BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasitik yang termasuk ke dalam neglected diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases, dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan. Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dari sisi ekonomi. Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya. Spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio 3 abdominalis bawah kanan (Price & Wilson, 2005). Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium. Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 2
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum. Vaskularisasi Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 3
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior. Sirkulasi Limpatik Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior. Persarafan Usus Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 4
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa. Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol volunter. Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. Fisiologi Usus Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahanbahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pancreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 5
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti. Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pancreas hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali. trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam. Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi. Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 6
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecaha disakarida terletak di dalam mikrovili ‘brush border‘ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dala darah porta. Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secar osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air adan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecualim100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi. Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob > aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Umber penting vitamin K. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 7
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.
2.2 Illeus Obstruktif A. Definisi Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Ileus obstruksi mekanik adalah gangguan pasase usus atau peristaltic usus akibat adanya sumbatan bagi jalan distal isi usus. Ileus juga didefinisikan sebagai jenis obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketidakmampuan isi menuju ke distal terhadap kelainan sementara dalam motilitas. Terdapat 2 jenis obstruksi : 1. Ileus paralitik ( ileus adinamik ), dimana peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. 2. Obstruksi mekanik ( ileus dinamik ) dimana didapat obstruksi intralumen misalnya oleh strangulasi, invaginasi atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada obstruksi halus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi stangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruktif dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. B. Etiologi Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh : 1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 8
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. 2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atauparastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileusobstruktif dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai
riwayat
operasi
abdomen.
Hernia
interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia. 3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal. 4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi. 5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik. 6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar. 7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. 8. Struktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi. 9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 9
10. Benda asing, seperti cacing. Obstruksi oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang dan usus halus lebih sempit daripada usus halus orang dewasa sedangkan ukuran cacaing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. 11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre. 12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti
Etiologi Ileus Obstruktif
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 10
mekonium.
C. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok : a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu. b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi. c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi. Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar : 1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah. 2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. 3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usu tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi. Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua : 1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum 2. Ileus obstruktif usus besar D. Patofisiologi Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 11
ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok. Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 12
peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian. Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat serta sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi strangualata. Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileusobstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka sekum area yang biasanya pecah pertama.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 13
E. Manifestasi Klinis Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif : 1. Nyeri abdomen 2. Muntah 3. Distensi 4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi). Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada : 3. Lokasi obstruksi 4. Lamanya obstruksi 5. Penyebabnya 6. Ada atau tidaknya iskemia Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa. Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intraumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Setelah muntah mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 14
hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi. Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus. Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi. Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehydrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia. Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda : 1. Mulainya terjadi iskemia 2. Perforasi usus 3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 15
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau prforasi. Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan : 1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung 2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total 3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang 4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.. 5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan perlunya laparotomy segera. 6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa. 7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar. Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 16
yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu. F. Diagnosis Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :
1. Anamnesis Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 2. Pemeriksaan Fisik A. Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. B. Auskultasi Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush‘) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 17
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung. C. Palpasi Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‗defance musculair‘ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal. 3. Radiologi Pemeriksaan
sinar-X
bisa
sangat
bermanfaat
dalam
mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan
adanya
perforasi-peritonitis.
Barium
enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus. 4. Laboratorium Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi. G. Penatalaksanaan
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 18
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien. Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan: 1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus. 2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular. Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok : 1. Pendek, hanya untuk lambung. 2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus. Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom. Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila: 1. Strangulasi 2. Obstruksi lengkap 3. Hernia inkarserata
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 19
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter) Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup : 1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia 2. Pintas usus 3. Reseksi dengan anastomosis 4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
2.3 Askariasis A. Definisi Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematode usus terbesar. Angka kejadiannya di dunai lebih banyak dari infeksi cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi oleh cacing ini. Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan. Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antihelmentik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Diperkirakan 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 20
mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi). B. Epidemiologi Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya. Prevalensi Ascariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik. Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23oC sampai 30oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. C. Morfologi Cacing Ascaris Lumbricoides Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 20 - 35 cm dan memiliki lebar 3
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 21
- 8 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 10 - 30 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan. D. Siklus Hidup dan Cara Penularan Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan menetas dan melepaskan larva infektif (larva rhabditiform) dan kemudian menembus dinding usus masuk kedalam vena portae hati, mengikuti aliran darah masuk kejantung kanan dan selanjutnya keparu-paru dengan masa migrasi berlangsung selama 1 – 7 hari. Larva tumbuh didalam paru-paru dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke oesopagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus dan berakhir sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan bersama tinja.
