LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN STATUS GIZI (GZW 444) PENILAIAN STATUS GIZI PADA BALITA
Disusun oleh : Mafrida Puspitasari
(G1H012044) (G1H012044)
Posyandu Duku Kelompok 35
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI PURWOKERTO 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Tujuan Tujuan praktikum penilaian status gizi ini adalah : 1.
Mengetahui status kesehatan balita dengan pemeriksaan antropometri.
2.
Mengetahui konsumsi makan balita dan status gizinya dengan menggunakan metode recall 24 jam.
3.
Mengetahui konsumsi makan balita dan status gizinya dengan menggunakan metode FFQ (Food Frequency Questionnaire)
B. Latar Belakang Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh. Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan. Penilaian status gizi merupakan salah satu diantara empat tahap dalam manajemen gizi yang terdiri atas penilaian status gizi, perencanaan intervensi gizi, pelaksanaan intervensi gizi, dan pengevaluasian. Peran dan kedudukan penilaian status gizi di dalam ilmu gizi adalah untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan masyarakat. Penilaian status gizi adalah interprestasi dari data yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang beresiko atau dengan status gizi kurang atau buruk.
Komponen pemeriksaan status gizi meliputi (1) asupan pangan, (2) pemeriksaan biokimiawi, (3) pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan, (4) pemeriksaan antropometris, serta (5) data psikososial.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Disamping itu pula dalam kegiatan penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan metode tersebut. (Supariasa, 2001)
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat dipakai secara universal, tidak mahal, dan metode yang non invasif untuk mengukur ukuran, bagian, dan komposisi dari tubuh manusia. Hal itu, membuat antropometri penting untuk kesehatan masyarakat dan juga secara klinis yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan sosial dari individu dan populasi. (Supariasa, 2001)
Terdapat dua metode untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif mencakup food recall 24 jam, estimated food record, dan food weighing. Sedangkan metode kualitatif mencakup Food Frequency Questionnaire (FFQ, dan dietary history). Prinsip dari metode food recall 24 jam ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Biasanya dimulai sejak bangun pagi kemarin hingga istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam penuh. Hal penting diketahui bahwa dengan recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Sehingga untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa, 2001). Metode yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut (Supariasa, 2001). Metode kualitatif yang pertama adalah Food Frequency Questionnaire (FFQ). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang asupan energy atau zat-zat gizi seseorang dengan menanyakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi yang merupakan sumber utama zat-zat gizi yang diteliti. Kuesioner memuat daftar bahan
makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan energy dan zat-zat gizi penduduk (Almatsier, 2005). Responden menyatakan berapa kali sehari, seminggu, sebulan, atau setahun ia mengkonsumsi makanan tersebut. Kuesionair ini biasanya menggunakan ukuran standar porsi (jumlah yang
umumnya dimakan per porsi untuk berbagai golongan umur/gender)
yang diperoleh dari data populasi (Almatsier, 2005).
BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Desember 2013. B. Tempat Praktikum dilaksanakan di Posyandu Duku Jl. Kenanga Rt 02 Rw 11, Sumampir Purwokerto. C. Alat dan Bahan Dacin
Mikrotoa
Timbangan digital
Pita LILA
Food model (Nasi putih, daging ayam, ikan, tempe, tahu, kacang ijo, kangkung, kacang panjang, kentang, pisang, semangka, jeruk, papaya, bolu kukus, kue lapis)
Paket PMT untuk balita
Isian dan kuesioner
D. Prosedur Pengukuran
Pengukuran Berat Badan Balita
1. Gantungkan dacin pada dahan pohon atau penyangga kaki tiga dan periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat 2. Pasang celana timbang dan geser bandul pada angka 0 3. Seimbangkan dacin dengan kantong yang berisi kerikil atau pasir 4. Timbang balita dengan menggunakan pakaian seminimal mungkin 5. Tentukan berat badan anak dengan cara membaca angka di ujung bandul geser dan catat
Prosedur Pengukuran Balita dengan Timbangan Digital
1. Timbangan digital disiapkan.
2. Tombol ON ditekan, dan ditunggu sampai angka 0 3. Anak dilakukan penimbangan, dibaca hasil yang tertera, dan dicatat.
Pengukuran Tinggi Badan
1. Minta responden melepaskan alas kaki dan topi 2. Responden diminta berdiri tegak dibawah microtoa 3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang 4. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas dan menghadap paha 5. Gerakkan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. 6. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas dan catatlah hasilnya.
