanta dielektrik dari fase akua berkurang dengan bertambahnya kosentrasi garam,
εr
: Konstanta dielektrik, Konstanta dielektrik dilambangkan dengan huruf Yunani εr
selanjutnya akan mempertinggi pembentukan asosiasi ion. (Febri, 2009).
atau kadang-kadang kadang-kadang κ, K, atau k. Dari persamaan tampak bahwa kestabilan kompleks logam bertambah dengan makin 2
bertambahnya potensial ionik (Z /2r). Pada Umumnya, orbital – orbital atom kosong pada unsur – unsur transisi mendukunga adanya koordinasi. Kompleks yang berasal dari unsur –
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Terakhir dalam pembahasan mekanisme ekstraksi adalah interahsi pada fase organik. Interaksi ini mempengaruhi kosentrasi kompleks dan tingkat ekstraksi yang dihasilkan. Pada ekstraksi dengan mekanisme solvasi, polimerisasi dapat terjadi. Pada kosentrasi yang besar , polimerisasi dapat terjadi. Pada kosentrasi besar, polimerisasi berlangsung cepat. Polimerisasi
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
II-12 Bab II Tinjauan Pustaka
BAB III ini mengurangi aktivitas zat asosiasi ion dapat terjadi pada larutan polar yang encer sehingga
METODOLOGI PERCOBAAN
menghasilkan pertambahan ekstraksi (Febri, 2009).
III.1 Variabel Percobaan
1 x Ekstraksi : 5 menit
2 x Ekstraksi : 10 menit
III.2 Bahan yang Digunakan
1. Larutan NaOH 1,25 N 2. Klorofom 3. Larutan HCl 0,5 N 4. Aquadest 5. Indikator MO III.3 Alat yang Digunakan
1. Corong pemisah 2. Erlenmeyer 3. Statif, Klem, dan Buret 4. Gelas ukur 5. Labu ukur 6. Beaker gelas 7. Corong 8. Kaca arlojI 9.
Pipet tetes
10. Pengaduk 11. Timbangan Elektrik III.4 Prosedur Percobaan III.4.1 1 x Ekstraksi
1.
Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukannya ke dalam corong pemisah.
2.
Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocokn ya hingga terjadi kesetimbangan selama 5 menit.
3.
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
Mendiamkannya selama 1 menit.
III-2
4.
Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing
III.5 Diagram Alir Percobaan
lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer.
III.5.1 1 x Ekstraksi 5 menit
5.
Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah. bawah.
6.
Menghitung densitas larutan.
7.
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.
III.4.2 2 x Ekstraksi
1.
III-3
Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukannya ke dalam corong
MULAI
Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukannya ke dalam corong pemisah
pemisah. 2.
Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 10 menit.
3.
Mendiamkannya selama 1 menit
4.
Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2 sebanyak 1x.
5.
Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing
Menambahkan 20 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 5 menit
Mendiamkannya selama 1 menit
lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer. 6.
Menghitung total total NaOH pada pada lapisan atas dan klorofom lapisan lapisan bawah.
7.
Menghitung densitas larutan.
8.
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indicator MO.
Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer.
Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah
Menghitung densitas larutan
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indicator MO
SELESAI
III-4
III-5
III.6. Gambar Alat Percobaan III.5.2 1 x Ekstraksi 10 menit
MULAI
Mengambil 20 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukannya ke dalam corong pemisah
Buret, statif, klem
Labu ukur
Kaca Arloji
Corong
Beaker Glass
Corong pemisah
Erlenmeyer
Gelas Ukur
Menambahkan 20 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 10 menit
Mendiamkannya selama 1 menit
Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2 sebanyak 1x
Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer.
Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan klorofom lapisan bawah
Menghitung densitas larutan
Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indicator MO
SELESAI
III-6
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Percobaan
Pengaduk Pipet Tetes
Tabel IV.1.1 Hasil Ekstrasi NaOH dengan Kloroform Waktu
Konsentrasi
(Menit)
Naoh (N)
I
1x5
II
2x5
Ekstraksi
Volume (ml)
Density (gram/ml)
Lapisan
Lapisan
Lapisan
Lapisan
Atas
Bawah
Atas
Bawah
1,25 N
25 ml
20 ml
1,25
1,2
1,25 N
45 ml
30 ml
1,4
1,25
Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl Titrasi
Ekstrasi
Waktu
Lapisan Atas (ml)
(menit)
Timbangan Elektrik
V1 (ml)
V2 (ml)
Lapisan Bawah (ml)
V ratarata
V1 (ml)
V2 (ml)
V ratarata
I
1x5
6
8
7
0,3
0,2
0,25
II
2x5
9
11,5
10,25
0,4
0,4
0,4
IV.2. Hasil Perhitungan Tabel IV.2.1 Hasil Perhitungan K pada Tiap Lapisan ( N X Ekstrasi ) Konsentrasi
Waktu n x ekstraksi
Kd Lapisan Atas
Lapisan Bawah
1x5
5 menit
1,5625
14,724
9,424
2x5
10 menit
1,667
16,36
9,814
IV-2
IV-3
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Sedangkan untuk lapisan bawah pada 1 x ekstraksi diperoleh sebanyak 20 ml sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh sebanyak 30 ml.
