Laporan Kasus
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN KISTA BARTHOLINI
Oleh: Arischa Kristanty Rompis 150 141 01 358 Masa KKM : 14 Agustus 2017 – 22 22 Oktober 2017
Supervisor Pembimbing dr.Jefferson Rompas, SpOG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul : “DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN KISTA BARTHOLINI ”
Oleh : Arischa Kristanty Rompis 150 141 01 358 Masa KKM : 14 Agustus 2017 – 22 22 Oktober 2017
Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada
September 2017 untuk memenuhi
syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT Manado
Koordinator Pendidikan Bagian Obstetri dan Ginekologi
Supervisor Pembimbing
FK UNSRAT Manado
dr. Suzanna Mongan, SpOG(K)
dr. Jefferson Rompas, SpOG (K)
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul : “DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN KISTA BARTHOLINI ”
Oleh : Arischa Kristanty Rompis 150 141 01 358 Masa KKM : 14 Agustus 2017 – 22 22 Oktober 2017
Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada
September 2017 untuk memenuhi
syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT Manado
Koordinator Pendidikan Bagian Obstetri dan Ginekologi
Supervisor Pembimbing
FK UNSRAT Manado
dr. Suzanna Mongan, SpOG(K)
dr. Jefferson Rompas, SpOG (K)
BAB 1 PENDAHULUAN
Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular glands adalah kelenjar pada perempuan yang homolog dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper) pada laki-laki. Kelenjar mulai berfungsi pada masa pubertas dan berfungsi memberikan kelembaban untuk vestibulum. Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas di epitel daerah posterior vestibulum. Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar labium minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke dalam duktus yang memiliki panjang 2-2,5 cm. Kelenjar biasanya tidak akan teraba kecuali penyakit infeksi atau pada wanita yang sangat kurus.1,2 Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus kelenjar bagian distal berupa pembesaran berisi cairan ca iran dan mempunyai struktur seperti kantong swollen (swollen sac-like structure). Jika lubang pada kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh
kelenjar akan terakumulasi sehingga terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista Bartholin yang mengalami obstruksi dan terinfeksi dapat berkembang menjadi abses.3,4 Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang paling sering terjadi. Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih umum daripada kista.5 Kista Bartholin rata-rata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral dan asimtomatik. Kista Kista yang lebih besar dapat menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri vulva yang akut, berkembang secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses Bartholin ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik.4 Manajemen kista dan abses Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain medikamentosa, insisi dan drainase, pemasangan word catheter , marsupialisasi, ablasi silver nitrate, terapi laser, dan eksisi.4,5 Kista dan abses Bartholin umumnya terjadi pada wanita usia reproduktif, usia 20-29 tahun tetapi penanganan yang ideal terhadap penyakit ini masih kontroversial.3-5
Laporan kasus ini dilakukan untuk mengevaluasi manajemen terhadap pasien kista Bartholin melalui penegakan diagnosis dengan cara anamnesis, temuan klinis, dan pemeriksaan fisik. Laporan kasus ini diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat untuk manajemen terhadap pasien kista Bartholin di masa yang akan datang.
BAB II LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. NF
Umur
: 30 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Wawonasa, Kec Singkil
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Minahasa /Indonesia
MRS
: 13 Agustus 2017
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri pada kemaluan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUP Prof Kandou Manado dengan keluhan nyeri di bibir kemaluan sebelah kiri dan tidak menyebar. Nyeri diketahui pertama kali sejak 5 hari lalu. Nyeri dirasakan saat berhubungan intim dengan suami. Penderita juga mengeluhkan adanya benjolan pada sisi kemaluan kiri. Benjolan terasa dan nyeri ketika disentuh sejak 5 hari lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar kacang polong dan tidak nyeri. Namun, semakin hari benjolan bertambah besar. Penderita merasa tidak nyaman saat duduk dan berjalan. Demam (-), gatal dan panas sekitar kemaluan (-), keputihan (-), mual (-), bercak darah (-), penurunan berat badan (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa pada tahun 2007 yaitu bengkak dan nyeri pada kemaluan. Pada pasien dilakukan prosedur insisi dan aspirasi isi kista.