Prosedur Pengukuran LILA
1. Lengan yang diukur adalah lengan kiri. Lengan dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan tidak dalam keadaan tegang atau kencang. 2. Pita diletakkan antara bahu dan siku. 3. Titik tengah lengan ditentukan. 4. Pita dilingkarkan pada tengah lengan. 5. Pita tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Identitas keluarga dan Balita
Identitas Ibu Nama
: Titi Hayati
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Identitas Anak Nama
: Dwi Setianingrum
Umur
: 5 tahun
2. Hasil Antropometri
Pengukuran Berat Badan
Pengukuran berat badan Dwi menggunakan timbangan pegas dan hasilnya adalah 12,8 kg. Jika dilihat dari tabel standar penilaian status gizi anak dengan indeks BB/U seharusnya berat badan balita sudah mencapai 18,2 kg. Berat balita dalam indeks BB/U ada di ambang batas Z skor -3 SD sampai dengan <-2 SD, yang berarti bahwa status gizi Dwi berada pada status gizi kurang.
Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan Dwi menggunakan microtoise, hasilnya adalah 90 cm. Jika dilihat dari tabel standar penilaian status gizi anak dengan indeks TB/U seharusnya tinggi badannya adalah 109,4 cm. Dalam indeks TB/U, ukuran tinggi Dwi ada dalam ambang batas Z skor -3 SD sampai dengan <-2 SD, sehingga status gizi Dwi termasuk gizi kurang.
Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Hasil pengukuran IMT Dwi dengan membandingkan berat badan dibagi tinggi badan dikuadratkan, hasilnya adalah 15,80. Jika dilihat dari indeks IMT/U masih dalam ambang batas Z skor median sampai dengan 1 SD sehingga interpretasi status gizinya normal.
Antropometri Ibu Responden
Hasil pengukuran antropometri ibu responden didapatkan hasil berat badan 54 kg, tinggi badan 148 cm, dan LILA 27,5 cm. Dari data tersebut dapat diketahui IMTnya yaitu 24,653, dengan demikian ibu Titi tidak berisiko KEK.
3. Pemeriksaan Klinis Hasil pemeriksaan klinis dari Dwi yang berusia 5 tahun yaitu dari penampilan fisiknya bisa diketahui bahwa tinggi badannya termasuk pendek, ia tidak sedang mengalami sariawan di sekitar gusi dan lidah, kulitnya sedikit kering, rambutnya terlihat normal, tidak mengalami pembengkakan kelenjar gondok, tidak terdapat edema, dan tidak terdapat luka di sekitar mata. Keadaan ibunya juga hampir sama, ia terlihat pendek dan kulitnya sedikit kering, namun ia tidak mengalami gondok dan edema.
4. Konsumsi Makan Untuk menganalisis konsumsi makan balita, digunakan beberapa metode, yaitu:
Recall 24
Pada tanggal 12 Desember 2013 lalu Dwi telah mengkonsumsi beberapa makanan. Pada pagi hari ia mengkonsumsi bubur sumsum 1 mangkuk, yang terdiri dari tepung beras, santan, dan gula jawa. Lalu pada siang hari ia memakan nasi ½ urt, dengan sayur singkong bersantan 1 urt dan 1 tempe goreng. Untuk selingan ia memakan jelly (nutrijell). Dan untuk makan malam ia memakan makanan yang sama pada saat ia makan siang. Berdasarkan hasil analisis menggunakan nutrisurvey, jumlah kalori yang ia dapatkan adalah sekitar 898,2 kalori. Nilai kalori tersebut lebih rendah dibandingkan rekomendasi kalori dari nutrisurvei, yaitu 1792,5 kalori.
Food Frequency Questionnaire (FFQ)
Dari pemeriksaan asupan makanan dengan metode food frequency questionnaire didapatkan hasil bahwa sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan rata-rata asupan 100 gram per hari, pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dengan rata-rata asupan 62 gram per hari, pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dengan rata-rata asupan perhari masing-masing 40 gram, pada bahan pangan sayur, banyak jenis yang dikonsumsi, rata- rata konsumsi adalah sekitar 30 gram per minggu, buah dikonsumsi sesekali, biasanya adalah mangga dengan rata-rata asupan 100 gram per bulan, susu yang dikonsumsi adalah susu bendera dengan rata-rata
asupan 42 gram per bulan, dan jajanan yang yang paling sering dikonsumsi adalah biskuit roma dengan rata-rata asupan 300 gram per bulan.
