ABSES MANDIBULA
A. PENGERTIAN
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001 ). B. PENYEBAB
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi d idaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah submandibula yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah ke atas dan ke belakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas harus segera dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi di ga ris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi. Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob. C. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar ke dalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004) abses.(www.medicastre.com.2004)..
Bakteri
Jaringan sel terinfeksi
Peradangan
Sel darah putih mati
Demam
Jaringan menjadi abses & berisi PUS
Pecah
Hipertermi
Kurang pengetahuan tentang penyakit
Kerusakan integritas jaringan
Cemas
(Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001) D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa : 1. Nyeri 2. Nyeri tekan 3.
Teraba hangat
4.
Pembengakakan
5.
Kemerahan
6.
Demam Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan
di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI. F.
PENGOBATAN
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari sampai gejala dan tanda infeksi reda. Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya. G. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pengkajian
a.
Aktifitas/ istirahat Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas. Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b.
Sirkulasi Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c.
Integritas ego Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis) Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d.
Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.
Makanan dan cairan Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan. Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f.
Neurosensori Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo. Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih. h.
Pernafasan Data Subyektif : Perubahan pola nafas. Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
i.
Keamanan Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah. Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2.
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan. Intervensi
Rasional
Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dan lokasinya
Untuk mengetahui tingkat skala nyeri yang dialami klien
Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
Dapat mengindikasi rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
Lepaskan tegangan emosional dan otot : tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan
koping.
2)
Lakukan reposisi sesuai petunjuk, semi – fowler; miring.
Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi tekanan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
Berikan lingkungan yang tenang.
Agar klien dapat beristirahat, karena kurang tidur / istirahat dapat meningkatkan persepsi nyeri dan kemampuan koping menurun.
Kolaborsi obat sesuai petunjuk . (analgesik IV)
Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama dan keefektifannya bergantung kepada tingkat dan absorbsi sirkulsi.
Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit. Intervensi
Rasional
Observasi saat timbulnya demam.
untuk mengidentifikasi pola demam
Observasi tanda – tanda vital setiap 3 jam/lebih sering.
tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Berikan penjelasan kepada Keterlibatan keluarga sangat pasien/keluarga tentang hal – hal yang berarti dalam proses dapat dilakukan untuk mengatasi penyembuhan pasien dirumah demam dan menganjurkan pasien/ sakit. keluarga untuk kooperatif. Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan
Penjelasan tentang kondisi pasien dapat membantu
suhu tubuh.
pasien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
Anjurkan pasien untuk banyak jelaskan manfaatnya bagi pasien.
3)
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Berikan kompres hangat (pada daerah axilla dan dahi).
Kompres hangat dapat merangsang kerja hipotalamus untuk menstabilkan suhu tubuh.
Berikan terapi cairan intravena dan obat – obatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi).
Pemberian cairan bagi pasien sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi
Rasional
Pantau tanda-tanda peradangan, demam, kemerahan, bengkak da cairan yang keluar.
Untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda infeksi secara dini.
Perhatikan peningkatan suhu, demam menggigil.
Dengan adanya infeksi / sepsis membutuhkan evaluasi pengobatan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Pertahanan luka aseptik, pertahankan balutan kering.
Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retrograd, menyerap kontaminan
eksternal.
4)
Anjurkan klien untuk menjaga area infeksi
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau infeksi.
Periksa kulit untuk memeriksa adanya infeksi yang terjadi.
Gangguan pada integritas kulit atau dekat dengan lokasi operasi adalah sumber kontaminasi luka. Menggunting / bercukur secara berhati-hati adalah imperatif untuk mencegah abrasi dan penorehan pada kulit.
olaborasi : berikan antibiotic sesuai petunjuk
Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
Intervensi
Rasional
Kaji keluhan mual, tidak napsu makan, dan muntah yang dialami pasien.
Dengan mengalami keluhan pasien dapat membantu intervensi selanjutnya.
Pemberian makanan yang mudah ditelan seperti : bubur, tim, dan hidangkan selagi masih hangat.
Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Pemberian makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.
Untuk menghindari mual dan muntah.
Pantau masukan dan keluaran.
Memberikan deteksi dini adanya ketidak seimbangan kebutuhan nutrisi.
Timbang berat badan setiap hari.
Penimbangan berat badan yang tepat dapat mendeteksi status gizi klien.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual
5)
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang dan luka operasi.
Intervensi
Kaji kebiasaan sebelum dan sesudah tidur
Untuk mengetahui kebiasaan klien sebelum dan sesudah tidur untuk menentukan tindakan selanjutnya
Ciptakan lingkungan aman dan tenang
Agar klien dapat beristirahat dengan tenang
Batasi pengunjung Rapikan tempat tidur klien
Atur posisi yang nyaman saat beristirahat
6)
Rasional
Agar klien tidak terganggu Agar tidur klien merasa nyaman Agar klien merasa nyaman beristirahat
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan di area mulut.
Intervensi
Rasional
Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan cerebral yang terjadi dalam kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
Berikan metode alternatif, seperti menulis di papan tulis. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan,
Memberi komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan dengan keadaan/ defisit yang mendasarinya.
demonstrasi). Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespon. Bicaralah tanpa tekanan terhadap sebuah respon.
Tidak perlu merusak pendengaran pasien dan meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien/ menyebabkan kepedihan.
Kolaborasi : konsultasi dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif untuk mengidentifikasi kekurangan kebutuhan terapi
DAFTAR PUSTAKA
Siregar,
R,S. Atlas
Berwarna
Saripati
Kulit .
Editor
Huriawati
Hartanta.
Edisi
2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES MANDIBULA
oleh: Irma Hielmiyani
Tingkat 3A
POLTEKKES KEMENKES RI JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2012