Riwayat alergi obat dan makanan
: disangkal.
Riwayat asma
: disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi
: disangkal.
Riwayat kencing manis
: disangkal.
Riwayat konsumsi alkohol dan rokok
: disangkal.
Riwayat Obstetrik : Menikah 1x selama 11 tahun G2P1A1 P1 pada tahun 2007. Anak perempuan. Lahir spontan letak belakang kepala. BBL 3200 gr. Lahir di RS ditolong oleh dokter. Lahir sehat sampai sekarang Abortus pada tahun 2013 saat usia kehamilan 6 minggu dan tidak dilakukan kuretase. Riwayat Ginekologi : Menarche saat 13 tahun.Siklus haid teratur setiap 28 hari dengan lama haid 3-4 hari. Banyaknya haid 3-4 kali ganti pembalut. Nyeri haid (-) Riwayat KB : IUD 6 tahun Riwayat Perkawinan : Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun.Sudah menikah dengan suami selama 11 tahun. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini Riwayat Sosio Ekonomi : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami bekerja sebagai wiraswasta. Biaya kesehatan ditanggung oleh BPJS.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens Keadaan Umum
: Cukup
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x/m
Respirasi
: 20 x/m
Suhu
: 36,7ᵒc
Berat badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
IMT
: 23.72 kg/m2
Kepala Mata
: Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung
: Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)
Telinga
: Sekret (-/-)
Mulut
: Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thoraks Cor
: Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: BU (+) N
Ekstermitas Superior : akral dingin (-/-), udem kedua tangan (-/-) Inferior
: akral dingin (-/-), udem kedua kaki (-/-)
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan genitalia eksterna : Inspeksi
: massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 5 cm, batas tegas, hiperemis (-), fluor albus (-), fluksus (-).
Palpasi
: teraba massa pada labium mayor sinistra, nyeri tekan (+), mobile (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan, teraba panas (-)
Inspekulo
: tidak dilakukan
PD
: flukus (-), fluor (-). Vulva teraba massa kistik di labium kiri. Portio : OUE tertutup, Nyeri Goyang (-). CUT : tidak teraba Adneksa/parametrium bilateral :lemas, massa (-), nyeri (-) CD
RT
: tak menonjol
: mukosa licin, TSA cekat, ampula kosong.
PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG : 14 Agustus 2017
Dalam Batas Normal Radiologi: 14 Agustus 2017
Foto thorax : dalam batas normal Laboratorium 12 Agustus 2017
HEMATOLOGI Leukosit
: 17200 /uL
Eritrosit
: 4.57 10^6/uL
Hemoglobin
: 14.2 g/dL
Hematokrit
: 40.6 %
Trombosit
: 333 10^3/uL
MCH
: 31.1 pg
MCHC
: 35
MCV
: 88.8 fL
g/dL
URINALISIS Eritrosit
: 5+
Leukosit
: 2+
Bakteri
: (+) /LPB
Jamur
: (-) / LPB
KIMIA KLINIK SGOT
: 14 U/L
SGPT
: 15 U/L
Ureum
: 27 mg/dL
Kreatinin
: 1 mg/dL
GDS
: 87 mg/dL
Chlorida
: 105 mEq/L
Kalium
: 4.3 mEq/L
Natrium
: 138 mEq/L
HEMOSTASIS PT
: 17.6 detik
APPT
: 50.6 detik
INR
: 1.56 detik
DIAGNOSIS
P1A1 30 tahun dengan kista Bartholini RENCANA TERAPI
R/ Marsupialisasi MRS
RESUME MASUK
