I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan tanah adalah adanya pertambahan
jumlah
penduduk
secara
terus-menerus.
Dengan
meningkatnya jumlah penduduk maka meningkatlah pula kebutuhan tempat tinggal maupun keperluan bercocok tanam. Dan kelihatannya jalan atau cara yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan diatas adalah dengan cara penebangan pohon-pohon di hutan. Di daerah tropik basah seperti Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi adalah air. Namun demikian besar kecilnya erosi ditentukan banyak faktor yang bisa mempengaruhinya. Menurut para ahli tanah faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya erosi adalah iklim, topografi (datar atau miringnya tanah), vegetasi (keadaan tanaman), tanah (jenis dan sifat tanahnya), dan manusia. Namun dari sekian banyak faktor, faktor manusialah yang paling memegang peranan paling penting. Erosi bisa terjadi melalui dua cara yaitu yang terjadi secara alami atau dikenal dengan nama erosi alam atau erosi geologis dan erosi yang terjadi akibat tindakan manusia yang disebut erosi dipercepat. Erosivitas hujan adalah potensi kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi tanah. Selanjutnya butiran hujan yang jatuh bebas atas
gaya gravitasi akan mengalami percepatan, teteapi pada suatu saat tetesan hujan itu tidak lagi mendapat percepatan, sehingga kecepatannya relative konstan. Kecepatan yang konstan ini disebut kecepatan terminal dan kurang lebih 95% dari butiran hujan tersebut dapat mencapai kecepatan terminal setelah jatuhnya mencapai jarak 7-8 meter. Pada kecepatan terminal ini butir-butir hujan akan terpecah-pecah dan umumnya ukuran maksimal yang dicapai kurang lebih lima meter. Semakin besar intensitas hujan semakin besar pula ukuran butir hujannya. Pendekatan perhitungan energy kimia hujan dengan menggunakan splash cup yang diisi media pasir ternyata besarnya energy kinetic hujan yang dihitung mempunyai korelasi 0.93 dengan besarnya energi kinetic yang dikemukakan oleh Wicshmeier dan Smith (1960). B. Tujuan
1. Untuk mengetahui besarnya energi kinetis hujan melalui pendekatan
Splash Cup dengan menggunakan media pasir
2. Mengetahui energi kinetis hujan pada berbagai macam vegetasi 3. Melihat hubungan antar energi kinetis hujan dengan jumlah curah hujan bulanan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi. Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk memaksimalkan.( As-syakur, 2008) Produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari sumberdaya lahan.Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula (Kartasapoetra, 1985). Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan
bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: 1. Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es (Arsyad, 1989). 2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan (Arsyad, 1989). 3. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air
bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya (Arsyad, 1989). Erosi dapat terjadi karena tumbukan air hujan (energi kinetik) yang mengenai tanah yang tidak tertutup atau dari kecepatan aliran air yang tidak dihambat oleh akar – akar atau vegetasi (Sutedjo, 2002). Pohon – pohon besar juga dapat mengakibatkan erosi bila bentuk daunnya membentuk mangkuk sehingga berpotensi mengakumulasi air hujan dan dibawahnya tidak ada penutup tanah (misal serasah, semak dan rerumputan). Erosivitas hujan adalah potensi kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi tanah (wischmer dan smith, 1960). Besarnya potensi tersebut dapat diukur dengan menghitung besarnya energy kinetic hujan. Menurut Hudson ( 1971) besarnya energy kinetic hujan tergantung pada tiga gaya yang bekerja pada tetesan air hujan yaitu (1). Gaya kebawah. (2). Gaya ke atas, dan (3). Gaya gesekan air hujan dalam udara. Selanjutnya butiran hujan yang jatuh bebas atas gaya gravitasi akan mengalami percepatan, teteapi pada suatu saat tetesan hujan itu tidak lagi mendapat percepatan, sehingga kecepatannya relative konstan. Kecepata yang konstan ini disebut kecepatan terminal dan kurang lebih 95% dari butiran hujan tersebut dapat mencapai kecepatan terminal setelah jatuhnya mencapai jarak 7-8 meter. Pada kecepatan terminal ini butir-butir hujan akan terpecah-pecah dan
umumnya ukuran maksimal yang dicapai kurang lebih lima meter. Semakin besar intensitas hujan semakin besar pula ukuran butir hujannya. Secara umum besarnya energy kinetis yang dimiliki oleh suatu benda dinyatakan dalam persamaan empiris sebagai berikut,
Energy kinetis = ½ M (V)2 Keterangan: M = massa benda. V = kecepatan gerak. Dalam hubungannya dengan energy kinetis hujan, wischmer dan smith (1960) mengajukan formulasi sebagaii berikut. Ekin = R1 ( 210.3 + 89 log Ii) joule / m2 Keterangan: Ekin = energy kinetis hujan dalam joule/m2. Ri = curah hujan selama periode tertentu dengan intensitas konstan (cm). Ii = intensitas hujan selama periode hujan yang bersangkutn (cm / jam).
LAL (1977) , Mengajukan formulasi sebagai berikut:
Ekim= [ ( IV2) / 2] Keterangan : Ekim = energy kinetis hujan watt / m2
I= Intensitas hujan m/det. V = kecepatan hujan m/det. Kinnell (1981), mengajukan formulasi sebagai berikut: Ekim = 11.9 + 3.79 Ln I
Keterangan: Ekim = energy kinetis. I = Intensitas hujan . Rumus-rumus tersebut hanyalah berlaku pada tempat-tempat terbuka dan tersedia alat pencatat hujan tipe otomatis. Untuk wilayah di bawah vegetasi atau daerah yang belum ada alat pencatat hujan tipe otomatis, Ellinson (1944) telah mengembangkan suatu cara dengan Splash Cup dengan formula empiris sebagai berikut:
S = α V 4.33 D 4.07 I 0.65
Keterangan: S = jumlah percikan tanah (spalash erotion) dan splash cup dalam gram selama kejadian hujan dan setara dengan besarnya energy kinetis hujan. V = kecepatan tetesan hujan dalam inci per jam. K = konstansa yang tergantung dari jenis media yang digunakan. D = diameter hujan (mm). I = Rata-rata hujan (inci / jam). Selanjutnya oleh mihara (1961) dan free (1960) dibuat hubungan antara erosi percik (splash erotion) dengan energy kinetic hujan dengan konversi:
Untuk media pasir splash erotion α (energy kinetic ) 0.9. Untuk media tanah splash erotion α (energy kinetic ) 1.46. Pendekatan perhitungan energy kimia hujan dengan menggunakan splash cup yang diisi media pasir ternyata besarnya energy kinetic hujan yang dihitung mempunyai korelasi 0.93 dengan besarnya energi kinetic yang dikemukakan oleh Wicshmeier dan Smith (1960).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum Pengukuran energi kinetis hujan dengan metode Spalsh cup adalah Splash cup, timbangan analisits, dapur pengering, kantong plastik, botol pemancar, Aquades, Pasir lolos saringan 0,5 mm.
