IV.
HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai pengawetan bahan pangan dengan penggunaan suhu rendah. Cara pengawetan pangan dengan suhu rendah dilakukan dengan dengan cara yaitu pendinginan dan pembekuan. Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui efek dari perlakuan pendinginan dan pembekuan terhadap sampel bahan pangan. Sampel bahan pangan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel bahan pangan nabati dan hewani. Sampel nabati yang digunakan, diantaranya wortel, anggur, jagung, pisang . Bahan pangan hewani yang digunakan diantaranya daging ayam, sapi, dan ikan. Pendinginan dan pembekuan merupakan teknologi pengawetan pangan yang didasarkan pada pengambilan panas dari bahan. Penurunan suhu mengakibatkan reaksi biokimia dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat. Kemudian dampaknya adalah daya simpan produk menjadi lebih panjang. Apabila diinginkan penyimpanan yang semakin lama, maka penurunan suhu yang dibutuhkan semakin rendah. Namun walaupun suhu rendah itu dapat menghambat perubahan dalam produk, tetapi proses ini tidak merupakan proses sterilisasi sehingga tidak menyebabkan inaktivasi mikroba. Perlu penanganan bahan secara hati-hati sebelum pendinginan dan pembekuan. Pendinginan
adalah
penyimpanan
bahan
pangan
diatas
suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 10 °C. Pendinginan yang yang biasa dilakukan seharihari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C (Winarno, 1993). Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, metabolisme , dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 0C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan jaringan dalam dal am bahan pangan, pa ngan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno (Wi narno dkk, l982). Prinsip
pendinginan
dalam
pengawetan
bahan
pangan
adalah
memperlambat atau dormansi mikroorganisme yang selalu menjadi penyebab utama rusaknya bahan pangan. Proses pendinginan harus diperhatikan pula jenis bahan dan suhu yang dipakai, karena ada beberapa mikroorganisme masih dapat tumbuh pada suhu rendah.
Pengawetan dengan suhu rendah ini tidak menyebabkan kematian mikroba secara sempurna (Koeswardhani, 2006). Hal ini menyebabkan bahwa sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan (Hudaya, 2008). Maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Mikroorganisme tersebut yang dapat mengganggu bahan pangan walaupun telah diberikan pendinginan. Pembekuan adalah penyimpanan pada suhu dibawah titik beku bahan pangan tersebut, atau penyimpanan bahan pangan pangan dalam keadaan beku. beku. Pembekuan yang biasanya dilakukan pada suhu -12 0C sampai -240C. Berdasarkan lama waktu pembentukan kristal es maka pembekuan digolongkan menjadi dua yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan cepat dilakukan pada suhu 240C sampai 40 0C, dengan kecepatan 3 – 10 m/s (Koeswardhani, 2006). Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti sayur, buah, daging, ikan dan unggas. Suhu beku, sebagian besar air yang ada didalam bahan pangan (90% – 95%) 95%) membeku (Kusnandar, 2010). Pengamatan pendinginan dilakukan pada sampel sayur, buah, dan serealia. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0,1,2,5, dan 7.
4.1
Wortel
Sebelum dilakukan penyimpanan suhu dingin dan suhu beku, wortel di trimming yaitu membuang bagian yang tidak digunakan. Selanjutnya dilakukan pencucian pada wortel. Hampir semua komoditas sayuran yang telah dipanen mengalami kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan menghilangkan kotoran serta residu pestisida (insektisida atau fungisida) (Hotton, 1986). Setelah wortel dicuci, wortel diiris bulat kemudian dilakukan blansing rebus dan kukus selama 3 menit. Wortel ditiriskan dan ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam plastik untuk dilakuan penyimpanan pada suhu dingin dan beku serta diamati selama 7 hari pada hari ke 0,1,2,5,7. Berikut hasil pengamatannya.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Wortel Sampel
Wortel kukus (Pendin ginan)
Wortel rebus (Pendin ginan)
H
Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
0
Oranye +++
Aroma wortel ++++
Keras ++
Segar +++
55 gram
1
Oranye +++
Aroma wortel +++
Keras +
Segar +++
56 gram
2
Oranye ++
Aroma wortel ++
Keras +
Segar ++
57 gram
5
Oranye +
Khas wortel
Keras
Segar +
58 gram
7
Oranye
Khas wortel hilang
Keras gak lembek
Segar
56,7 gram
0
Oranye ++
Aroma wortel +++
Keras +++
Segar ++
65 gram
1
Oranye +
Aroma wortel +++
Keras ++
Segar ++
68 gram
2
Oranye +
Aroma wortel ++
Keras +
Segar +
69 gram
5
Oranye
Lembek
Segar
69 gram
7
Oranye pudar
Khas wortel sedikit bau asam Bau asam
Lembek +
Tidak segar
67,4 gram
Susut Bobot
1,3 gram
1,6 gram
Gambar
Sampel
H
Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
0
Orange Cerah
Aroma wortel (+++++ )
Keras (++++)
Segar (++++)
50 gram
1
Orange kecokla tan
Aroma wortel (++++)
Keras (++)
Segar (++)
44 gram
6 gr
2
Warna orange kecokla tan
Aroma wortel (+++)
Keras (++)
Segar (+)
39,9 gram
4,1 gr
5
Orange cerah (++++)
Tidak ada aroma