P1A1 30 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 12 Agustus 2017, jam 22.15 dengan keluhan nyeri dan ada benjolan pada kemaluan sisi kiri. Pada pemeriksaan ginekologi didapatkan massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 5 cm, batas tegas, hiperemis (-), panas pada perabaan (-), nyeri tekan (+), mobile (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan. Dari pemeriksaan laboraturium tanggal 12 agustus 2017 didapatkan Leukosit 17200 /uL. Pemeriksaan Urinalisis didapatkan Eritrosit 5+, Leukosit 2+, Bakteri (+) / LPB Follow Up
13 Agustsus 2017 (IRDO) S:
benjolan pada kemaluan disertai nyeri
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 110/70 mmHg N: 80 x/m R: 20 x/m S: 36ᵒc St Gin : teraba massa kistik uk diameter 5 cm pada labium mayor sinistra PD
: vulva teraba massa kistik siameter 5 cm, mobile (+), nyeri tekan (+),
taraba panas A: P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini P : R/ Cefadroxil 3 x 500 mg PO PCT 3 x 500 mg PO Metronidazol 2 x 500 mg PO R/ marsupialisasi Pindah Ruangan
14 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
Nyeri dikemaluan
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 82 x/m R: 20 x/m S: 36,5ᵒc St Gin : massa kistik diameter 5 cm di vulva. Nyeri tekan (+)
A:
P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini
P:
Cefadroxil 3 x 500 mg PO Metronidazole 2 x 500 mg PO Pct 3 x 500 mg PO Kompres NaCl 0.9 % R/ Marsupialisasi 16/8/2017
Laboraturium 14 agustus 2017
HEMATOLOGI Leukosit
: 12500 /uL
Eritrosit
:4
Hemoglobin
: 12.4 g/dL
Hematokrit
: 35.7 %
Trombosit
: 307 10^3/uL
MCH
: 31
MCHC
: 34.7 g/dL
MCV
: 89.3 fL
10^6/uL
pg
KIMIA KLINIK Albumin
: 3.39 g/dL
15 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
nyeri di kemaluan
O: KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 82 x/m R: 20 x/m S: 36ᵒc A:
P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini
P:
Pre operasi hari ini Cefadroxil 3 x 500 mg PO Metronidazole 2 x 500 mg PO Pct 3 x 500 mg PO Kompres NaCl 0.9 %
16 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
Nyeri di kemaluan
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 80 x/m R: 20 x/m S: 36,3ᵒc
A:
P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini
P:
Rencana marsupialisasi hari ini
LAPORAN OPERASI
Tanggal Operasi
: 16 Agustus 2017
Jam Operasi dimulai
: 10.30 WITA
Jam Operasi selesai
: 11.45 WITA
Lama Operasi
: 1 Jam 15 menit
Operator
: dr. Abraham A.L, Maukar, SpOG(K)
Asisten
: dr. Helena
Diagnosa pre op
: P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini sinistra
Diagnosa post op
: P1A1 30 tahun dengan Post Marsupialisasi ec Kista Bartholini
Tindakan Pembedahan : Marsupialisasi Uraian Pembedahan
:
Pasien terbaring dalam posisi litotomi dalam TIFA Anastesi
Antiseptik area vulva, vagina dan sekitar
Tampak edema pada labia mayora sinistra
Dilakukan insisi pada bagian anteroinferior labia mayora ± 1,5 cm
Keluar cairan bening kekuningan dari luka insisi
Diputuskan dilakukan marsupialisasi dengan safil 2.0
Kontrol perdarahan
Luka insisi ditutup dengan sofratulle zalf dan kassa steril
Operasi selesai
KU Post Operasi: T: 130/80 mmHg, N: 78x/m, R: 18x/m, S: 36,5C Perdarahan
