Makalah Meet The Expert
DAKRIOSTENOSIS
Disusun oleh: Adeline Sacharissa Firdaus
0910313256
Nisa Sulistia
0910312095
Mutya Restu Ayu
0910311016
Preseptor : Dr. Hendriati, Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RS. DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2014
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. Glandula lakrimal yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi untuk membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea. Bagian utama glandula bentuk dan ukurannya mirip dengan kenari, yang terhubung dengan den gan suatu penonjolan kecil yang meluas ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata di produksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan disini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata. Selanjutnya air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini air mata akan mengalir ke duktus dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau dakriostenosis, air mata akan menggenang di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem lakrimal juga akan menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata merah. Keadaan ini juga akan menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior karena terus berkontak dengan air mata
2
Dakriostenosis relative sering terjadi pada bayi atau kongenital. Obstruksi duktus lakrimal kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun pada banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 – 4 – 6 6 minggu kelahiran. Pada 2-6% bayi umur 3 – 3 – 4 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3-nya bersifat bilateral. Sembilan puluh persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan. Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran lakrimal ini, maka pengobatan harus segera dilakukan
1.2 BATASAN MASALAH
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari dakriostenosis 1.3. TUJUAN PENULISAN
Untuk menambah wawasan mengenai dakriostenosis 1.4. METODE PENULISAN
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literatur. 1.5. MANFAAT PENULISAN
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang dakriostenosis
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
APPARATUS LAKRIMALIS
2.1.1. ANATOMI APPARATUS LAKRIMALIS
Apparatus lakrimalis terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa Glandula lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Glandula Lakrimalis terdiri atas struktur berikut : a. Lobus Orbita Berbentuk seperti kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebral oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebral
11
b. Lobus Palpebra Berukuran lebih kecil terletak tepat diatas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretoris lakrimalis yang bermuara melalui sekitar sepuluh lubang kecil menghubungkan bagian orbita dengan palpebral glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva superior
4
11
Gambar 2.1. Anatomi Apparatus Lakrimalis
2.1.2. FISIOLOGIS APPARATUS LAKRIMALIS
4,11
SISTEM SEKRESI AIR MATA
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi air mata per hari diperkirakan berjumlah 0,75 – 1,1 gram dan cenderung menurun seiring pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fosa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan
5
sistem saluran pembuangannya tersendiri ke dalam fornix temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Sekresi dari kelenjar lakrimal utama dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persyarafan kelenjar utama datang dari nucleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal tambahan, meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunyai peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di fornix superior. sel goblet uniseluler yang juga tersebar di konjugtiva, menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata.
6
Gambar 2.2.
Sistem Sekresi Lakrimalis
SISTEM EKSRESI AIR MATA
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Pada ujung medial dari tepian posterior palpebra terdapat elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini berfungsi menghantar air mata ke bawah melalui kanalikuli terkait ke sakus lakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting,
7
menyebabkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki punctum sebagian karena hisapan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untu mencegah keluar. Secara bersaman, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus – karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah ”katup” Hasner diujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem eksresi air mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior.
