BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bumi alam Kerinci sejak berabad yang silam telah memiliki adat tersendiri, zaman animisme dan dinamisme penduduk/masyarakat suku suku Kerinci telah memiliki tatanan dan pandangan hidup, Saat agama islam masuk, pengaruh animisme dan dinamisme d inamisme perlahan-lahan memasuki masa tenggelam, paham animisme dan dinamisme berubah menjadi keyakinan terhadap agama langit Selain dari hal tersebut di atas ada lagi hal-hal yang sangat mendasar, meliputi landasan berfikir, nilai-nilai dalam kehidupan, norma-norma dalam pergaulan, filsafah hidup, hukum-hukum yang harus dipatuhi, dipelajari dipelaja ri lebih mendalam yang sesungguhnya adalah suatu konsep k ehidupan yang disiapkan nenek moyang untuk anak cucunya yang bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat.
B. Tujuan Masalah
Dari penjelasan diatas dapat diambil tujuan masalah yaitu dapat mengetahui tentang Pembagian tentang Pembagian Warisan Menurut Menurut Adat Kerinci
1
BAB II PEMBAHASA N
A. Pengertian Hukum Waris Menurut Hukum Adat
Dalam hukum adat istilah waris lebih luas artinya dari arti asalnya, sebab terjadinya waris tidak saja setelah adanya yang meninggal dunia tetapi selagi masih hidupnya orang yang akan meninggalkan hartanya dapat mewariskan kepada warisnya. Hukum waris adat atau ada yang menyebutnya dengan hukum adat waris adalah hukum adat yang pada pokoknya mengatur tentang orang yang meninggalkan harta atau
memberikan
hartanya
(Pewaris),
harta
waris
(Warisan), waris (Ahli waris dan bukan ahli waris) serta pengoperan dan penerusan harta waris dari pewaris kepada warisnya.
B. Ahli waris menurut hukum adat
Menurut hukum adat untuk menentukan siapa yang mejadi ahli waris digunakan dua macam garis pokok yaitu : 1. Garis pokok keutamaan, yaitu garis hukum yang menentukan urutanurutan keutamaan di antara golongan-golongan dalam keluarga pewaris dnegan pengertian bahwa golongan yang satu lebih diutamakan daripada golongan yang lain. Golongan tersebut adalah sebagai berikut : a. Kelompok keutamaan I : keturunan pewaris b. Kelompok keutamaan II : orang tua pewaris c. Kelompok keutamaan III : saudara-saudara pewaris dan keturunannya d. Kelompok keutamaan IV : kakek dan nenek pewaris 2. Garis pokok penggantian, yaitu garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu, tampil sebagai ahli waris, golongan tersebut yaitu : 3. A. Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris 4. Orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris
2
Berdasarkan pengaruh dari prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat itu sendiri, maka yang menjadi ahli waris tiap daerah akan berbeda. Masyarakat yang menganut prinsip patrilineal seperti Batak, yang merupakan ahli waris hanyalah anak laki-laki, demikian juga di Bali. Berbeda dengan masyarakat di Sumatera Selatan yang menganut matrilineal, golongan ahli
waris
adalah
tidak
saja
anak
laki-laki
tetapi
juga
anak
perempuan. Masyarakat Jawa yang menganut sistem bilateral, baik anak lakilaki maupun perempuan mempunyai hak sama atas harta peninggalan orang tuanya. Hukum waris adat tidak mengenal azas “legitieme portie” atau bagian mutlak sebagaimana hukum waris barat dimana untuk para waris telah ditentukan hak-hak waris atas bagian tertentu dari harta warisan sebagaimana diatur dalam pasal 913 BW. Hukum waris adat juga tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua dari pasal 1066 BW. Akan tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan ia berhak mendapat waris, maka ia dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya.
C. Sistem pembagian harta warisan menurut BW Sistem pembagian harta warisan menurut BW dapat digolongkan dalam dua sistem yaitu system pewarisan Ab Intestanto dan system pewarisan Testament 1.
