BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Teori 2.1.1 Bayi Baru Lahir Normal 1. Definisi a. Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. (Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 1) b. Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0-28 hari (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010: 15) c. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan. (Ai Yeyeh, Lia Yulianti, 2012: 2) 2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal a. Lahir aterm antara 37-42 minggu b. Berat badan 2500-4000 gram c. Panjang badan 48-52 cm d. Lingkar dada 30-38 cm e. Lingkar kepala 33-35 cm f. Lingkar lengan 11-12 cm g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit h. Pernapasan ± 40-60 x/menit i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna k. Kuku agak panjang dan lemas l. Nilai APGAR > 7 m. Gerak aktif n. Bayi lahir langsung menangis kuat o. Refleks rooting (mencari (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik p. Refleks sucking Refleks sucking (isap (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik q. Refleks morro Refleks morro (gerakan (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik r. Refleks grasping Refleks grasping (menggenggam) (menggenggam) sudah baik s. Genetalia Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan (Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 2) 3. Perubahan Fisiologis Pada Bayi Baru Lahir Perubahan fisiologi pada bayi baru lahir merupakan suatu proses adaptasi dengan lingkungan luar atau dikenal dengan kehidupan ekstrauteri. Sebelumnya bayi cukup hanya beradaptasi dengan kehidupan intrauteri, meliputi:
a. Sistem Pernapasan Perubahan sistem ini diawali dari perkembangan organ paru itu sendiri yang terbentuk dalam proses kehamilan sehingga dapat menentukan proses pematangan dalam sistem pernapasan. Berikut ini tabel mengenai perkembangan sistem pulmonal sesuai dengan usia kehamilan. Usia Kehamilan Perkembangan
24 hari 26-28 hari 6 minggu 12 minggu 24 minggu 28 minggu 34-36 minggu
Bakal paru-paru terbentuk Kedua bronkus membesar Segmen bronkus terbentuk Lobus terdiferensiasi Alveolus terbentuk Surfaktan terbentuk Struktur paru matang (Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 12)
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut: 1) Keadaan hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik (lingkungan) yang merangsang pusat pernapasan medula oblongata di otak. 2) Tekanan rongga dada karena kompresi paru selam a persalinan, sehingga merangsang masuknya udara ke dalam paru, kemudian timbulnya pernapasan dapat terjadi akibat interaksi sistem pernapasan itu sendiri dengan sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat. 3) Adanya surfaktan dan upaya respirasi dalam bernapas dapat berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru serta mengembangkan jaringan alveolus paru agar dapat berfungsi. Surfaktan tersebut dapat mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu menstabilkan dinding alveolus untuk mencegah kolaps. Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah lahir. Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas diafragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur. b. Sistem Peredaran Darah Setelah bayi lahir akan terjadi proses pengantaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh, hal ini akan menyebabkan penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta. Perubahan lain adalah menutupnya vena umbilikus, duktus venosus, dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah tali pusat diklem. c. Sistem Pengaturan Tubuh Ketika bayi lahir dan langsung berhubungan dengan dunia luar (lingkungan) yang lebih dingin, maka dapat menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit yang dapat mendinginkan darah bayi. pada saat lingkungan dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa melalui mekanisme menggigil yang merupakan cara untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya serta hasil penggunaan lemak cokelat untuk prosuksi panas. Adanya timbunan lemak tersebut dapat menyebabkan panas tubuh meningkat, sehingga terjadilah proses adaptasi. Dalam pembakaran lemak, agar menjadi panas, bayi menggunakan kadar glukosa. Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui: 1) Evaporasi adalah kehilangan panas akibat penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri. Hal ini merupakan jalan utama bayi kehilangan p anas. Kehilangan panas juga terjadi jika saat lahir lahi r tubuh bayi tidak segera dikeringkan atau terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti. 2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi di letakkan di atas benda-benda tersebut. 3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga akan terjadi jika ada aliran udara dingin dari kipas angin, hembusan udara dingin melalui ventilasi/pendingin ruangan. 4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi. bayi dapat kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung). (Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2012: 7) d. Metabolisme Glukosa Setelah tali pusat diikat atau diklem, maka kadar glukosa akan dipertahankan oleh bayi sendiri serta mengalami penurunan dalam waktu yang cepat 1-2 jam. Untuk memperbaiki keadaan tersebut,
maka diberikanlah Air Susu Ibu (ASI), penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis), dan pembuatan glukosa dari sumber lain khususnya lemak (glukoneogenesis). Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen dalam hati. e. Sistem Gastrointestinal Proses mengisap dan menelan sebelum lahir sudah dimulai. Refleks gumoh dan batuk sudah terbentuk ketika bayi lahir. Kemampuan menelan dan mencerna makanan masih terbatas, karena hubungan esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna sehingga dapat menyebabkan gumoh dan kapasitas lambung hanya sekitar 30 cc. f. Sistem Kekebalan Tubuh Perkembangan sistem imunitas pada bayi juga mengalami proses penyesuaian dengan perlindungan oleh kulit membran mukosa, fungsi saluran napas, pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus, serta perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung. Perkembangan kekebalan alami pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya sistem kekebalan melalui pemberian kolostrum dan lambat laun akan terjadi kekebalan sejalan dengan perkembangan usia. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 64-65) 4. