LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa
: Lailul Nadziroh
NIM
: 0610720022
I. Masalah Kesehatan
Limfoma Maligna
II. Definisi Definisi
Limfoma Limfoma maligna maligna
merupakan merupakan bentuk bentuk keganasan keganasan dari sistem limfatik limfatik
yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit (kanker kelenjar getah bening). Limfom Limfomaa malign malignaa adalah adalah kelomp kelompok ok neopla neoplasma sma malign maligna/g a/gana anass yang yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan dengan prolif proliferas erasii atau atau akumul akumulasi asi sel-sel sel-sel asli jaring jaringan an limfoi limfoid d (limfos (limfosit, it, histiosit dengan pra sel dan derivatnya).
III. Insiden
Saat ini sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama tipe Limfoma Non Hodkin dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang meni mening ngga gall kare karena na peny penyak akit it ini. ini. Dari Dari tahun tahun ke tahu tahun, n, juml jumlah ah pend pender erit itaa penyakit ini juga terus meningkat. Angka kejadian Limfoma Non Hodkin telah meningkat 80 persen dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia antara 45 sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin relatif jarang dijumpai, hanya merupakan 1 % dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada lakilaki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka angka kejadi kejadian an Limfom Limfomaa
Hodgk Hodgkin. in. Penyaki Penyakitt limfom limfomaa Hodgki Hodgkin n banyak banyak
ditemukan ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun dan pada orang di atas 50 tahun.
IV. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan pasti. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia). Faktor resiko: •
Usia Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun.
•
Jenis kelamin Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita.
•
Gaya hidup yang tidak sehat Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
•
Pekerjaan Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
V. Klasifikasi •
Klasifikasi berdasarkan Jenis Penyakit Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma maligna yaitu penyakit limfoma Hodgkin dan limfoma non Hodgkin. Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada limfoma hodkin ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat limfoma non hodkin lebih agresif Klasifikasi Patologi Berdasarkan Working Formulation Keganasan rendah o
Limfoma malignum, limfositik kecil
o
Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran kecil cleaved
o
Limfoma malignum, folikular, campuran sel berukuran kecil cleaved dan besar
Keganasan menengah o
Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran besar
o
Limfoma malignum, difus, sel berukuran kecil
o
Limfoma malignum, difus, campuran sel berukuran kecil dan besar
o
Limfoma malignum, difus, sel berukuran besar
Keganasan tinggi
•
o
Limfoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar
o
Limfoma malignum, sel limfoblastik
o
Limfoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved
Klasifikasi berdasarkan Stadium • Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening. • Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut. • Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut. • Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
VI. Tanda dan Gejala •
Limfodenopati
superfisial.
Sebagian
besar
pasien
datang
dengan
pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha) •
Demam
•
Sering keringat malam
•
Penurunan nafsu makan
•
Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anoreksia)
•
Kelemahan, keletihan
•
Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus
•
Nyeri
VII. Patofisiologi
Terlampir
VIII. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi
dan
kemungkinan
ada
kaitannya
dengan
prognosis.
Keterlibatan hati dapat diketahui dari meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT. Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel ReedSternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin
Radiologi
a. Foto thoraks b. Limfangiografi c. USG d. CT scan Laparotomi
Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada iliaca, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.
IX. Penatalaksanaan
Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.
Radiasi a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
Kemoterapi untuk stadium III dan IV Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi. Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi. COP (Untuk limfoma non Hodgkin)
C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)
M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8 O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV
X. Komplikasi
Komplikasi
yang
dialami
pasien
dengan
limfoma
maligna
dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi halhal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
XI. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit limfoma
maligna
tingkat
tinggi yang terlokalisasi
disembuhkan dengan radioterapi. Dengan kemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.
XII. Diagnosa Keperawatan
1)
Nyeri b.d agen cedera biologi
2)
Hiperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3)
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
4)
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
5)
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medial / edema jalan nafas.
XIII. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d agen cedera biologi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri yang dialami klien berkurang atau hilang. Kriteria Hasil: o
Skala nyeri 0-3
o
Wajah klien tidak meringis
o
Klien tidak memegang daerah nyeri
Intervensi : 1. Kaji skala nyeri dengan PQRST Rasional : untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya 2. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi Rasional : teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu dalam mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya 3. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik Rasional : obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh klien
2. Hiperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh klien turun atau dalam keadaan normal. Kriteria Hasil: 1. Suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 0C) Intervensi : 1) Observasi suhu tubuh klien Rasional : dengan memantau suhu tubuh klien dapat mengetahui keadaan klien dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat 2) Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha Rasional : kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien
3) Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan cairan tubuh klien) Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh klien 4) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik Rasional : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi. Kriteria Hasil: o
o
o
Menunjukkan peningkatan berat badan/berat badan stabil Nafsu makan klien meningkat Klien
menunjukkan
perilaku perubahan
pola hidup
untuk
mempertahankan berat badan yang sesuai Intervensi : 1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai Rasional : mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan juga untuk intervensi selanjutnya 2. Observasi dan catat masukan makanan klien Rasional : mengawasi masukan kalori 3. Timbang berat badan klien tiap hari Rasional : mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi 4. Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering Rasional : meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk mencegah distensi gaster 5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi Rasional : meningkatkan masukan protein dan kalori
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh klien. Kriteria Hasil o
Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien
o
Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang penyakit yang diderita oleh klien
o
Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapeutik yang akan dilaksanakan
Intervensi : 1. Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien Rasional : memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien 2. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien Rasional : klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang diderita oleh klien
5. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medial / edema jalan nafas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 x 24 jam bersihan jalan nafas klien efektif atau normal. Kriteria Hasil: o
Klien dapat bernafas dengan normal/efektif
o
Klien bebas dari dispnea, sianosis
o
Tidak terjadi tanda distress pernafasan
o
RR: 12-20x/menit
o
Tidak ada penggunaan alat bantu pernafasan
Intervensi : 1. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama Rasional :
perubahan
dapat
mengindikasikan
berlanjutnya
keterlibatan/pengaruh pernafasn yang membutuhkan upaya intervensi
2. Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau duduk tegak ke depan kaki digantung Rasional : memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan, dan menurunkan resiko aspirasi 3. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila diindikasikan Rasional : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan klien beberapa kontrol terhadap pernafasan, membantu menurunkan ansietas 4. Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas Rasional : penurunan oksigenasi selular menurunkan toleransi aktivitas.
XIV. Daftar Pustaka
Anonymous. 2006. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2010 jam 20.35. Anonymous.
2010. Limfoma
Maligna.
http://doctorology.net/?p=368.
Diakses pada tanggal 23 Oktober jam 20.42. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta. Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta