LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU
“KAKAO”
Disusun Oleh: Awi Metalisa/141710101090 THP-C/5
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perananya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara (Marwati dkk, 2012). Tanaman kakao dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu kakao Forastero atau kakao lindak atau bulk cacao, kakao Criollo atau kakao mulia atau edel cacao, dan kakao Trinitario yang merupakan hibrida dari kakao Forastero dan Criollo. Kakao Criollo jarang tumbuh karena rentan terhadap penyakit dan jumlah produksi sekitar ± 7%. Produk hulu kakao adalah biji kering. Untuk mendapat biji kakao kering, kakao harus melalui beberapa proses seperti pemetikan, sortasi, pemecahan, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, tempering atau penguletan, pengemasan, dan penyimpanan. Pengolahan biji utama agar diperoleh kualitas biji kakao yang baik adalah fermentasi. Fermentasi dilakukan secara spontan dan dilakukan agar warna dan flavor khas kakao dapat terbentuk. Selain itu, fermentasi dapat mengurangi rasa sepat maupun rasapahit karena polifenol dan theobromin teroksidasi. Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar dikelola oleh rakyat yang masih mengolah biji kering kakao dengan cara yang sederhana. Biasanya rakyat tidak melakukan fermentasi pada saat pengolahan biji kakao atau menggunakan fermentasi sederhana dengan menggnakan daun pisang. Selain itu, kakao rakyat biasanya berbau asap abnormal atau bau asing lainnya karena biasanya diletakkan pada kondisi dan tempat yang tidak sesuai dengan standar. Bahkan tak jarang biji kakao berjamu. Sehingga banyak biji kakao rakyat yang kualitasnya masih rendah. Oleh karena itu, praktikum kakao dilakukan untuk mengetahui syarat mutu kakao berdasarkan SNI yang ditetapkan. Sehingga dapat diketahui perbedaan kualitas kakao dan dapat memilih kakao dengan kualitas yang tinggi. Selain itu, dapat digunakan pula sebagai acuan untuk lebih memperbaiki kualitas biji kakao. 1.2 Tujuan Praktikum kakao memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menentukan biji kakao berdasar SNI 2323-2008 2. Untuk menentukan mutu biji kakao puslit dan rakyat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao (Theobroma cacao L.) Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh (Spillane dalam Situmorang, 2010). Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 meter. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 meter tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Afrizal, 2014). Berikut merupakan klasifikasi tanaman kakao: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo dalam Situmorang, 2010).
Tanaman kakao termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Lukito, 2010). Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1-2 cm. Bentuk, ukuran, dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10–30 cm. Umumnya ada tiga macam warna buah kakao, yaitu hijau muda sampai hijau tua waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan hijau (Aji, 2013). Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, plasenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
plasenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro dalam Situmorang, 2010). 2.2 Jenis Kakao Menurut Billqis (2008) berdasarkan nilai ekonomisnya yang dapat dibedakan dalam bentuk buah, warna buah, dan warna biji terdapat tiga varietas kakao yaitu: a. Criollo, merupakan varietas unggul, hampir seluruh bijinya berwarna putih dengan waktu fermentasi singkat. Kulit buah tipis dan mudah diiris, warna buah merah ketika muda dan kuning setelah masak dengan aroma khas, tidak tahan terhadap hama dan penyakit serta kurang produktif. Menurut Hatta dalam Sitanggang (2014) biji kakao criollo berbintik bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. b. Forastero, merupakan varietas yang produktivitasnya lebih tinggi dan lebih tahan terhadap hama. Buah muda berwarna hijau, setelah matang berwarna kuning dengan aroma yang lebih lemah dan rasa agak pahit. Kulit buah keras dan sulit diiris, biji gepeng dan berwarna ungu. c. Trinitario, merpakan hibrida dari kakao varietas Criollo dan Trnitario memiliki sifat diantara keduanya. Jenis trinitario bentuknya heterogen, buahnya berwarna hijau merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Hatta dalam Sitanggang, 2014). Kakao Criollo dan Trinitario menghasilkan cokelat dengan aroma khas, disebut edel cacao atau kakao murni, sedangkan varietas Forastero menghasilkan coklet dengan aroma yang biasa dan dikenal sebagai bulk cacao, kakao curah, atau kakao lindak. Kurang lebih 93% kakao dunia adalah kakao curah dihasilkan oleh Afrika Barat, Brazil, dan Dominika sedang kurang 7% kakao mulia dihasilkan Equador, Venezuela, Trinidad, Grenade, Jamaica, Srilanka, Indonesia, dan Samoa (Minifie dalam Billqis, 2008).