: 5 mL
Diuresis
: 300 mL
Diagnosa PostOp
:P1A1 30 Tahun dengan Kista Bartholini post Marsupialisasi
17 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
-
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 88x/m R: 20 x/m S: 36,5ᵒc
A: P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini pos marsupialisasi P: Cefadroxil 2 x 500 mg PO
Metronidazol 2 x500 mg PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO SF 1x 1 18 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
-
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 82 x/m R: 20 x/m S: 36,4ᵒc
A: P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini post marsupialisasi P: Rencana rawat jalan Cefadroxil 2 x 500 mg PO Metronidazol 2 x500 mg PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg Po SF 1 x 200 mg PO 19 Agustus 2017 di Irina D Atas S:
-
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 120/70 mmHg N: 82 x/m R: 20 x/m S: 36,4ᵒc
A: P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini post marsupialisasi P: Rencana rawat jalan Cefadroxil 2 x 500 mg PO Metronidazol 2 x500 mg PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg Po SF 1 x 200 mg PO 20 Agustus 2017 di Irina D Atas
S:
-
O:
KU : Cukup Kes : CM T: 110/70 mmHg N: 80 x/m R: 20 x/m S: 36,2ᵒc
A:
P1A1 30 tahun dengan Kista Bartholini post marsupialisasi
P: Cefadroxil 2 x 500 mg PO Metronidazol 2 x500 mg PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg Po SF 1 x 200 mg PO Rawat jalan
BAB III PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai diagnosis dan penatalaksanaan kista batholini. Diagnosis kista bartholini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti bengkak, panas, gatal, Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.6 Pada kasus didapatkan dari anamnesis keluhan nyeri di bibir kemaluan sebelah kiri dan tidak menyebar. Nyeri diketahui pertama kali sejak 5 hari lalu. Nyeri dirasakan saat berhubungan intim dengan suami. Penderita juga mengeluhkan adanya benjolan pada sisi kemaluan kiri. Benjolan terasa dan nyeri ketika disentuh sejak 5 hari lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar kacang polong dan tidak nyeri. Namun, semakin hari benjolan bertambah besar. Penderita merasa tidak nyaman saat duduk dan berjalan. Demam (-), gatal dan panas sekitar kemaluan (-), keputihan (-), mual(-), bercak darah (-), penurunan berat badan (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.7,8 Bila pembesaran kistik tidak disertai infeksi lanjutan atau sekunder,umumnya tidak akan menimbulkan gejala – gejala khusus dan hanya dikenali lewat palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penumbatan,indurasi,dan peradangan. Gejala akut inilah yang membawa penderita untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa nyeri sentuh dan dispareunia. Pada tahap supuratif, dinding kista berwarna kemerahan, tegang, dan nyeri. bila sampai pada tahap eksudatif di mana sudah terjadi abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding menjadi sedikit berkurang disertai penipisan dinding di area yang lebih putih dari sekitarnya.