Analisis Kuesioner Tambahan
Kuesioner ditanyakan kepada ibu balita tentang berbagai aspek yang meliputi kebiasaan makan balita, riwayat kesehatan, dan pengetahuan tentang gizi. Hasilnya adalah:
No
Aspek
Interpretasi
1
Pola asuh
Kurang baik
2
Sikap terhadap gizi
Baik
3
Riwayat kesehatan
Kurang baik
4
Keterlibatan dalam program posyandu
Baik
B. Pembahasan Praktikum penilaian status gizi ini mencakup beberapa aspek penilaian yaitu antropometri, klinis, food recall 24 jam, dan Food Frequency Questionaire terhadap status gizi balita. Responden dalam praktikum ini adalah ibu bernama Titi Hayati dengan balita yang bernama Dwi Setianingrum. Responden berasal dari keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan satu anak. Ayah responden bernama Darkim, 38 tahun, yang bekerja sebagai pembuang sampah. Melalui pemeriksaan antropometri, diketahui berat badan balita 12,8 kg dan tinggi 90 cm. Sedangkan pemeriksaan pada ibu, diketahui berat badan ibu 54 kg dan tinggi badan 148 cm. Untuk mengetahui status gizi balita, digunakan aplikasi WHO anthro sebagai pengolah data. Dari hasil perhitungan, z-score BB/U balita adalah -2,51 yang diinterpretasikan sebagai keadaan gizi kurang, z-score TB/U sebesar -4,05 yang diinterpretasikan sebagai keadaan stunted (pendek), dan z-score BB/TB sebesar -0,14 yang diinterpretasikan sebagai normal. Dari ketiga indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa responden mengalami gizi buruk. Status gizi stunting disebut juga sebagai gizi kurang kronis yang menggambarkan adanya gangguan pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung pada kurun waktu cukup lama. Pada kelompok balita stunting sebagian besar balita berada pada kelompok umur 23 – 36 bulan, kemungkinan mereka pernah mengalami kondisi gizi kurang pada saat berada di tahapan usia 12 –24 bulan atau bahkan sebelumnya. Dengan demikian manifestasi stunting semakin tampak pada mereka saat berada pada tahapan usia 23 –36 bulan. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (2005), bahwa umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak sehingga
diperlukan perhatian khusus. Selain itu, masa balita adalah masa yang cukup penting karena pada kelompok usia balita mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang cepat dan menentukan kualitas anak di kemudian hari dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sedangkan pada kelompok umur 6 –23 bulan merupakan kelompok umur yang sedang mengalami pertumbuhan kritis. Oleh karenanya penanganan gizi kurang pada kelompok umur ini (6 –23 bulan) menjadi lebih diperhatikan karena apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengalami kegagalan tumbuh ( growth failure) (Dep. Gizi dan Kesmas FKM-UI, 2007). Hasil IMT yang diperoleh dari pengukuran antropometri ibu adalah sebesar 24,653 yang diinterpretasikan sebagai keadaan overweight. Jika dibandingkan, maka keadaan ibu dan anak sangat berlawanan. Hal tersebut bisa disebabkan karena adanya ketidakmerataan distribusi konsumsi pangan di dalam keluarga. Kurangnya pengenalan jenis makanan kepada anak dapat menyebabkan anak menjadi pemilih makanan sehingga makanan dalam keluarga lebih banyak dikonsumsi oleh orang tua terutama ibu. Dan bisa juga karena tingkat pendapatan yang terbilang kurang, sehingga variasi makanan yang dibutuhkan sang anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya menjadi tidak tercukupi. Pemeriksaan yang kedua adalah pemeriksaan klinis. Dari hasil pengamatan, keadaan badan balita yang terlihat adalah underweight sesuai dengan status gizi yang dihitung melalui perhitungan antropometri, sedangkan kenampakan lain seperti wajah, kulit, mental, rambut, mata, leher, dan otot tidak menunjukkan adanya kelainan. Kecukupan asupan makan, dan pada akhirnya asupan gizi anak tidak hanya tergantung pada ketersediaan makanan, tetapi juga pada f aktor-faktor lain, seperti budaya, lingkungan, dan interaksi social (Almatsier,2005). Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan asupan zat gizi balita melalui metode food recall 24 jam. Dari data yang diperoleh, asupan zat gizi balita adalah sebesar 898,2 kkal. Sedangkan menurut perhitungan dengan software nutrisurvei, kebutuhan gizinya adalah 1792,5 kkal. Jika dibandingkan, maka asupan makanan balita sehari sebelum wawancara dilakukan, belum mencukupi kebutuhannya. Jika hal tersebut terjadi setiap hari, maka hal ini yang menyebabkan balita kurus, pendek, dan mengalami gizi buruk. Metode food recall 24 jam yang valid adalah food recall 24 jam yang komplit dan akurat untuk semua makanan yang dikonsumsi pada hari khusus (Barbara and Black, 2003). Namun, metode food recall 24 jam memiliki keterbatasan dimana keberhasilan metode ingatan 24 jam ini tergantung pada daya ingat subjek, kemampuan responden memberikan perkiraan ukuran/porsi yang akurat, tingkat motivasi responden, dan keuletan dan kesabaran pewawancara dan metode ini tidak cocok untuk menilai kebiasaan asupan