Lunak (+++)
Segar (+)
39,9 gram
-
7
Orange (++++)
Khas wortel (++)
Lembek (++)
Layu
31,9 g
8 gr
0
Orange Kecokl atan
Aroma wortel (+++++ )
Keras (+++)
Segar +++
60 gram
1
Orange cerah (++++)
Aroma wortel (+++)
Keras +
Segar +++
55 gram
Wortel kukus (Pembe kuan)
Wortel rebus (Pembe kuan)
Susut Bobot
5 gr
Gambar
Sampel
H
Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
Susut Bobot 2,3 gr
2
Orange cerah (++++)
Aroma wortel (++)
Teksturk Segar (++) eras (+)
52,7 gram
5
Warna orange kecokla tan
Tidak ada aroma
Lunak (++++)
Sedikit layu Segar (+)
52,11 gram
0,59 gr
7
Orange kecokla tan (+++)
Khas wortel (+)
Lembek (+++)
Segar (++)
53,4 g
-
Gambar
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan pengamatan diatas diketahui wortel sebelum diberi perlakuan memiliki warna oranye yang cukup cerah, tekstur agak keras, masih segar dan memiliki bobot 55 gram. Kemudian dilakukan perlakuan blansing kukus dengan penyimpanan suhu dingin. Hari selanjutnya diamati aroma wortel berkurang, teksturnya pun mulai melunak hingga hari ke-7 pengamatan. Kekerasan wortel menurun
karena
hemiselulosa
dan
protopektin
terdegradasi.
Protopektin
menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air (Muctadi,
1992).
Sedangkan
Szczesniak
(1998)
berpendapat
perubahan
tekstur wortel selama penyimpanan terutama disebabkan perubahan lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi pektin. Kondisi ini mendorong pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar. Warna oranye pada wortel berkurang dari hari sebelumnya, aroma nya pun tidak tercium aroma wortel, tetapi masih segar walaupun tidak sesegar hari sebelumnya, namun bobot wortel bertambah. Pertambahan bobot terjadi karena adanya air disekitar wortel. Terjadinya fluktuasi suhu dalam ruang pendingin dapat
menyebabkan terjadinya pengembunan air pada permukaan komoditas yang diinginkan. Sementara untuk wortel yang diberi perlakuan blansing rebus, lebih cepat mengalami kerusakan daripada blansing kukus. Dapat dilihat dari perubahan warnanya yang lebih cepat pudar, aroma wortel berkurang bahkan tercium bau asam pada hari ke-7 pengamatan, tekstur lembek dan wortel sudah tidak segar. Hal tersebut terjadi karena pada blansing rebus bersentuhan langsung dengan air yang mengakibatkan terdapat air disekitar bahan sehingga ditumbuhi jamur apabila tidak ditiriskan secara sempurna. Menurut Tjahjadi dan Herlina (2008), kerusakan yang terjadi pada buahsayur adalah kerusakan fisiologis. Perubahan biokimia setelah panen dan selama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap karakteristik komoditas sayuran dan buah segar, terutama meliputi respirasi, transpirasi, perubahan warna, tekstur, dan cita rasa. Perubahan biokimia sayur dan buah setelah panen juga berkaitan dengan traspirasi dan respirasi. Transpirasi menyebabkan hilangnya air dari komoditas, berpengaruh terhadap kesegaran atau kerenyahan komoditas.Sedangkan respirasi menyebabkan berkurangnya cadangan makanan (dalam bentuk pati, gula, dll) dalam komoditas, mengurangi rasa dari komoditas (terasa hambar), memacu senescence komoditas, serta memacu pembusukkan. Transpirasi dan respirasi merupakan penyebab utama kerusakan pada komoditas hortikultura setelah dipanen (Tensiska, 2009). Berdasarkan pengamatan untuk wortel yang diberi perlakuan pembekuan memiliki kualitas yang kurang baik daripada perlakuan pendinginan baik pada blansing rebus maupun pada blansing kukus karena menghasilkan wortel dengan warna oranye kecoklatan serta menghasilkan tekst ur yang lunak setelah di thawing. Aroma wortel masih tercium dan masih mempertahankan kesegaran walaupun tidak sesegar pada hari pertama. Aroma yang khas pada wortel menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam irisan wortel lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973). Selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es pada wortel beku. Saat produk di thawing (dilelehkan) kristal-kristal es itu mencair dan melarutkan komponen-komponen pembentuk
aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan aroma juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk lemak (Ilyas, 1993). Wortel yang disimpan pada suhu beku ini mengalami susut bobot yang cukup drastis terutama pada perlakuan blansing kukus karena terjadi penurunan bobot sebanyak 18,1 gram sedangkan pada perlakuan blansing rebus hanya 7,89 gram susut bobotnya. Mekanisme penurunan bobot menurut Wills et al (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat
akan
dipecah
menjadi
molekul-molekul
yang
sederhana
seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar Penyimpanan yang paling baik berdasarkan hasil praktikum ini yaitu penyimpanan yang disimpan di suhu dingin dengan perlakuan sebelum penyimpanan adalah blansing kukus, karena pada prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk menekan terjadinya respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat. Akibatnya daya simpannya cukup panjang dan susut beratnya menjadi minimal, serta mutunya masih baik (Muchtadi, 1999).
