LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN DENDENG (Bovine sp)
Oleh : Nama : Nugraheni Wahyu Permatasari NRP : 133020112 Kelompok / Meja : D/6 Asisten : Desi Marlindawati, S.T Tanggal Percobaan : 16 April 2016
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN 2016
Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan daging, untuk mengawetkan daging atau meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis daging dan juga untuk mengetahui cara pembuatan dendeng. Prinsip Percobaan Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan pengolahan dan pengawetan dengan cara pengeringan dan penambahan bumbu sehingga mempunyai rasa yang khas dan tekstur yang empuk.
Penimbangan Pengeringan Uap air Dendeng daging sapi
Pencampuran Es batu
Lada, garam, gula merah, ketumbar, lengkuas arut, bawang merah, air asam jawa
Prosedur Percobaan
P
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Dendeng
Alur Proses
Daging Sapi
Penghancuran
Pencampuran
Dendeng Daging Sapi Pengeringan Pencetakan Gambar 2. Alur Proses Pembuatan Dendeng
Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Dendeng No 1 2 3
4 5 6
Keterangan Basis Bahan Utama Bahan Penunjang
Berat Produk % Produk Organoleptik 6.1 Warna 6.2 Rasa 6.3 Aroma 6.4 Tekstur 6.5 Kenampakan
Hasil 200 gram Daging sapi 139 gram Ketumbar biji 4,4 gram Gula merah 28 gram Merica 4,4 gram Lengkuas parut 4,4 gram Bawang merah 11,2 gram Garam 1,6 gram Air asam jawa 2,6 gram 88 gram 44 % Coklat kemerahan Khas dendeng Khas dendeng Lentur Menarik
(Sumber: Nugraheni WP, Kelompok D, Meja 6, 2016)
Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan percobaan pembuatan dendeng dapat disimpulkan bahwa dengan basis 200 gram didapat berat produk sebesar 88 gram dan % produk sebesar 44%. Berdasarkan sifat organoleptik memiliki warna coklat kemerahan, rasa khas dendeng, aroma khas dendeng, tekstur lentur dan kenampakannya menarik. Fungsi bahan dari pembuatan dendeng adalah sebagai berikut: Daging sapi merupakan bahan utama dalam pembuatan dendeng sapi. Pembuatan dendeng menggunakan bahan-bahan diantaranya gula merah dan asam jawa. Penambahan gula pada dendeng berfungsi untuk melunakkan
melalui jalan mencegah penguapan air dan tidak begitu kering sehingga lebih disukai konsumen (Soeparno, 1994). Penambahan gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk. Penambahan gula merah pada dendeng membuat flavor dendeng yang khas dan disukai banyak konsumen karena rasa manisnya. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus membrane dan mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat (Winarno, 2004). Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba. Garam meresap kedalam jaringan daging sampai tercepai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging. Selain sebagai penghambat bakteri, garam juga dapat merangsang cita dan penambahan rasa enak pada produk (Nursiam, 2010). Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai penyedap rasa dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin. Senyawa tersebut diubah menjadai asam piruvat, ammonia, dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida (Nursiam, 2010). Ketumbar merupakan rempah-rempah kering berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap di mulut. Ketumbar memiliki aroma rempahrempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung d-
linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida (Nursiam, 2010). Lada berfungsi sebagai pemberi cita rasa dan aftertaste pada produk dendeng sapi. Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galang, galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Sugiyono, 1989). Proses pembuatan dendeng sapi ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan proses. Proses yang pertama yaitu daging sapi yang telah disiapkan dilakukan pemisahan daging dari bagian tulang dan kulit sehingga diperoleh daging sapi utuh. Setelah
proses
pemisahan
kemudian
daging
sapi
dicuci
untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran atau kontaminan yang mungkin terbawa saat proses pemisahan berlangsung. Lalu daging sapi dimasukan ke dalam food processor untuk dihancurkan, proses ini bertujuan untuk mendapatkan daging sapi yang halus agar mempermudah dalam proses pencampuran bumbu. Bumbubumbu yang digunakan dalam proses pembuatan dendeng sapi ini adalah gula merah, bawang merah, bawang putih, garam, ketumbar, lengkuas dan asam jawa. Bumbu yang ditambahkan pada dendeng sapi ini adalah gula merah, bawang merah, garam, ketumbar, lengkuas, air asam jawa dan lada. Bumbubumbu tersebut dihaluskan hingga menjadi bumbu halus kemudian dimasukan dimasukan ke dalam food processor. Proses selanjutnya setelah pencampuran yaitu dilakukan proses pencetakan dengan tebal sebesar 3 mm, biasanya proses pencetakan ini menggunakan alat
bantuan seperti penggiling untuk lebih meratakan tipisnya daging sapi, dan daging sapi diletakan diatas tray yang sebelumnya telah diberi plastik terlebih dahulu. Kemudian setelah dicetak dimasukan kedalam alat pengering pada temperatur 70ºC dengan waktu selama 4 sampai 6 jam. Setelah selesai pengeringan maka didapatlah dendeng giling sapi. Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasioanal, 1992), dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Daging sapi yang digunakan memiliki mutu yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari warna daging yang mengkilat dan bau yang segar. Menurut Mahyuda et al. (1989), tanda-tanda dari daging yang baik adalah dagingnya kenyal, baunya segar, warnanya mengkilat (tidak kusam kebiru-biruan), tidak lengket ditempatnya serta Ada cap tanda baik dari jawatan kesehatan. Sedangkan menurut Marliyati (1992), untuk memperoleh hasil olahan yang baik, daging yang digunakan harus baik dan mempunyai ciri-ciri antara lain: Berwarna merah segar dan mengkilat, seratnya halus, dan elastis serta lemak berwarna kekuningan Tidak berbau asam
Bila dipegang dagingnya tidak lengket pada tangan dan masih terasa kebasahannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan terdiri dari dua bagian yaitu : 1. Faktor Internal, yaitu : a. Sifat bahan Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan wortel sekitar dua kali kecepatan pengeringan wortel karena kadar padatan kentang sekitar setengah kali kadar padatan kentang (Wirakartakusumah, 1992). Komposisi kimia dan struktur fisik bahan pangan berpengaruh terhadap tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut pada suhu tertentu (Wirakartakusumah, 1992). b. Ukuran Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya. Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan
ini akan diterapkan pada spray drying dimana diameter dari partikel atau dari penyemprotan hanya beberapa mikron (Wirakartakusumah, 1992). c. Unit Pemuatan Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan analog dengan meningkatkan ketebalan dari suatu potongan bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses dari pengeringan berkuran (Wirakartakusumah, 1992). 2. Faktor eksternal, yaitu : a. Depresi Bola Basah Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan. Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada suatu tahap awal maksimum (Wirakartakusumah, 1992). b. Suhu Udara Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah, kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya, kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan mempengaruhi
kecepatan
pengeringan
akan
bertambah
meningkatnya suhu pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
cepat
dengan