2.3 Biji Kakao Menurut SNI (2008) biji kakao merupakan biji tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berasal dari biji kakao mulia atau lindak yang telah melalui proses pemeraman, dicuci atau tanpa dicuci, dikeringkan dan dibersihkan. Produksi biji kakao tahunan dunia adalah sekitar 3,6 juta metrik ton dan produsen utama adalah Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Brazil, Nigeria, Kamerun, Ekuador dan Malaysia (Afoakwa, 2010). Biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi dalam Sitanggang, 2014). Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena sifatnya yang khas, yaitu: a) Biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi (55 %), dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu kamar, akan tetapi mencair pada suhu tubuh. b) Bagian padatan biji kakao mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan (Djatmiko dalam Situmorang, 2010). Menurut Sulistyowati dalam Basri (2010) mutu biji kakao yang baik yaitu harus difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Syarat mutu biji kakao agar disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Syarat Umum Biji Kakao No 1. 2. 3. 4.
Jenis Uji Satuan Serangga hidup Kadar air % fraksi massa Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing Kadar benda asing -
Persyaratan Tidak ada Maks 7,5 Tidak ada Tidak ada
Sumber: Standar Nasional Indonesia (2008) Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu Mutu I,Mutu II, dan Mutu III. Syarat khusus biji kakao digolongkan berdasarkan jenis mutu kakao disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Syarat Khusus Biji Kakao Jenis Mutu Kakao Kakao Mulia Lindak
I-F II-F III-F
I-B II-B III-B
Persyaratan Kadar biji Kadar biji Kadar biji Kadar biji berjamur Slaty berserangga kotoran (biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) Waste (biji/biji) Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks 1,5 Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks 2,0 Maks 4 Maks 20 Maks 2 Maks 3,0
Kadar biji berkecam bah (biji/biji) Maks 2 Maks 3 Maks 3
Sumber: Standarisasi Nasional Indonesia (2008) Terdapat persyaratan kualitas biji kakao kering menurut ukuran berat biji. Menrut SNI (2008) biji kakao ditentukan berdasarkan penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram yaitu sebagai berikut: AA = Maksimal 85 biji per 100 gram A
= 86 -100 biji per 100 gram
B
= 101 –110 biji per 100 gram
C
= 111 –120 biji per 100 gram
S
= > 120 biji per 100 gram
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Botol timbang 2. Eksikator beserta silika gel 3. Kaca arloji 4. Loyang 5. Neraca analitik 6. Oven 7. Penjepit cawan atau botol timbang 8. Pisau 3.1.2 Bahan 1. Kakao puslit 2. Kakao rakyat 3. Kertas label 4. Tissue 3.2 Skema Kerja 3.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing Kakao dalam kemasan
Pembukaan Pengamatan serangga atau benda asing secara visual
3.2.2
Penentuan Kadar Air 10 gram biji kakao
Pengecilan ukuran Pemasukan dalam botol timbang Pengovenan (T:103±2°C) selama 16 jam 3.2.3
Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing Eksikator Biji kakao Penimbangan Pembelahan
3.2.4
Penentuan KadarPengamatan Kotoran aroma secara organoleptik 1 kg kakao Pengamatan kotoran Penimbangan Perhitungan kadar kotoran
3.2.5
Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Seratus Gram Kakao
Penimbangan 100 gram Perhitungan jumlah biji Penggolongan
3.2.6
Penentuan Kadar Biji Cacat (Berjamur, Slaty, Berserangga, dan Berkecambah) 300 biji Pemotongan memanjang Penentuan biji slaty, jamur, serangga, kecambah, biji, pipih Pemisahan biji cacat Perhitungan Perhitungan kadar
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Penentuan Mutu Biji Kakao Pengamatan
Hasil Kakao Puslit
Kakao Rakyat Serangga hidup Benda Asing Biji Berbau Asap Abnormal Biji berbau asing Plasenta Biji dempet Pecahan biji Pecahan kulit Biji pipih Ranting Jumlah biji per seratus gram Biji berjamur Biji slaty Biji berserangga Biji berkecambah