12
Tabel IV.2.2 Hasil Perhitungan Nilai Wn (n x ekstraksi) n x ekstraksi
Vlap. atas
Vlap. bawah
Kd
Wn (gr)
W (gr)
1x5
25
20
9,424
55,25gr
50,9405 gr
2x5
45
30
9,814
100,5gr
88,1184 gr
10
8 Vrata-rata lapisan atas (ml) 6 Vrata-rata lapisan bawah (ml)
4
IV.3. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan harga koefisien distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan Kloroform dalam HCl setelah 2 kali ekstraksi. Variabel waktu yang diperlukan pada 1 x ekstraksi yaitu selama 5 menit dan
2
0 Ekstraksi 1
Ekstraksi 2
waktu yang diperlukan pada 2 x ekstraksi yaitu selama 10 menit. Grafik IV.3.2 Titrasi lapisan atas dan lapisan bawah dengan HCl 30
Pada Grafik IV.3.2 menjelaskan bahwa volume HCl yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi pada lapisan bawah membutuhkan lebih sedikit HCl dibandingkan dengan
25
lapisan atas. Pada lapisan atas ekstraksi pertama dibutuhkan volume rata-rata penitran 20
sebanyak 7 ml dalam 2x titrasi dan sebanyak 0,25 ml pada lapisan bawah dalam 2x titrasi. Lapisan atas (ml)
15
Lapisan bawah (ml)
Sementara untuk ekstraksi kedua dibutuhkan volume rata-rata penitran sebanyak sebanyak 10,25 ml untuk lapisan atas dalam 2x titrasi dan 0,4 ml untuk lapisan bawah dalam 2x titrasi. Hal ini dikarenakan larutan lapisan bawah lebih cepat cepat tepat dalam habis bereaksi bereaksi dengan HCl dan
10
disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi 5
kelebihan satu tetes saja larutan HCl akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari orange menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran asam dengan
0 1 x ekstraksi
2 x ekstraksi
indikator MO. Percobaan diatas sesuai dengan literatur, karena kloroform bersifat lebih cepat mencapai titik ekivalen.
Grafik IV.3.1 Ekstraksi Kloroform dengan NaOH 1,25 N
Pada grafik IV.3.1 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan jumlah volume (atas dan bawah) yang didapat. Pada 1 x ekstraksi diperoleh lapisan atas sebanyak 25 ml sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh lapisan atas sebanyak 45 ml. LABORATORIUM KIMIA FISIKA
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
IV-4
IV-5
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
1,45
18 16
1,4
14 1,35 12 1,3
10
Lapisan atas
Lapisan atas (gr/ml) 1,25
Lapisan bawah (gr/ml)
Lapisan bawah
8
Kd 6
1,2 4 1,15
2 0
1,1 Ekstraksi 1
Ekstraksi 1
Ekstraksi 2
Grafik IV.3.3 Densitas larutan lapisan atas dan lapisan bawah
Ekstraksi 2
Grafik IV.3.4 Hubungan antara konsentrasi larutan dengan Kd
Pada Grafik IV.3.3 menjelaskan densitas lapisan atas lebih kecil dari lapisan
Pada grafik IV.3.4 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan koefisien
bawah. Hal ini tidak sesuai dengan literatur hasilnya karena dijelaskan dalam literatur
distribusi. Pada 1 x ekstraksi diperoleh koefisien koefisien distribusi sebesar 8,352 sedangkan pada
tersebut bahwa pada ekstraksi pertama densitas lapisan atas atau NaOH sebesar 1,220
2 x ekstraksi diperoleh koefisien distribusi sebesar 8,866. Hal ini sesuai dengan literatur,
sedangkan yang didapat 1,25 dan lapisan bawah atau kloroform sebesar 1,375 yang di
yaitu semakin banyak ekstrasi yang dilakukan maka semakin besar koefisien distribusi,
dapat 1,20. Dalam percobaan ekstraksi kedua didapat densitas lapisan atas sebesar 1,4 dan
dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh chloroform sehingga
lapisan bawah sebesar 1,25. Densitas dalam ekstraksi pertama dan kedua memiliki
mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan
perbedaan, densitas ekstraksi kedua lebih besar dibandingkan ekstraksi kedua. Hal ini
ekstrasi. Semakin banyak ekstrasi yang dilakukan maka semakin besar harga koefisien
dapat terjadi dikarenakan pada ekstraksi kedua mengalami proses pendistribusian lebih
distribusinya.
besar yang menyebabkan volume pada masing-masing larutan berkurang. Hal ini sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstrasi yang dilakukan, maka zat yang tinggal ( Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah / original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh chloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas / lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbabnding lurus dengan ekstrasi. Semakin banyak ekstrasi yang dilakukan maka semakin besar densitas lapisan atas yang diperoleh dibandingkan densitas pada lapisan bawah.
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
IV-6
IV-7
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
pipet tetes dalam Erlenmeyer, masih ada bagian kloroform yang ikut bersama dengan dengan
120
fase NaOH sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi. 100
e.