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan fisik segera. Pada menit pertama lakukan penilaian terhadap usaha bernapas, denyut jantung, warna kulit. Pada lima menit kedua lakukan dengan menggunakan skala APGAR. (Saminem, 2010: 68) Penilaian APGAR Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2 Pucat/biru seluruh Tubuh merah, Seluruh tubuh Appearance (Warna Kulit) tubuh ekstremitas biru kemerahan Pulse (Denyut Jantung) Tidak ada < 100 >100 Ekstremitas sedikit Grimace (Tonus Otot) Tidak ada Gerakan aktif fleksi Activity (Aktivitas) Tidak ada Sedikit gerak Langsung menangis Respiration (Pernapasan) Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis Interpretasi: 1) Nilai 1-3 asfiksia berat 2) Nilai 4-6 asfiksia sedang 3) Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal) (Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 2-3) b. Pemeriksaan lanjutan. Lakukan penilaian secara sistematis (dari kepala sampai ujung kaki) untuk menilai adanya kelainan atau cacat bawaan (Saminem, 2010: 68) Selama pemeriksaan fisik bayi baru lahir, bidan menggunakan empat dasar pemeriksaan fisik: 1) Inspeksi 2) Palpasi 3) Auskultasi 4) Perkusi
5. Aspek yang Dikaji pada BBL a. Menilai keadaan umum bayi b. Tanda-tanda vital yang meliputi nadi, pernafasan dan suhu c. Periksa bagian kepala bayi d. Lakukan pemeriksaan telinga karena akan dapat memberikan gambaran letak telinga dengan mata dan kepala serta diperiksa adanya kelainan lainnya e. Periksa mata akan adanya tanda-tanda infeksi f. Periksa hidung dan mulut, langit-langit, bibir dan refleks hisap serta rooting g. Periksa leher bayi, perhatikan apakah ada benjolan atau pembesaran dan pergerakannya h. Periksa dada, perhatikan bentuk dada dan puting susu bayi i. Periksa bahu, lengan dan tangan. Perhatikan gerakan dan kelengkapan jari tangan j. Periksa bagan perut, perhatikan bagaimana bentuk perut apakah ada penonjolan disekitar tali pusat, perdarahan tali pusat, perut teraba lunak (pada saat bayi menangis) dan benjolan
k. Periksa alat kelamin l. Periksa tungkai dan kaki m. Periksa kulit n. Lakukan penimbangan berat badan 6. Penanganan Bayi Baru Lahir a. Perawatan Neonatal Essensial Pada Saat Lahir 1) Kewaspadaan Umum (Universal Precaution) 2) Penilaian Awal Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: a) Apakah kehamilan cukup bulan? b) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan penilaian berikut: a) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap? b) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? 3) Pencegahan Kehilangan Panas Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut: a) Ruang bersalin yang hangat Suhu ruangan minimal 25℃. Tutup semua pintu dan jendela b) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. segera ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. c) Letakkan bayi di dada atau perut ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi Setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada atau di perut ibu. Luruskan dan usahakan ke dua bahu bayi menempel di dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari puting payudara ibu. d) Inisiasi menyusu dini e) Gunakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kehilangan panas Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat yang sama dan pasang topi di kepala bayi. bagian kepala bayi memiliki permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup. f) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir Lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit bayi dan bayi selesai menyusu. Karena BBL cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian atau diselimuti dikurangi dengan berat pakaian atau selimut. Bayi sebaiknya dimandikan pada waktu yang tepat yaitu tidak kurang dari 6 jam setelah lahir dan setelah kondisi stabil. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yng sangat memabahayakan kesehatan BBL. g) Rawat gabung Ibu dan bayi harus tidur dalam satu ruangan selama 24 jam. Idealnya BBL ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan ibunya. Ini adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu segera menyusui bayinya dan mencegah paparan infeksi pada bayi. h) Resusitasi dalam lingkungan yang hangat Apabila bayi baru lahir memerlukan resusitasi harus dilakukan dalam lingkungan yang hangat Transportasi hangat Bayi yang perlu dirujuk, harus dijaga agar tetap hangat selama dalam perjalanan Pelatihan untuk petugas kesehatan dan konseling untuk keluarga Meningkatkan pengatahuan petugas kesehatan dan keluarga tentang hipotermia meliputi tanda-tanda bahayanya. 4) Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
5) 6)
7)
8)
a) Klem, potong dan ikat tali pusat 2 menit pasca bayi lahir. Penyuntikan oksitosin pada ibu dilakukan sebelum tali pusat dipotong b) Lakukan penjepitan ke-1 tali pusat dengan klem logam DTT 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat bayi). dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan ke-1 ke arah ibu. c) Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting DTT atau steril d) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya. e) Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% f) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk upaya inisiasi menyusu dini Nasihat untuk merawat tali pusat a) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan tali pusat b) Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasihatkan hal ini juga kepada ibu dan keluarganya. c) Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah dan lembab. d) Berikan nasihat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi: - Lipat popok dibawah puntung tali pusat - Luka tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih, sampai sisa tali pusat mengering dan terlepas sendiri - Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih - Perhatikan tanda-tanda infeksi tali pusat: kemerahan pada kulit sekitar tali pusat, tampak nanah atau berbau. Jika terdapat tanda infeksi, nasihati ibu untuk membawa bayinya ke fasilitas kesehatan. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Pencegahan Pedarahan Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka semua bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan. Untuk mencegahnya, pada semua bayi diberikan suntikan vitamin K1 sebanya 1 mg dosis tunggal, intramuskular pada anterolateral paha kiri. Pencegahan Infeksi Mata Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan segera setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam setelah lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep mata antibiotik tetrasiklin 1%. Pemberian Imunisasi Imunisasi hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi terutama jalur penularan ibu-bayi.