Ada Ada 2,2 g/1000 g 80,02 gr/1000 gr 298,18 gr/1000 gr 74,66 gr/1000 gr 283,41 gr/1000 gr 119 biji 3 biji / 300 biji 12 biji /300 biji 40 biji /300 biji 2 biji /300 biji
Ada Ada 4,38 gr/1000 gr 4,19 gr/1000 gr 111,14 gr/1000 gr 101 biji 76biji /300 biji 4 biji /300 biji -
Biji Kakao Sampel Puslit Rakyat
Ulangan
4.1.2 Pengukuran Kadar Air Bij Kakao
1 2 1 2
Berat botol timbang (a gr) 9,78 9,82 9,65 11,50
Berat bahan + botol timbang (b gram) 14,79 14,86 14,64 16,51
Berat bahan awal (c gr) 5,01 5,04 4,99 5,01
Berat bahan + botol timbang akhir (gr) 14,54 14,64 14,42 16,28
4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Pengukuran Kadar Kotoran Pengamatan Plasenta (%) Biji dempet (%) Pecahan biji (%) Pecahan kulit (%) Biji pipih (%) Ranting (%) Kadar kotoran (%)
4.2.2 Pengukuran Kadar Air
Hasil Kakao Rakyat 0,22 8,002 29,818 7,466 28,341 73,847
Kakao Puslit 0,438 0,419 11,114 11,971
Berat bahan + botol timbang (b14,79 gram) 14,86
1 2
9,65 11,50
14,64 16,51
Ulangan 1 2
Berat botol timbang (a gr) 9,78 9,82
Biji Kakao Sampel Puslit Rakyat
Berat Berat bahan + bahan botol awal timbang (c gr) akhir 5,01 14,54 5,04 14,64 Rata-rata (%) 4,99 14,42 5,01 16,28 Rata-rata (%)
Berat bahan akhir (gr) 4,76 4,82
Berat air (gr)
Kadar air (%)
0,25 0,22
4,77 4,78
0,22 0,23
4,99 4,37 4,68 4,41 4,59 4,5
4.2.3 Pengukuran Kadar Biji Cacat Pengamatan Biji berjamur (%) Biji slaty (%) Biji berserangga (%) Biji berkecambah (%)
Hasil Kakao Rakyat 1 4 13,3 0,67
Kakao Puslit 25,3 1,3 -
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 5.1.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing dilakukan dengan melakukan pengamatan pada biji kakao secara visual. Pertama-tama adalah biji kakao dalam kemasan dibuka lalu dilakukan pengamatan secara visual untuk mengetahui adanya serangga atau benda asing. Bila tidak ditemukan adanya serangga hidup mana dinyatakan tidak ada dan begitu pula sebaliknya. Untuk pengamatan benda asing juga dilakukan seperti pengamatan adanya serangga hidup. Bila terdapat benda asing pada biji maka dinyatakan ada dan begitu pula sebaliknya. 5.1.2 Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan menggunakan presentase bobot/bobot bahan. Pertama-tama dilakukan pengecilan ukuran pada biji dengan jalan pencacahan menggunakan pisau. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan dan mempecepat penguapan. Kemudian biji kakao yang telah dicacah ditimbang sebanyak 5 gram sebanyak dua kali. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat sampel atau biji sebelum pemanasan. Sampel kemudian dimasukkan dalam botol timbang yang telah dilakukan pengovenan, eksikator, dan penimbangan. Pengovenan botol timbang dilakukan agar air yang meresap pada pori-pori botol timbang selama penyimpanan dapat diupkan. Perlakuan pengeksikator dilakukan agar RH pada botol timbang stabil. Kemudian dilakukan penimbangan agar diperoleh berat botol timbang sesungguhnya. Biji beserta botol timbang setelahnya ditimbang untuk mengetahui berat sebelum dilakkan pemanasan. Lalu dilakukan pengovenan selama16 jam dengan suhu 103 ± 2°C. Hal ini bertujuan ntuk menguapkan air pada bahan. Setelah itu dilakukan pengeksikatoran untuk menstabilkan RH. Lalu dilakukan penimbangan
untuk mengetahui berat biji dan botol timbang sesudah penguapan sehingga dapat digunakan dalam perhitungan kadar air. 5.1.3 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing Biji berbau asap abnormal atau berbau asing yang lainnya dapat diperoleh dengan pengukuran secara organoleptik. Pertama-tama biji kakao dibelah untuk mempermudah pengaamatan. Setelahnya biji diamati secara organoleptik ada atau tidaknya bau asap abnormal atau bau asing lainnya. Bila tidak ditemukan adanya bau asap abnormal atau bau asing lainnya maka dinyatakan tidak dan begitu pula sebaliknya. 