Kelarutan sampel yang tidak sempurna.
80
60
W (gr) Wn (gr)
40
20
0 Ekstraksi 1
Ekstraksi 2
Grafik IV.3.5 Wn dalam n x ekstraksi
Pada grafik IV.3.5 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan Wn ( zat yang tertinggal) lapisan atas dan lapisan bawah. Pada 1 x ekstraksi diperoleh Wn sebesar 50,9405 gram. Sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh Wn sebesar 88,184. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstrasi yang dilakukan, maka zat yang tinggal ( Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent semakin besar, seharusnya yaitu semakin banyak ekstrasi yang dilakukan, maka zat yang tinggal ( Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent semakin kecil,
dikarenakan semakin semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh
chloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstrasi. Semakin banyak ekstrasi yang dilakukan maka semakin besar koefisien distribusi, sehingga semakin kecil harga Wn. (Maron dan Lando, 1994) Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini m ungkin disebabkan karena a. b.
Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut. Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fasa air untuk titrasi.
c.
Kesalahan dalam menitrasi.
d.
Pada saat pengambilan fase NaOH dari campuran larutan kloroform menggunakan LABORATORIUM KIMIA FISIKA
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Febri, Y. d. (2009, April 24). EKSTRAKSI PELARUT . Retrieved Desember 2013, from Berbagi Ilmu: http://bersamafebri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pel http://bersamafebri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pelarut.html arut.html
1.
Indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat terjadi karena terdapat cairan yang menguap lebih cepat pada saat proses distilasi.
2.
Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 56,3 °C yang
4.
try.org: http://www.chem-is-try.org/ma http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologiteri_kimia/kimia-industri/teknologi-
didih campuran kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, yaitu aseton
proses/ekstraksi/ Sari, M. (2013, Mei). bab II Tinjauan Pustaka. Pustaka. Retrieved Desember 2013, from Hime in
Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 62% kloroform dan 38%
wonderland: http://sriimayangsarii.blogspot.com/2013/05/bab-ii-tinjauan-pustaka-
aseton.
2.html o
Indeks bias tertinggi pada botol liquid 7L dan 7V saat su hu 56,5 C. Pada destilat didapatkan indeks bias sebesar 1,436 dan pada residu sebesar 1,436.
5.
2013, from Ningshe Katili: http://ningshe-katili.blogspot.com/ Rahayu, S. S. (2009, Agustus 24). Ekstraksi. Ekstraksi. Retrieved Desember 2013, from Chem-is-
dapat diartikan bahwa titik didihnya termasuk termasuk azeotrop positif dikarenakan dikarenakan titik
dan kloroform. 3.
Katili, N. (2012, April 25). Laporan praktikum separation chemistry. chemistry. Retrieved Desember
Indeks bias terendah pada destilat yaitu 1,351 pada botol liquid 2L dan 1,355 pada o
o
botol vapor 1V dengan suhu masing-masing 58 C dan 56,5 C. Sedangkan pada o
residu yaitu 1,407 pada botol liquid 9L dengan suhu 64 C.
V-1
1,25 × 25 = M2 × 20
APPENDIKS
Dengan data yang telah diperoleh dari percobaan maka dapat ditentukan densitas, koefisien distribusi dan harga Wn pada ekstraksi pada dua larutan yaitu kloroform dan
M2 = 1,5625 K d
=
NaOH adalah sebagai berikut: berikut: =
1. Densitas lapisan atas dan lapisan bawah
a. Ekstraksi 1 x 5 Lapisan bawah
=
= 9,424 b. Ekstraksi 2 x 5 menit Ca klorofom
=
= 1,25 gr/ml
Lapisan atas
=
=
–
= 12,27 M1 × V1 =
= 1,20 gr/ml
M2 × V2
12,27 ×60 = M2 × 45 b. Ekstraksi 2 x 5
M2
Lapisan bawah
=
–
C b (NaOH) M1 × V1 = M2 × V2
= 1,4 gr/ml Lapisan atas
=
–
= 1,25 gr/ml
= 16,36
1,25 × 40 = M 2 × 30 M2 = 1,667 K d
=
2. Hasil perhitungan K pada tiap larutan
= 9,814
a. Ekstraksi 1 x 5menit Ca klorofom
= =
= 12,27 M1 × V1 =
M2 × V2
12,27 ×30 = M2 × 25
3. Hasil perhitungan nilai Wn (n×ekstraksi)
a. Ekstraksi 1x 5 menit W = ma + m b
× V ) + ( × V )
=(
M1 × V1 = M2 × V2
a
b
= (1,25 × 25) + (1,20 (1,20 × 20) = 31,25 + 24 = 55,25
M2 = 14,724 C b (NaOH)
=
Wn = W
= 55,25×
( ) )
= 55,25×
= 55,25× 0,922 = 50,9405 a. Ekstraksi 2x5 menit W = ma + m b
× V ) + ( × V )
=(
a
b
= (1,4 × 45) + (1,25 × 30) = 63 + 37,5 = 100,5 Wn = W
= 100,5 ×
( ) )
= 100,5 ×
= 100,5 × 0,8768 = 88,1184