9) Pemberian Identitas Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi, sebaiknya dilakukan segera setelah IMD. Gelang pengenal berisi identitas nama ibu dan ayah, tanggal, jam lahir dan jenis kelamin. Apabila fasilitas memungkinkan juga dilakukan cap telapak kaki bayi pada rekam medis kelahiran. 10) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik b. Perawatan Neonatal Essensial Setelah Lahir 1) Menjaga Bayi Tetap Hangat 2) Pemeriksaan Setelah Lahir (Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2012: xx) 7. Tanda-tanda Kegawatdaruatan a. Tidak mau minum atau memuntahkan semua ATAU b. Kejang ATAU
c. d. e. f. g.
Bergerak hanya jika dirangsang ATAU Napas cepat (≥ 60 kali/menit) ATAU Napas lambat (< 30 kali/menit) ATAU Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat ATAU Merintih ATAU
h. Teraba demam (suhu aksila > 37,5℃) ATAU i.
Teraba dingin (suhu aksila < 36 ℃) ATAU
j. Nanah yang banyak di mata ATAU k. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut ATAU l. Diare ATAU m. Tampak kuning pada telapak tangan dan kaki ATAU n. Perdarahan (Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2012:22
2.2 Konsep Dasar Hipotermia 1. Definisi
Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5O C. (Kosim, 2008 : 89) Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada dibawah 35°Celsius. (Hipotermi. netsky-red.blogspot.com/2008) Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,537,5 °C. (Bayi-hipotermi. jhonkarto.blogspot.com/2009/)
2. ETIOLOGI
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas: 1. Penurunan produksi panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria. (Kosim, 2008 : 90) 2. Peningkatan panas yang hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas. (Kosim, 2008 : 90) Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara: • Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselirnuti. (Wiknjosastro, 2008 : 123) • Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari
tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut. (Wiknjosastro, 2008 : 123) • Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan. (Wiknjosastro, 2008 : 124) • Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung).(Wiknjosastro, 2008 : 124) 3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/ saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/ anestesi) dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat rnenjadi hipotermi atau hipertermi. (Kosim, 2008 : 91) 3. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan 37 C ( 36,5 C – 37 C) yang diatur oleh SSP (sistem termostat) yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu akan mempengaruhi sel – sel yang sangat sensitif di hipotalamus( chemosensitive cells).Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar – kelenjar keringat dipengaruhi serat – serat kolinergik dibawah kontrol langsung hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meingkat akibat adanya vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf simpatik. Adanya ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga akan timbul peningkatan produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan mempengaruhi kulit. Kondisi ini akan merangsang serabut – serabut simpatik untuk mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis dan reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat metabolisme berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari kulit ke organ untuk meningkatkan termogenesis. (makalah growth and development. www.scribd.com/doc)
Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak normal. (Kosim, 2008 : 92) Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa : 1. Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara involuner akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas. (Kosim, 2008 : 92) 2. Non-shivering thermoregulation/NST Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dan dalam tubuh. (Kosim, 2008 : 92) 3. Vasokonstriksi perifer Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna. (Kosim, 2008 : 92)
Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST ( proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utarna dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST selanjutnya akan menurun. (Kosim, 2008 : 92) Jaringan lemak coklat berisi suatu konsentrasi yang tinggi dari kandungan trigliserida, merupakan jaringan yang kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi oleh syaraf simpatik yang berakhir pada pembuluh-pembuluh darah balik dan pada masing-masing adiposit. Masing-masing sel mempunyai banyak mitokondria, tetapi yang unik di sini adalah proteinnya terdiri dari protein tak berpasangan yang mana akan membatasi enzim dalarn proses produksi panas. Dengan demikian, akibat adanya aktifitas dan protein ini, maka apabila lemak dioksidasi akan terjadi produksi panas, dan bukan energi yang kaya ikatan fosfat seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan merangsang proses lipolisis dan aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga dengan begitu akan menghasilkan panas. (Kosim, 2008 : 92-93) 4. Faktor Predisposisi
-
Bayi berat lahir rendah (Wiknjosastro, 2007 : 253)
-
Bayi asfiksia (Wiknjosastro, 2007 : 253)
-
Bayi preterm dan bayi-bayi kecil lainnya yang dihubungkan dengan tingginya rasio luas permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badann ya. (Kosim, 2008 : 90)
-
Bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna, seperti pada meningomielokel, gastroskisis, omfalokel. (Kosim, 2008 : 90)
-
BBL dengan gangguan saraf sentral, seperti pada perdarahan intrakranial, obat-obatan.