B. Prosedur kerja
1. Dicari lokasi yang mempunyai berbagai vegetasi dan temukan titik titik pemasangan Splash cup. Pasanglah pula di tempat terbuka sebagai pembanding 2. Splash cups di isi dengan pasir yang telah di cuci berdiameter 0,250,50 mm sampai penuh. Sambil di ketuk ketuk seca pelan pelan hingga rata 3. Splash cups yang telah terisi pasir kering di keringkan ke dalam dapur pengering sehingga mencapai kering mutlak ( pada suhu 110 C selama 20-30 jam ) 4. Splash cup di dinginkan ke dalam eksikator sampai menjadi dingin ( kurang lebih 15-30 menit ) dan setelah dingin di timbang 5. Splash cup yang telah di ketahui beratnya di tempatkan pada titik pengamatan yang telah di tentukan
6. Setiap 24 jam di amati, di catat besarnya curah hujan ( dari alat pengukur curah hujan yang terpasang pada tempat yang terbuka ) dan timbanglah Splash cup tersebut setelah di keringkan 7. Lakukan point 1-6 pada berbagai vegetasi selama satu bulan dan lakukan ulangan secukupnya. 8. Hasil di catat dalam tabel pengamatan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
E = A-B
d Keterangan : A : Berat pasir kering mutlak + Splash cup sebelum kehujanan B : Berat pasir kering mutlak + Spalsh cup setelah kehujanan d : Luas lingkaran Splach cup Diameter Splach cup
= 6,5 cm
Tabel 1.1 energy kinetic No
Naungan
EK
Non Naungan
EK
Awal (A)
Akhir (B)
(AB/d)
Awal (A)
Awal (B)
(AB/d)
1
320
318,3
0,28
309,5
269
6,75
2
267
264,5
0,41
299,5
305,5
-1
3
290
287,2
0,46
260
255,6
0,73
4
289
279,2
1,63
304
280,7
3,88
5
250
253
-0,5
261,5
252
1,58
6
277
274
0,5
273
268
0,83
7
249
248,1
0,15
266
251,5
2,41
8
258
257,7
0,05
261
260,2
0,13
9
274
253,3
3,45
292,5
286,8
0,95
10
286,2
283,9
0,38
285
282,5
0,41
Jumlah
2760,2
2718,5
6,81
2812
2716,8
16,67
Ratarata
276,02
271,85
0,681
281,2
271,68
1,667
Table 1.2 uji T No. 1
EK Naungan EK (a) (b) 0,28 6,75
2
0,41
3
Naungan a-b (gram)
(a-b)2 gram
-6,47
41,8609
-1
1,41
1,9881
0,46
0,73
-0,27
0,0729
4
1,63
3,88
-2,25
5,0625
5
-0,5
1,58
-2,08
4,3264
6
0,5
0,83
-0,33
0,1089
7
0,15
2,41
-2,26
5,1076
8
0,05
0,13
-0,08
0,0064
9
3,45
0,95
2,55
6,5025
10
0,38
0,41
-0,03
0,0009
Jumlah 6,81
16,67
-9,81
65,03071
Ratarata
1,667
-0,981
6,503071
0,681
Sd2 = JK
Sd = Sd2
n-1
n
= 65,03071 10 – 1
= 7,23 10
= 7,23
= 0,723
T hitung = a – b Sd
= - 0,981 0,723 = - 1,35 α Tabel 5% = 2,262, T hitung = - 1,35 T hitung < α Tabel 5% Kesimpulan = Hasil tidak berbeda nyata, maka terjadi erosi baik di naungan maupun di non naungan. B. Pembahasan
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 1995). Mekanisme Terjadinya Erosi Erosi adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat dan terangkat ke tempat lain, baik oleh pergerakan air, angina dan/atau es. Erosi diawali oleh terjadinya penghancuran agregat tanah. Ketika hujan berlangsung, maka butir-butir air hujan dengan gaya kinetiknya menimpa tanah (terutama tanah gundul) dan memecahkan bongkah-bongkah tanah atau agregat tanah akibatnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut mengikuti gerakan infiltrasi lalu menyumbat pori tanah, akibatnya kapasitas infiltrasi menurun dan sebagian air mengalir dipermukaan tanah dengan jumlah
dan kecepatan tertentu. Aliran permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan atau yang dilewatinya. Apabila tenaga aliran permukaan sudah tidak lagi mampu mengangkut bahanbahan hancuran
tersebut,
maka
bahan-bahan
ini
akan
diendapkan
(tahap
deposisi).(Mawardi, 2011) Gambar 1.1Bagan Alir Proses Erosi oleh Air
Tipe-Tipe Erosi Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu: a. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikelpartikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung
b. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah. c. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti denganpengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluransaluran air d. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur e. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan f. Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan g. Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relative besar. (Suripin, 2004) Energy kinetis (Joule/m2 mm) merupakan hubungan antara selisih berat pasir kering mutlak sebelum dan sesudah kehujanan dalam gram dengan luas lingkaran splash cup (m2) dimana jari – jari splash cup adalah 3 cm. Menurut Hudson (1971) besarnya energy kinetic hujan tergantung dari tiga gaya yang bekerja pada tetesan air hujan yaitu : 1. Gaya kebawah
2. Gaya keatas 3. Gaya gesekan air hujan dalam udara. Secara umum besarnya energy kinetis yang dimiliki oleh suatu benda dinyatakan dalam persamaan empiris sebagai berikut : 1
Energy kinetis = 2 M ( V )2 Keterangan : M = Masa benda V = Kecepatan gerak Dalam kaitannya dengan energy kinetic hujan, Wischmeir dan smith (1960) mengajukan formulasi sebagai berikut : Ekim = Ri ( 210,3 + log Ii ) Joule/m2 Keterangan : Ekim
= Energi kinetis hujan dalam Joule/m2
Ri
= Curah hujan selama periode tertentu dengan intensitas konstan ( Cm )
Ii
= Intensitas hujan selama periode hujan yang bersangkutan ( Cm/jam) LAL (1977), mengajukan informasi sebagai berikut : E kim = [ (IV2)/2 ]
Keterangan : Ekim
= Energy kinetis hujan Watt/m2
I
= Intensitas hujan m/det
V
=Kecepatan hujan m/det Kinnell (1981), mengajukan formulasi sebagai berikut : Ekim = 11,9 + 8,7 log I
Keterangan : Ekim
= Energi kinetis J/m2-mm
I
= Intensitas hujan (mm) Ellison (1944) telah mengembangkan suatu cara pengukuran energy kinetis
hujan dengan splash cup dengan formulasi empiris sebagai berikut : S = α V 4,33 D 4,07 I 0,65 Keterangan : S
= Jumlah percikan tanah (splash erosion) dan splash cup dalam gram
selama kejadian hujan dan setara dengan besarnya energy kinetis hujan. V
= Kecepatan tetesan hujan dalam inci per jam
K
= Konstanta yang tergantung dari jenis media yang digunakan
D
= Diameter hujan (mm) Selanjutnya oleh mihara (1961) dan free (1960) dibuat hubungan
antara erosi percik (splash erotion)
dengan energy kinetic hujan dengan
konversi: Untuk media pasir splash erotion α (energy kinetic ) 0.9. Untuk media tanah splash erotion α (energy kinetic ) 1.46. ( Baver, 1960 ) Pendekatan perhitungan energy kimia hujan dengan menggunakan splash cup yang diisi media pasir ternyata besarnya energy kinetic hujan yang dihitung mempunyai korelasi 0.93 dengan besarnya energi kinetic yang dikemukakan oleh Wicshmeier dan Smith (1960).
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, (3) secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah (Suripin, 2004). Cara vegetatif atau cara memanfatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) penghutanan kembali (reboisasi) dan penghijauan, (b) penanaman tanaman penutup tanah, (c) penanaman tanaman secara garis kontur, (d) penanaman tanaman dalam strip, (e) penanaman tanaman secara bergilir, dan (f) pemulsaan atau pemanfaatan seresah tanaman (Kartasapoetra, 1985). Adapun usaha konservasi tanah dan air yang termasuk dalam metode mekanis antara lain meliputi : a. Pengolahan tanah b. Pengolahan tanah menurut garis kontur
c. Pembuatan teras d. Pembuatan saluran air (waterways) e. Pembuatan dam pengendali (check dam) (Suripin, 2004). Pengendalian erosi secara kimiawi, yaitu pengendalian erosi yang didasarkan atas usaha penambahan bahan kimiawi yang bersifat organic maupun anorganik secara terencana ke dalam tanah untuk memperbaiki/memulihkan sifat fisik dan kimiawi tanah. Pengendalian erosi secara kimiawi yang tidak terencana dapat merugikan tanaman antara lain keracunan serta pengrusakan sifat fisik tanah sehingga menjadi lebih peka terhadap erosi. Tujuan pengendalian erosi secara kimiawi : (a) Memanipulasi struktur tanah sehingga terbentuk agregasi (b) Mempercepat dekomposisi mulsa dan seresah (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002). Konservasi tanah mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah ini dikenal pula dengan sebutan metode sipil teknis. Banyak ragam rekayasa konservasi tanah dan air dalam pengelolaan tanah, salah satunya adalah pengelolaan tanah dengan cara terasering (terrace).(Mawardi, 2011). Selain teras bangku dan berbagai bentuk teras lainnya, misalnya teras gulud, teras kebun, teras kredit, dan teras individu, metode konservasi tanah lainnya yang
tergolog mekanis adalah rorak, mulsa vertical, barisan batu, saluran drainase (saluran pengelak, saluran pembuangan air dan bangunan terjunan), pembuatan bedengan searah kontur dan lain sebagainya. a. Teras Teras merupakan metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. Tipe teras yang relative banyak dikembangkan pada lahan pertanian di Indonesia adalah teras bangku dan teras gulud. b. Rorak Rorak merupakan tempat/lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran peresapan. Peresapan rorak ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. c. Mulsa vertical Untuk memaksimalkan peresapan air ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menambahkan sisa tanaman, seresah gulma, pangkasan tanaman penguat ke dalam saluran teras, rorak atau ke dalam lubang-lubang peresapan air. d. Bedengan Metode Prediksi Erosi
Pemodelan erosi tanah adalah penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas permukaan lahan. Terdapat tiga alasan dilakukannya pemodelan erosi, yaitu: a. model erosi dapat digunakan sebagai alat prediksi untuk menilai/menaksir kehilangan tanah yang berguna untuk perencanaan konservasi tanah (soil conservation planning), inventarisasi erosi tanah, dan untuk dasar pembuatan peraturan (regulation); b. model-model matematik yang didasarkan pada proses fisik (physicallybased mathematical models) dapat memprediksi erosi di mana dan kapan erosi terjadi, sehingga dapat membantu para perencana konservasi tanah dalam menentukan targetnya untuk menurunkan erosi; dan c. model dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami prose-proses erosi dan interaksinya, dan untuk penetapan prioritas penelitian. (Nearing et al., 1994 cit. Vadari et al., 2004). Banyak model erosi yang telah dikembangkan, dimulai dengan USLE, dan beberapa model empiris lainnya, misalnya RUSLE, MUSLE (modified universal soil loss equation) yang dikembangkan atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik GUEST (griffith university erosion system template) (Rose et al., 1997 cit. Vadari et al., 2004). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah ANSWER (areal non-point sources watershed environment response simulation) yang
selanjutnya diperbaiki dengan model AGNPS atau agricultur non-point sources pollution model (Sinukaban, 1997 cit. Vadari et al., 2004). Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. (As-syakur, 2008). Kemampuan hujan dalam menghancurkan agregat tanah ditentukan oleh energi kinetiknya. Energi kinetik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Hudson, 1976; Kohnke and Bertrandt, 1959) : rumus : 1
Energy kinetis = 2 M ( V )2 dimana : Ek = energi kinetik hujan m = masa butir hujan v = kecepatan butir hujan selanjutnya besarnya energi kinetik secara kuantitatif dihitung berdasarkan persamaan oleh Wischmeier 1960 dalam Soil Conservation yaitu : rumus :
KE = 210,1 + 89 (log i)
dimana : KE = energi kinetik hujan dalam ton/ha/cm I = intensitas hujan (cm/jam) Pada praktikum acara 1 dilakukan dengan menggunakan dua bentuk perlakuan yaitu perlakuan Spalsh cup yang telah berisi media pasir
dan di
tempatkan pada tempat yang berada dalam naungan dan tidak berada dalam naungan. Awalnya Splash cup di isi dengan pasir, kemudian pasir serta di ratakan, setelah rata splash cup di keringkan di dapur pengering dan di dinginkan di dalam eksikator. Setelah dingin Splash cup di timbang dan berat yang sudah di ketahui dari Splash cup kemudan di tempat pada pengamatan yang telah di tentukan. Berdasarkan data hasil praktikum pada table energy kinetic di peroleh energi kinetic hujan yang berbeda beda antar masing masing perlakuan. Pada perlakuan Splash cup yang di tempatkan pada naungan rata-rata energy kineteik sebesar 6,81 J/m. Sedangkan untuk perlakuan Splash cup yang di tempatkan pada tempat terbuka (tanpa naungan) memiliki rata-rata energy kinetic sebesar 16,67 J/m. Hal tersebut menunjukan bahwa air hujan yang jatuh ke tanah yang juga memiliki energy kinetic dapat di hambat dan di perkecil dengan adanya vegetasi yang berada di atas permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (1989), bahwa. Vegetasi dapat mengitersepsi curah hujan yang jatuh dengan daun, batang yang akan mengurangi kecepatan jatuh serta memecah butiran hujan menjadi lebih kecil. Curah hujan yang mengenai daun akan menguap kembali ke udara dan inilah yang disebut dengan kehilangan intersepsi tanaman. ( Arsyad, 1989). `
Demikian juga menurut LAL (1977) bahwa vegetasi mengurangi pukulan
butir-butir hujan pada permukaan tanah. Tanaman juga berpengaruh dalam menurunkan kecepatan limpasan permukaan dan mengurangi kandungan air
melalui transpirasi. Berkurangnya kandungan air tanah menyebabkan tanah mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga jumlah limpasan berkurang. Berdasarkan table uji T didapatkan hasil T hitung -1,35, nilai T table 5 % nilainya 2,262. Kesimpulannya hasil tidak berbeda nyata, maka terjadi erosi baik di naungan maupun di non naungan. Besarnya energy kinetic di daerah terbuka lebih besar dari pada daerah ternaungi hal ini terjadi karena pada daerah terbuka hujan langsung turun ke tanah tanpa ada penghalangnya. Dari hasil besarnya energy kinetic tersebut kemudian dilakukan analisis menggunakan uji F untuk membandingkan besarnya energy kinetic di tempat terbuka dan tempat ternaungi ternyata diperoleh hasil F hitung lebih besar dari F tabel maka besarnya energy kinetic pada daerah terbuka dan ternaungi berbeda nyata dan energy kinetic yang dihasilkan oleh curah hujan mengakibatkan erosi percik.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pada Splash cup yang di letakan di dua tempat yang berbeda yaitu dengan naungan dan tanpa naungan ternyata memili perbedaan yang cukup nyata. Splash cup yang berada di tempat naungan memiliki rata-rata energy kinetic 6,81 J/m. Sedangkan pada tempat tanpa naungan memiliki rata-rata energy kinetic 16,67 J/m. 2. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa energy kinetic dari ari hujan dapat di hambat dan di perkecil oleh adanya vegetasi yang berada di atas permukaan tanah karena vegetasi ini merupakan salah satu factor yang mempengaruhi dalam proses terjadinya erosi. 3. Kekuatan dari energy kinetic memiliki korelasi yang positif terhadap curah hujan bulanan, dimana pada saat proses pelaksanaan praktikum ini curah hujan yang turun tidak begitu banyak, sehingga energy kinetik yang di turunkan pun tidak terlampau besar seperti pada daerah yang memiliki curah hujan bulanan tinggi. B. SARAN
Pada praktikum Konservasi tanah dan air sudah cukup bagus dalam pelaksanaanya. Namun ada beberapa hal yang harus di benahi seperti pengumuman jam praktikum dan tempat yang kondusif untuk di adakannya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. As-syakur , Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geogra_s (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana. Jurnal PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008 Baver, L.D. 1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York. Ellison,W.D.1944.Studies of Rain drop Erosion,Agricultural Enginering, 25 : 131 -139 -181 – 182.
Kartasapoetra, A.G.2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Kinnell,P.I.1981. Rainfall intensity – Kinetic Energy Relationships for Soil Loss Prediction, Soil Science Society of America, 45,1,153-155
LAL, R.1977,Analysis of Faktors Affecting Rainfall Erosivity and soil Erodibility, at Soil Conservation and Management in the Humid Tropic Edyted By : D.J. Greenland and R Lal. John Weley & Sons. Chicester- New YorkBrisbane – Toronto.
Mawardi. 2011. Peranan Teras Kredit Sebagai Pengendali Laju Erosi Pada Lahan Bervegetasi Kacang Tanah. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang. Jurnal TEKNIS Vol. 6 No.3 Desember 2011 : 105 -113. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi, Yogyakarta Sutedjo, M.M., dan A.G Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Rhineka Cipta. Jakarta. Wischemeier, W.D.D.Smith.1960.A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation Farm Planning. Congres of soil Science.Maddison Wisconsin. USA.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tanah terdapat dimana-mana, tetapi kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda, dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatas atau didalamnya, selain itu di dalam tanah terdapat juga udara dan air. Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain, disamping campuran bahan mineral dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisan-lapisan tanah atau horizon-horison. Tanah akan kehilangan bahan-bahan mineral tersebut jika tanah dipergunakan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kaedah-kaedah konservasi maupun pengelolaan tanah yang baik. Indonesia merupakan negara yang tanahnya subur dan cocok untuk usaha pertanian semusim,namun terbatas sekali hanya di pulau Jawa dan Bali, sedikit di pulau Sumatera dan sebagian kecil di pulau Sulawesi,sebagian besar lagi merupakan lahan yang kurang baik untuk pertanian semusim,kurang optimal di gunakan dan tidak boleh diusahakan untuk lahan tertentu, ironisnya tanah atau lahan yang produktif untuk
pertanian semakin sempit karena dialihfungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, lahan industri dan sebagainya, akibatnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk, lahan yang ada telah dipaksa untuk berproduksi setingi-tinginya dan karena cara ini juga belum memuaskan maka akhirakhir ini pertanian tanaman musiman mau tidak mau harus menggunakan lahan yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk tanaman semusim sebagai contoh penebangan tanaman tahunan di cagar alam, lahan miring, dan hutan, sehingga pada waktu hujan tanah tidak mampu menyerap air hujan, sehingga air hujan yang berupa air limpasan menghancurkan dan mengangkat tanah lapisan atas, serta dapat menyebabkan kerugian materi, maupun non-materi. Di Indonesia masalah tersebut banyak terjadi di berbagai daerah, masalah erosi sebenarnya telah lama diketahui mulai pertengahan abad ke19, erosi merupakan peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ketempat lain,baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. B. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan suatu tanah untuk meloloskan air atau melewatkan air.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Hidraulic conductivity (HC) merupakan suatu parameter sifat fisik tanah yang menunjukan kemampuan tanah dalam kedaan jenuh untuk melakukan atau melewatkan air. Dengan demikian nilai hantaran hidrolik suatu tanah juga mencerminkan suatu kondisi pori tnah oleh penyusunan butir butir agregat tanah. HC dapat di tentukan dengan menggunakan metode pendugaan (metode kolerasi) dan melalui pengukuran serta pendungaan HC melalui metode kolerasi di lakukan dengan memakai meotde distribusi ukuran butir ataubmetode permukaan spesifik. Kedua metode dapat dugunakan untuk pendugaan HC laren adanya hubungan yang erat antara ukuran dan jumlah pori sera ukuran butir dengan HC. Penetapan nilai HC melalui pengukuran dapat di lakukan di labolatorium atau d lapangan. Metopde yang sering di gunakan aadalah Constand head, Falling head, dan ring sample ( di labolatorium )/ sedangkan di lapangan di pergunakan metode auger hole, inverse auger hole, dan peizometer. Dalam praktikum ini akan di lakukan metode pengukuran HC di lapang. HC dalam kedaan jenuh adalah suatu konstanta yang menentukan aliran suatu cairan yang melalui suatu medium jenuh pada suatu luas penampang tertentu yang berasal dari suatu turunan sempiris hubungan beberapa factor yang di kemukanan oleh Darcy: q = KA. H/L keterangan :
q = kecepatan volume aliran yang meleawati suatu bidang normal ( tegak lurus aliran) K = konstanta HC H = Hidraulic Head yang mempengaruhi pergerakan air dari suatu tempat ke tempat lain L = panjang atau tebal media atau contoh tanah yang di lalui aliran. Hokum darcy ini sebenarnya hanya dapat di pakai untuk aliran auir yang betuk betk laminar. Sehiungga dalam penentuan HC di labolatorium dengan cara ini sering timbul masalah. Pengukuran HC di lapngan dapat di lakukan dengan metode auger Hole, Inverse auger hole, dan plezon eter. Dalam pelksanaanya, pengukuran HC dapat di laksanakan pada : a. Permukaan air tanah berubah yaitu dengan mengukur jumlah kenaikan air atau penurunan permukaan air tanah per satuna waktu b. Permukaan air tanah berubah yaitu dengan mengukur jumlah kenaikan air atau penurunan permukaan air tanah per satuna waktu. Dalam keadaan jenuh, menurut hukum Darcy (1856 ) volume air yang mengalir melalui satu irisan melintang suatu luasan persatuan waktu (disebut fluk q) adalah sebanding dengan hantaran hidrolik dan gradien tinggi hidrolik ΔH/L, dimana ΔH adalah perbedaan tinggi hidrolik dan L adalah panjang kolom tanah). Secara sederhana persamaan Darcy untuk satu dimensi adalah: q = K.ΔH/L Sifat morfologi tanah adalah isfat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-
sifat fisik tanah tersebut. Batas suatu horison dengan horison lain dalam suatu profil tanah dibedakan kedalam beberapa tingkatan yaitu nyata ( lebar peralihan kurang dari 2,5 cm ), jelas ( lebar peralihan 2,5 – 6,5 cm), berangsur ( lebar peralihan 6,5 – 12,5 cm), dan baur ( lebar peralihan lebih dari 12,5 cm ). Bentuk tofografi dari batas horison dapat rata, berombak, tidak teratur atau terputus. Warna tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang terdapat dalam buku Munsell Soil Color Chart. Dibagi menjadi tiga variabel, yaitu : 1. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Hue dibedakan menjadi 5R; 7,5R; 10 R; 2,5YR; 5YR; 7,5YR; 10YR; 2,5Y; dan 5Y. 2. Value menunjukan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Value dibedakan dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi value menunjukan warna makin terang. 3. Chroma menunjukan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma dibagi dari 0 sampai 8, dimana makn tinggi chroma menunjukkan kemurnian spketrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Dibedakan menjadi pori-pori kasar (berisi udara atau air gravitasi/air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), dan pori-pori halus (berisi air kapiler atau udara) , (Sarwono, 1987) Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Keadaan batuan dipermukaan tanah maupun didalam tanah dapat mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk
berbagai penggunaan. Padas merupakan bagian tanah yang mengeras dan padat sehingga tidak dapat ditembus akar tanaman ataupun air. Kedalam efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus akar tanaman. Lereng adalah keadaan lingkungan diluar solum tanah yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesesuain tanah atau lahan untuk berbagai penggunaan. , (Sarwono, 1987). Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari, dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaan dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuaan sesuai dengan syarat-syarat tertentu, agar tanah dapat berfungsi secara lestari. (Arsyad, 1989).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan bahan
Alat yang di gunakan dalam praktikum Hantaran hidrolik adalah Bor tanah, pelampung, mistar rol 2 meteran, tali, ember, gayung air, pipa pralon 0,25 inc, dan Stopwatch.