Case hardening adalah migrasi zat terlarut ke permukaan yang menyebabkan terbentuknya lapisan permukaan yang resisten , dimana kondisi ini pada permukaan nampak kering sedangkan bagian dalam masih sangat basah, kadang-kadang terjadi pembentukan lapisan seperti gum atau kulit pada permukaan yang tidak bisa dilewati air (Buckle, 1987). Tujuanya dari pengeringan ialah untuk melawan kebusukan bahan oleh aktifitas mikroba. Meskipun bahan yang kering bukan berarti telah steril. Mikroba memang tidak dapat tumbuh pada bahan yang kering. Apabila bahan yang dikeringkan basah kembali, maka mikroba dengan cepat akan tumbuh, terkecuali bila bahan/ makanan tersebut langsung dimakan/didinginkan (Sarah, 2012). CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi untuk bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata lain CCP adalah suatu titik prosedur atau tahapan dimana akan terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk. Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi. CCP (Critical Control Point) pada pengolahan dendeng giling antara lain : pencampuran dilakukan dalam sebuah wadah dengan menggunakan tangan. Tangan dalam mencampurkan bahan harus dalam keadaan bersih karena tangan yang kotor mengandung banyak bakteri yang dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan produk. Pencetakan dan pengeringan. Hal ini dilakukan diatas tray. Tray yang digunakanpun harus dalam keadaan bersih dan kering. Tray banyak
memiliki lubang-lubang kecil yang jika tidak dibersihkan akan menjadi tempat hidup mikroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan Universitas Indonesia, Jakarta. Mahyuda, Mursarah, dan Y. Dahnel. 1989. Tata Boga. Penerbit FA. HASMAR, Jakarta. Marliyati, S. A., A. Sulaeman, dan F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. PAU-IPB, Bogor. Nursiam, Intan. 2010. Pembuatan Dendeng Sapi. http://intannursiam.wordpress. com/2010/12/13/pembuatan-dendeng-daging-sapi/. Diakses: 20 April 2016. Purnomo, H. 1996. Dasar – dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo, Jakarta. Sarah. 2012. Pengeringan. http://sarahbolobolo.com/2012/01/pengeringan.html. Diakses: 20 April 2016. Soeparno. 1994. Ilmu dan Tknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sugiyono, 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. ITB, Bogor. Winarno F G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta Wirakartakusumah, Aman. 1992. Petunjuk Laboratorium Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor: IPB.
LAMPIRAN BAHAN DISKUSI 1. Jelaskan perubahan fisiko kimia yang mungkin dapat terjadi pada proses pembuatan produk yang saudara kerjakan! Jawab: Pada pembuatan dendeng sapi terdapat beberapa perubahan fisiko kimia dalam tiap prosesnya. Pada proses pencampuran terjadi perubahan fisika dimana daging menjadi halus seperti daging cincang. Pada proses pencampuran terjadi perubahan kimia dimana daging tercampur dengan bumbu dan menghasilkan aroma khas bumbu dendeng. Setelah itu dilakukan pengeringan terjadi perubahan fisika dimana adonan mengering dan terjadi perubahan kimia yaitu kadar air pada adonan berkurang sehingga dendeng memiliki umur simpan yang panjang. 2. Bagaimana cara alternatif yang dapat memperbaiki penampilan dan kualitas? Jawab: Cara untuk memperbaiki penampilan pada dendeng yaitu dapat dilakukan curing pada daging sapi yang digunakan untuk mempertahankan warna merah, sehingga hasil dendeng yang didapat setelah pengeringan tidak terlalu berwarna coklat gelap. 3. Jelaskan sifat bahan utama yang digunakan untuk percobaan tersebut! Jawab : Sifat daging sapi yang digunakan pada pembuatan dendeng diantaranya: Warna merah pucat, merah keungu-unguan atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna chery bila daging tersebut terkena oksigen. Serabut daging halus tapi tidak mudah hancur dan sedikit berlemak
Konsistensi liat, jika saat dicubit seratnya terlepas maka daging sudah tidak baik. Lemak berwarna kekuning-kuningan Bau dan rasa aromatis
LAMPIRAN PERHITUNGAN Daging sapi
=
69,5 100
x 200 = 139 gram
Ketumbar biji
=
22 100
x 200 = 4,4 gram
Merica
=
22 100
x 200 = 4,4 gram
Gula merah
=
14 100
x 200 = 28 gram
Lengkuas parut
=
2,2 100
x 200 = 4,4 gram
Bawang merah
=
5,6 100
x 200 = 11,2 gram
Garam
=
0,8 100
x 200 = 1,6 gram
Air asam jawa
=
1,3 100
x 200 = 2,6 gram
% Produk
=
W Bahan W Basis
=
88 200
= 44%
x 100%
x 100%