4.2
Anggur
Pembekuan dengan sampel buah anggur diberi perlakuan kemasan berlubang dan tidak berlubang. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembekuan anggur adalah
sampel
dibersihkan, ditimbang lalu
dikemas
menggunakan plastik dan diberi perlakuan berlubang dan tanpa lubang. Pengemasan plastik dapat menyebabkan adanya modifikasi atmosfer dengan menekan proses respirasi buah tomat sedangkan pemberian lubang pada plastik bertujuan untuk permeasi oksigen dan tidak berpengaruh nyata terhadap dehidrasi. Selanjutnya ditimbang lalu diberi label dan disimpan dalam lemari es serta diamati (Syarif, 1989). Berikut adalah hasil pengamatan buah anggur yang disimpan pada suhu beku.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Anggur Sampel
H
Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
Anggur plastik utuh
0
Ungu pucat
Khas anggur +++
Keras ++
Segar ++
125 g
1
Ungu kemerahan
Khas anggur
Lunak
Segar
127 g
-
2
Ungu Tidak :putih 3:1 berbau Ungu:putih Tidak (2:3) berbau Ungu:putih Tidak 2:3 berbau Ungu Khas pucat anggur +++
lunak
Lembek +
120
7g
-
Lunak +
Lembek +++ Lembek ++++ Segar ++
118 g
1,7 g
-
116,3 g 109 g
-
-
1
Ungu kemerahan
Lunak
Segar
114 g
-
2
Ungu :putih 5:1
Lunak +
Lembek ++
105,5
9g
-
Lunak ++
Lembek +++
96,5 g
9g
-
Lunak +++
Lembek +++++
87,5
-
-
5 7 Anggur plastik berlubang
0
5
7
Khas anggur
Sedikit khas anggur Ungu:putih Agak (4:1) berbau + Ungu : Agak putih (4:2) berbau
Lunak ++ Keras ++
Susut Bobot
Gambar
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan pengamatan diatas, anggur sebelum disimpan di suhu beku memiliki warna ungu pucat, aroma khas anggur, segar agak keras serta memiliki bobot 125 gram. Pengamatan hari 1 setelah dilakukan thawing, warna anggur berubah menjadi ungu kemerahan, buah masih segar, tekstur melunak, serta bobot bertambah. Penambahan bobot ini disebabkan adanya air yang menempel pada anggur setelah dilakukan thawing karena pengeringan yang kurang sempurna sehingga air yang menempel pada anggur ikut tertimbang juga. Aroma anggur masih tercium sejak hari pertama namun setelah pengamatan hari kedua aroma anggur sudah tidak tercium lagi. Perombakan bahan-bahan organik kompleks yang terjadi selama proses respirasi akan menghasilkan gula-gula sederhana dan asam-
asam organik yang akan mempengaruhi aroma dari buah (Wills et al.,1981; Heatherbell et al.,1982) Anggur yang disimpan dalam plastik utuh pada hari ke-7 memiliki tekstur yang lunak. Warna nya pun berubah menjadi ungu keputihan dengan perbadingan ungu:putih adalah 2:3, hal itu disebabkan karena pada plastik utuh kristal es yang terbentuk tidak dapat teruapkan karena tertahan oleh plastik pembungkus sehingga timbul warna putih yang merupakan kristal es. Kemudian pada hari ke 2 dan ke-5 terjadi penyusutan bobot pada anggur. Susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan terjadinya kehilangan air (Wills et al.,1981). Buah yang mentah memiliki susut bobot yang lebih rendah daripada buah yang masak. Anggur yang disimpan pada suhu beku dalam plastik yang dilubangi memiliki kenampakan yang hampir sama dengan anggur yang diplastik tanpa dilubangi. Perbedaannya pada warna dimana pada anggur yang dilubangi lebih berwarna ungu. Warna putih yang tampak hanya sedikit karena kristal es teruapkan keluar lubang plastik. Kemudian aroma anggur dalam plastik yang dilubangi aromanya semakin hari agak berbau menuju kebusukan, teksturnya pun lebih lembek, dan susut bobotnya lebih besar yaitu 18 gram daripada penyimpanan plastik yang tidak dilubangi. Anggur yang disimpan pada plastik yang dilubangi akan rentan terkena mikroorganisme sehingga proses kebusukan akan lebih cepat dibandingkan pada anggur yang tidak dilubangi. Mikroorganisme akan cepat masuk dan mengontaminasi bahan pangan yang terbungkus secara tidak sempurna. Jadi lebih baik anggur disimpan pada plastik yang tertutup rapat Setiap buah pasti mengalami penyusutan mutu baik itu disimpan di suhu beku atau suhu ruang. Namun penyimpanan buah pada suhu beku dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme sehingga akan memperpanjang umur simpannya. Wills et.al.(1981) mengemukakan tujuan penyimpanan suhu rendah adalah
untuk
memperpanjang
masa
kesegaran
sayuran
guna
menjaga
kesinambungan pasokan, menstabilkan stabilitas harga dan mempertahankan mutu.