(Kosim, 2008 : 90) -
Bayi dengan sepsis (Kosim, 2008 : 90)
-
Bayi dengan tindakan resusitasi yang lama (Kosim, 2008 : 90)
-
Bayi IUGR ( Intra Uterine Growth Retardation) atau Janin Tumbuh Lambat (Kosim, 2008 : 90)
-
Bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm (Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)
-
Bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit keriput (Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)
5. KLASIFIKASI
Hipotermi sedang
(Hidayat, 2005 : 143) Hipotermia berat
(Hidayat, 2005 : 143) 6. TANDA dan GEJALA
Hipotermia Sedang
-
Suhu tubuh pada bayi sekitar36 — 36,4 derajat celcius (Hidayat, 2005:143)
-
Bayi tidak mau minum / menetek (Saifuddin, 2007 : 373)
-
Bayi tampak lesu atau mengantuk (Saifuddin, 2007 : 373)
-
Aktifitas berkurang, letargis (Saifuddin, 2007 : 374)
-
Tangisan lemah (Saifuddin, 2007 : 374)
-
Kemampuan menghisap lemah (Saifuddin, 2007 : 374)
-
Akral dingin (Kosim, 2008 : 93)
-
Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata) (Saifuddin, 2007 : 374)
-
Dapat disertai adanya gerakan pada bayi yang kurang normal (Hidayat, 2005:143) Hipotermia Berat
-
suhu tubuh kurang dari 36 derajat celcius (Hidayat, 2005 : 144)
-
seluruh tubuh teraba dingin (Hidayat, 2005 : 144)
-
disertai salah satu tanda sebagai berikut seperti mengantuk atau letargis atau terdapat bagian tubuh bayi yang berwarna merah dan mengeras (sklerema). (Hidayat, 2005 : 144)
-
Aktifitas berkurang (Saifuddin ,2007 : 374)
-
Bibir dan kuku kebiruan (Saifuddin ,2007 : 374)
-
Pernafasan lambat (Saifuddin ,2007 : 374)
-
Pernafasan tidak teratur (Saifuddin ,2007 : 374)
-
Bunyi jantung lambat (Saifuddin ,2007 : 374)
7. DIAGNOSIS
Ukur temperatur dengan menggunakan termometer, letakkan di aksilla ( rektal hanya dilakukan satu kali untuk menghilangkan adanya kemungkinan anus imperforata) butuh 3 menit. Proses kehilangan panas telah dijabarkan diatas. Ada buku yang menuliskan bahwa apabila kaki bayi hangat dan berwarna pink maka dikatakan normal. Apabila kaki dingin dan abdomen hangat maka dikatakan cold stress, dan apabila kaki dan abdomen dingin maka hipotermi. (makalah growth and development. www.scribd.com/doc)
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan me lalui aksila, rektal atau kulit. (Kosim, 2008: 94) Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit. (Kosim, 2008: 94)
8. PENATALAKSANAN
Hipotermia Sedang
Lepaskan baju yang dingin atau basah, jika ada. (World Health Organization, 2007 : 92)
Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. (Kosim, 2008 : 96)
Bila ada ibu/ pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK: Perawatan Metode Kanguru). (Kosim, 2008 : 96)
o
Bila ibu tidak ada: Beri bayi baju hangat dan topi, dan tutupi dengan selimut hangat; (World Health Organization, 2007 : 92)
o
Hangatkan kembali bayi dengan rnenggunakan alat pemancar panas, gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu; (Kosim, 2008 : 96)
o
Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan mengunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu; (Kosim, 2008 : 97)
Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. (Kosim, 2008 : 97)
Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan napas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut. (Kosim, 2008 : 97)
Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia. (Kosim, 2008 : 97)
Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan napas, bila ada tangani gangguan n apasnya. (Kosim, 2008 : 97)
Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5°C/ jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam: (Kosim, 2008 : 97)
Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5°C/jam, cari tanda se psis. (Kosim, 2008 : 97)
Setelah suhu tubuh normal: o
Lakukan perawatan lanjutan (Kosim, 2008 : 97)
o
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam (Kosim, 2008 : 97)
•
Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah. (Kosim, 2008 : 97)
Hipotermia Berat
Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu. (Kosim, 2008 : 96)
Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. (Kosim, 2008 : 96)
Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat eksipirasi), lakukan manajemen Gangguan napas. (Kosim, 2008 : 96)
Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan. (Kosim, 2008 : 96)
Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L),tangani hipoglikemia. (Kosim, 2008 : 96)
Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal. (Kosim, 2008 : 96)
Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan
kemungkinan besar sepsis. (Kosim, 2008 : 96) Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
o
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum (Kosim, 2008 : 96)
o
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35°C. (Kosim, 2008 : 96)
Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5o C/ jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam. (Kosim, 2008 : 96)
Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam. (Kosim, 2008 : 96)