B. Prosedur kerja
1. Tanah di bor sampai kedalaman tertentu ( mencapai horizon B ) 2. Lubang tanah di siram dengan air secukupnya 3. Lubang tanah di isi dengan air 4. Alat pelampung di turunkan 5. Penurunan permukaan air untuk setiap periode waktu tertentu di ukur. (1 menit di ulang 5 kali, 2 menit di ulang 2 kali, 3 menit di ulang 3 kali, 5 menit di ulang 3 kali.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Table 2.1 hantaran hidraulik I T (x) ∆t h (y) ∆h 1
1
37
10
2
1
43
6
3
1
47
4
4
1
51
4
5
1
54
3
7
2
59
5
10
3
64
5
13
3
69
5
16
3
71
2
21
5
40
16
26
5
53
13
31
5
63
10
Table 2.2 Hantaran hidrolik II 2
2
X
Y
Ln X
Ln Y
1
37
0
3,61
1
1369
37
2
43
0,69
3,76
4
1849
86
3
47
1.089
3,85
9
2209
141
4
51
1,389
3,93
16
2601
204
5
54
1,609
3,99
25
2916
270
7
59
1,946
4,08
4
3481
413
10
64
2,302
4,16
100
4096
640
13
69
2,565
4,23
169
4761
897
16
71
2,772
4,26
256
5041
1136
21
40
3,044
3,69
441
1600
840
26
53
3,258
3,97
676
3809
1378
31
63
3,434
4,14
961
3969
1953
36701
7995
139 651 24,104 47,67 2707
∑XY
= ∑XY - ∑x. ∑y
tg α
X.Y
= ∑xy 2
N
∑
= 7995- 139.651
= 454, 25
12
1096,917
= 7995 – 7540,75
= 0,414
= 454, 25
K
= 1,5 x r x tg x = 1,5x 6 x 0,414
∑
2
= N
2
-∑
2
= 3,726
2
= 2707 12 = 1096, 917
B. Pembahasan
Hantaran hidrolik adalah suatu parameter sifat fisik tanah yang menunjukan kemampuan tanah dalam keadaan jenuh untuk melewatkan dan melukan air. Menurut Baver, (1959), Secara kuantitatif hantaran hidrolik adalah kecepatan bergeraknya suatu cairan pda media berpori dalam kedaan jenuh atau di definisakan juga sebagai kecepatan air untuk menembus tanah pada periode waktu tertentu yang di nyatakan dalam centimeter per jam. Sedangkan Tujuan dari pengukuran hantaran hidrolik adalah untuk menentukan kapasitias dan kemampuan suatu tanah dalam melalukan dan melewatkan air. Fungsi dari Hantaran hidrolik bagi dunia pertanian dan kehidupan sehari hari diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Untuk membandingkan kecepatan hantaran hidrolik pada horizon – horizon tanah tanah yang berbeda sebagai petunjuk pergerakan air dan permasalahan drainase yang mungkin terdapat dalam profil tanah tersebut (Rohmat, 2009). 2. Dengan mengetahui hantaran hidrolik, maka dapat dirancang sistem drainase lapangan terutama kedalaman dan jarak antar saluran (Rohmat, 2009)
3. Di gunakan untuk menentukan penggunaan dan pengelolaan pratis tanah. Karena hantaran hidrolik ini dapat memepengaruhi penetrasi air, laju penetrasi air, laju adsorpsi air, drainase internal, dan pencucian unsure hara. 4. Dalam kehidupan sehari hari hantaran hidrolik mempunyai manfaat dalam segi melalukan dan melwatkan air limbah yan kotor dari aktivitas kehidupan Constant Head Test Untuk test dengan cara constant head test banyaknya air yang mengalir lewat contoh tanah ditampung dalam gelas ukur. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan air tersebut di catat. Perlu diingat bahwa pada constant head test, tinggi muka air diatas contoh tanah di USAHAKAN tetap (constant). Apabila volume air yang dikumpulkan dalam gelas ukur adalah = Q, dan waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan adalah t, maka : k =
Q Ait
. Gambar 2.1 Skema uji constant head test
Falling Head Test Untuk test Falling Head, air didalam pipa yang dipasang diatas contoh tanah dibiarkan turun. Volume air yang melewati contoh tanah adalah sama dengan volume air yang hilang di dalam pipa : k. (h/L). A. dt = a. dh ...................(1) Dimana : A = luas penampang contoh tanah a = luas penampang pipa (tabung buret) dt = waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dh = tinggi air didalam pipa yang hilang
Gambar 2.2 Skema uji falling head
Biopori adalah ruangan atau pori-pori dalam tanah yang dibentuk secara alami dengan adanya aktivitas makhluk hidup di dalam tanah seperti, akar tanaman, cacing, rayap dan mikroorganisme lainnya (erabaru.or.id , 2008).
Menurut Brata (2008) biopori merupakan ruang atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan bercabang-cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut di dalam tanah. Manfaat Lubang Resapan Biopori Teknologi lubang resapan biopori memiliki manfaat yang sangat banyak namun secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi genangan Pada daerah perkotaan umumnya pembangunan sangat berkembang maka semakin meningkat pula kawasan tertutup (kedap air) sehingga mengurangi daerah resapan yang mengakibatkan menurunnya volume resapan air ke dalam tanah. Di samping itu lahan terbuka di sekitar pemukiman/perumahan umumnya dalam keadaan padat akibat aktivitas manusia. Kondisi ini menyebabkan peningkatan jumlah air hujan terbuang sebagai air larian (run off) yang mengakibatkan terjadi genangan, sehingga pada musim hujan akan terjadi banjir. 2. Menambah cadangan air tanah Air hujan yang masuk ke dalam tanah dalam bentuk air bebas akan terus mengalami pergerakan perlahan-lahan menuju tempat yang terendah. Jika terus menerus diisi kembali, cadangan air bawah tanah akan dapat dipertahankan walaupun pemanfaatan air bawah tanah untuk kebutuhan manusia cukup tinggi
(Asdak, 2001). Dengan meningkatnya resapan air ke dalam tanah tentu ketersediaan air di bawah tanah akan semakin meningkat pula jumlahnya. Ketersediaan cadangan air bawah tanah sangat penting dan wajib dipelihara, khususnya di daerah perkotaan karena air bawah tanah merupakan salah satu cadangan sumber air bersih bagi masyarakat dan pelaku usaha kegiatan. Menurut Rauf (2001) bahwa metode lubang resapan biopori merupakan salah satu tindakan yang tepat dilakukan guna meningkatkan resapan air pada lahan pemukiman/ perkotaan, karena air yang masuk ke dalam biopori dapat dengan mudah bergerak dalam profil tanah dan masuk sebagai sebagai air bawah tanah (ground water). Pada tanah yang telah rusak di mana lapisan tanah atas (top soil) sudah tipis akibat terkikis oleh air larian, lubang resapan biopori dapat membantu mempercepat laju peresapan air ke dalam lapisan bawah tanah (sub soil) yang relatif padat, serta membantu pemasukan bahan organik ke dalam tanah. Dengan perbaikan kondisi sub soil tanah maka peresapan air semakin lancar, sehingga cadangan air tanah semakin terjamin (BPLHD JABAR, 2009). Jika tidak diisi kembali cadangan air bawah tanah akan berkurang karena keluar sebagai mata air, mengalami penguapan pada lahan terbuka dan evapotranspirasi pada lahan pertanian. Selain itu di wilayah perkotaan berkurangnya ketersediaan air tanah sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan air bawah tanah yang sangat tinggi di berbagai sektor usaha dan untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. Berbagai bentuk kehilangan tersebut perlu dipulihkan kembali melalui upaya peresapan air ke dalam tanah pada saat terjadi hujan.