pangan/ gizi individu (Siagian, 2010). Dalam pelaksanaan recall dapat terjadi flat slope, yaitu responden bisa memperkirakan secara berlebihan asupan yang rendah, dan memperkirakan terlalu rendah asupan yang tinggi, yang dilakukan untuk memberi kesan menjalani “d iet yang benar” (Almatsier, 2005). Komponen pemeriksaan selanjutnya adalah food frequency kuantitatif (FFQ). Dari hasil wawancara kepada ibu responden, dapat disimpulkan bahwa asupan zat gizi balita terbanyak diperoleh dari nasi dan makanan jajanan. Makanan seperti sayur dan buah juga tidak terlalu sering dikonsumsi per hari. Hal ini yang mungkin menyebabkan balita mengalami gizi buruk. Komponen penilaian status gizi yang terakhir adalah kuesioner mengenai kebiasaan makan balita, sikap terhadap gizi, riwayat kesehatan, dan keterlibatan dalam kegiatan posyandu. Dari data pada kuesioner pertama yaitu tentang pola asuhan makan, didapatkan hasil bahwa ibu memberikan ASI eksklusif hingga anak berumur 2 tahun dengan alasan bahwa ia tidak tega menyapih anaknya pada usia yang lebih awal. Dan ia tidak memberikan makanan pendamping ASI karena ketidaksukaan anaknya terhadap makanan tambahan tersebut. Namun ia mengerti pentingnya sarapan pagi dan pola makan yang sehat untuk pertumbuhan anaknya, hal itu terlihat pada tindakannya untukmengawasi porsi makan dan konsumsi makan anaknya. Kuesioner yang kedua yaitu mengenai sikap terhadap gizi. Hasil dari wawancara mengenai sikap ibu terhadap gizi adalah ibu mengerti salah satu cara untuk mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan cara menimbangnya dan sebaiknya dicatat pada Kartu Menuju Sehat, ibu mengerti akan pentingnya kolostrum bagi kekebalan anak. Akan tetapi ibu responden sependapat dengan pernyataan yang menyatakan bahwa jika hasil penimbangan berat badan BB balita selama 2 bulan tetap maka bayi dalam keadaan sehat, dan ibu terlihat ragu-ragu ketika dibacakan pernyataan bahwa PMT ASI sebaiknya diberikan pada balita berusia 6 bulan, dan bahwa sayuran hijau perlu dihidangkan sehari-hari karena mengandung vitamin A. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pengetahuan ibu yang kurang. Hal tersebut mempengaruhi asupan makan dan kesehatan anak. Kuesioner selanjutnya yaitu mengenai riwayat kesehatan keluarga. Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa pada seminggu sebelumnya anggota keluarga responden, yaitu si bapak mengalami sakit masuk angin selama 3 hari. Dan sehari sebelumnya si balita mengalami sakit pilek. Hal tersebut dapat disebabkan karena rendahnya status gizi balita sehingga sangat mudah terserang infeksi, dan ada kemungkinan ia tertular karena penyakit si bapak. Tetapi lokasi rumah mereka terbilang
cukup dekat dengan tempat pelayanan kesehatan, sehingga upaya pengobatan untuk anggota keluarga mereka cukup mudah untuk diakses. Kuesioner yang terakhir adalah mengenai keterlibatan responden dalam kegiatan posyandu. Dari hasil wawancara, didapatkan informasi bahwa ibu cukup mengetahui dan terlibat di dalam kegiatan posyandu, meskipun ibu tidak dapat menyebutkan manfaat posyandu secara lengkap. Dari data-data yang telah dijabarkan diatas, didapatkan hasil bahwa status gizi responden yang rendah tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makanan yang kurang dari kebutuhan, tetapi juga dari intensitas responden mengkonsumsi makanan bergizi yang jarang, dan pola asuhan orang tua yang salah. Anak-anak juga biasanya akan menyukai makanan dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya, dimana makanan yang disukai orang tuanya akan diberikan kepada anak mereka. Kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan. Tetapi kesukaan yang berlebihan pada suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan yang mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan
(Suhardjo, 2003). Tingkat pengetahuan gizi seseorang juga besar
pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Tingkat pengetahuan gizi yang cukup sangat dibutuhkan bagi ibu-ibu yang ingin mengasuh anaknya secara sehat dan bergizi cukup.