Siklus hidup cacing ini
mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, di mana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat inaktif. Telur-telur ini tahan terhadap pengaruh cuaca buruk, berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus- menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Apabila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 22
cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.
E. Aspek Klinis Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi)
terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi,
selain itu cacing sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas. Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ- organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 23
Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut: 1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut. 2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam usus buntu (apendiks), saluran empedu (duktus choledocus) dan saluran pankreas (ductus pankreatikus). Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik. F. Pencegahan dan Penanggulangan Ascariasis Berdasarkan siklus hidup cacing dan sifat telur cacing ini, maka upaya pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti:
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan serta sesudah buang air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
Biasakan memakai jamban/WC.
Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 24
2. Pengobatan penderita Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal. Beberapa obat yang sering dipakai seperti: piperazin, minyak chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. dapat menimbulkan efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut. Oleh karena adanya efek samping tersebut maka obat cacing yang sekarang dipakai berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya. Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah: 1. Mebendazol Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik. 2. Pirantel Pamoat Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (―well tolerated‖). Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik di mana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa. 3. Levamisol Hidroklorida. Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan mebendazol. 4. Garam Piperazin.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 25
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.
2.4 Penyakit Cacing Tambang A. Pengertian Penyakit Cacing Tambang Infeksi cacing tambang pada manusia terutama disebabkan oleh Ancylostoma duodenale (A. duodenale) dan Necator americanus (N. americanus). Kedua spesies ini termasuk dalam famili Strongyloidae dari filum Nematoda. Selain kedua spesies tesebut, dilaporkan juga infeksi zoonosis oleh A. braziliense dan A. caninum yang ditemukan pada berbagai jenis karnivora dengan manifestasi klinik yang relatif lebih ringan, yaitu creeping eruption akibat cutaneus larva migrans. Terdapat juga infeksi A. ceylanicum yang diduga menyebabkan enteritis eosinofilik pada manusia. Diperkirakan terdapat 1 miliar orang di seluruh dunia yang menderita infeksi cacing tambang dengan populasi penderita terbanyak di daerah tropis dan subtropis, terutama di Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N. americanus lebih luas penyebarannya dibandingkan A. duodenale, dan spesies ini juga merupakan penyebab utama infeksi cacing tambang di Indonesia. Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan
kronik
pada
saluran
cerna.
Anemia
defisiensi
besi
dan
hipoproteinemia sangat merugikan proses tumbuh kembang anak dan berperan besar dalam mengganggu kecerdasan anak usia sekolah. Penyakit akibat cacing tambang lebih banyak didapatkan pada pria yang umumnya sebagai pekerja di keluarga. Hal ini terjadi karena kemungkinan paparan yang lebih besar terhadap tanah terkontaminasi larva cacing. Sampai saat ini infeksi cacing tambang masih merupakan salah satu penyakit tropis terpenting. Penurunan produktifitas sebagai
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 26
indikator beratnya gangguan penyakit ini. Dalam kondisi infeksi berat, infeksi cacing tambang ini dapat menempati posisi di atas tripanosomiasis, demam dengue, penyakit chagas, schisostomiasis dan lepra. B. Morfologi Cacing Tambang Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa. Namun telur – telurnya tidak dapat dibedakan. Telur – telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 µ x 36 – 40 µ. Bila barudikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila dikeluarkan bersama tinja sudah mengandung 4 – 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama). Cacing dewasa (a) Ancylostoma duodenale, (b) Necator americanus Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti silindris. Bentuk kumparan (fusiform) dan berwarna pulih keabu - abuan. Cacing betina ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada yang jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N. americanus. Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada ujung posterior terdapat bursa kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C.25) Telur kedua cacing ini sulit dibedakan satu sama lainnya. Telur berbentuk lonjong atau ellips dengan ukuran sekitar 65x40 mikron. Teluryang tidak berwarna ini memiliki dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan empat blastomer. Telur cacing tambang mempunyai ukuran 56 60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat lonjong, berdinding tipis. Didalamnya terdapat 1- 4 sel telur dalam sediaan tinja segar. Terdapat dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Larva rhabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan larva filariform yang bentuknya langsing, panjangnya kira-kira 600 mikron. C. Siklus Hidup Cacing Tambang