8
Gambar 2.3. Sistem Eksresi lakrimali
4
2.1.3. AIR MATA
Glandula Lakrimalis mensekresikan air mata yang bercampur dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori di palpebral dan konjungtiva. Sekresi ini dinamakan tear film atau film perikornea. Air mata berfungsi sebagai pelembab permukaan bola mata
11
9
Air mata membentuk lapis tipis setebal 7- 10 µm yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi lapis tipis ini adalah : -
Membuat kornea menjadi permukaan licin optik
-
Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
-
Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
-
Sebagai pemberi substansi nutrient pada kornea Air mata terdiri dari tiga lapis yaitu :
-
Lapis superfisial : film lipid monomolekuler yang berasal dari kelenjar meibom
-
Lapis aquoes tengah : dihasilkan oleh kelenjar lakrimal dan mengandung substansi larut air ( garam dan protein)
-
Lapis musin dalam : glikoprotein yang melapisi sel- sel epitel kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein sehingga relatif hidrofobik. Permukaan ini tidak dapat dibasahi oleh larutan berair saja sehingga campuran musin baru dapat bekerja membasahi epitel
11
Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah. Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteri
11
Volum air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL pada setiap mata. Albumin merupakan 60 % dari protein total dalam air mata. Globulin dan Lisozim berjumlah sama banyak pada bagian sisanya. Pada Air mata terdapat immunoglobulin IgA, IgG, dan IgE, yang paling banyak adalah IgA. Lisozim air mata merupakan 21- 25 % dari
10
protein total dan bekerja secara sinergis dengan gamma-globulin dan faktor anti bakteri non lisozim lainnya merupakan mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi
11
K+, Na+, dan Cl terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L
Gambar 2.4. Ilustrasi Komposisi Air Mata
11
11
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Obstruksi duktus lakrimal kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun pada banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 – 6 minggu kelahiran. Pada 26% bayi umur 3 – 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3-nya bersifat bilateral. Sembilan puluh persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama kehidupan
4
Dakriostenosis relatif sering terjadi pada bayi, beberapa studi menunjukkan bahwa hanya 37 % bayi baru lahir cukup bulan yang memiliki sistem lakrimasi yang sempurna. Biasanya sumbatan akan menghilang secara spontan pada usia 6 – 8 bulan namun sekitar 5 – 7 % tetap mengalami penyumbatan. Sehingga terdapat manifestasi klinis berupa epifora , sekret mukopurulen, konjungtivitis berulang dan dakriosistitis 12
2.3.
ETIOLOGI
Dalam keadaan normal, air mata dari permukan mata dialirkan ke dalam hidung melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan menumpuk dan mengalir secara berlebihan ke pipi. Mekanisme pengaliran air mata sendiri adalah dari glandula lakrmalis dikumpulkan di forniks superior lalu diratakan 7
dengan cara berkedip kemudian masuk ke pars ekskretorius melalui pungtum. Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat: 1. Kongenital : -
Agenesis pungtum dan kanalikuli
12
-
Obstruksi duktus nasolakrimal
2. Didapat : a. Abnormalitas pungtum b. Sumbatan Kanalikuli -
Plak lakrimal
-
Obat – obatan
-
Infeksi
-
Penyakit inflamasi
-
Trauma
- Neoplasma
c. Sumbatan duktus nasolakrimal -
Stenosis involusi
-
Dakriolith
-
Penyakit sinus
-
Trauma
-
Penyakit Inflamasi
-
Plak lakrimasi
13
- Neoplasma 2.4.
PATOGENESIS
1. Kongenital : -
Agenesis pungtum dan kanalikuli Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus nasolakrimal pada hidung
2. Didapat : -
Abnormalitas pungtum Abnormalitas pungtum termasuk pungtum yang terlalu kecil (oklusi dan stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenik), dan pungtum yang mengalami malformasi atau tersumbat oleh bagian lain disekitar punctum.
-
Sumbatan kanalikuli Sumbatan bisa terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau inferior. Hal ini disebabkan karena : a) Plak lakrimal Plak pungtum dan kanalikuli bisa dalam berbagai ukuran dan bentuk. Plak ini awalnya bertujuan untuk menyumbat aliran lakrimal dalam pengobatan mata kering. b) Obat – obatan Obat – obatan yang biasanya menyebabkan obstruksi kanalikuli adalah obat kemoterapi sistemik (5-Fluorouracil, Docetaxel, Idoxuridine).
14
Obat – obatan ini disekresi dalam air mata dan ini akan mengakibatkan inflamasi dan jaringan parut pada kanalikuli. Jika kondisi ini dapat dideteksi dini – sebelum obstruksi komplit – stent bisa dipasang untuk meregangkan kanalikuli yang menyempit dan juga untuk mencegah penyempitan lebih
lanjut selama pemakaian
obat
kemoterapi.