BAB V KESIMPULAN 1. Hasil pengukuran antropometri responden balita adalah BB 12,8 kg, TB 90 cm, dan IMT 15,8. Interpretasi dari indeks gabungan didapatkan balita tersebut berstatus gizi kurang. 2. Dari pengamatan menggunakan metode recall 24, hasil total asupan gizi respoden sebesar 898,2 kalori, dimana seharusnya jika dibandingkan dengan AKG 2004 yaitu 1792,5 kalori. 3. Pada metode pengukuran FFQ didapatkan keberagaman asupan konsumsi makan dalam keluarga responden, dimana sudah mengkonsumsi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. SARAN 1. Praktikan diharapkan bisa sabar dalam mengadapi responden dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh responden. Praktikan juga sebaiknya membawakan suasana yang ramah dan nyaman saat sesi pertanyaan, agar responden tidak merasa bosan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Barbara, M. & Black, A. 2003. Markers Of Validity Of Reported Energy Intake, The American Society For Nutritional Sciences. J. Nutr, Vol.133, 895s-920s.
Dep. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Pedoman Tata Laksana KEP Pada Anak di RS Kabupaten/Kodya. Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Siagian, A. 2010. Epidemologi Gizi, Pt. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Bogor.
Supariasa, I.D.N. (2002), Penilaian Status Gizi: EGC. Jakarta
LAMPIRAN WHO Anthro BB/U:
TB/U:
BB/TB:
Nutrisurvei:
================================================================== === HASIL PERHITUNGAN DIET
================================================================== === Nama Makanan Jumlah energy carbohydr. ___________________________________________________________________________ ___ tepung beras nasi putih sayur daun singkong tempeh goreng jelly santan (kelapa saja) gula aren
50 g 100 g 60 g 60 g 15 g 75 g 16 g
180,4 kcal 130,0 kcal 37,1 kcal 202,2 kcal 23,8 kcal 265,5 kcal 59,0 kcal
39,8 28,6 2,2 10,2 5,9 11,4 15,1
g g g g g g g
Meal analysis: energy 898,2 kcal (100 %), carbohydrate 113,2 g (100 %)
================================================================== === HASIL PERHITUNGAN
================================================================== === Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase nilai nilai/hari pemenuhan
___________________________________________________________________________ ___ energy 898,2 kcal 1792,5 kcal 50 % water 0,0 g protein 21,1 g(9%) 24,0 g(12 %) 88 % fat 43,0 g carbohydr. 113,2 g dietary fiber 8,7 g alcohol 0,0 g PUFA 3,4 g cholesterol 0,0 mg Vit. A 158,4 µg 500,0 µg 32 % carotene 0,0 mg Vit. E 0,0 mg Vit. B1 0,2 mg 0,9 mg 24 % Vit. B2 0,2 mg 1,1 mg 20 % Vit. B6 0,5 mg 1,1 mg 46 % folic acid eq. 0,0 µg 75,0 µg 0% Vit. C 14,4 mg 45,0 mg 32 % sodium 63,2 mg potassium 788,8 mg calcium 222,4 mg 800,0 mg 28 % magnesium 137,3 mg 120,0 mg 114 % phosphorus 342,5 mg 800,0 mg 43 % iron 5,4 mg 10,0 mg 54 % zinc 3,2 mg 10,0 mg 32 %