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 27
Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-13 mm. Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host) dan mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai larva filariform. Proses perubahan telur sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam. Larva filariform kemudian menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan dapat juga menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan larva filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di bawah kulit (subdermal). Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan eritematus yang disebut sebagai ground itch. Dalam 10 hari setelah penetrasi perkutan, terjadi migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi ventrikel kanan. Larva kemudian memasuki parenkim paru-paru lalu naik ke saluran nafas sampai di trakea, dibatukkan, dan tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu bersarang terutama pada daerah 1/3 proksimal usus halus. Pematangan larva menjadi cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit oleh larva sampai terjadinya cacing dewasa memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan betina berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan dikeluarkan bersama dengan feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama terjadi pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan lembab dengan suhu antara 23-33o C. Penularan A. Duodenale selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal, akibat kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk penularan melalui hewan vektor (zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A. brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing dan anjing juga menularkan A. ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut tidak mengalami maturasi dalam usus manusia. Cacing N. americanus dewasa dapat memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun, sedangkan A. Duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1 tahun.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 28
D. Patogenesis Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 29
meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang terjadi perlahan-lahan. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus. Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah. E. Gejala Klinis Anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pada wanita yang mengandung, anemia defisiensi besi menyebabkan peningkatan mortalitas maternal, gangguan laktasi dan prematuritas. Infeksi cacing tambang pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Diduga dapat terjadi transmisi vertikal larva filariform A. duodenale melalui air susu ibu. Pada daerah subsahara Afrika sering terjadi infeksi campuran cacing tambang dan malaria falsiparum. Diduga infeksi cacing tambang menyebabkan eksaserbasi anemia akibat malaria falsiparum dan sebaliknya. Kebanyakan infeksi cacing tambang bersifat ringan bahkan asimtomatik. Dalam 7-14 hari setelah infeksi terjadi ground itch. Pada fase awal, yaitu fase migrasi larva, dapat terjadi nyeri tenggorokan, demam subfebril, batuk, pneumonia dan pneumonitis. Kelainan paru-paru biasanya ringan kecuali pada infeksi berat, yaitu bila terdapat lebih dari 200 cacing dewasa. Saat larva tertelan dapat terjadi gatal kerongkongan, suara serak, mual, dan muntah. Pada fase selanjutnya, saat cacing dewasa berkembang biak dalam saluran cerna, timbul rasa nyeri perut yang sering tidak khas (abdominal discomfort). Karena cacing tambang menghisap darah dan menyebabkan perdarahan kronik, maka dapat terjadi hipoproteinemia yang bermanifestasi sebagai edema pada wajah, ekstremitas atau perut, bahkan edema
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 30
anasarka.Anemia defisiensi besi yang terjadi akibat infeksi cacing tambang selain memiliki gejala dan tanda umum anemia, juga memiliki manifestasi khas seperti atrofi papil lidah, telapak tangan berwarna jerami, serta kuku sendok. Juga terjadi pengurangan kapasitas kerja, bahkan dapat terjadi gagal jantung akibat penyakit jantung anemia. Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler akan terbuka karena garukan. Gejala ruam papuloentematosa yang berkembang akan menjadi vesikel. Ini diakibatkan oleh banyaknya larva filariform yang menembus kulit. Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonia yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah. 1. Nekrosis jaringan usus, yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka oleh gigitan cacing dewasa. 2. Gangguan gizi, penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama protein, bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi. 3. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Setiap ekor Necator americanus dapat mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari, sedangkan setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,34 cc per hari. Cacing dewasa berpindah – pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 31
berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5 x lebih banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu infeksi ringan, sedang dan berat. Infeksi ringan ditandai dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain. Infeksi sedang ditandai dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mental kurang baik. Sedangkan pada infeksi berat dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan segala akibatnya. Penderita biasanya menjadi anemia hipokrom mikrositer sehingga daya tahan tubuh bekerja menurun. Pada kasus infeksi akut yang disertai jumlah cacing yang banyak, penderita mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat, dan kadang-kadang disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam tergantung jumlah darah yang keluar. Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan kematian. Gejala klinis sering dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam tinja. Di laboratorium dapat diketahui dengan metoda hitung telur per mg (miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum ada gejala yang berarti tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan penderita sudah mengarah keinfeksi berat . Hubungan tingkat infeksi dengan jumlah telur cacing tambang F. Diagnosis
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 32
Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya. Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE. Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale. Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis. Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan dan dapat menemukan telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Tandatanda anemia defisiensi besi yang sering dijumpai adalah anemia mikrositikhipokrom, kadar besi serum yang rendah, kadar total iron binding capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab anemia hipokrom mikrositer lainnya. Dapat ditemukan peningkatan IgE dan IgG4, tetapi pemeriksaan IgG4 tidak direkomendasikan karena tinggi biayanya. Hal-hal penting pada pemeriksaan laboratorium, diantaranya adalah telur cacing tambang yang ditemukan dalam tinja sering dikacaukan oleh telur A. lumbricoides yang berbentuk dekortikasi. Tinja yang dibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di dalamnya akan berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform cacing tambang harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus (melalui pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan permanen dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah. G. Pengobatan
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 33
Insiden tertinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan khususnya di perkebunan. Kebanyakan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Pengobatan infeksi cacing tambang harus memperhatikan fase infeksi yang terjadi. Pada fase migrasi larva, batuk-batuk dan bronkokonstriksi diatasi dengan agonis B2 inhalasi. Pemberian inhalasi steroid dapat menyebabkan eksaserbasi gejala pulmonal, terutama bila terdapat ko-infeksi cacing strongyloides stercoralis. Pada fase infeksi awal (ground itch), diatasi terutama dengan thiabendazole topikal. Sedangkan pada fase infeksi lanjut,
diet tinggi protein dan suplemen besi
diperlukan untuk mengatasi anemia dan hipoproteinemia. Jika terjadi perdarahan yang hebat (>200 ml/hari) diperlukan transfusi darah, demikian juga jika terjadi penyakit jantung anemia. Badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan pemberian mebendazole dan pirantel pamoate, dengan pemberian ½ dosis dewasa untuk anak-anak usia 2-12 tahun. Pemberian obat antihelmintik untuk anak berusia di bawah 2 tahun belum direkomendasikan keamanannya, sedangkan untuk wanita hamil, obat cacing tambang dapat diberikan pada trimester II dan III. Dalam 2-3 minggu setelah terapi selesai, dilakukan pemeriksaan ulang feses. Jika masih terdapat telur maupun cacing dewasa, dilakukan terapi ulang. Pencegahan infeksi cacing tambang dilakukan dengan perbaikan lingkungan dengan meniadakan tanah berlumpur serta pemakaian alas kaki saat melewati daerah habitat cacing tambang, sangat dianjurkan. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan menurunkan kemungkinan infeksi A. duodenale. Sementara dalam hal imunisasi guna mencegah infeksi cacing tambang hingga saat ini belum ditemukan vaksin cacing tambang yang efektif untuk manusia.
2.5 Strongiloidiasis A. Definisi Strongioloidasis Strongiloides stercoralis pertama kali ditemukan pada tahun 1876 di dalam tinja tentara Perancis yang mengalami diare dan baru kembali dari Indo Cina. Strongiloides terutama ditemukan di daerah beriklim tropik dan subtropik dimana pada daerah tersebut terdapat kelembaban yang tinggi, sedangkan
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 34
didaerah beriklim dingin jarang ditemukan tetapi dapat bertahan didalam iklim yang dingin. Penyakit diare yang disebabkan oleh Strongyloides stercoralis disebut Strongyloidiasis ( diare Cochin China ). Beberapa peneliti menyelidiki klasifikasi perbedaan siklus hidup dan mungkin patogenesisnya dari cacing ini selama awal tahun 1900.