Obstruksi kanalikuli juga terjadi akibat penggunaan obat topikal (Phospholine iodine, serine), namun jarang terjadi. c) Infeksi Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi kanalikuli, biasanya obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus (virus vaccinia, virus herpes simpleks). Infeksi kanalikuli terisolasi (kanalikulitis) bisa juga menyebabkan obstruksi. d) Penyakit inflamasi Keadaan inflamasi seperti pemfigoid, sindrom Steven Johnson, dan juga penyakit Graft vs. Host sering menyebabkan bagian pungtum dan kanalikuli rusak. Namun, oleh karena adanya penyakit mata kering yang terjadi pada saat yang sama, penderita biasanya tidak mengalami epiphora. e) Trauma Trauma pada kanalikuli bisa menyebabkan kerusakan permanen kanalikuli jika tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat. f) Neoplasma
15
Apabila neoplasma berada di kantus medial, setelah pembedahan reseksi komplit, biasanya ikut mengangkat punctum dan kanalikuli. Jaringan yang ikut dieksisi ketika eksisi tumor komplit harus dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi sebelum penyambungan kembali antara sistem drainase lakrimal dengan meatus media. -
Sumbatan duktus nasolakrimal a) Stenosis involusi Penyebab terjadinya proses ini tidak diketahui namun ada penelitian patologi klinik yang mengatakan kompresi lumen duktus nasolakrimal terjadi akibat infiltrat inflamasi dan edema. Ini mungkin terjadi akibat infeksi yang tidak diketahui atau kemungkinan penyakit autoimun. b) Dakriolith Dakriolith ataupun pembentukan cast dalam sakus lakrimal bisa menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Dakriolith terdiri dari sel epithelial, lemak dan debris amorphous dengan atau tanpa kalsium. Kapur pengendapan di dalam sakus lakrimal akibat gangguan keseimbangan air atau peradangan sakus lakrimal yang biasanya disebabkan infeksi jamur. c) Penyakit sinus Pada penderita sebaiknya ditanyakan riwayat operasi sinus karena kerusakan pada duktus nasolakrimal kadang – kadang terjadi apabila ostium sinus maksilaris bagian anterior dibesarkan. d) Trauma
16
Fraktur nasoorbital bisa mengenai duktus nasolakrimal. Trauma juga bisa terjadi saat rhinoplasty atau operasi sinus endoskopi. e) Penyakit inflamasi Penyakit granuloma termasuk sarkoidosis, Wegener granulomatosis, dan Lethal midline granuloma bisa juga menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Apabila diduga adanya penyakit sistemik, biopsi sakus lakrimal atau duktus nasolakrimal harus dilakukan sewaktu dacriosistorinostomi. f) Plak lakrimasi Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari pungtum ke kanalikuli dan menyebabkan obstruksi kanalikuli. Plak pada pungtum dan kanalikuli yang terlepas bisa bermigrasi dan menyumbat duktus lasolakrimal. Bagian – bagian dari stent silikon yang menetap karena tidak dibuang dengan benar juga bisa menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. g) Neoplasma Neoplasma harus dipikirkan kemungkinannya pada semua penderita obstruksi duktus nasolakrimal. Pada pasien dengan presentasi atypical termasuk usia muda dan jenis kelamin laki – laki, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Bila ada discharge pendarahan di pungtum atau distensi sakus lakrimal di atas tendon kantus medial sangat mengarah pada neoplasma. Riwayat keganasan terutama yang berasal dari sinus atau nasofaring, juga sangat perlu dilakukan p emeriksaan lanjut.
17
2.5.