Setelah suhu tubuh bayi normal: o
Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi (Kosim, 2008 : 96)
o
Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam (Kosim, 2008 : 96)
Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatar di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah. (Kosim, 2008 : 96)
9. PENCEGAHAN
Ruang melahirkan yang hangat (Kosim, 2008: 98) Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan suhu ruangan antara 25o C-23o C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, ataupun dan kipas angin. Selain itu saran resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan BBL sudah disiapkan, serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi BBL sebagai penanggung jawab pada perawatan BBL. (Kosim, 2008: 98)
Pengeringan segera (Kosim, 2008: 98) Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan di permukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan pompa
jantung pada waktu resusitasi, sehingga rnelupakan kontrol terhadap paparan dingin yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan. (Kosim, 2008: 98) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. (Wiknjosastro, 2008 : 124)
Kontak kulit dengan kulit (Kosim, 2008: 99) Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk rnendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Apabila oleh karena sesuatu hal melekatkan BBL ke dada atau ke perut ibunya tidak dimungkinkan, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam dekapan lengan ibunya (Kosim, 2008: 99) Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan. Mencegah kehilangan panas dan anjurkan ibu untuk rnenyusui bayinya segera setelah lahir sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalarn waktu satu jam pertama kelahiran. (Sumarah, 2009 : 174) Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan. (Saifuddin. 2007 : 374) Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (Skin to skin contact / Kangoroo mother care / KMC / perawatan bayi lekat) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil, oleh karena dari beberapa penelitian dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi-bayi kecil. (Kosim, 2008: 99)
Pemberian ASI (Kosim, 2008: 99) Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam -jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi kini sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada BBL. (Kosim, 2008: 99)
Tidak segera memandikan/menimbang bayi (Kosim, 2008: 99) Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 am) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memandikan bayi segera setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekoneum, darah, atau sebagian verniks, dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih rnenernpel di tubuh
bayi tidak perlu dibuang, selain tindakan tersebut akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagai pelindung panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari-hari pertama kehidupan bayi. (Kosim, 2008: 99) Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan tindakan menimbang sangat dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang diigunakan diberi alas kain hangat. (Kosim, 2008: 99) Praktik memandikan bayi yang dianjurkan: • Tunggu minimal enam jam setelah lahir untuk memandikan bayi (lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi). • Sebelum memandikan bayi, pastikan suhu tubuh bayi stabil (suhu aksila 36,5o — 37,5°C). Jika suhu tubuh bayi masih di bawah 36,5 °C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan kontak kulit ibu-bayi dan selimuti keduanya. Tunda memandikan bayi hingga suhu tubuh bayi tetap stabil daam waktu (paling sedikit) satu jam. • Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah pernafasan. • Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruang mandinya hangat dan tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan tubuh bayi dan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah dimandikan. • Mandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat. • Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering. • Ganti handuk yang basah dengan selimut bersih dan kering, kemudian selimuti tubuh bayi secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi diselimuti dengan baik. • Bayi dapat diletakkan bersentuhan kulit dengan ibu dan diselimuti dengan baik. • Usahakan Ibu dan bayi dirawat pada satu tempat (rawat gabung) dan anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya. • Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat. Idealnya bayi baru lahir (ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan ibunya. Ini adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu segera menyusukan bayinya dan mencegah paparan infesi pada bayi. • Bayi jangan dibedong Bayi jangan dibedong terlalu ketat. Hal ini akan menghambat gerakan bayi. (Wiknjosastro, 2008 : 125)