Nigishori
(1928) dan Faust De Groat ( 1940 ) menjelaskan terjadinya autoinfeksi interna yang merupakan bagian penting dalam siklus hidupnya, terutama bila berhubungan dengan pasien yang rentan. Stongyloides terutama ditemukan di daerah panas tetapi dapat hidup di daerah beriklim dingin. Daerah geografisnya lebih sering tumpang tindih dengan infeksi cacing tambang. Frekuensi di Amerika Serikat masih jauh dari dari data sebenarnya disebabkan oleh gejalanya yang asimptomatis. Data terbaru iduga 100 – 200 juta orang terinfeksi oleh parasit ini dan ini tersebar kurang lebih di 70 negara.
B. Epidemiologi Lebih dari I milyar penduduk di dunia terinfeksi oleh satu atau lebih nematoda usus salah satunya adalah Strongiloides stercoralis dimana infeksi cacing ini merupakan urutan kelima setelah Ascaris ( cacing bulat ), Necator americanus ( cacing tambang ), Trichuris triciuria ( cacing cambuk ) dan Enterebius vermicularis ( cacing kremi ). Menurut literature yang ada srongyloides terdiri dari 52 spesies kebanyakan dari spesies tersebut dapat mengakibatkan infeksi pada manusia. Penyebaran infeksi Strongyloides seiring dengan infeksi cacing tambang tetapi frekuensinya lebih rendah pada daerah dengan iklim dingin.
Infeksi
erutama terjadi pada daerah dengan iklim tropic dan subtropik dimana panas, kelembaban dan tidak adanya sanitasi yang baik memungkinkan terjadinya infeksi strongyloides ini. Infeksi Srongyloides ini terdistribusi khususnya di kawasan Asia Tenggara, sub Sahara Afrika dan Brazil.
Di Amerika Serikat
strongyloidiasis merupakan endemik pada daerah di bagian selatan dan ditemukan di antara penghuni panti asuhan mental yang memiliki sanitasi dan hygiene yang buruk dan diantara imigran serta veteran militer yang pernah tinggal di daerah endemik di luar negeri. Stongyloides stercoralis merupakan salah satu spesies yang dapat menginfeksi pada manusia.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 35
Strongyloides endemik pada negara Amerika terutama Tennessee, Kemtucky dan Virginia bagian barat.
Populasi yang sering terserang adlah
mereka yang sering bepergian atau imigran dari daerah endemik dan para veteran perang dunia II serta perang di Vietnam. Epidemiologi di Kanada menemukan bahwa para imigran dari Asia terutama dari Vietnam teinfeksi oleh parasit ini. Prevalensi di dunia di duga 2 20 % berada pada daerah endemik. Strongilidiasis ini dapat menyerang segala usia dan semua jejins kelamin. Jika pada anak – anak basanya mereka yang kontak dengan tanah yang mengandung parasit ini. C. Taksonomi dan Morfologi Filum
: Nematoda
Klas
: Secementea
Ordo
: Rhabditidia
Famili
: Strongyloididae
Genus
: Strongyloides
Spesies
: S. stercoralis
Helmint dibagi menjadi :
Nemathelminthes ( cacing gilik ) ( nema = benang )
Platyhelminthes ( cacing pipih ) Stadium dewasa cacing yang termasuk Nemathelmynthes (kelas
Nematoda) berbentuk bulat memenjang dan pda potongan transversal terlihat rongga badan dan organ dalamnya. Cacing ini mempunyai alat kelamin yang terpisah. Nematoda dibagi menjadi :
Nematoda yang hidup pada rongga usus
Nematoda jaringan yang hidup di jaringan tubuh Strongyloides stercoralis merupakan cacing nematode yang hidup dalam
lumen usus duodenum dan yeyunum. Pada umumnya hanya cacing betina yang hidup parasitik pada manusia.