MANIFESTASI KLINIS
1. Pada anak - anak Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing ), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epiphora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen dapat dihilangkan dengan massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi terhadap aliran. Bayi dengan sumbatan duktus nasolakrimal dapat mengalami infeksi akut dan radang sakus nasolakrimal (dakriosistitis), radang jaringan sekitarnya (perisistitis), atau bahkan selulitis periorbita. Pada dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan .8
nyeri, dan mungkin ada tanda sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas 10
2. Pada orang dewasa -
Mata yang basah memenuhi air mata dan ketika berlebihan jatuh ke pipi
-
Akumulasi discharge mucus atau mukopurulen biasanya menimbulkan perlengketan pada waktu bangun tidur
-
Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior
18
-
Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal ditekan
-
Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan
-
Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaan
-
Biasanya unilateral, namun kadang bilateral
-
Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva
2.6.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis dakriostenosis dilakukan pemeriksaan fisik yang dilakukan di pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Pelayanan Kesehatan Primer (PEC) -
Pemeriksaan periorbital, palpebra, dan sistem lakrimal dengan senter dan lup Perhatikan seluruh wajah, termasuk kening dan pipi, daerah kantus medial dan
palpebra. Lihat apakah ada periorbital asimetris, bengkak, ptosis, dan palpebra malposisi. Pada daerah kantus medial lihat apakah ada fistul, inflamasi dan discharge. Punctum seharusnya mengarah ke danau lakrimal, pastikan keempat pungtum ada dan terbuka. Lihat juga apa ada karunkel. -
Pada saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari/cotton bud akan tampak regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
2. Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder (SEC) -
Pemeriksaan dengan senter dan lup, tampak mata berair
19
-
Pada saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari/cotton bud akan tampak regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
-
Bila bayi sudah berumur di atas 3 bulan, dengan tes anel akan tampak regurgitasi
3. Pelayanan Kesehatan Mata Tersier (TEC) -
Dilakukan pemeriksaan dasar dan penunjang seperti pada SEC, ditambah pemeriksaan dakriosistografi untuk mengetahui apakah sakus sudah dilatasi.
2.7.
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang menyerupai dakriostenosis antara lain :
2
Blefaritis Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dankeratitis
-
5
Dakriosistitis Merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh
terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala utama dakriosistitis adalah berair mata dan bertahi mata. Pada keadaan akut, didaerah sakus lakrimalis terdapat gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat memancar dari
20
sakus lakrimalis. Pada keadaan menahun, satu-satunya tanda adalah berair mata, materimukoid akan memancar bila sakus di tekan
11
Apabila terdapat dakriosistitis ini merupakan kontraindikasi dilakukan tindakan bedah membuka bola mata seperti operasi katarak, glaukoma karena dapat menimbulkan infeksi intraokular seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis
-
Sindrom mata kering (dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca) Mata kering dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dengan defisiensi
unsure film air mata (akuos, musin, atau lipid), kalainan permukaan palpebra, ataukelainan epitel. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah gatal, sekresi mukus berlebihan,
tidak
mampu
menghasilkan
air
mata,
sensasi
terbakar,
fotosensitivitas,merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Mata terlihat normal pada pemeriksaan pada kebanyakan pasien. Ciri paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya meniscus air mata di tepi palpebra inferior
-
11
Benda asing kornea (cornea foreign body) Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak digerakkan
-
1
Konjungtivitis
21
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan fotofobia. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis
akibat
kelopak
membengkak,
kemosis,
hipertrofi
papil,
folikel,membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, dan mata merasa seperti adanya benda asing
2.8.
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Di bawah ini adalah beberapa cara pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis: 1. Test Anel Tujuan
:
untuk menentukan fungsi ekskresi system lakrimal
Dasar
:
air mata masuk ke dalam hidung melalui sistem ekskresi lakrimal
Alat
:
-
Lokal anestesi tetes mata (pantokain/tetrakain)
-
Semprit 2 cc dengan jarum anel
-
Garam fisiologik
-
Dilatator
Teknik
:
22
-
Penderita duduk atau tidur
-
Mata ditetesi anestetik local
-
Ditunggu sampai rasa pedas hilang
-
Pungtum diperlebar dengan dilatator
-
Jarum anel yang berada pada semprit dimasukkan horizontal melalui kanalikuli lakrimal sampai masuk sakus lakrimal
-
Penderita ditanya apakah merasa sesuatu (pahit atau asin) pada tenggorokan dan apakah terlihat rekasi menelan setelah semprotan garam fisiologik
Nilai
: Bila terlihat adanya reaksi menelan berarti garam fisiologik masuk
tenggorokan menunjukkan fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Bila tidak ada refleks menelan dan terlihat garam fisiologik keluar melalui pungtum lakrimal atas berarti fungsi apparatus lakrimal tidak ada atau duktus nasolakrimal tertutup. 2. Test Fluoresin pada fungsi sistem lakrimal Tujuan
:
tes untuk melihat fungsi saluran ekskresi sistem lakrimal
Dasar
:
air mata masuk hidung melalui sistem ekskresi lakrimal. Air mata dengan fluoresin akan masuk ke dalam sistem lakrimal dan terlihat di hidung dengan warna hijau
Alat
:
Teknik
:
zat warna fluoresin 2%
-Fluoresin diteteskan pada satu mata
23
-Penderita diminta berkedip keras beberapa kali -
Akhir menit ke-6 diminta beringus (bersin dan menyekanya dengan kertas tisu. Penderita dapat juga disuruh meludah
-
Dilihat adanya zat warna menempel pada kertas tisu, dari hidung atau mulut.