Pakaian dan selimut bayi yang adekuat (Kosim, 2008: 99) Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selirnut lebih banyak daripada orang dewasa. Pakaian dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagiam besar (kurang lebih 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi. Pakaian dan selimut seyogyanya cukup longgar, sehingga meimungkinkan adanya lapisan udara diantara pemukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif. Bedong (swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan,
selain menghilangkan lapisan udara sebagai penyangga panas, juga menaikkan risiko terjadinya pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya, karena tidak memungkinkan paru bayi mengembang sempurna pada waktu bernafas. (Kosim, 2008: 99)
Rawat Gabung (Kosim, 2008: 100) Bayi-bayi yang dilahirkan di rumah ataupun yanng dilahirkan di rumah sakit, seyogyanya dijadikan satu, dalam tempa tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat (minimal 25°C). Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI on demand, serta mengurangi risiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit. (Kosim, 2008: 100)
Transportasi hangat (Kosim, 2008: 100) Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke bagian lain di lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama dalarn perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah merujuk bayi bersarnaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat, oleh karena hal ini merupakan cara yang sederhana dan aman. (Kosim, 2008: 100)
Resusitasi hangat (Kosim, 2008: 100) Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangat penting, oleh karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan panas yang cukup efisien schingga mempunyai risiko tinggi menderita hipotermia. (Kosim, 2008: 100) Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, memberikan lingkungan yang hangat dan kering, dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas, merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi BBL. (Kosim, 2008: 100)
Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat (Kosim, 2008: 100) Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter, bidan, perawat, dukun bayi dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat. (Kosim, 2008: 100)
Perawatan dengan Pemanas Radian
• Pastikan bahwa suhu ruangan tempat pemanas radian digunakan minimal 22 °C. (World Health Organization, 2007 : 285) • Bersihkan kasur dan platform, dan tutupi k asur dengan lembaran seprai bersih. (World Health Organization, 2007 : 285) • Nyalakan pemanas dan atur suhu sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat (biasanya antara 36 °C dan 37,5 °C). Ketika diketahui sebelumnya bahwa bayi akan masuk ke unit perawatan khusus bayi baru lahir, nyalakan pemanas untuk menghangatkan terlebih dahulu seprai dan kasur sehingga awalnya bayi tidak berbaring pada permukaan yang dingin. (World Health Organization, 2007 : 285-286) • Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dan bayi diberi baju atau tertutup kecuali jika bayi perlu telanjang atau dilepaskan bajunya sebagian untuk pengamatan atau prosedur. (World Health Organization, 2007 : 286) • Letakkan hanya satu bayi di bawah tiap pemanas radian. (World Health Organization, 2007 : 286) • Ubah posisi bayi dengan sering ketika di bawah pemanas, jika memungkinkan. (World Health Organization, 2007 : 286) • Jika bayi mendapatkan cairan IV atau perasan ASI, tingkatkan volume cairan dan/atau susu 10% dan volume harian total per hari selama bayi dibawah pemanas radian. (World Health Organization, 2007 : 286) • Periksa suhu pemanas dan ruangan setiap jam, dan sesuaikan pengaturan suhu berdasarkan hal tersebut. (World Health Organization, 2007 : 286) • Berikan bayi kepada ibunya segera setelah bayi tidak lagi membutuhkan prosedur dan terapi yang sering. (World Health Organization, 2007 : 286)
Perawatan dalam Inkubator
Pastikan bahwa semua petugas yang terlibat dalam perawatan ini mampu menggunakan inkubator dengan benar, memantau suhu bayi , dan menyesuaikan suhu inkubator untuk mempertahankan lingkungan suhu netral ( NTE ).Inkubator memerlukan pasokan listrik yang tidak terputus, petugas terlatih untuk pemeliharaan dan perbaikan, serta ketersediaan suku cadang untuk perbaikan.Perhatikan lokasi inkubator di ruang b ayi. Inkubator harus jauh dari jendela yang tidak bisa ditutup rapat. Suhu ruangan harus tepat dan tiupan angin minimal.Catatan : Jika inkubator terkena sinar matahari langsung atau lampu fototerapi digunakan, pemantauan suhu neonatus dan penyesuaian suhu inkubator perlu sering dilakukan untuk mencegah pemanasan yang berlebihan. Jika neonatus memerlukan perawatan dalam inkubator, penting untuk menganjurkan orang tua bayi berkunjung dan memeluknya sesering mungkin, dan memanfaatkan kontak kulit dengan kulit agar suhunya stabil.Suhu neonatus harus dipantau secara berkala, setiap 4 jam atau sesuai instruksi dokter untuk mempertahankan suhu tubuh 36,5 – 37,5°C. Lubang jendela inkubator sedapat mungkin harus digunakan saat melakukan perawatan neonatus, dan tidak dengan membuka pintu inkubator yang lebih besar.