Umumnya ahanya terjadi gejala dan keluhan local dan tidak menimbulkan keluhan sistemik apabila terjadi infeksi yang berat dan luas..7,9,10 Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka. Suatu penelitian casecontrol yang dilakukan oleh Aghajanian dan kawan-kawan melaporkan wanita
paritas tinggi mempunyai risiko lebih rendah terjadinya kista atau abses Bartholin, namun belum ada penelitian dengan desain yang lebih baik yang dapat membuktikan dan menjelaskan hubungan antara status pernikahan maupun paritas dengan kejadian kista dan abses Bartholin.11,12 Teori lain, obstruksi duktus termasuk perubahan konsistensi mukus, trauma mekanik dari penjahitan episiotomi yang buruk, atau kelainan kongenital. Menyimpan mukus mudah menjadi distensi kista. Ukuran dan kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh stimulasi seksual. Karena itu, penumpukan mukus diobservasi selama rangsangan seksual memuncak.8 Data tersebut sesuai dengan kasus yang menyebutkanPasien berusia 30 tahun dan telah menikah 11 tahun dengan 1 anak dan riwayat abortus 1x. Yang berarti pasien memiliki faktor risiko terjadinya kista bartholini berkaitan dengan angka paritas. Kista Bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartholini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeks. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti klamidia dan Gonorrhea serta bakteri yang biasa ditemukan di saluran pencernaan seperti Eschericia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartholini bisa menyebabkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kelenjar Bartholini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhea adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.7,8,12 Penyebab utama dari terjadinya kista ini masih tidak diketahui secara pasti. Bentuk abses cenderung berkembang pada populasi dengan penyebaran penduduk yang
sama pada mereka yang beresiko tinggi terinfeksi penyakit menular seksual. Tercatat wanita dengan kista kelenjar duktus bartholini bilateral akan dianggap terinfeksi Neiseria Gonorrhoeae (GO). Penelitian oleh Tanaka telah membuktikan bahwa spektrum luas dari organisme yang bertanggung jawab atas terbentuknya kista dan abses ini telah menguji dari 224 pasien hampir 2 spesies bakteri per kasus telah terisolasi. Mayoritas disebabkan oleh bakteri aerob, dengan E Coli pada umumnya. Yang menarik hanya 5 kasus yang terkait Neiseria Gonorrhoeae atau Chlamidyia Trachomatis.8 Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan mikrobilogi. Namun dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis. Dari data didapatkan jumlah leukosit pada tanggal 12 Agustus sebesar 17200 /uL. Dan hasil urinalisis didapatkan Leukosit : 2+, Bakteri (+) /LPB. Dari hasil darah terlihat peningkatan leukosit yang menandakan adanya suatu proses infeksi dan didapatkan (+) bakteri dan leukosit dari pemeriksaan urin. Hal ini menjelaskan bahwa mungkin proses infeksi yang terjadi terkait pada genital dan traktus urinarius. Kista bartholini di diagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pembesaran kelenjar Bartholin dapat menyerupai massa vulvovaginal yang lainnya. Kebanyakan kista unilateral, bulat/lonjong, keras. Disekeliling abses secara khas ada eritem dan sakit pada palpasi. Massa biasanya terlokalisasi di labia mayor posterior atau vestibula bawah. Mengingat kebanyakan kista dan abses pasti asimetri dari anatomi labial, beberapa kista kecil terdeteksi dengan palpasi. Jika kista bartolini tidak terinfeksi, mungkin hanya akan terasa benjolan di daerah vulva, dengan kemerahan atau bengkak. Ukuran kista dapat bervariasi mulai dari 0,25 inci hingga 1 inci. Jika kista terinfeksi, hal itu mungkin akan menyebabkan kesakitan yang lebih. Kista yang terinfeksi membentuk suatu abses. Abses Bartholin yang pecah secara spontan akan memperlihatkan suatu area yang lembut dimana akan lebih mudah terjadi ruptur. Jika kista terinfeksi dan telah menjadi abses, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular.8 Pada kasus didapatkan pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan ginekologi didapatkan massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 5 cm, batas tegas, hiperemis (-), nyeri tekan (+), mobile (+), konsistensi kenyal kesan