5.1.4 Penentuan Kadar Kotoran Sampel yang digunakan dalam penentuan kadar kotoran pada biji kakao adalah sebanyak 1000 gram atau 1 kg. Setelah itu dilakukan pemisahan antara biji berplasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting. Lalu letakkan kotoran pada kaca arloji yang telah ditimbangsebelumnya. Penimbangan kaca arloji bertujuan untuk mengetahui beratkaca arloji. Kemudian kotoran yang ada pada kaca arloji juga dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat kotoran. Setelah itu dapat diketahui kadar kotoran pada biji kakao dengan perhitungan bobot/bobot. 5.1.5 Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Sertus Gram Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram dilakukan dengan menimbang biji kakao sebanyak 100 gram menggunakan neraca analitik. Hal ini dilakukan agar perhitungan berat lebih teliti. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah biji secara manual dan dilakukan penentuan mt dengan membandingkan dengan SNI. 5.1.6 Penentuan
Kadar
Biji
Cacat
(Berjamur, Slaty, Berserangga,
dan
Berkecambah) Penentuan kadar biji cacat dilakukan menggunakan sampel sebanyak 300 gram. Setelahnya biji dilakukan pemotongan memanjang untuk mempermudah
pengamatan. Lalu dilakukan pengamatan pada biji satu per satu untuk adanya biji berkapang, tidak terfermentasi atau slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Biji-biji yang cacat dipisahkan agar tidak tercampur antara satu dengan yang lain. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah cacat dan ditentukan kadar masingmasing biji cacat dalam persentase biji/biji untuk kemudian dikategorikan sesuai jenis cacatnya. 5.2 Analisa Data 5.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing Penentuan adanya serangga hidp atau benda asing pada biji kakao dilakukan secara visual dengan menggunakan dua biji kakao yang berbeda yaitu kakao puslit dan kakao rakyat. Pada biji kakao rakyat dan kakao puslit ditemukan adanya serangga hidup maupun benda asing. Hal ini tidak sesuai dengan SNI (2008) yang menyatakaan bahwa pada syarat umum mutu biji kakao adalah tidak ada serangga hidup maupun benda asing lainnya. Adanya serangga hidup atau benda asing pada biji kakao rakyat dan puslit dimungkinkan terjadi karena penyimpanan biji dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sesai literatur Bewley dan Black dalam Sumampow (2010) yang menyatakan bahwa kakao merupakan tanaman yang sifat bijinya rekalsitran. Viabilitas benih rekalsitran hanya dapat dipertahankan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan saja meksipun disimpan dalam kondisi optimum. 5.2.2
Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air pada biji kakao menggunakan metode pengeringan
oven. Dari pengamatan diperoleh bila kadar air pada biji kakao puslit sebesar 4,99% pada ulangan 1 dan 4,37% pada ulangan 2. Sedangkan untuk biji kakao rakyat diperoleh kadar air pada ulangan 1 sebesar 4,41% dan pada ulangan 2 sebesar 4,59%. Menurut SNI (2008) syarat umum mutu biji kakao adalah kadar air maksimal sebesar 7,5%. Dari pengamatan diperoleh kadar air pada biji kakao puslit maupun biji kakao rakyat kurang dari 7,5% sehingga biji kakao puslit dan rakyat memenuhi syarat mutu pada SNI. Literatur lain menyebutkan bahwa kadar
air yang terlalu rendah yaitu dibawah 5%, juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat mudah rapuh. Jika lebih dari 8%, yang turun bukan hanya hasil rendemennya saja tetapi juga berisiko terhadap serangan bakteri dan jamur (Wahyudi dkk, 2008). 5.2.3
Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing Penentuan adanya biji yang berbau asap abnormal maupun bau asing
dilakukan secara organoletik menggunakan 2 sampel biji kakao yang berbeda yaitu kakao puslit dan kakao rakyat. Dari pengamatan diketahui bila pada kakao puslit maupun kakao rakyat tidak terdapat biji yang berbau asap abnormal atau berbau asing. Menurut SNI (2008) syarat mutu umum biji kakao adalah tidak terdapat biji kakao berbau asap dan berbau asing. Sehingga syarat mutu biji kakao puslit dan rakyat sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan layak untuk dikonsumsi maupun dipasarkan. 5.2.4