(makalah growth and development. www.scribd.com/doc) SUHU INKUBATOR
BERAT LAHIR <1500 g
SUHU INKUBATOR ( OC) MENURUT UMUR 35oC
34 oC
33 oC
32 oC
3-5 minggu
>5 minggu
1-10 hari
11 hari – 4 minggu
>4 minggu
1-2 hari
3 hari – 3 minggu
>3 minggu
1-2 hari
> 2 hari
1-10 hari 11hari- 3 minggu
1500-2000 g
2100 – 2500 g
>2500 g
(makalah growth and development. www.scribd.com/doc)
Cara Perawatan dalam Inkubator : • Tentukan suhu yang tepat untuk inkubator berdasarkan usia dan berat badan bayi. (World Health Organization, 2007 : 286) • Hangatkan inkubator sampai suhu yang diinginkan sebelum meletakkan bayi di dalamnya. (World Health Organization, 2007 : 286) • Bersihkan kasur dan tutupi dengan lembaran seprai bersih. (World Health Organization, 2007 : 287) • Pastikan bahwa reservoir air inkubator kosong; bakteri yang berbahaya dapat berkembang dalam air dan menginfeksi bayi. Membiarkan reservoir kering tidak akan mempengaruhi fungsi inkubator. (World Health Organization, 2007 : 287) • Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dan bayi diberi baju atau tertutup kecuali jika bayi perlu telanjang atau dilepaskan bajunya sebagian untuk pengamatan atau prosedur. (World Health Organization, 2007 : 287) • Letakkan hanya satu bayi dalam tiap inkubator. (World Health Organization, 2007 : 287) • Tutup kap secepat mungkin setelah meletakkan bayi di dalamnya, dan pertahankan jendela inkubator tetap tertutup setiap saat guna mempertahankan kehangatan inkubator. (World Health Organization, 2007 : 287) • Periksa suhu inkubator setiap jam selama delapan jam pertama, dan kemudian setiap tiga jam: (World Health Organization, 2007 : 288) o Jika suhu inkubator tidak sesuai dengan pengesetan suhu, inkubator dapat tidak berfungsi dengan benar; sesuaikan pengatur suhu sampai suhu yang diinginkan tercapai di bagian dalam inkubator, atau gunakan metode lain untuk menghangatkan bayi. (World Health Organization, 2007 : 288) • Ukur suhu bayi setiap jam selama delapan jam pertama, dan kemudian setiap tiga jam: (World Health Organization, 2007 : 288)
o Jika suhu bayi kurang dan 36,5 °C atau lebih dan 37,5 °C, sesuaikan suhu inkubator berdasarkan suhu tersebut; (World Health Organization, 2007 : 288) o Jika suhu bayi tetap kurang dan 36,5 °C atau lebih dan 37,5 °C meskipun inkubator dipertahankan pada pengaturan yang direkomendasikan, atasi suhu tubuh yang tidak normal. (World Health Organization, 2007 : 288) • Berikan bayi kepada ibu segera setelah bayi tidak lagi membutuhkan perawatan khusus dan prosedur serta terapi yang sering. (World Health Organization, 2007 : 288)
• Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit — sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari. (Saifuddin. 2007 : 374)
10. KOMPLIKASI
Distress respirasi (Kosim, 2008 : 93)
Gangguan keseimbangan asam basa (Kosim, 2008 : 93)
Hipoglikemia (Kosim, 2008 : 93)
Defek koagulasi (Kosim, 2008 : 93)
Sirkulasi fetal persisten (Kosim, 2008 : 93)
Gagal ginjal akut (Kosim, 2008 : 93)
Enterokolitis nekrotikan (Kosim, 2008 : 93)
Kegawatan Pernapasan (World Health Organization, 2006 : 184)
Asidosis respiratori dan metabolic (World Health Organization, 2006 : 184)
Ikterik (World Health Organization, 2006 : 184)
2.3 Manajemen Konsep Asuhan Kebidanan
I. Pengkajian A. Data Subjektif
Umur Bayi prematur sangat rentan untuk mengalami hipotermia.
o
(Wiknjosastro,2008 : 123)
Situasional (Personal, lingkungan) (syaukia.blogspot.com) Setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan
o
(Wiknjosastro, 2008 : 123) Bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu
o
tubuh bayi (Wiknjosastro, 2008 : 124) Bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin/kipas angin
o
(Wiknjosastro, 2008 : 124)
Keadaan Bayi Baru Lahir o
Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat lebih mudah mengalami penurunan suhu. (Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)
o
Bayi preterm dan bayi-bayi kecil lainnya yang dihubungkan dengan tingginya rasio luas permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badannya, bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna, seperti pada meningomielokel, gastroskisis, omfalokel, BBL dengan gangguan saraf sentral, seperti pada perdarahan intrakranial, obat-obatan, asfiksia,bayi dengan sepsis, bayi dengan tindakan resusitasi yang lama, bayi IUGR ( Intra Uterine Growth Retardation) atau Janin Tumbuh Lambat mendukung terjadinya hipotermi. (Kosim, 2008 : 90)
o
Bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm, Bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit keriput (Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)
Pola Nutrisi
Bayi tidak mau minum / menetek (Saifuddin, 2007 : 373)
B. Data Objektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum o
Letargis (Hidayat, 2005 : 144)
o
Bayi tampak lesu atau mengantuk (Saifuddin, 2007 : 373)
Suhu
Suhu tubuh pada bayi sekitar36 — 36,4 derajat celcius
o
(Hidayat, 2005:143) Suhu di bawah 36,5O C
o
(Kosim, 2008 : 89) suhu tubuh berada dibawah 35°Celsius.