Lubang resapan biopori berfungsi sebagai tempat menampung aliran permukaan untuk memberi kesempatan air meresap ke dalam tanah dan tersimpan menambah cadangan air tanah. 3. Mengurangi volume sampah organik Sampah organik di Kota Medan sebahagian berasal dari sampah rumah tangga yang menghuni kawasan pemukiman, berupa sisa makanan atau sampah dapur. Selain itu juga berasal dari sisa tanaman berupa bekas pangkasan tanaman pekarangan, sisa hasil panen tanaman yang tidak terjual dan jerami, peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan volume sampah yang harus diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA). Keterbatasan sarana dan prasarana penanganan sampah di Kota Medan menyebabkan pengelolaan sampah tidak berjalan maksimal, sehingga masyarakat mencari alternatif penanganan lain seperti membakar, membuang sampah ke sungai, menumpukkan di seberang tempat yang sangat mengganggu estetika lingkungan dan akan berdampak negatif terhadap pelestarian lingkungan. Perencanaan Saluran Drainase Saluran
drainase
harus
direncanakan
untuk
dapat
melewatkan
debit
rencanadengan aman. Perencanaan teknis saluran drainase menurut Suripin mengikuti tahapan-tahapan meliputi: menentukan debit rencana, menentukan jalur saluran, merencanakan profil memanjang saluran, merencanakan penampang melintang saluran, mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta fasilitas system drainase.
Menurut Soedarmo dan Purnomo (1993), perubahan kadar air akibat adanya resapan air yang masuk ke dalam tanah akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan geser dalam tanah. Aliran air dalam tanah akan mempercepat terjadinya keruntuhan lereng karena air dapat menurunkan tingkat kelekatan butiran tanah. Semakin bertambah air yang masuk ke dalam pori-pori tanah maupun yang menggenang di permukaan tanah akan mempercepat terjadinya keruntuhan tanah (Hardiyatmo, 2003). Ohsuka & Yoshifumi (2001) menyebutkan bahwa peningkatan tekanan air pori menyebabkan terjadinya deformasi menjadi sangat cepat hingga mencapai keruntuhan. Meningkatnya tekanan air pori adalah salah satu penyebab utama keruntuhan lereng. Air yang mengalir dan mengisi retakan akan mendorong tanah ke arah lateral (Hardiyatmo, 2003). Secara umum, kekuatan gese tanah akan berkurang apabila mempunyai kadar air yang tinggi atau dalam kondisi yang sangat jenuh air (saturated). Praktikum Konservasi Tanah dan Air kali ini di lakukan pengukuran terhadap Hantaran Hidrolik tanah. Pengukuran hantaran hidrolik ini telah dilakukan dalam waktu 31 menit. Penyerapan konstan terjadi pada menit ke 7 pada interval 5. Sehingga berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil ∑xy = 454,25, ∑x2 = 1096,917 dan b (tan
) = 0,414 karena jari-jari (r) diketahui 6 maka
diperoleh nilai K sebesar 3,726 cm/dtk. Pada penentuan dan perhitungan hantaran hidrolik, masing masing tanah meskipun dalam satu daerah yang sama memiliki hantaran hidrolik yang tidak sama. Hal ini di karenakan hantaran hidrolik dapat di pengaruhi oleh kondisi tanah yang berupa tektstur, struktur, agregat, porositas dari suatu tanah. Jenis tanah berbeda akan mempunyai karakteristik yang berbeda
sehingga memiliki nilai hantaran hidrolik yang berbeda pula. Setiap sifat fisik tanah mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sifat fisik tanah lainya. Dan masing masing sifat fisik mempunyai ruang lingkup yang khas sehingga pada praktikum kali ini antar masing masing kelompok terdapat nilai hasil perhitungan hantaran hidrolik yang berbeda di karenakan oleh factor tersebut. ( Darcy, 1856 ).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Hidraulic conductivity (HC) merupakan suatu parameter sifat fisik tanah yang menunjukan kemampuan tanah dalam kedaan jenuh untuk melakukan atau melewatkan air. 2. Berdasarkan data hasil praktikum di peroleh nilai K sebesar 3,726 cm/dtk. Selama
rentang waktu 31 menit. Penyerapan konstan
terjadi pada menit ke 7 pada interval 5. 3. Hantaran hidrolik ini merupakan factor penting dalam dunia pertanian karena secara langsung hantaran hidrolik ini berkorelasi positif terhadap laju infiltrasi suatu tanah
B. SARAN
Praktikum Konservasi tanah dan air acara hantaran hidrolik ini sudah berjalan cukup baik, namun ada beberapa hal yang harus di perbaiki seperti mis komunikasi antara asisten dengan praktikan terkait masalah penentuan dalamnya lubang yang di isi air serta kurang responsifnya asisten dalam memandu para praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. ITB press, Bogor.
Asdak, C. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Baver, L.D. 1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York. BPLHD Provinsi Jawa Barat. 2009. Implementasi Lubang Resapan Biopori untuk Perbaikan Lingkungan. Brata, K. 2008. Lubang Resapan Biopori. Swadaya. Jakarta. Darcy, H.P.G. 1856. Les Fontaines publiques de la Ville de Dijon. Victor Dalmont, Pris Hardiyatmo, H.C., 1992, Mekanika Tanah 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta http://erabaru.or.id/2008. Biopori Teknologi Solusi Banjir. Ohtsuka, S., and Yoshifumi, 2001, Consideration on landslise mechanism based on pore water pressure loading test, The 15th International Conference on Soil Mechanics and Geotechnical Engineering, 27-31 August 2001, Istanbul, Turkey. Rauf, A. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Pertanian Hubungannya dengan Upaya Memitigasi Banjir. (Pidato Pengukuhan Guru Besar). Universitas
Sumatera Utara. Medan. Rohmat, dede. 2009. Tipikal Kuantitas Infiltrasi Menurut karaktereristik lahan. Bandung. Soedarmo,G.D. dan Purnomo, S.J., 1993, Mekanika Tanah 2, Kanisius, Yogyakarta. Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Infiltrasi adalah proses meresapnya air atau proses meresapnya airdari permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Air adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Secara umum banyaknya air yang ada di planet ini adalah sama walaupun manusia, binatang dan tumbuhan banyak menggunakan air untuk kebutuhan hidupnya. Jumlah air bersih sepertinya tidak terbatas, namun sebenarnya air mengalami siklus hidrologi di mana air yang kotor dan bercampur dengan banyak zat dibersihkan kembali melalui proses alam. Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain,disamping campuran bahan mineral dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisan-lapisan tanah atau horizon-horison. Tanah akan kehilangan bahan-bahan mineral tersebut jika tanah dipergunakan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kaedah-kaedah konservasi maupun pengelolaan tanah yang baik. Proses siklus hidrologi berlangsung terus-menerus yang membuat air menjadi sumber daya alam yang terbaharui. Jumlah air di bumi sangat banyak baik dalam bentuk cairan, gas / uap, maupun padat / es. Jumlah air seakan
terlihat semakin banyak karena es di kutub utara dan kutub selatan mengalami pencairan terus – menerus akibat pemanasan global bumi sehingga mengancam kelangsungan hidup manusia di bumi. Oleh karena itu, untuk mengetahui siklus tersebut pada suatu lahan perlu dilakukan suatu pengujian mengukur infiltrasi. Sumber daya alam utama, yaitu tanah dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisik tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik dan memburuknya
sifat-sifat fisik yang
tercermin antara lain pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah juga akan mempengaruhi infiltrasi pada tanah tesebut. Vegetasi pada atas tanah akan berpengaruh karena fungsi tanaman yang tumbuh di atas tanah sendiri nantinya akan berfungsi untuk melindungi agrerat-agrerat tanah dari kerusakan akibat datangnya butiranbutiran hujan yang turun ke bumi. Fungsi tanaman itu sendiri berbeda satu sama lain bergantung kepada pada jenis tanaman, perakaran, tinggi tanaman, tajuk, tingkat pertumbuhan, dan musim.
B. TUJUAN Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menentukan laju infiltrasi pada suatu lahan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian infiltarsi itu sendiri adalah salah satu proses yang mempunyai arti penting dalam tata air pertanian. Dengan kata lain air infiltarasi merupakan simpanan bawah permukaan atau disebut persediaan air di bawah tanah permukaan. Persediaan air bawah dapat juga langsung mengalir sehingga membentuk aliran bawah permukaan ( inter flow ) yang kemudian menjadi sungai. Selain dapat langsung mengalir, air infiltarsi juga dapat langsung masuk ke dalam tanah ataupun disebut juga dengan perlokasi. Dari pengertian yang ada infiltrasi mempunyai peranan yang sangat erat dengan perlokasi karena sebenarnya peristiwa infiltrasi menyediakan
air
untuk perlokasi. Jika air dalam tanah tidak bergerak vertikal, tetapi kearah horizontal disebut dengan perembesan lateral, yang di sebabkan oleh permeabilitas lapisan tanah yang tidak seragam. Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan tindakan pengolahan tanah (angka Atterberg) adalah batas mengalir / liquid limit (jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah), batas melekat (kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain), batas menggolek (kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek-golekkan lagi), indesk plastisitas / palsticity indeks (perbedaan kadar air pada batas mengalir dengan batas menggolek), jangka olah (besarnya perbedaan kandungan air pada batas melekat dengan batas menggolek), dan bats ganti warna / titik ubah (batas terendah kadar air yang dapat diserap taamanan), (Sarwono, 1987).
Kapisitas infiltrasi tidak sama untuk setiap jenis tanah. Pada tanah yang sama, kapasitas infiltrasi, dapat berbeda, tergantung dari kondisi fisik kimia dan biologi tanah tersebut. Infiltrasi juga dapat berubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Faktor faktor yang mempengaruhi infiltrasi di antaranya : a. Faktor tanah Sifat anah yang beperngaruh terhadap infiltrasi adlah tekstur, struktur jneis liat, kandungan, air pada saat mulai infiltrasi dan heterogenitas lapisan tanah. b. Vegetasi Vegetasi dapat mempengaruhi infiltrasi melalui pengaruh tajuk, akar, batang serta seresah terhadap air yagn jatuhnya di atasnya. c. Lain lain Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap infiltrasi adalah kemirngan lahan, suhu udara, udara terjebak dalam pori tanah. Walaupun pengaruh faktor faktor ini relatif kecil namun pada kondisi teretentu berpengaruh terhadap intensitas. Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu.
Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut (Subagyo, 1990). Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: 1. Evaporasi / transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es (Marshal, 1998). 2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan (Marshal, 1998). 3. Air Permukaan – Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut (Marshal, 1998).
Infiltrasi adalah proses meresapnya air atau proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap : 1. Proses Limpasan Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah ia akan diuapkan kembali atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat. Makin besar daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas curah dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil 2. Pengisian Lengas Tanah (Soil Moisture) dan Air Tanah Pengisian lengas tanah dan air tanah adalah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus daerah tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari daerah tak jenuh tadi. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antar infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu kasar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah
Kurva kapasitas infiltrasi merupakan kurva hubungan antara kapasitas infiltrasi dan waktu yang terjadi selama dan beberapa saat setelah hujan. Kapasitas infiltrasi secara umum akan tinggi pada awal terjadinya hujan, tetapi semakin lama kapasitasnya akan menurun hingga mencapai konstan.
Besarnya penurunan ini dipengaruhi bebagai faktor, seperti
kelembaban tanah, kompaksi, penumpukan bahan liat dan lain-lain. Untuk megumpulkan data infiltrasi dapat dilakukan dengan tiga cara: inflow-outflow, analisis
data
hujan
dan
hidrograf,
dan
menggunakan
double
ring
infiltrometer. Cara double ring infiltrometer sering digunakan karena mudah dalam pengukuran dan alatnya mudah dipindah – pindah (Subagyo, 1990).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum pengukuran infiltrasi ini adalah tanah atau lahan, air, double ring infiltrometer, alat ukur, ember, gayung air, alat alat tulis, alat pemukul ring, dan Stopwatch.
B. PROSEDUR KERJA
1. Double ring infltrometer di masukan ke dalam tanah ( di pilih tempat yang baik, tidak banyak akar mati, sedalam 15 cm. 2. Kayu berat di letakan di atas ring secara melintang, dan kayu tersebut di pukul sambil poisisnya di pindahkan pindahkan di atas ring infiltrasi supaya tekanan terhadap ring merata dan juga masuk ke tanah secara bersamaan. 3. Penggaris atau alat ukur di letakan tegak lurus pada bagian dalam ring 4. Di buat garis tera pada ring sebgai titik nol, di lakukan hal yang sama pada kedua ring, serta isi kedua ring sampai garis tera ( titik nol ) 5. Pada saat pengukuran, di catat pada setiap penurunan permukaan air, jika iar di dalam ring sudah sangat kurang, tambhkan air lagi dan di catat penurunan permukaanya setiap pengukuran.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 3.1 Laju Infiltrasi t
∆t
h (mm)
∆h
1
1
90
10
2
1
82
8
3
1
76
6
4
1
72
4
5
1
70
2
7
2
68
2
10
3
66
2
13
3
64
2
16
3
62
2
80
16
650
38
Tabel 3.2 Persamaan Horton No
∆t (X)
Ln ∆h (Y)
X2
Y2
X.Y
1
1
2,3
1
5,29
2,3
2
1
2,08
1
4,33
2,08
3
1
1,79
1
3,2
1,79
4
1
1,39
1
1,93
1,39
5
1
0,69
1
0,48
0,69
6
2
0,69
4
0,48
1,38
7
3
0,69
9
0,48
2,07
8
3
0,69
9
0,48
2,07
9
3
0,60
9
0,48
2,07
∑
16
11,01
36
17,15
15,84
X2= X2 -
= 36 -
XY =
2
= 7,6 Persamaan : F
= fe + (fo – fe ) e-kt = 2 + (10 – 2 ) 2,718-0,49 . 16 = 2 + 8 (-2,88)
=
= -3,73
1
K= 1
=
= `- 0,49
= 2 – 23,07 = -21,07 Tabel 3.3 Persamaan konstiakof
X2
No
X (ln ∆t)
Y (ln ∆h)
X2
Y2
X.Y
1
0
2,3
0
5,29
0
2
0
2,08
0
4,33
0
3
0
1,79
0
3,2
0
4
0
1,39
0
1,93
0
5
0
0,69
0
0,48
0
6
0,69
0,69
0,48
0,48
0,48
7
1,1
0,69
1,21
0,48
0,76
8
1,1
0,69
1,21
0,48
0,76
9
1,1
0,69
1,21
0,48
0,76
3,99
11.01
4,11
17,15
2,76
= X2 -
= 4,11 –
1
= -11,81 Persamaan :
XY =
2 1
=
= - 2,12
2
K=
=
2 12 11 1
= `0,18
I
=e.fα = 2,718 . (-1,73) = -4,702
Kesimpulan : Laju infiltrasi yang terjadi masuk ke dalam kriteria lambat.
B. PEMBAHASAN
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Laju infiltrasi adalah banyaknya air persatuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah secara vertical. Sedangkan Kapasitas Infiltrasi adalah Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter perjam (Asdak, 1995).
Faktor – faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi diantaranya adalah : a. Tekstur Tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir – butir pasir, debu, dan liat didalam tanah. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir lebih dari 70%, dan tanah liat apabila kandungan liatnya lebih dari 35%. Pada tekstur tanah pasir, laju infiltrasi akan sangat cepat. Sedangkan pada tekstur lempung, laju infiltrasi akan sedang hingga cepat. Dan pada tekstur liat, laju infiltrasi tanah akan lambat (Subagyo, 1990). b. Kerapatan Massa Tanah Kerapatan massa adalah suatu ukuran berat yang memperhitungkan seluruh volume tanah. Kerapatan massa ditentukan baik oleh banyaknya pori, maupun oleh butir – butir tanah padat. Tanah yang lepas dan bergumpal akan mempunyai berat persatuan volume (kerapatan massa) rendah dan tanah yang lebih tinggi kerapatan massanya. Semakin tinggi kepadatan tanah maka infiltrasi akan semakin kecil (Subagyo, 1990). c. Total Ruang Pori Tanah Tanah terdiri atas 2 macam pori, yakni pori makro dan pori mikro. Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh udara dan air sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Pada porositas yang tinggi, maka tanah akan dapat menyimpan air dalam jumlah yang besar, sehingga air hujan yang datang akan dapat meresap atau
mengalami infiltrasi dengan cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Subagyo, 1990). d. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bahan yang sangat penting dalam tanah. Bahan organik yang dikandung oleh tanah hanya berkisar antara 3 – 5% dari berat tanah. Bahan organik berperan sebagai pembentuk butir (granulator) dari butir – butir mineral yang menyebabkan terjadinya keadaan gembur pada tanah produktif (Subagyo, 1990). e. Kadar Air Tanah Vegetasi pada suatu lahan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang dan kadar air maksimum. Hal ini disebabkan oleh pemberian mulsa hasil pangkasan yang menjadi bahan organik. Berkurangnya laju infiltrasi karena bertambahnya kadar air dan kelembaban dari tanah sehingga menyebabkan butiran tanah berkembang dan menutup pori – pori tanah (Subagyo, 1990). f. Struktur Tanah Struktur tanah adalah susunan agregat – agregat primer tanah secara alami menjadi bentuk tertentu yang dibatasi oleh bidang – bidang. Struktur tanah dapat dinilai dari stabilitas agregat, kerapatan lindak, dan porositas tanah. Pada praktikum Konservasi Tanah dan Air kali ini di lakukan percobaan penentuan laju infiltrasi suatu tanah. Penentuan laju infitrasi kali ini di lakukan di tempat lapang, di belakang fakultas Biologi. Penentuan laju infiltrasi kali ini dengan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer yang memiliki dua lingkaran dalam dan
luar. Sistem kerja alat tersebut adalah dengan cara memasukanya kedalam tanah dengan di pukul dari atas. Setelah alat tersebut masuk pada kedalam 15 cm maka di berikanya air kedalam lubang tersebut dan di catat laju infiltrasi yang terjadi. Berdarkan data yang di peroleh dari hasil praktikum yang dilakukan untul menghitung laju infiltrasi pada t diperoleh hasil ∑xy = -3,73 ; ∑
2
= 7,6; dan K = -
0,49. Sehingga diperoleh laju infiltrasi pada t = -21,07 sedangkan pada perhitungan infiltrasi kumulatif selama waktu (t) diperoleh hasil ∑xy = -2,12 ; ∑
2
= -11,81; dan
= -0,72. Sehingga diperoleh infiltrasi kumulatif selama waktu (t) = 2,718 x -1,73 = -4,702.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan atas hasil yang di peroleh dari data praktikum, dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Infiltrasi suatu tanah dapat di pengaruhi oleh banyak factor seperti total ruang pori tanah, kerapatan massa, tekstur tanah, bahan organic tanah. Struktur tanah, dan kandungan air dalam tanah 2. Berdasarkan data hasil praktikum di peroleh nilai ∑xy = -3,73 ; ∑
2
= 7,6; dan K
= -0,49. Sehingga diperoleh laju infiltrasi pada t = -21,07 sedangkan pada perhitungan infiltrasi kumulatif selama waktu (t) diperoleh hasil ∑xy = -2,12 ; ∑
2
= -11,81;. Sehingga diperoleh infiltrasi kumulatif selama waktu (t) = 2,718 x -1,73 = -4,702. 3. Percobaan pengukuran infiltrasi tanah yang di lakukan di depan Lab Riset Unsoed menunjukan bahwa laju infiltrasi di daerah tersebut tergolong masih rendah hal tersebut di karenakan proeses masuk dan meresapnya air ke dalam tanah cuku lama.