Penentuan Kadar Kotoran Kadar kotoran pada biji kakao ditentukan berdasarkan adanya plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting. Sampel biji kakao yang digunakan adalah biji kakao puslit dan rakyat. Pada biji kakao rakyat diperoleh adanya plasenta sebanyak 0,22%, biji dempet sebesar 8,002%, pecahan biji sebesar 29,818%, pecahan kulit sebesar 7,466%, dan biji pipih sebanyak 28,341%. Sehingga diketahui kadar kotoran pada biji kakao rakyat sebesar 73,847%. Kotoran juga terdapat pada biji kakao puslit yaitu biji dempet sebanyak 0,438%, pecahan kulit sebesar 0,419%, dan bibi pipih sebanyak 11,114%. Kadar kotoran pada kakao puslit dapat diketahui sebanyak 11,971%. Menurut SNI (2008) syarat khusus mutu biji kakao untuk kotoran maksimum digolongkan menjadi tiga yaitu golongan I, II, dan III. Untuk golongan mutu I kotoran maksimum sebanyak 1,5%, untuk golongan mutu II kotoran maksimum sebanyak 2%, dan pada golongan mutu III sebanyak 3%. Dari hasil pengamatan diperoleh bila kadar kotoran pada biji kakao rakyat sebesar 73,847% sedangkan pada biji kakao puslit sebesar 11,971%. Sehingga biji kakao rakyat dan puslit yang
digunakan untuk praktikum tidak tergolong dalam golongan mutu manapun karena tidak memenuhi standar yang ditentukan. 5.2.5
Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Seratus Gram Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram dapat ditentukan dengan
penimbangan sebanyak 100 gram biji dan kemudian dilakukan perhitungan. Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh jika jumlah biji per seratus gram pada biji kakao rakyat sebanyak 119 biji, sedangkan pada biji kakao puslit sebanyak 101 biji. Menurut SNI (2008) biji kakao rakyat yang digunakan untuk praktikum termasuk dalam golongan C karena jumlah bijinya berkisar antara 111-120 biji per 100 gram. Sedangkan biji kakao puslit termasuk dalam golongan B. 5.2.6
Penentuan Kadar Biji Cacat (Berjamur, Slaty, Berserangga, dan Berkecambah) Penentuan kadar biji cacat pada biji dilakukan dengan menggolongkan biji dalam beberapa golongan yaitu berjamur, slaty, berserangga, dan berkecambah. Pada biji kakao rakyat diperoleh bila jumlah biji berjamur sebanyak 1% dari 300 biji, sedangkan pada kakao puslit biji berjamur sebanyak 25,3%. Menurut SNI (2008) biji kakao digolongkan dalam beberapa jenis mutu berdasar jumlah kadar biji berjamur (biji/biji) yaitu golongan I kadar biji berjamur maksimal 2% sedangkan golongan II dan III kadar biji berjamur maksimal sebanyak 4%. Sesuai dengan standar yang telah ditentukan maka biji kakao rakyat termasuk dalam jenis mutu golongan I sedangkan untuk biji kakao puslit tidak termasuk dalam jenis mutu golongan manapun karena kadar biji berjamurnya 25,3%. Biji berjamur dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi. Proses kontaminasi jamur dari produk kering kakao dimungkinkan karena pengeringan tidak sempurna (Rahmadi, 2008). Selain itu, kelembapan juga mempengaruhi adanya jamur pada biji kakao. Dari pengamatan yang telah dilakukan, pada biji kakao rakyat terdapat kadar biji slaty sebesar 4% dari 300 gram biji kakao sedangkan pada biji kakao puslit tidak terdapat biji slaty. Menurut SNI (2008) jenis mutu biji kakao bedasarkan kadar biji slaty di golongkan dalam 3 golongan jenis mutu. Kadar biji slaty pada golongan I maksimum 3%, untuk golongan II 8%, dan untuk golongan III 20%. Berdasarkan standar mutu, maka biji kakao rakyat termasuk dalam
golongan II dan biji kakao puslit termasuk golongan I. Pada pengamatan biji berserangga diketahui pada biji kakao rakyat sebesar 13,3% dan pada biji kakao puslit sebesar 1,3%. Menurut SNI (2008) penggolongan jenis mutu biji terbagi menjadi 3 golongan. Pada golongan I kadar biji berserangga maksimal 1%, golongan II maksimal 2%, dan golongan III maksimal 2%. Dari pengamatan yang dilakkan, biji kakao puslit termasuk dalam mutu II dan III menurut persyaratan kadar biji berserangga. Sedangkan biji kakao rakyat tidak masuk dalam standar yang telah ditentkan karena kadar biji berserangganya sebesar 13,3%. Kadar biji berkecambah dari praktikum diketahui