Cacing betina berbentuk benang halus, tidak
berwarna dengan panjang badan sekitar 2.2 mm ( coklat ). Stadium dari Strongyloides stercoralis adalah : 1. Telur :
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 36
Berbentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang berukuran 55 x 30 mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur dikeluarkan didalam mukosa usus dan menjadi larva sehingga di dalam feses tidak ditemukan adanya telur. 2. Larva : Bentukan larva ada dua macam yaitu : larva Rabditiform dan larva filariform (bentuk infektif). Larva rabditiform berukuran 200 dan 250 mikron, mempunyai mulut pendek denagan dua pembesaran oesefagus yang khas. Larva filariform ukurannya lebih panjang kurang lebih 700 mikron, langsing dan mempunyai mulut pendek oesofagus larva ini berbentuk silindris.
D. Siklus Hidup Dalam siklus hidup s. stercoralis tidak diperlukan hospes perantara. Sebagai hospes definitif adalah manusia. Telur cacing dikeluarkan oleh cacing betina didalam mukosa usus duodenum dan jeyunum yang lalu menetas menjadi larva rabditiform. Cacing betina hidup sebagai parasit dengan ukuran 2,20 x 0, 04 mm, adalah berbentuk filariform, tidak berwarna, semitransparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesofagus panjang, langsing dan silindrik.
Sepasang uterus berisi sebaris telur yang
berdinding tipis, jernih dan bersegmen.
Cacing betina yang hidup bebas
ukurannya lebih kecil dibanding dengan yang parasit. Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari yang betina dan mempunyai ekor yang melingkar. Cara berkembang biak dari s. stercoralis yaitu telur diletakkan di mukosa usus duodenum dan jeyunum kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang dapat masuk kedalam ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Strongyloides stercoralis mempunyai 3 macam daur hidup : 1. Siklus langsung Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran kira – kira 225 x 16 mikron berubah bentuk menjadi filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kurang lebih 700 mikron. Bila larva filariform ini menembus kulit manusia kemudian
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 37
masuk kedalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru – paru. Dari paru – paru parasit . menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakea lalu terjadi reflek batuk, sehinnga parasit dapat masuk kedalam usus halus. Cacing betina dapat bertelur ditemukan kira – kira 28 hari sesudah infeksi. Siklus langsung sering terjadi di negara – negara yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut. 2. Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang dapat menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam beberapa hari dapat menjadi larva filariform dan masuk kedalam hospes baru, atau larva rabditoform dapat juga megulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bila keadaan lingkungan sekitar optimum yaitu iklim tropik dan subtropik. 3. Autoinfeksi Larva rabditiform kadang – kadang menjadi larva filariform di dalam usus atau didaerah sekitar anus ( perianal ), misalnya pada pasien dengan obstipasi lama sehinnga bentuk rabditiform sempat berubah menajdi filariform didalam usus.
Pada penderita diare yang lama dimana
kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rabditiform akan menjadi bentuk filariform pada tinja yang melekat pada dubur. Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit maka akan terjadi suatu daur perkembangan di dalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongyloidiasis menahun pada penderita yang hidup pada daerah non endemik.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 38
E. Gejala Klinis Kelainan pada strongyloidiasis dapat bervariasi tergantung dari berat ringannya penyakit dan organ tubuh yang terkena. Pada beberapa orang tidak menunjukkan gejala sama sekali dan secara klinis hanya dijumpai eosinophilia. Berdasarkan siklus hidupnya maka organ tubuh yang dapat terkena adalah : kulit, paru – paru dan usus.
Kulit
Pada penetrasi kulit reaksi yang timbul adalah rasa gatal dan eritema, jika larva yangmenembus kulit jumlahnya banyak maka akan menimbulkan creeping eruption dan rasa gatal yang sangat hebat.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 39
Paru - paru
Migrasi larva ke paru – paru dapat merangsang timbulnya gejala tergantung dari banyaknya larva yang ada dan intensitas respon imunnya. Ada yang asimptomatis ada yang sampai pneumonia.
Usus ( Gastrointestinal symptom )
Gejala pada saluran pencernaan antara lain : anoreksia, berat badan menurung, muntah, diare kronik, konstpasi, terkadang terjadi obstruksi pada usus. Pada infeksi yang berat akan terjadi kerusakkan mukosa usus, gejala dapat berupa ulkus peptikum.