B. SARAN Praktikum Konservasi tanah dan air acara Pengukuran Infiltrasi kali ini sudah cukup bagus, namun ada beberapan hal yang harus di perbaiki seperti tersedianya sarana dan prasarana yang menunjuang seperti ember dan alat yang di perlukan pada saat praktikum agar proses pelaksanaanya dapat berjalan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. ITB press, Bogor.
Baver, L.D. 1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta Marshal, T. J., and W. Holmes. 1998. Soil Physics. Cambridg University Press. New York. Subagyo, S. 1990. Dasar – dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Proses terjadinya siklus air disebut juga denga siklus hidrologi, dimana air terus mengikuti siklusnya. Air yang berada dipermukaan bumi kemudian menguap menuju kelangit dan berkumpul membentuk awan, hingga awan sampai pada titik jenuh lalu meneteskan air ke bumi. Inilah yang disebut air hujan, curah hujan ini merupakan unsure iklim yang mempunyai variasi terbesar baik itu variasi sebaran waktu dan variasi sebaran tempat. Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normalnya pada bulan tersebut di suatu tempat. Di Atas Normal, jika perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%. Normal, jika perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85%115%. Di Bawah Normal, jika perbandingan terhadap rata-ratanya lebih kecil dari 85%. Indeks erosivitas merupakan suatu pengukuran potensi erosi dari suatu kejadian curah hujan. Keadaan
iklim
menentukan
kecenderungan
terjadinya
erosi
yang
mencerminkan keadaan pola hujan. Selain pola hujan, jenis, dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah juga mempengaruhi erosi di daerah tropis. hujan merupakan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi di Indonesia,
dalam hal ini besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besar curah hujan yang terukur dan tercatat oleh sebuah alat penekar hujan merupakan kejadian hujan local yang mewakili wilayah tidak luas. Sebaran hujan dalam suatu wilayah tergantung pada tipe hujan dan kondisi lahan, oleh karna itu perlu pengolahan data curah hujan agar dapat dimanfaatkan bagi kepentingan manusia dan alam. Penentuan hujan wilayah yang berdasarkan pada beberapa penakar hujan akan menghasilkan data yang lebih baik. Praktikum kali ini akan melekukan cara menganalisis sifat-sifat hujan.
B. TUJUAN
1. Menghitung indeks erovisitas hujan ( R ) menurut metode Wiscmier dan Smith (1959) atau E130 2. Menghitung Indeks Erosivitas hujan menurut R. LAL (1976) atau Aimp 3. Menghitung KE>1 4. Menduga E130 Menurut rumus Bols.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Hujan digolongkan menjadi tiga yaitu jenis hujan berdasarkan trjadinya, jenis hujan berdasarkan ukuran butirannya dan jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (Subagyo, 1990). Sifat Hujan : merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971-2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu : 1. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya. 2. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya. 3. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya (Sutedjo, 2002). 1. Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya
a. Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar b. Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan c. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan d. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal e. Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau
2. Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya a. Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm b. Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celsius c. Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0° Celsius d. Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celsius dengan diameter ±7 mm 3. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG) a. hujan sedang, 20 - 50 mm per hari b. hujan lebat, 50-100 mm per hari c. hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari Erosivitas Hujan merupakan besarnya kemampuan hujan untuk mengerosi tanah. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan suatu daerah, semakin besar pula kemungkinan erosi yang terjadi pada daerah tersebut. Untuk membuat peta erosivitas hujan diperlukan data hujan dari stasiun penakar hujan di seluruh daerah penelitian dan sekitarnya beserta koordinat geografis dari stasiun tersebut. Data curah hujan diambil minimal dalam kurun waktu 10 tahun kemidian nilainya dirata – ratakan. Data curah hujan yang diperlukan adalah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dalam satu bulan, dan jumlah curah hujan maksimum dalam bulan tersebut (Sutedjo, 2002).
Energi kinetik hujan merupakan faktor yang paling utama dalam erosi akibat hujan. Energi kinetik hujan adalah energi total yan terjadi akibat transformasi jatuh butiran hujan menjadi energi mekanik yang memberikan nilai pada suatu intensitas tertentu dan merupakan estimasi dari distribusi ukur butir hujan untuk intensitas tersebut. Energi kinetik hujan dapat menyebabkan hancurnya agregat permukaan tanah sehingga mempermudah pengangkutan bila terjadi aliran permukaan (Subagyo, 1990).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum cara menganalkisis sifat sifat hujan adalah kertas pias, dan pen marker, serta alat tulis lainya
B. Prosedur kerja
1. Kertas pias yang terlampir di bagi menjadi beberapa periods, a-b, b-c, c-d, dan seterusnya sesuai dengan bentuk grafik hujan yang ada. Pembagaina ini berdasarkan kemiringan kurava 2. Selanjutnya analisis sifat sifat hujan yang di peroleh dan di buat dalam bentuk table.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
EI30
=
I
=
E
= 210,3 + 89 log I
I30
=
1
Periode hujan 1 I1
=
= 20 mm
E1
= 210,3 + 89 log (20)
I30
= 10 mm x 60/30
= 210,3 + 115,7
= 20 mm
= 326
Periode hujan 2 I2
=
= 11,25 mm
E2
= 210,3 + 89 log (11,25)
I30
= 5 mm x 60/30
= 210,3 + 93,45
= 10 mm
= 303,75
Periode hujan 3 I3
=
= 20 mm
E3
= 210,3 + 89 log 20
I30
= 10 mm x 60/30
= 210,3 + 115,7
= 20 mm
= 326
Periode hujan 4 I4
=
I30
= 8 mm x 60/30
= 210,3 + 106,8
= 16 mm
= 317,1
I30
=
= 16 mm
= 20 mm/jam
E4
EI30
= 210,3 + 89 log 16
=
=
Kesimpulan : EI30
>
1
12 2 1
2
= 25,457 mm/jam
25 mm yaitu sebesar 25, 457 mm/jam. Maka berpotensi
erosi. B. PEMBAHASAN
Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah
(Asdak, 1995). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah. Proses erosi oleh air hujan merupakan kombinasi dua sub proses yaitu, 1. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer, 2. Penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut (Arsyad, 1989). Proses penghancuran dan pengangkutan oleh erosi air ditentukan oleh : a. tenaga penghancuran butir hujan, jumlah serta kecepatan aliran permukaan, b. daya tahan tanah terhadap disperse dan pengangkutan oleh air (Sinukaben, 1982). Sedangkan menurut ( ) menjelaskan bahwa proses terjadinya erosi akibat hujan adalah sebagai berikut : Erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari masa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga, yaitu pengendapan. Erosi oleh air dapat dipandang dengan dimulainya pelepasan partike lpartikel tanah oleh impak air hujan yang turun. Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah karena energi kinetik butiran air yang jatuh dapat memercikkan tanah ke udara. Pada tanah yang datar, partikel-partikel tersebut disebarkan lebih kurang secara merata ke
segala jurusan, tapi pada tanah yang miring, terjadi pengangkutan ke bawah searah lereng. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar beberapa centimeter ke udara. Pada dasarnya partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka artikel tanah tersebut akan diendapkan. Prosesproses percikan dan aliran di atas tanah itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosssion), yakni degradasi permukaan tanah yang relatif merata. Erosi lapisan sulit untuk mendeteksinya, kecuali apabila permukaan tanahnya lebih rendah dibawah tanda-tanda tanah lama pada tiang-tiang pagar, akar-akar pohon yang terlihat, atau pilar-pilar kecil dari tanah yang tertutup oleh batu-batu, masih ada. ( Hudson, 1977 ) Faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat
dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan. Curah hujan harian yaitu banyaknya volume air yang jatuh pada daerah tertentu selama satu hari. Curah hujan bulanan adalah banyaknya volume air yang jatuh pada areal tertentu selama satu bulan. Dan Curah hujan tahunan adalah banyaknya volume air yang jatuh pada areal tertentu selama satu tahun. Besarnya curah hujan perhari, perbulan, dan pertahun ini dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi. Dimana dalam curah hujan yang tinffi serta intensitas hujan yang tinggi akan mempercepat proses terjadinya erosi karena semakin banyak jumlah air ke tanh dan semakin tinggi pula energi kinetik yang di hasilkanya. Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5,
10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam. Semakin besar intensitas hujan maka energi tumbuk butir-butir hujan akan semakin besar, sehingga kemampuannya untuk memecah agregat tanah semakin besar.