4.3
Jagung
Perlakuan pada biji jagung sama seperti pada sampel wortel dimana sebelum disimpan pada suhu dingin, biji jagung diblansing kukus dan blansing rebus selama 3 menit. Berikut adalah hasil pengamatannya. Tabel 3. Hasil Pengamatan Jagung Pendinginan Sampel
Jagung kukus (kel.5)
Jagung rebus (kel.5)
H
Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
0
Kuning +++
Jagung segar
Lunak+
Segar++
203 g
1
Kuning +++
Jagung segar
Keras, sedikit lunak
Segar++
203 g
2
Kuning Khas +++ jagung
Segar +
203,2 6g
5
Kuning Khas + jagung, sedikit asam
Keras, sedikit lunak Keras
Segar
203 g
7
Kuning pucat
Keras
Segar
202 g
0
Kuning Khas +++ jagung matang
Lunak ++
Segar ++++
158 g
1
Kuning Khas +++ jagung
Lunak ++
Segar+++
155 g
2
Kuning Khas +++ jagung
Lunak+
Segar++
158,2 6g
5
Kuning Khas ++ jagung, sedikit asam
Lunak+
Segar +
158 g
Asam
Susut Bobot
1g
Gambar
Sampel
H
Warna
Aroma
7
Kuning Khas ++ jagung, ada asam
Tekstur
Kesegaran
Berat
Susut Bobot
Lunak
Segar
148,7 g
9,3 g
Gambar
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel 3 diatas sampel jagung penyimpanan suhu dingin mengalami perubahan menjadi kuning pucat pada jagung yang dikukus sedangkan jagung yang direbus warnanya masih tetap kuning. Aroma jagung semakin hari menjadi asam pada jagung yang dikukus sementara pada jagung yang direbus masih tercium aroma jagung walaupun agak asam. Tekstur jagung menjadi lunak pada jagung yang direbus sedangkan pada jagung yang dikukus masih mempertahankan kekerasannya. Kesegaran jagung masih segar pada kedua sampel baik pada blansing kukus maupun blansing rebus. Susut bobot paling besar terjadi pada jagung rebus yaitu 9,3 gram sedangkan pada sampel jagung kukus hanya 1 gram susut bobotnya. Perlakuan sebelum penyimpanan suhu dingin pada jagung lebih baik dengan perebusan karena dapat mempertahankan warna serta aroma jagung tersebut. 5.4
Daging Ayam
Pengamatan pendinginan dan pembekuan selanjutnya adalah sampel daging ayam. Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel daging adalah sampel ditimbang, lalu dikemas dalam kantung plastik serta diberi label. Sampel disimpan dalam freezer untuk penyimpanan suhu beku dan diluar freezer dan diamati. Berikut hasil pengamatan daging ayam Tabel 4. Hasil Pengamatan Daging Ayam Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat (gr)
Daging ayam (Pendin ginan)
0
Aroma ayam segar (++++)
Kenyal (+++++)
Segar (+++++)
174 gr
Aroma ayam segar (++++)
Kenyal (+++++)
Segar (+++++)
170 gram
1
Krem kemera han (++++ +) Krem kemera han
Susut Bobot
4 gr
Gambar
Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat (gr)
Susut Bobot
(++++ +) Krem Kemer ahan (+++)
Aroma ayam segar (++)
Kenyal (+++)
Segar (+++)
169,5 gram
0,5 gr
Aroma ayam segar (++) Bau busuk
Kenyal (++)
Sedikit pucat Segar (++)
138,5 8 gram
30,92 gr
Kenyal (++)
Pucat (+++)
16,37 6 gr
122,1 8 gr
Khas daging ayam
Kenyal ++++
Segar +++++
141,0 0
1 putih peach +++
khas daging ayam
Kenyal ++++
Segar ++++
135,0 0
6gr
2 putih peach ++
khas daging ayam
Kenyal ++
Segar ++
128,0 0
7 gr
5
Aroma ayam
Keras (+++)
Segar (+)
125,2 6
2,74 gr
bau busuk (dari aroma freezer )
Kenyal +++
Segar ++
132,3 0
2
5
Putih pucat (+++)
7
Daging ayam (Pembe kuan)
Putih pucat (+++), ada lender hijau 0 Putih ++++
Krem pucat (+++)
7 putih peach ++
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar
-
Berdasarkan tabel diatas, daging ayam sebelum disimpan di suhu dingin dan suhu beku memiliki warna krem kemerahan, beraroma ayam segar, tekstur kenyal dengan bobot 174 gram. Daging ayam setiap harinya mengalami penyusutan berat. Misal pada hari pertama bobot berkurang sebanyak 4 gram, hari kedua 0,5 gram, hari ke-5 30,92 gram dan hari ke-7 menunjukkan penyusutan berat yang sangat drastis yaitu 122,1 gram. Warna ayam mulai berubah menjadi pucat setelah hari ke5 pengamatan kemudian pada hari ke-7 menunjukkan ayam benar-benar rusak karena sudah terbentuk lendir hijau pada permukaan daging ayam, kemudian aromanya pun sudah tercium bau busuk serta sudah tidak segar lagi. Daging ayam yang disimpan pada suhu beku memiliki kenampakan warna yang lebih baik karena pada hari ke-7 masih berwarna putih peach, tekstur masih kenyal, daging masih segar, aroma agak bau busuk tercemar dari aroma freezer karena terlalu banyak bahan pangan dalam freezer. Faktor yang paling utama dari kerusakan ini adalah adanya mikroorganisme yang tumbuh pada daging. Mekanismenya adalah ketika daging mengandung air maka mikroorganisme akan bertumbuh baik disitu. Namun ketika disimpan pada suhu rendah maka mikroorganisme mengalami dorman. Sehingga mikroorganisme tidak tumbuh (tidur). Sampel dengan pembekuan kondisinya dinilai kurang baik ketika sudah tidak beku lagi karena mikroorganisme yang ada pada daging beku itu dapat hidup dan bertambah lagi pada proses thawing menggunakan air. Ketika thawing mikroorganisme kembali hidup dan tumbuh serta memungkinkan adanya kontaminan yang masuk memperbanyak mikroorganisme yang hidup pada sampel. Proses