Dari infeksi yang kronik bebeapa kasus dapat berlangsung
hingga 30 tahun sebagai akibat kemampuan larvanya untuk melakukan autoinfeksi. F. Diagnosis Pada diagnosis klinis tidak pasti karena strongyloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti adlah ditemukannya larva di dalam feses, dalam biakkan atau dalam aspirsi duodenum. Biakkkan tinja selama kurang lebih 2 x 24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa yang hidup bebas. Bebarapa laporan mengatakan bahwa pemeriksaan bahan dari duodenum dapat menemukan larva apabila di dalam tinja negative. Suatu teknik khusus yang telah dianjurkan untuk pemeriksaan bahan duodenum yaitu dengan kapsul Entero test, teknik konsentrasi khusus ( Baermann ) dan metode kultur larva ( Harada Mori, cawan Petri ). G. Pengobatan Tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg per kg berat badan, satu atau dua kali sehari selama 3 hari. Menebdazol dapat juga digunaka dengan dosis 100 mg tiga kali sehari selama dua atau empat minggu dapat memberikan hasil yang baik. Mengobati penderita strongyloidiasis harus memperhatikan terhadap kebersihan sekitar anus dan mencegah terjadinya konstipasi.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 40
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Skenario Seorang anak laki-laki 5 tahun di bawa oleh ibunya ke UGD dengan keluhan perutnya sakit, kembung, muntah, susah BAB sejak 4 hari yg lalu. Pasien tampak gelisah dan rewel. Selain itu pasien juga dikeluhkan anoreksia, lemas, pucat, berat badan menurun. Pasien dikeluhkan akhir-akhir ini sering panas, batuk dan sesak napas. Batuk dengan dahak kental kadang disertai daraha dan cacing. Seminggu yg lalu ibunya mengaku menemukan cacing dari pantat anaknya saat bangun tidur. Pasien adalah anak ketiga dari 6 bersaudara, tinggal serumah bersama orang tua dan saudaranya, dirumah beralaskan tanah dengan sebagian lantai semen, pasien terbiasa BAB di kebun sekitarnya atau di sungai bersama warga lainnya yang tidak memiliki jamban. Menggunakan sumber air dari sumur dengan jarak 2 meter dari jamban. Pasien termasuk anak yang aktif dan senang main ke sawah dan lapangan, jarang membiasakan mencuci tangan sebelum makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tepi mulit pecah-pecah dan konjungtiva pucat, auskultasi di dapatkan takikardi, bising sistolik, dan ronkhi basah basal paru. Sementara pemeriksaan abdomen tampak perut membesar, nyeri tekan epigastrium (+), borborygmi (+), metallic sound (+), nyeri tekan dan lepas (+), bunyi usus meningkat, pemeriksaan rectal toucher : tonus sphincter melemah dan ampula recti kosong. 3.2 Terminologi 1) Anoreksia : gejala medis yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan meskipun pasien merasa lapar. 2) Borborygmi : suara usus/perut yang dikeluarkan ketika lapar/ perut kosong. 3) Metallic sound : suara seperti lentingan koin yang terdengar saat melakukan auskultasi usus.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 41
3.3 Permasalahan 1) Apa yang menyebabkan perut pasien sakit dan kembung, muntah dan susah BAB? 2) Mengapa terjadi batuk darah yang disertai dengan cacing ? 3) Mengapa pasien mengalami anoreksia, pucat, lemas dan BAB menurun ? 4) Hubungan antara keluhan pasien dengan pola hidup pasien ? 5) Kenapa pada auskultasi terdengar borborygmi dan metalik sound? 6) Kenapa pada pemeriksaan rectal toucher, tonus spinchter melemah dan ampula recti kosong ?