(menurut udang-undang) Ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) adalah ahli waris yang mempunyai hubungan darah dengan si pewaris. mewaris berdasarkan undang-undang ini adalah yang paling diutamakan mengingat adanya ketentuan legitime portie yang dimiliki oleh setiap ahli waris ab intestato ini. Dalam pasal 832 kuh perdata, dinyatakan bahwa yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sederajat baik sah maupun di luar kawin yang diakui, serta suami isteri yang hidup terlama. ahli waris yang berdasarkan
3
undang-undang ini berdasarkan kedudukannya dibagi menjadi dua bagian lagi yakni: 2. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri Ahli waris yang tergolong golongan ini adalah yang terpanggil untuk menerima harta warisan berdasarkan kedudukannya sendiri. dalam pasal 852 ayat (2), dinyatakan: “mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka memiliki pertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; ….”. Mereka yang menjadi ahli waris karena kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si pewaris mempunyai posisi yang memberikan kepadanya hak untuk menerima harta warisan, haknya tersebut adalah haknya sendiri bukan menggantikan orang lain. mewaris kepala demi kepala artinya tiap-tiap ahli waris menerima bagian yang sama besarnya dan tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan. 3. Sistem wasiat Ahli waris berdasarkan wasiat (testament) yang menjadi ahli waris di sini adalah orang yang ditunjuk atau diangkat oleh pewaris dengan surat wasiat sebagai ahli warisnya ( Erfstelling ), yang kemudian disebut dengan ahli waris ad testamento. wasiat atau testamen dalam pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia. pada asasn ya suatu pernyataan kemauan terakhir itu ialah keluar dari satu pihak saja ( Eenzijdig ) dan setiap waktu dapat ditarik kembali ( Herroepen) oleh pewasiat baik secara
tegas (Uitdrukklijk ) atau secara diam-diam
(Stilzwijdend ). Aturan testamen yang terdapat dalam pasal 874 ini mengandung suatu syarat bahwa testamen tidak boleh bertentangan dengan legitime portie dalam pasal 913. dan yang paling lazim adalah suatu testamen berisi apa yang dinamakan erfstelling yaitu penunjukkan seseorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat harta warisan seluruh atau sebagian dari harta warisan.
4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Adat merupakan gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Adat pada prinsipnya dekat sekali dengan agama. Seperti yang kita ketahui adat asli bangsa Indonesia telah dipengaruhi oleh agama Hindu, Budha dan selanjutnya agama Islam. Oleh karena itu, adat daerah Kerinci sangat erat hubungannya dengan agama. Seperti ungkapan adat mengatakan:
Adat
bersendi syarak-syarak bersendi Kitabullah, Adat berbuwul sentak-syarak berbuwul mati. Maksudnya adat dapat saja berubah corak, tetapi syarak tidak boleh berubah. Fungsi adat adalah untuk pembinaan persatuan dan kesatuan masyarakat, karena adat istiadat memiliki seperangkat norma, kaidah, dan keyakinan social yang masih dihayati dan dipelihara oleh masyarakat.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat menambah pengetahuan, wawasan serta bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari akan ketidak sempurnaan makalah ini, untuk itu kritik dan saran dari teman-teman yang membangun sangat bermanfaat untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................................... B. Tujuan Masalah ................................................................................... BAB II PEMBAHASAN
A. Mengetahui Pembagian warisan Adat Kerinci ....................................... BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... B. Saran ................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
ii 6
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim Alhamdulillah, Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini berisikan tentang penjelasan P embagian warisan A dat Kerinci “
Kami
”
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini . Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .
Sungai Penuh, November 2017
i
7
PEMBAGIAN WARISAN ADAT KERINCI
MAKALAH Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah Adat Budaya Kerinci
Disusun Oleh: Kelompok 7 1. Amelia Sari 2. Zahlia Pazalita 3. Sirlyi Lepri Novika 4. Andi Agustiarman 5. Ikhsan Indra
Dosen Pembimbing: Drs. ANAS HARUN, M.Ag
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI T.A.2017/2018
8
DAFATAR PUSTAKA
http://tasman1959.blogspot.com/2015/04/malpu-135-dasar-hukum-adat-pucuk jambi.html
9