ini bertujuan untuk reabsorpsi cairan oleh dinding sel, mengurangi
kerusakan tekstur, dan mengurangi dripping . Adapun salah satu cara yaitu dengan perendaman air atau dengan dialiri air. Proses thawing (pencairan) makanan beku sebaiknya di tempat atau wadah tertutup untuk menghindari masuknya mikroba. Sebaiknya tidak menyisakan bahan makanan tersebut untuk dibekukan kembali. Bahan pangan beku yang sudah mengalami proses thawing , kualitasnya kemungkinan menurun, baik dari segi cita rasa, tekstur, maupun nilai gizinya (Tri, 2012) Berat daging ayam tidak mengalami penyusutan sebanyak daging yang disimpan pada suhu dingin. Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang
dibekukan dapat disebabkan karena kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses thawing dilakukan. Kehilangan air pada bahan akan menyebabkan turgiditas bahan menjadi menurun dan berat bahan menjadi berkurang (Olivianti, 2011). Jadi, agar daging ayam dapat memperpanjang umur simpan dan lebih awet, sebaiknya dilakukan penyimpanan pada suhu beku.
5.5
Daging Sapi
Penyimpan beku daging sapi ini dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu, lalu dikemas dalam kantung plastik serta diberi label. Penggunaan bahan pengemas dalam pembekuan daging dapat mencegah terjadinya gosong beku (Freezer burn) yang dapat menyebabkan perubahan flavor, warna, tekstur dan penampakan daging beku yang tidak menarik, selain itu pengemas dapat mengurangi terjadinya desikasi, dehidrasi dan oksidasi lemak, sehingga kualitas daging beku dapat dipertahankan (Urbain, 1971). Plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP) dan aluminium foil dapat digunakan sebagai bahan pengemas (Harte, 1985). Praktikum kali ini menggunakan bahan pengemas plastik polietilen. Sampel disimpan dalam freezer untuk penyimpanan suhu beku. Pembekuan daging adalah salah satu cara dari pengawetan daging yaitu dengan membekukan daging di bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam daging, titik beku daging pada temperatur -20 s/d -30°C (Desrosier, 1969). Proses pembekuan daging dapat menghambat pertumbuhan mikroba, proses proteolitik, proses hidrolisis, proses lipolitik dan sedikit proses oksidatif (Tranggono et al.,1990). Proses pembekuan daging dapat menghasilkan daging beku. Menurut . SNI 01-3929-2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi, daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur internal minimum -18°C . Berikut adalah hasil pengamatannya.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Daging Sapi Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
Daging Sapi (Pembe kuan)
0
Merah ++++
Khas daging sapi ++++
Kenyal ++
Segar ++++
94,99 gram
1
Merah +++
Khas daging sapi +++
Kenyal ++
Segar ++++
102 gram
2
Merah ++
Khas daging sapi ++
Kenyal +
Segar ++
102 gram
5
Merah pucat
Amis daging
Agak lembek
Kurang segar
102,1 5 gram
7
Merah 20% Coklat 80%
Amis daging
Agak lembek
Tidak terlalu segar
105,2 gram
Susut Bobot
Gambar
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan pengamatan daging sapi diatas, daging sapi sebelum diberi perlakuan memiliki warna yang merah, beraroma layaknya daging sapi segar pada umumnya, memiliki tekstur kenyal dan memiliki bobot sebesar 94,99 gram. Penyimpanan daging sapi di suhu beku ini tidak terlalu merubah kualitas daging sapi secara cepat karena pada hari ke-7 pengamatan daging sapi tidak tercium aroma busuk, dan kesegaran daging masih dapat dipertahankan walaupun tidak sesegar hari pertama. Namun tampak perubahan warna pada permukaan daging sapi dimana daging sapi berubah pigmen menjadi merah kecoklatan dengan perbandingan antara merah:coklat adalah 1:4. Perubahan warna daging tersebut dinamakan freeze burn yaitu perubahan warna pada daging akibat kontak dengan permukaan yang sangat dingin dibawah temperatur -18°C (Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2008). Perubahan ini disebabkan karena terjadi oksidasi pigmen heme yang merupakan