Nilai
:
Bila terlihat zat warna fluoresin pada kertas tisu berarti sistem ekskresi lakrimal baik. 3. Pemeriksaan dengan sonde Tujuan
:
pemeriksaan untuk menentukan letak penyumbatan saluran ekskresi air mata
Dasar
:
setiap
saluran
mempunyai
ukuran
tersendiri.
Hambatan
alat
menunjukkan letak penutupan atau panjang saluran yang terbuka Alat : -
Sonde (probe) 0 atau 00 Bowman
-
Obat anestetik local
Teknik
:
-
Mata diberi tetes anestetik local (pantokain 1% atau tetrakain 1%)
-
Sonde dmasukkan ke dalam kanalikuli sejauh mungkin sampai terasa adanya tahanan sewaktu dimasukkan
-
Akhir sonde yang masih terlibat pada pungtum diberi tanda
24
Nilai
:
bila panjang sonde yang masuk:
-
8 mm berarti kanalikuli lakrimal baik
-
10-12 mm berarti kanalikuli lakrimal sampai pada sakus lakrimal baik
-
16 mm berarti penyumbatan pada bagian atas duktus nasolakrimal
-
20 mm pada anak atau 35 mm pada orang dewasa berarti sonde sampai pada dasar hidung
4. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologi membantu mengkonfirmasi lokasi stenosis atau obstruksi, perlambatan aliran air mata fungsional dan melihat patologi paranasal. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan, antara lain : -
Dakriosistografi (DCG) Injeksi cairan radio-opak kedalam kanalikuli superior atau inferior, kemudian
difoto. Menilai anatomi kanalikuli, sakus dan duktus nasolakrimal. Baik untuk menentukan lokasi stenosis atau obstruksi dan sangat berguna untuk membedakan stenosis presakus dan post sakus. -
Nukleur Lakrimal Sintigrafi Menggunakan technitium 99m pertechnetate yang diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan diambil foto dengan kamera gama. Dakriosistografi dan Nukleur Lakrimal Sintigrafi harus dilakukan sebelum dilakukan Dakriosistorinostomi. -
Computer Tomografi (CT)
-
Magnetic Resonance Imaging (MRI) – jarang dilakukan
25
2.9.
KOMPLIKASI
Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain -
10
Dakriosistitis Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan nyeri tekan
didaerah sekitar duktus mengalami penyumbatan, biasanya pada akut disertai demam. Pada keadaan menahun tidak terdapat nyeri, tanda radang, jadi biasanya gelajanya seperti mata berair yang bertambah bila terkena angin. Pada anak – anak biasanya disebabkan akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat tertekan salurannya misalnya pada polip hidung. Penyebab paling berbahaya adalah pneumokok dan ini akut dan bisa berlanjut menahun. Pengobatan dakriosistitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus sehingga nanah bersih dari dalam kantung dan kemudian diberi antibiotik lokal dan sistemik. Apabila terdapat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka lakukan insisi. Bila kantung lakrimal telah tenang danbersih maka lakukan pemasokan pelebaran duktus nasolakrimal, dan apabila tetap meradang dan ada obstruksi duktus nasolakrimal maka lakukan pembedahan dakriosistorinostomi atau operasi Toti. Pengobatan pada anak (neonatus) : pengurutan kantong air mata arah pangkal hidung. Beri antibiotik / tetes mata, sulfonamid 4-5x sehari, dan bila perlu lakukan probing ulangan.