pada biji kakao rakyat terdapat 0,67% sedangkan pada biji kakao puslit tidak terdapat biji berkecambah. Menurut SNI (2008) kadar biji berkecambah pada jenis mutu kakao I sebesar 2% dan pada jenis mutu II dan III maksimal 3%. Sehingga biji kakao rakyat dan biji kakao puslit termasuk dalam kakao jenis mutu I. Perkecambahan pada biji kakao dimungkinkan karena penyimpanannya yang terlalu lama sehingga biji tua dan berkecambah. Biji kakao rakyat dan puslit yang digunakan untuk praktikm bila ditinjau dari semua persyaratan tidak termasuk dalam jenis mutu manapun atau tidak memenuhi standar. Biji kakao rakyat terdapat beberapa persyaratan yang tidak memenuhi standar seperti kadar biji berserangga yang melebihi batas maksimal standar biji kakao. Sedangkan biji kakao puslit tidak memenuhi standar pada persyaratan jumlah kadar biji berjamur. Hal ini terjadi karena biji kakao yang digunakan baik biji kakao rakyat maupun puslit sudah disimpan dalam waktu yang lama.
Menurut Bewley dan Black dalam Sumampow (2010) kakao
merupakan tanaman yang sifat bijinya rekalsitran. Viabilitas benih rekalsitran hanya dapat dipertahankan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan saja meksipun disimpan dalam kondisi optimum.
BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yag telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 ditentukan berdasarkan adanya serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya, kadar kotoran, jumlah biji kakao per seratus gram, dan penentuan kadar biji cacat yang meliputi biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. 2. Mutu biji kakao puslit lebih baik daripada biji kakao rakyat karena pengolahannya (fermentasi) dilakukan secara lebih optimum, sedangkan biji kakao rakyat diolah dengan cara sederhana. 6.2 Saran Praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan biji kakao yang baru atau tidak disimpan dalam waktu yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan secara maksimal. Waktu atau pembagian praktikum sebaiknya lebih diperhatikan lagi agar praktikum dapat berjalan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA Afoakwa, O. 2010. Chocolate Science and Technology. Oxford: Wiley-Blackwell Publishers, UK. Pp 3-22. Afrizal. 2014. Perancangan Sistem Informasi Perawatan Tumbuhan Kakao Dengan Menggunakan Pemrograman PHP Dan MYSQL. Medan: Universitas Sumatera Utara. Aji, Soni. 2013. Pengaruh Penyimpanan Biji dan Pemberian Ekstrak Rebung (Dendrocalamus Asper Backer) Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Media Gambut (Skripsi). Pekanbaru: UIN Sultan Syarief Kasim Riau. Basri, Z. 2010. Mutu Biji Kakao Hasil Smbung Samping. Media Litbang Sulteng III (2):112-118. Billqis, M. 2008. Formation Poyencial Of Acetic Acid As Intermediate Compound From Acidogenesis Process Of Cocoa Sweatings For Recovery Purpose (Thesis). Bandung: Institut Teknologi Bandung. Lukito, Mulyono, Tetty, Hadi dan Nofiandi. 2010. Budidaya Kakao. Jakarta: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Marwati, H. Suprapto., dan Yulianti. 2012. Pengaruh Tingkat Kematngan Terhadap Mutu Biji Kakao (Theobroma cacao L.) yang Dihasilkan Petani Kakao di Teluk Kedondong Bayur Samarinda. Jurnal Teknologi Pertanian 8(1):6-10. Rahmadi, A. 2008. Mikroflora Jamur Produk Kakao Kering Serta kemungkinan Penghambatan Jamur Penghasil Toksin Oleh Bakteri Asam Laktat dan Bacillus Sp. Jurnal Riset Teknologi Industri 2(3: 11-19. Sitanggang, M. 2014. Aspek Teknis dan Finansial Produksi Dodol Coklat (Skripsi). Lampung: Universitas Lampung. Situmorang, P. 2010. Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi Dan Penyangraian Biji Kakao (Theobroma Cacao L.)Terhadap Mutu Bubuk Kakao. Medan: Universitas Sumatera Utara. Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 01-2323-2008: Biji Kakao. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Sumampow, M. 2014. Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) pada Media Simpan Serbuk Gergaji. Jurnal Soil Environment Vol. 8 No.3: 102-105.