penyusun utama dalam warna daging. Pigmen mioglobin mengalami proses perubahan menjadi oksiomioglobin yang bewarna merah kecoklatan (Olivianti, 2011). Menurut Buckle (1987) tingkat kecerahan warna pada daging ditentukan oleh tebalnya lapisan oksiomiglobin dipermukaan atau daerah yang memerlukan oksigen biasanya terjadi pada proses pendinginan sehingga daging menjadi lebih merah bila disimpan di dalam lemari pendingin. Hal ini juga terjadi pada produk daging yang dikemas dalam plastik. Oksigen yang ada dalam kemasan akan habis karena adanya aktivitas biokimiawi dan mikroorganisme aerobik. Daging akan mengalami perubahan warna menjadi merah kecoklatan hasil dari mioglobin yang telah mengalami proses reduksi. Berdasarkan tabel data diatas dapat dilihat adanya perubahan tekstur dari lunak menjadi lebih lunak dan lembek. Pada daging mentah masih memiliki kandungan serat dan protein yang masih fleksibel, pada saat pembekuan komponen ini tidak hilang yaitu hanya mengalami proses pemisahan sehingga kandungan air yang ada masih dapat dipertahankan (Olivianti, 2011). 5.6
Daging Ikan
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak ( perisable food ) karena komposisi ikatan rangkap ( polyunsaturated fatty acid ) pada kandungan lemaknya lebih banyak dibandingkan komoditas lainnya. Kandungan asam lemak tidak jenuh ini menyebabkan lemak mudah teroksidasi sehingga menimbulkan ketengikan yang akan membentuk peroksida dan menurunkan mutu ikan (Muchtadi, 1992). Oleh karena itu dilakukan praktikum tentang penyimpanan suhu beku dan dingin pada ikan. Pengamatan yang dilakukan dengan proses pendinginan dan pembekuan, merupakan salah satu cara untuk mengawetkan ikan. Berbagai perlakuan yang dilakukan pada praktikum kali ini akan menunjukan perbedaan yang terjadi. Sampel yang digunakan adalah ikan nila yang masih segar. Prosedur perlakuannya yaitu ikan yang sudah mati dicuci hingga bersih, lalu ditimbang dan dimasukkan kedalam plastik. Kemudian dibedakan penanganannya yaitu disimpan di suhu dingin, dan suhu beku. Berikut adalah hasil pengamatan ikan yang disimpan pada suhu beku dan suhu dingin.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Ikan Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
Susut Bobot
Ikan (Pendin ginan)
0
Khas ikan ++++ Khas ikan + Amis
Kenyal +++
Segar ++
190 g
-
Kenyal + Keras
Segar +
185 g
5g
-
Kurang segar
183
2g
-
Amis menye ngat Amis ++ Segar khas ikan
Keras +
Kurang segar
182 g
0,4 g
-
lembek
Tidak segar Segar ++++
181,6 g 176 g
-
-
Segar khas ikan
Sedikit lunak
Segar+++
170 g
Lebih amis
Lunak
Segar++
173,68 g
Lebiha mis
Lunak +
Segar++
172,36
Putih keruh
1
Keabua n 2 Putih keabua n 5 Putih pucat 7 Ikan (Pembe kuan)
0
1
2
5
Putih pucat Daging putih, sisik berwar na hitam Daging putih, sisik berwar na hitam Daging putih, sisik berwar na hitam Daging putih, sisik berwar na hitam
Kenyal
Gambar
(tidak terdokume ntasikan)
Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat
Susut Bobot
7
Amis dan tidak sedap
Lunak
Tidak segar
142,8 g
33,2 g
Daging putih, sisik berwar nahita m
Gambar
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Tabel diatas merupakan hasil pengamatan pendinginan dan pembekuan ikan. Pendinginan berguna dalam menghambat perkembangan bakteri tanpa membunuh bakteri. Pendinginan dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas daging terutama keempukan dan citarasa yang terjadi selama proses penyimpanan karena adanya maturasi pada daging (Abustam dkk, 2005). Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel diatas, ikan sebelum dilakukan penyimpanan memiliki karakteristik warna sisik hitam, daging putih, aroma khas ikan segar, tekstur kenyal. Ikan pada pengamatan hari pertama masih menunjukan kesegaran. Ikan segar menurut SNI 2729:2013 adalah ikan yang belum mengalami perlakuan pengawetan kecuali pendinginan. Ikan yang disimpan pada suhu dingin sudah mengalami kemunduran mutu sejak hari ke-5 dimana warna ikan menjadi pucat, aroma nya amis menyengat, teksturnya yang kurang segar serta mengalami penyusutan berat 7,4 gram dari hari pertama penimbangan. Menurut Fellow (2000) penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Setiap komoditi memiliki laju transpirasi yang berbeda walaupun disimpan pada kondisi yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan permukaan komoditi yang disimpan. Ikan yang disimpan pada suhu beku lebih awet daripada ikan yang disimpan di suhu dingin terbukti dengan tidak adanya perubahan warna pada daging dan sisik ikan. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), pembekuan dapat menyebabkan perubahan yang kecil pada pigmen, citarasa dan komponen-komponen nutrisi penting serta menunda perubahan mikrobiologis dan biokimia pada suatu pangan. Pembekuan pada suhu -4°C sampai -10°C memiliki efek letal pada pertumbuhan mikoba dan pada suhu -18°C menyebabkan penurunan aktivitas air, perubahan pH