berisi cairan. Kista yang kecil, tanpa keluhan tidak perlu ditangani, kecuali untuk mengeluarkan neoplasma pada wanita 40 tahun lebih. Teknik multiple berlaku untuk penanganan kista yang menyebabkan gejala atau menjadi infeksi. Ini termasuk incisi dan drainasi, marsupialisasi, eksisi kelenjar bartholin yang terjadi pada kasus yang recurent.13
Kista dapat terjadi berulang dan biasanya terinfeksi.7 Untuk itu
pemberian antibiotik diperlukan untuk meringankan infeksinya kemudian dilakukan tindakan marsupialisasi. Pada kasus, pasien datang dengan keluhan nyeri saat koitus dan berjalan. Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi, terdapat bejolan pada kemaluan sebelah kiri. Pasien juga memiliki riwayat keluhan serupa dan pernah dilakukan tindadakn insisi dan aspirasi. Sehingga rencana terapi untuk pasien sesuai dengan teori yaitu marsupialisasi. Marsupialisasi atau pembentukan kantong, dipakai terutama untuk tindakan pembedahan eksteriorisasi kista dengan melakukan reseksi pada bagian dinding anterior dan jahitan pada bagian tepi irisan sisa kista ke tepi kulit yang terdekat, sehingga membentuk kantong yang sebelumnya merupakan kista tertutup. Pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word terjadi rekurensi.8 Prinsipnya membuat insisi elips dengan skalpel diluar atau didalam cincin hymen, tidak diluar labium mayor karena dapat timbul fistel selain itu hasilnya jadi jelek, insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista dibawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi dibersihkan. Kemudian dinding kista didekatkan dg kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0 dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.8 Teknik marsupialisasi : 8
1. Pemeriksaan dalam (PD) dikerjakan untuk mengetahui luasnya abses. 2. Labia ditarik kemudian dijahit, dan pintu masuk vagina terlihat, dan incisi dibuat di
atas mukosa vagina dan mempertemukan pintu vagina dengan
dinding kelenjar.
Dinding kista diincisi dan isi didalamnya terlihat.
Kandungan abses dikeluarkan
Ambil kultur dari abses dan dinding abses dipegang dengan klem Allis
Dinding kista dijahit dengan benang jahit absorbable 3.0 ke kulit introitus lateral dengan mukosa vagina medial
Marsupialisasi komplit, umumnya tidak dibutuhkan pembalutan atau drain, antibiotik diberikan berdasarkan hasil kultur. Dapat melakukan aktivitas seksual setelah 4 minggu.8
Pada wanita menopause, eksisi bedah dianjurkan karena risiko adenokarsinoma Bartholin, yang cenderung berada di jaringan yang berdekatan ke dinding kista.13 Salah satu penanganan kista dan abses kelenjar bartholin yang memiliki gejala nyeri dan pembengkakan pada kelenjar bartholin adalah incisi dan drainase. Anestesi lokal diinjeksikan di atas abses, dan incisi dibuat di permukaan sebelah dalam dari pintu masuk vagina. Setelah bahan abses dikeluarkan, rongga abses dibalut dengan gauze atau kateter kecil ( kateter word ).14 Kateter word ini memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10 french foley catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat kateter
yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak praktis, dan pilihan lain harus di pertimbangkan. Setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan membantu pengaliran berikutnya. Angka rekurensi dari tindakan word cateter sebesar 3-17%.14
Dengan gauze, maka alat dikeluarkan setelah 24-48 jam. Jika memakai kateter kecil maka dibiarkan sampai beberapa minggu untuk mengurangi dari dampak rekuren.8,14 Incisi dan drainase dapat memberikan bantuan yang sementara, namun pada akhirnya dapat menjadi terhambat dan berulang. Eksisi kista mungkin diperlukan dalam kasus berulang atau pada pasien.8,14
Kelenjar bartholini yang terinfeksi ditangani dengan antibiotik misalnya, Ceftriaxon 125 mg atau Cefixime 400 mg, Clindamycin atau flagyl dapat ditambahkan untuk kuman yang anaerob. Azitromisin dapat diberikan jika terdapat Chlamydia trachomonas.9 Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik spektum luas berupa Cefotaxim 3x1 gr, metronidazol 2x500 mg secara per oral. Pasien juga di berikan sulfas ferosus 300 mg 2x 1 tab untuk membantu pembentukan sel darah merah Sejumlah