o
(Hipotermi. netsky-red.blogspot.com/2008)
Aktifitas berkurang (Saifuddin, 2007 : 374)
Bayi berat badan lahir rendah sangat rentan untuk mengalami hipotermia. (Wiknjosastro, 2008 : 123)
Bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm lebih mudah mengalami penurunan suhu. (Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dapat disertai adanya gerakan pada bayi yang kurang normal
o
(Hidayat, 2005 :143) Bibir dan kuku kebiruan
o
(Saifuddin ,2007 : 374) Kemampuan menghisap lemah
o
(Saifuddin, 2007 : 374) Ujung jari tangan dan kaki kebiruan
o
(hipotermi-pada-bayi-baru-lahir, rioyonatanplb.blogspot.com/2009) Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)
o
(Saifuddin, 2007 : 374)
Palpasi Kaki atau tangan teraba dingin
o
(Hidayat, 2005 : 143) Seluruh tubuh teraba dingin
o
(Hidayat, 2005 : 144) Terdapat bagian tubuh bayi yang mengeras (sklerema)
o
(Hidayat, 2005 : 144) Akral dingin
o
(Kosim, 2008 : 93) Tubuh bayi teraba dingin
o
(Saifuddin, 2007 : 373) Kaki dan abdomen dingin
o
(makalah growth and development. www.scribd.com/doc)
Auskultasi o
Pernafasan lambat (Saifuddin ,2007 : 374)
o
Pernafasan tidak teratur (Saifuddin ,2007 : 374)
o
Bunyi jantung lambat (Saifuddin ,2007 : 374)
o
Tangisan lemah (Saifuddin, 2007 : 374)
Interpretasi Data No
Data Dasar
Diagnosa/Masalah/Kebutuhan
1. DS : bayi lahir tanggal... jam... Usia Kehamilan > 35 minggu
Dx : Neonatus Cukup bulan usia..... hari dengan hipotermi
DO :Pemeriksaan umum bayi
TTV Suhu
: < 36,5 0C
Pernapasan : 20-50 kali per menit Detak jantung
: 120-160 kali per
menit Berat badan : 2500-4000 gram Panjang badan
: 48-52 cm
Lingkar dada
: 30-38 cm
Lingkar kepala
: 33-35
- Nilai APGAR 7-10
Perencanaan Tujuan : Kondisi neonatus baik dan suhu tubuh bayi dalam keadaan normal 36,5 OC – 37,5 OC Kriteria Hasil : 1. Bayi menunjukkan oksigenasi yang baik RR G: 40-60 x/menit
2. Suhu tubuh bayi dalam keadaan yang selalu stabil 36,5-37,5 oC 3. Bayi menunjukkan status hidrasi dan nutrisi yang baik 4. Bayi dalam kondisi tetap hangat Mata atau fontanel cekung, kulitelastis, lidahdanmembranmukosakering. 5. Kebutuhan atau integritas kulit dipertahankan Turgor kulit dapat kembali waktu< 2 menit
No. 1.
Intervensi
Rasional
Kaji suhu bayi baru lahir. (World
Health
Baik menggunakan metode pemeriksaan per aksila atau kulit.
Organization, 2006 :184) 2.
Tempatkan
bayi
(World Health Organization, 2006 :184) di
lingkungan yang hangat.
Menjaga agar bayi tetap hangat.
(Wiknjosastro, 2008 : 125)
(Wiknjosastro, 2008 : 125)
3.
h
C. ANALISA DATA Dx
: NCB Usia… hari dengan hipotermia
Mx
: Hipotermi
Kx
: Menjaga bayi tetap hangat , Pemanas Radian
D. PENATALAKSANAAN Tanggal
:
Jam
:
Memberitahu ibu kondisi bayi suhunya dibawah normal sehingga harus segera diberi tindakan lebih lanjut , ibu mengerti
Melakukan tindakan segera menghangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, tubuh bayi terasa hangat
Mengganti baju yang dingin dan basah dan beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat , bayi tampak tenang
Melakukan observasi tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar) setiap jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal , observasi dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani,Anik.2010.Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan.Jakarta : CV Trans Info Media Rukiyah,Al Yeyen.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta:Trans Info Media Dwienda.Octa dkk.2014. Bahan Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi/Balita dan anak Pra Sekolah untuk Para Bidan.Yogyakarta : deepublish Marmi dan Kukuh.2015.Asuhan Neonatus,Bayi,Balita,dan Anak Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Saefudin, AB. 2010. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. JNPK-KR. 2014. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan Klinik . Direktorat Kesehatan Anak Khusus. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Jakarta : Kemenkes RI Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: Salemba Medika. IDAI. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC. Kosim,Sholeh,dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Ladewig,Patricia.W. 2006. Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir . Jakarta:EGC. makalah growth and development. www.scribd.com/doc