dan potensi reaksi reduksi-oksidasi Tetapi aroma ikan tetap mengalami perubahan pada hari ke-7 pengamatan yaitu tercium bau yang tidak sedap. Ikan pun mengalami penyusutan bobot yang cukup drastis yaitu sebesar 33,2 gram. Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan dapat disebabkan karena kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses thawing dilakukan. Kehilangan air pada bahan akan menyebabkan turgiditas bahan menjadi menurun dan berat bahan menjadi berkurang (Olivianti, 2011). Pendinginan dan pembekuan menjadi salah satu cara mempertahankan kesegararan. Hal itu benar mengacu pada literatur bahwa usaha untuk membuat ikan tetap selalu segar ataupun meningkatkan kesegarannya adalah tidak mungkin, walau begitu kesegaran ikan masih bisa dipertahankan yaitu melalui penanganan yang baik dan benar, penghambatan proses pembusukan daging ikan sangat memungkinkan untuk dilakukan. Hingga saat ini penanganan yang dianggap baik adalah dengan penerapan rantai dingin, yaitu mengusahakan agar ikan tetap dingin (suhu rendah). Penanganan yang dianggap paling ekonomis dan efektif adalah menggunakan es. (Moeljanto ,1982 dalam Busrowi dan Suwandi, 2008). Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa ikan yang disimpan baik pada suhu beku maupun suhu dingin akan menunjukan penurunan mutu. Namun penyimpanan pada suhu beku lebih memperpanjang umur simpan dibandingkan penyimpanan pada suhu dingin. Menurut Nurjannah et al, ( 2004) fase-fase kemunduran mutu ikan adalah tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit. Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme dan kimiawi. Hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses
perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi (Nurjannah, et al.,2004) Proses kerusakan ikan berlangsung lebih cepat didaerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut makin dipercepat dengan cara penanganan atau penangkapan yang kurang baik, fasilitas sanitasi yang kurang memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran. Penanganan yang baik sejak ikan diangkat dari air sangat penting mengingat sifat ikan yang penuh gizi dan punya aw tinggi sehingga cepat busuk. Usaha untuk memanfatkan ikan sebaik-baiknya dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat mempertahankan kesegaran ikan (Widyastuti, 2010).
7.1
Pisang
Perlakuan pada buah pisang sama dengan perlakuan pada anggur yaitu disimpan dalam plstik yang berlubang dan tidak berlubang namun disimpan dalam suhu dingin. Berikut hasil pengamatan pisang. Tabel 7. Hasil Pengamatan Pendinginan Pisang Sampel
H Warna
Tekstur
Kesegaran
Berat (gr)
Kuning Khas ++++ pisang
Keras +++
Segar ++++
164,0 0
kuning khas pisang +++, bercak coklat 2 Kuning Khas Kecokl Pisang aan (++)
Keras ++
Segar ++++
164,0 0
Lembek (+)
Segar ++
163,0 0
0
1 Pisang plastik utuh
Aroma
Susut Bobot
Gambar
-
1 gr
Sampel
H Warna
Aroma
Tekstur
Kesegaran
Berat (gr)
5
Coklat (+++)
Khas pisang, asam
Lembek (+++)
Segar +
163,8 4
7
Hitam kecoke latan (++++ +)
tidak berbau
lembek (++++)
Segar +
175,8 0
0
Kuning Khas ++++ pisang
Keras +++
Segar ++++
150,0 0
kuning khas +++, pisang bercak coklat 2 Kuning Khas Kecokl Pisang aan (++)
Keras ++
Segar ++++
150,0 0
Keras (+)
Segar ++
152,0 0
5
Coklat (+++)
Khas pisang, asam
Lembek (+++)
Busuk (+++)
150,0 0
7
Hitam kecoke latan (++++ +)
tidak berbau
lembek (++++)
Segar +
153,2 0
1
Pisang plastik berluban g
Susut Bobot
Gambar
-
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan, pisang sebelum diberi perlakuan memiliki warna kuning yang mencolok, beraroma khas pisang, memiliki t ekstur yang keras, pisang masih segar dan memiliki berat 164 gram. Hari pertama pengamatan, pisang yang disimpan baik pada plastik yang utuh maupun pada plastik yang dilubangi sudah mulai tampak bercak coklat hingga pada hari ke-7 pisang sudah 100% berwarna coklat tua bahkan kehitaman. Perubahan warna pada pisang yang mengalami pencoklatan setiap hari menandakan kematangan yang sudah lewat.
Buah pisang yang masak dikupas warrnanya keseluruhan kuning, jika terdapat sedikit bercak hitam maka dikatakan masak penuh aroma (Muchtadi et al, 2010). Buah pisang tidak cocok disimpan pada suhu dibawah 18°C karena akan menyebabkan chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah akan menyebabkan noda atau bercak coklat. Pisang masih agak segar namun setiap hari bertambah bobot nya. Setiap harinya juga pisang mengalami penurunan kekerasan. Penurunan nilai kekerasan menunjukkan terjadinya pelunakan pada buah. Selama proses pemasakan buah akan terjadi perubahan kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak (Heatherbell et al.,1982).