Gambar 4.1 pemindahan partikel-partikel tanah oleh percikan ke bawah searah lereng Wischmeier dan Smith (1960) mendapatkan indeks erosi hujan (erosivitas hujan) EI30 berkorelasi tinggi dengan aliran permukaan dan erosi, Penelitian di Indonesia pada umumnya mendapatkan hasil yang sama. Untuk memperoleh nilai EI30 dapat dihitung dengan rumus : EI30 = ∑ E ( I30 – 102 )
Keterangan : E = 210,3 + 89 log I E = Energi kinetis hujan (ton m/ha/cm hujan) I30 = Intensitas maksimum selama 30 menit dalam cm/jam. EI30 adalah interaksi energy dengan intensitas maksimum 30 menit, E adalah Energi Kinetik selama periode hujan, I30 adalah intensitas maksimum 30 menit. Oleh karena EI30 dinyatakan sebagai indeks potensial erosi hujan atau indeks erosi hujan. Bilangan Froude menunjukan pengaruh gravitasi. Apabila F = 1, maka aliran berada dalam tahap kritis, bila F < 1 aliran adalah subkritikal atau mempunyai
kecepatan yang rendah, dan bila F > 1 disebut superkritikal atau aliran cepat yang lebih erosi. Sehingga ukuran butir akan mempengaruhi laju aliran permukaan yang digunakan untuk proses erosi, pengangkutan dan pengendapan. Ukuran 0,01 mm membutuhkan laju aliran ukuran permukaan sebesar 60 cm/detik. (Wischemeier, 1960) Upaya konservasi air dan lahan baik secara struktural dan non struktural. Sehubungan dengan pemanfaatan DAS Cisangkuy terutama di bagian tengah hingga hilir yang sudah maksimal maka upaya konservasi sumberdaya air secara structural direncanakan lebih difokuskan di DAS Cisangkuy hulu. Upaya structural dimaksudkan untuk menekan laju sedimentasi di sungai, meningkatkan ketersediaan air di musim kemarau serta menurunkan puncak banjir. Bangunan yang diusulkan untuk memenuhi maksud di atas meliputi : a. penempatan bangunan pengendali sedimen b. penempatan waduk-waduk kecil c. pengamanan tebing d. peningkatan pengambilan bebas menjadi bendung tetap e. pembuatan sumur resapan Sedangkan upaya konservasi non struktural terutama melibatkan partisipasi masyarakat antara lain: a. Gerakan hemat air b. Tidak memanfaatkan lahan dengan kemiringan curam sebagai kawasan budidaya
c. Meniadakan pembukaan kawasan lindung sebagai lahan budidaya d. Pola tanaman budidaya yang memperhatikan kaidah konservasi e. Mengganti tanaman dengan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi namun yang membutuhkan air lebih sedikit di musim tanam ke tiga f. Mengubah pemenuhan kebutuhan air irigasi konvensional dengan sistem SRI yang menggunakan air lebih sedikit dan hasil lebih banyak Tinjauan upaya konservasi non structural ini sangat erat kaitannya dengan usahatani yang dilakukan masyarakat setempat, karena dalam sistem pengembangan usahatani umumnya ditekankan pada peningkatan aspek produktivitas. Untuk meningkatkan produktivitas berkelanjutan, terutama pada daerah yang memiliki lereng curam dan mudah tererosi, perhatian utama adalah cara mempertahankan kesuburan tanah daripada memperhatikan/menjalankan sistem usahatani yang efektif dan efisien. Upaya konservasi tanah lainnya antara lain adalah teras gulud, strip rumput, budidaya lorong dan teras kridit. Pada daerah yang memiliki ternak sudah banyak diterapkan teras dengan penguat teras berupa rumput pakan ternak, a.l. rumput gajah (Pennisetum purpureum), setaria (Setaria sphacelata), dan rumput raja (Pennisetum purpureoidhes). (Anik Sarminingsih, 2007). Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sector
pertanian
dan
potensial
mendatangkan
masalah
baru
bagi
keberlanjutanproduksi pangan dan system produksi pertanian pada umumnya. Perubahan iklim adalah kondisi bebrapa unsur iklim yang magnitude dan/atau
intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi ratarata, menuju kea rah tertentu (menurun atau meningkat).
Dampak perubahan pola curah hujan dan kejadian iklim ekstrim Perubahan pola hujansudah terjadi sejak beberapa decade terkahir di beberapa wilayah di Indonesia, seperti pergeseran awal musim hujan dan perubahan pola curah hujan. Selain itu terjadi kecenderungan perubahan intensitas curah hujan bulanandengan keragaman dan deviasi yang semakin tinggi serta peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim, terutama curah hujan, banjir rob dan angin. Bebrapa ahli menemukan dan memprediksi arah perubahan pola hujan di bagian barat Indonesia, terutama bagian utara sumetera, Kalimantan, dimana intensitas curah hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang lebih panjang. Sebaliknya di wilayah selatan Bali dan Jawa intensitas curah hujan cendeerung meningkat tetapi dengan periode ujan yang lebih singkat (Naytlor, 2007). Secara nasional, Boer et al. (2009) mengungkapkan tren perubahan secara spasial, dimana curah hujan pada musim hujan lebih bervariasi dibandingkan dengan musim kemarau. Peningkatan iklim juga berdampak terhadap peningkatan hujan musiman. Perubahan iklim mengakibatkan musim kemarau memanjang di sebagian besar wilayah Jawa bagian Selatan Sumatera, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara. Sumber daya lahan dan air
Secara umum, perubahan iklim akan berdampak terhadap penciutan dan degradasi (penurunan fungsi) semberdaya lahan, air dan infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan tejadinya ancaman kekeringan atau banjir. Di sisi lain, kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industry, paraiwisata, transportasi, dan pertanian terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan zaman. Secara absolut, lahan yang tersedia relative tetap, bahkan cenderung menciut dan terdegradasi, baik akibat tidak tepatnya pengelolaan maupun dampak perubahan iklim.kondisi tersebut menyebabkan laju konversi lahan sulit di bending dan system pengelolaan lahan akan semakin intensif, bahkan cenderung melebihi daya dukungnya. Kejadian iklim ekstrim, terutama El-Nino atau La-nina, antara lain menyebabkan : a. kegagalan panen, penurunan IP yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; b. kerusakan sumberdaya lahan pertanian; c. peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan; d. peningkata kelembapan; e. peningkatan intensitas gangguan organisme penganggau tanaman. (Las et al., 2008). Analisis dinamika sirkulasi atmosfer dan laut akhir mei 2013 Pantauan kondisi lapangan terakhir menunjukkan peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia khususnya Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh : 1. Terjadi anomali (penyimpangan) suhu permukaan laut (SST) di wilayah perairan Indonesia antara +0.5 s/d +2.0 o C lebih tinggi dibandingkan normalnya (28.5 – 29.5 o C) sehingga : a. memberikan potensi penguapan yang lebih besar
b. muncul pola tekanan rendah di selatan Jawa (kemampuan menarik massa uap air dari sekitarnya) yang menyebabkan penumpukan massa uap air peningkatan curah hujan.
2. Angin dari timur (yang biasanya kuat pada musim kemarau) melemah karena terhambat angin dari barat/Samudera Hindia yang melintas di atas wilayah Indonesia bagian selatan ekuator sehingga terjadi peningkatan curah hujan di sepanjang pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan sebagian Maluku. Analisis musim kemarau 2013 di indonesia Berdasarkan hasil analisis curah hujan hingga akhir Mei, terdapat 142 ZOM dari 342 ZOM atau 8% luas wilayah Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau dengan sifat hujan atas normal. Beberapa wilayah yang telah memasuki musim kemarau namun kembali terjadi peningkatan curah hujan pada pertengahan Mei. (Anonim, 2013). Gambar 4.2 (Curah Hujan stasiun sirampok (mm) )
Pada Praktikum Konservasi Tanah dan Air acara Cara Menganalisis Sifat – Sifat Hujan kali ini di lakukan suatu analisis dan perhitungan dari data yang di hasilkan dari kertas pias yang telah di sediakan. Dalam kertas pias tersebut terdapat periode periode curah hujan yang di gambar kan dengan grafik atau bentuk kurva yang berlelok kelok. Berdasarkan data hasil analisis pada praktikum kali ini diperoleh energi kinetis hujan E1 sebesar 326; E2 sebesar 303,75 E3 sebesar 326, E4 sebesar 317,1. Sehingga diperoleh jumlah energi kinetis hujan sebesar 1272,85. Dari hasil energi kinetis hujan tersebut diperoleh tingkat kerusakan EI30 sebesar 25,457 mm/jam. Untuk indeks erosivitas hujan diperoleh nilai I1 sebesar 20 mm, I2 sebesar 11,25 mm, I3 sebesar 20 mm, dan I5 sebesar 16 mm, sehingga jumlah curah hujannya sebesar 40
mm/jam. Maka berpotensi mengakibatkan erosi karena curah hujan lebih dari 25 mm/jam. Sifat sifat hujan per periode tertentu pada hasil data praktikum dengan kertas pias menunjukan bahwa setiap periode yang ada menunjukan adanya suatu potensi erois di karenakan intesitas setiap periode yang ada menunjukan nilai indeks erosivitas yang tinggi serta di dukung pula dengan hasil akhir praktikum yang memberikan nilai EI30 sebesar 25,457 mm/jam. Maka dalam hal ini nilai tersebut telah melebih batas yang di tentukan sebagai syarat terjadinya erosi yaitu pada 25 mm/jam, maka dengan ini curah hujan yang di hasilkan pada praktikum kali ini dapat menyebabkan terjadinya erosi.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan atas hasil yang di peroleh dari data praktikum, dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Secara singkat proses terjadinya erosi akibat hujan adalah kombinasi dua sub proses yaitu, Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer, dan penghancuran struktur tanah dendan di ikuti pengangkutan butir butir tanah 2. Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam sedangkan Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. 3. Pada prakitkum kali ini di peroleh indeks erosivitas hujan sebesar sebesar 25,457 mm/jam, dan hal ini akan berpotensi menimbulkan erosi karena curah hujan lebih dari 25mm/jam.
B. SARAN Praktikum Konservasi Tanah dan Air ini pada pelaksanaanya cukup bagus, namun ada beberapa hal yang harus di perbaiki seperti perencanaan pengaturan waktu pada saat praktikum supaya lebih efektif dan efesien karena pada saat praktikum sifat sifat hujan kali ini praktikan menunggu lama karena sebagian praktikan lain sedang mengerjakan acara yang lain dan hal ini sebaiknya untuk kedepanya di rencanakan dengan matang agar tidak terjadi hal hal seperti itu.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,2013. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta Anik Sarminingsih. 2007. Evaluasi kekritisan lahan daerah aliran sungai (das) dan mendesaknya langkah-langkah konservasi air. Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1 Maret 2007 Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hudson, N.1977. Soil Conservation. B,T Batsford Limited London Sinukaban, N., 1991. Makalah Sumbang Saran Alumni IPB Dalam Perencanaan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Lampung Barat. Tanggal 9 November 1991. Bandar Lampung. Subagyo, S. 1990. Dasar – dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sutedjo, M. M., dan A. G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rhineka Cipta. Jakarta. Wischemeier, W.D.D.Smith.1960.A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation
Farm
Wisconsin.USA.
Planning.
Congres
of
soil
Science.Maddison