tindakan
konservatif
dapat
dilakukan
untuk
membantu
meringankan secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau saluran bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva dengan air hangat beberapa kali sehari.14 Prognosa penyembuhan baik. 10% dari kasus rekuren. Adalah penting untuk mengobati pasien yang didiagnosa bersama dengan infeksi vagina sedini yang mungkin.14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Telah dilaporkan wanita P1A1 30 tahun dengan kista bartholini datang ke IRDO dengan keluhan nyeri dan bengkak pada kemaluan. Pasien didiagnosis dengan Kista Bartholini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan
penunjang yang baik. Pasien direncakan dilakukan masrupialisasi. Selama masa pre-operasi tidak ada gangguan hemostasis demikian juga selama masa postoperasi. Setelah dilakukan operasi pasien dirawat di ruangan pemulihan dengan observasi tanda-tanda vital dan dilanjutkan dengan perawatan di bangsal selama 4 hari. Pada sien didiagnosis awal dengan abses bartholini namun setelah dilakukakn marsupialisasi diagnosis berganti menjadi kista bartholini karena tidak didapatkan infeksi pada kelenjar bartholini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Graney DO, Yang CC. Anatomy and physical examination of the female genital tract. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually transmitted disease. 4th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012 p. 903-16. 2. Margesson LJ, Danby FW. Diseases and Disorder of the Female Genitalia. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
Mc Graw- Hill. 2013. p. 878-92. 3. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholin’s cysts and a bscesses. J Obstet Gynecol. 2012; 27(3): 241-5. 4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C. Williams obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010. 5. Yuk, Jin-Sung; Kim, Yong-Jin; Hur, Jun-Young; Shin, Jung-Ho. Incidence of Bartholin duct cysts and abscesses in the Republic of Korea. International Journal of Gynecology & Obstetrics. 2013. 122 (1): 62 – 4. 6. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholin’s duct cyst and gland abscess. Am Fam Physician. 2013; 68(1): 135-40. 7. Wiknjosastro Hanifa, Prof, dr. DSOG. Bab 11 Radang dan beberapa penyakit lain pada alat-alat genital wanita. Ilmu Kandungan, Edisi ketiga, Cetakan Ke VI. Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2014. 8. Bradshaw, Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. Williams Gynecology, Section 1 Benign General Gynecology, chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract. New York : McGraw-Hill 2012 9. Curtis, Michele G.; Overholt, Shelley; Hopkins, Michael P. Glass' Office Gynecology, 6th Edition, Chapter 5. Benign Disorders of the Vulva and Vagina. Copyright ©2013 Lippincott Williams & Wilkins. 10. Anwar M. Ilmu Kandungan. Edisi ke-3 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014, hal 25 -53.
11. Tanaka K, Mikamo H, Ninomiya M, Tamaya T, Izumi K, Ito K, et al. Microbiology of Bartholin’s gland abscess in Japan. J. Clin. Microbiol. 2010;
4258-61. 12. Bhide A, Nama V, Patel S, Kalu E. Microbiology of cysts/abscesses of Bartholin's gland: Review of empirical antibiotic therapy against microbial culture. J Obstet Gynaecol. 2014; 30:7, 701-3. 13. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E. Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, The 4rd Edition Gynecologic Oncology, chapter 40. Diseases of the Vulva. Copyright ©2012 Lippincott Williams & Wilkins. 14. Alan H. DeCherney MD, Lauren Nathan MD, T. Murphy Goodwin MD, Neri Laufer MD. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. Chapter 37. Benign Disorders of the Vulva & Vagina. Copyright ©2013 The McGraw-Hill Companies.
SEMINAR LAPORAN KASUS MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK MADYA
Nama
:
Arischa Kristanty Rompis
NRI
:
150 141 01 358
Masa KKM
:
14 Agustus 2017 – 22 Oktober 2017
Judul
:
Kista Bartholini
Tanggal Baca : Pembimbing : No 1
Nama
dr. Jefferson Rompas, SpOG (K) NRI
TandaTangan 1
2 3
2 3
4 5
4 5
6 7
6 7
8 9
8 9
10 11
10 11
12 13
12 13