V.
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa.
Penyimpanan wortel yang paling baik berdasarkan hasil praktikum ini yaitu penyimpanan yang disimpan di suhu dingin dengan perlakuan sebelum penyimpanan adalah blansing kukus
Penyimpanan anggur yang baik adalah dengan menyimpan kedalam plastik yang tertutup rapat
Perlakuan sebelum penyimpanan suhu dingin pada jagung lebih baik dengan perebusan
Daging ayam yang disimpan pada suhu beku memiliki kualitas yang lebih baik daripada daging ayam yang disimpan di suhu dingin. Begitupun pada daging sapi dan daging ikan
Buah pisang tidak cocok disimpan pada suhu dibawah 18°C karena menyebabkan chilling injury.
5.2
SARAN
Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah.
Sebaiknya dilakukan penirisan setelah thawing pada bahan pangan beku untuk menghindari kelembaban pada bahan pangan karena bahan pangan yang lembap akan mudah ditumbuhi jamur sehingga bahan pangan cepat asam.
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E dan H.M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar. Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Unhas Alabran, D. M. dan A. M. Mabrouk. 1973. Carrot Flavor. Sugars and Free Nitrogenous Compounds in Fresh Carrots. J. Agric. Food Chem. 21 (2): 205-208. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI 01-39292008. Jakarta (ID). Badan Standarisasi Nasional. 2013. Persyaratan M utu Ikan Segar. SNI 2729 : 2013. Jakarta Buckle. K, Edward.R, Fleet.G, Wotton. M. 1987. Food Knowledge. UI.Press. Jakarta. Busrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta Desrosier, N.W., 1969. The Technology Of Food Preservation. 2nd ed. The AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut.Ho, et al. 2004. The effect of Cooling Rate on Beef Tenderness: The significance of pH at 7°C. Meat Science, 67, 403-408 Estiasih T. dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta. Bumi Aksara. Hal. 130-140. Fellow. 2000. Frozen Food Technology. Available online http://Ensyclopedia.com (Diakses pada tanggal 10 Juni 2018)
at
Harte, B. R., 1985. Packaging Of Restructured Meats. In Advances in Meat Research. Ed. A. M. Pearson and T. R. Dutson. Vol. 3. An AVI Book, Publishing, New York. Heatherbell, D.A., M.S.Reid,R.E.Wrolstad. 1982. The tamarillo : chemical composition during growth and maturation. New Zealand J.Sci. 25:239-243 Hotton, T.T.1986. Persyaratan Masing-Masing Komoditi dalam Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan oleh Prof.Ir.Kamariyani, UGM. Hudaya, R. N. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut Untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Tahu Sumedang. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I Teknik Pendinginan Ikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. Koeswardhani, M.M. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta. Muchtadi, D. 1992. Petunjuk Laboratoriun Teknologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Muchtadi, D., 1999. Petunjuk Laboratorium Teknologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Muchtadi, T. R., F. Ayustaningwarno, dan Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nurjanah, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin THP. Volume VII no I. Olivianti, Rina. 2011. Pendinginan dan Pembekuan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitas Brawijaya. Sumedang Olivianti, Rina. 2011. Pendinginan dan Pembekuan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitas Brawijaya. Sumedang Szczesniak, A. S. Kelyn, D.H. 1998. Consumer Awwareness of Texture and Other Food Attributes. Food Technology, London. Syarif. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Tensiska. 2009. Biokimia Dasar. Widya Padjadjaran. Bandung Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Buku Ajar Pengantar Teknologi Pangan Volume II. Universitas Padjajaran, Jatinangor Tranggono, Z., Noor, J. Wibowo, M.Gardjito dan M. Astuti, 1990. Kimia, Nutrisi Pangan. PAU. Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tri, Riris. 2012. Teknologi Pengolahan Pasca Panen & Suhu Rendah. Lumajang Urbain, W. M., 1971. Meat Preservation In The Science of Meat and Meat Products. 2nd ed. J. F. Price dan B. S. Schweigert. W. H. Freeman and Co. San Fransisco. Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan IPB: Bogor Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, Mc. Gkasson, W.B. Hall. 1981. Postharvest, An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. New South Wales University Press, Kensington, Australia. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknokogi dan Konsumen. Gramedia pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu, 1982. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Mengapa kantung plastik untuk mengemas sayuran dan buah-buahan harus diberi lubang?
Jawab: Mengatur RH dalam plastik agar tidak jenuh yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan atau pembusukan oleh bakteri dan mengatur kadar oksigen agar reaksi yang terjadi tetap dalam keadaan aerob. 2. Mengapa sayuran yang akan dibekukan harus diblansing terlebih dahulu?
Jawab: Sayuran yang akan dibekukan harus diblansing terlebih dahulu karena blansing dimaksudkan untuk menginaktivasi dan mengurangi jumlah enzim peroksidase, katalase, dan enzim pembuat warna coklat lainnya, mengurangi kadar oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroorganisme dan memperbaiki warna. 3. Apa yang dimaksud dengan peristiwa thawing?
Jawab: Thawing adalah proses pencairan kembali pada suatu bahan pangan dalam keadaan beku.