26
Pengobatan dakriosistitis akut dewasa : irigasi dengan antibiotik, bila penyumbatan menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakriosistorinostomi bila keadaan radang sudah tenang Pengobatan dakriosistitis kronis dewasa : lakukan irigasi dengan antibiotik, apabila penyumbatan menetap lakukan dariosistorinostomi bila keadaan radang sudah tenang. Komplikasi dakriosistitis adalah apabila pus pecah dapat menyebabkan fistel sakus lakrimal, abses kelopak, ulkus, dan selulitis orbita. -
Perisistitis
Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat. -
Mukocele
Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media. -
Selulitis periorbita
Peradangan didaerah ipsilateral mata
2.10.
PENATALAKSANAAN
Dalam kebanyakan kasus, prosedur dakriosistorinostomi bypass akan memulihkan keadaan pasien jika obstruksi terletak di bagian bawah sakus lakrimal atau
duktus.
Apabila
kanalikuli
yang
terobstruksi,
rekonstruksi
kanalikuli
dilakukan.Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital ± pembukaan spontan membran ini terjadi sebelum anak berusia 6 bulan. Jika menetap, eksplorasi duktus nasolakrimal sebelum usia 12 bulan biasanya dapat menyembuhkan.
27
Namun begitu, untuk mencegah kegagalan dari penatalaksanaan yang tidak sesuai prosedur atau inkomplet, probe yang dalam inferior nasal meatus harus diperhatikan. (Dutton, Jonathan. 1994. Atlas of clinical and surgical orbit anatomy. SaundersCompany. Hal 145) -
Dakriosistorinostomi (DCR) Dakriosistorinostomi (DCR) yaitu operasi yang membuat lubang permanen
dari sakus lakrimal ke dalam rongga hidung yang akan dilewati oleh air mata, operasi ini dilakukan pada kasus epiphora dan discharge -
9
Indikasi :
Pasien dengan epifora, mucocoele atau dakriosistitis kronis akibat dari stenosisduktus nasolakrimal dengan kanalikuli normal atau hanya sumbatan pada distalmembran kanalikuli komunis. -
Kelebihan external DCR :
1. Sakus lakrimal terlihat semuanya, patologi intra-sakus bisa diidentifikasi dankatup Rosenmuller bisa dilihat dengan jelas. 2. Membranektomi pembukaan kanalikuli komunis dapat dilakukan 3. Rhinostominya besar (sekurang-kurangnya 10mm), dimana semua tulang dansinus yang berada disekitar pembukaan juga diangkat. Jadi, rhinostomy yangsudah sembuh tidak akan menutup kembali.
Kekurangan external DCR :
1. Perdarahan sewaktu operasi menghalangi terlihatnya pembukaan komunis dan ini sulit untuk menjahit flap posterior.
28
2. Operasi yang lama, bisa sampai 60 menit, tergantung kepada pengalaman ahli bedahnya. 3. Ada resiko untuk terjadi sindrom sump apabila rhinostomi terletak terlalu tinggi dibandingkan sakus lakrimal. Pada sindrom sump, sistem lakrimal terbuka sewaktu dilakukan irigasi tetapi gejala epiphora akan menetap karena sakus lakrimal tidak bisa keluar sepenuhnya. 4. Jaringan parut/sikatrik kadang-kadang bisa kelihatan.