3.4 Pembahasan Masalah 1) Sumbatan pada lumen usus pasien yang disebabkan sudah mengakibatkan peradangan pada peritonitis pasien, sehingga pasien akan mengeluhkan sakit pada daerah perutnya. Perutnya yang kembung dan susah BAB diakibatkan karena obstruksi total pada lumen ususnya sehingga udara sekalipun tidak bisa melewati bagian yang tersumbat sehingga udara akan terkumpul pada lumennya yang menyebabkan perutnya kembung. 2) Pada siklus hidup cacing, ada beberapa spesies cacing yang memiliki siklus melewati paru-paru. Migrasi cacing dari saluran cerna atau yang berasal dari kapiler pembuluh darah alveoli saat sampai di dalam alveoli akan
mengakibatkan
pembuluh
darah
kapiler
sehingga
dapat
mengakibatkan darah dalam kapiler merembes ke dalam rongga alveoli yang dapat mengakibatkan edema dan merangsang terjadinya batuk. 3) Adanya obstruksi pada usus akan merangsang terjadinya mual muntah pada pasien, muntah yang terjadi terus-menerus mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
elektrolit dan dehidrasi, sehingga pasien
mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia). Lemas dan pucat dikarenakan adanya cacing dalam usus yang mengambil sari-sari makanan yang dimakan oleh pasien menyebabkan pasien kekurangan nutrisi sehingga berat badan pasien menurun dan juga karena nafsu makan menurun sehingga intake makanan juga berkurang.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 42
4) Mudahnya pasien terinfeksi oleh parasite atau cacing disebabkan karena pola hidup pasien yang tidak higenis, lingkungan rumah yang beralaskan tanah, kebiasaan pasien bermain disawah dan dilapangan tanpa memakai alas kaki. Serta kebiasaan pasien yang tidak suka mencuci tangan, dan posisi sumber air yang terlalu dekat dengan jamban memungkinkan adanya telur cacing/ cacing didalam sumber air, lalu kebiasaan pasien yang suka BAB dikebun. 5) Akibat adanya sumbatan pada usus mengakibatkan udara terperangkap dalam lumen usus sehingga akan terjadi distensi usus, udara yang terperangkap didalam lumen usus akan mengakibatkan adanya resonansi yang tinggi terdengar seperti suara logam. adanya obstruksi usus juga akan meningkatkan gerakan peristaltic usus untuk mengeluarkan benda asing tersebut, yang akan terdengar sebagai borborygmi. 6) Spinchter ani eksternus bersifat volunter atau diatur dengan kesadaran, sehingga kita dapat mengendalikan saat akan defekasi. Jika keadaan umum melemah maka kekuatan kontraksi dari spincther ani juga akan ikut melemah. Sedangkan ampula recti yang kosong di akibatkan adanya obstruksi pada bagian proksimal dari rectum tersebuut sehingga sisa hasil pencernaan baik berupa feses, cairan ataupun gas tidak dapat lewat, dan mengakibatkan bagian distal dari sumbatan akan kolaps atau kempes.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 43
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Cacingan merupakan penyakit infeksi yang masih sangat sering dijumpai di Indonesia, yang berkaitan dengan pola hidup masyarakat yang tidak bersih, sehingga memudahkan terjadinya infeksi oleh cacing. Cacing yang sering menginfeksi adalah cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (Soil Transmitted Helminthes), diantaranya yaitu Ascariasis lumbricoides, cacing tambang, dan Strengyloides stercoralis. Cacing-cacing tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam usus manusia. Pada kondisi kronis cacing tersebut dapat menyebabkan tersumbatnya lumen usus sehingga pasien akan mengalami tanda-tanda ileus obstruktif dikarenakan gumpalan cacing. Untuk menghindari terjadinya infeksi, hal yang harus dilakukan adalah menjaga pola hidup bersih dan sehat. Contohnya seperti selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggunakan alas kaki, sanitasi rumah dan lingkungan sekitar yang baik, BAB di jamban, dan lain-lain.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 44
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C, Jhon E. Hall. (2007) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis ed 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI Price, A., Sylvia & Wilson, M., Lorraine.(2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 jilid 1.Jakarta : EGC Sjamsuhidajat, de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC Sumanto, Didik, (2010) Faktor Resiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah. Disertasi, Universitas Diponogoro. http://eprints.undip.ac.id/23985/1/DIDIK_SUMANTO.pdf Diunduh tanggal 8 Januari 2014. Widyaningsih,
Indah.
Strongiolides.
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus %20Desember%202009/STRONGILOIDES.docx Diunduh tanggal 7 Januari 2014.
“ANAKKU SAKIT PERUT” | 45