Lampiran Perhitungan 1. Penentuan Kadar Kotoran Bobot kaca arloji dan kotoran−bobot kaca arloji x 100 Kadar kotoran = bobot sampel =
Berat kotoran x 100 bobot sampel
a) Biji Kakao Rakyat 2,2 x 100 Plasenta = 1000
Biji dempet
= 0,22% 80,02 x 100 = 1000
Pecahan biji
= 8,002 % 298,18 x 100 = 1000
Pecahan kulit
= 29,818% 74,66 x 100 = 1000
Biji pipih
= 7,466% 283,41 x 100 = 1000
= 28,341% Kadar kotoran = 0,22+8,002+29,818+7,466+28,341 = 73,847% b) Biji Kakao Puslit Biji dempet
=
4,38 x 100 1000
= 0,438 % Pecahan kulit
=
4,19 x 100 1000
= 0,419% Biji pipih
=
111,14 x 100 1000
= 11,114%
Kadar kotoran
= 0,438+0,419+11,114 = 11,971%
2. Penentuan Kadar Air a. Berat Bahan Akhir a) Biji Kakao Puslit Ulangan 1 =(Berat bahan + botol timbang akhir) - Berat botol timbang = 14,54 – 9,78 = 4,76 gram Ulangan 2 =(Berat bahan + botol timbang akhir) - Berat botol timbang = 14,64 – 9,82 = 4,82 gram b) Biji Kakao Rakyat Ulangan 1 =(Berat bahan + botol timbang akhir) - Berat botol timbang = 14,42 – 9,65 = 4,77 gram Ulangan 2 =(Berat bahan + botol timbang akhir) - Berat botol timbang = 16,28 – 11,5 = 4,78 gram b. Berat Air a) Biji Kakao Puslit Ulangan 1 =(Berat bahan + botol timbang awal) - (Berat bahan + botol timbang akhir) = 14,79 – 14,54 = 0,25 gram Ulangan 2 =(Berat bahan + botol timbang awal) - (Berat bahan + botol timbang akhir) = 14,86 – 14,64 = 0,22 gram b) Biji Kakao Rakyat Ulangan 1 =(Berat bahan + botol timbang awal) - (Berat bahan + botol timbang akhir) = 14,64 – 14,42 = 0,22 gram Ulangan 2 =(Berat bahan + botol timbang awal) - (Berat bahan + botol timbang akhir) = 16,51 – 16,28 = 0,23 gram
c. Kadar Air =
( Berat bahan+ botol timbang sebelum )−( Berat bahan+botol timbang sesudah ) x 100 ( Berat bahan+botol timbang sebelum ) −berat botol timbang a) Kakao puslit Ulangan 1 =
14,79−14,54 x 100 14,79−9,78
= 4,99%
Ulangan 2 =
14,86−14,64 x 100 14,86−9,82
= 4,37%
Rata-rata
4,99+4,37 2
=
= 4,68%
b) Kakao rakyat Ulangan 1 =
14,64−14,42 x 100 14,64−9,65
= 4,41%
Ulangan 1 =
16,51−16,28 x 100 16,51−11,50
= 4,59%
Rata-rata
4,41+4,59 2
=
= 4,5%
3. Penentuan Kadar Biji Cacat a) Kakao Rakyat 3 x 100 Biji berjamur = 300 = 1% Biji slaty
=
12 x 100 300
= 4%
Biji berserangga =
40 x 100 300
= 13,3%
Biji bekecambah =
2 x 100 300
= 0,67%
b) Kakao Puslit Biji berjamur =
76 x 100 300
Biji berserangga =
= 25,3%
4 x 100 300
= 1,3%