Kelebihan endonasal DCR :
1.Karena anestesi lokal yang dipakai, rehabilitasi post operasinya cepat. Sangat sesuai untuk orang tua yang beresiko secara medis jika diberikan anestesi umum dan operasi berlangsung lama. 2.Hemostasis yang baik. 3.Tindakan berlangsung 10-35 menit. 4.Tidak ada resiko untuk terjadi sindrom sump, kerana rhinostomi dilakukan disebelah sakus lakrimal bagian bawah. 5.Operasi dilakukan secara lokal jadi kerusakan k olateral sangat sedikit 6.Tidak dilakukan insisi kulit, jadi tidak adanya jaringan parut yang kelihatan. 7. Pasien lebih memilih tindakan ini karena tidak mau ada jaringan parut diwajahnya dan menginginkan operasi yang cepat walaupun sudah diberitahu angka keberhasilan endonasal DCR adalah lebih rendah dari external DCR
Kekurangan endonasal DCR :
29
1.Bagi oftalmologist, adanya kurva belajar, dengan anatomi san instrumen yang baru. Tindakan lebih baik dilakukan dengan pakar THT yang sudahmempunyai keahlian dan instrumen yang mencukupi. 2.Biaya instrumen dan endoskop yang mahal. 3.Intubasi silikon sementara biasanya diindikasi selama sekurang-kurangnya 5 minggu. 4.Bagian dalam sakus lakrimal dan pembukaan komunis tidak selalunyakelihatan. 5.Mukosa lakrimal yang lembut mungkin rusak, dan mengakibatkan parut. 6.Angka keberhasilan operasi yang rendah, oleh sebab granuloma dan fibrosis submukosal kadang-kadang menyebabkan penutupan rhinostomi.
Managemen post operasi :
External DCR : 1. Menutup mata/ luka, bisa dilakukan atau tidak 2. Pasien didudukkan 45 secepatnya untuk mengurangkan perdarahan 3.Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari ini 4.Antibiotik spektrum luas diberi untuk satu minggu, atau berikan antibiotic bolus sewaktu operasi jika terdapat mucocoele atau sinusitis. 5.Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 3 minggu.
Endonasal DCR : 1.Biasanya tidak ada nasal pack 2.Pasien didudukkan seperti pada external DCR
30
3.Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari 4.Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 4 minggu 5.Biasanya tidak diperlukan penggunaan obat semprot steroid nasal
2.11.
PROGNOSIS
Walaupun penyumbatan pada kasus yang lebih ringan dapat dibersihkan dengan irigasi, explorasi dan beberapa cara lain, penyumbatan dapat berulang dan disertaiinfeksi berlanjut. Telah dilaporkan keberhasilan berbagai prosedur pembedahan,dimana paling sedikit 60% kasus menunjukkan perbaikan. Tanpa pengobatan, akan terbentuk bekas luka permanen pada duktus lakrimal
6
31
BAB III KESIMPULAN
Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat terjadi baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Manifestasi yang lazim terjadi yaitu berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epiphora), Juga terdapat penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen dan kerak. Dakriostenosis dapat diketahui dengan melakukan berbagai pemeriksaan, dimulai dari inspeksi sampai melakukan irigasi dan eksplorasi. Efek yang dapat ditimbulkan dari dakriostenosis ini antara lain dakriosistitis, perisistitis, mukocel danseluitis periorbital. Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk mengkoreksi keadaan ini.
32
KEPUSTAKAAN
1. Asbury,T and Sanitato, J. 2000. Trauma.Oftalmologi Umum Vaughan. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 381 2. Camara, J. G. 2008. Nasolacrimal Duct Ostruction : Differential Diagnosis and Work up. Diakses dari www.medscape.com pada tanggal 28 Oktober 2009.Terakhir diperbarui 22 Oktober 2008. 3. Dorland, W. A. 2002. Newman. Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Holds, J. B et all. 2011. Abnormalities of The Lacrimal Secretory and Drainage Systems. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco:American Academic of Ophtalmology. Hal 241- 277 5. Ilyas, S. 2009. Kelainan Kelopak dan Kelainan Jaringan Orbita. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 89, 121-122. 6. Jeffrey, Hurwitz. 2004.The Lacrimal Drainage System. Ophtalmology.Edisi2. St. Louis. Hal 761 ± 766) 7. Mosby. Medical Dictionary. Edisi 8. 2009. Elsevier. 8. Nelson, L. 2000. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. Hal 2164 – 2165 9.Oliver, J. 2002. Colour Atlas of Lacrimal Surgery Germany:ButterwothHeinemann. Hal 40, 93 ± 100 10. Rudolph. 1991. Bloked Tear Duct (Dacryostenosis). Rudolphs Pediatrics. Edisi 19
33