BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan indutri. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Semua orang tahu betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Namun, tidak semua orang berpikir dan bertindak secara bijak dalam menggunakan air dengan segala permasalahan yang mengitarinya. Malah ironisnya, suatu kelompok masyarakat begitu sulit mendapatkan air bersih, sedangkan segelintir kelompok masyarakat lainnya dengan mudahnya menghambur-hamburkan air (Narita, Kadek, et al, 2011). Kebutuhan akan pentingnya air tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melestarikan air, sehingga banyak sumber air yang tercemar oleh perbuatan manusia itu sendiri. Ketidak bertanggung jawaban mereka membuat air menjadi kotor, seperti membuang sampah ke tepian sungai sehingga aliran sungai menjadi mampet dan akhirnya timbul banjir jika hujan turun, membuang limbah pabrik ke sungai yang mengkibatkan air itu menjadi tercemar oleh bahanbahan berbahaya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan air yang telah tercemar hingga layak digunakan untuk aktivitas sehari-hari (Said, Nusa Idaman & Wahjono, Heru Dwi, 1999). Air bersih adalah air yang biasa dipergunakan untuk keperluan rumah tangga yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan apabila diminum harus dimasak terlebih dahulu. Air yang diolah untuk menjadi air bersih berasal dari air permukaan, mata air, dan air tanah. Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya mengenai kebutuhan akan air bersih, perlu disesuaikan dengan sumber air baku serta teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan teknologi dalam masyarakat itu sendiri (Said, Nusa Idaman & Wahjono, Heru Dwi, 1999). Pengolahan air bersih adalah suatu usaha teknis yang dilakukan untuk memberikan perlindungan pada sumber air dengan perbaikan mutu asal air sampai menjadi mutu yang
1
diinginkan dengan tujuan agar aman dipergunakan oleh masyarakat pengkonsumsi air bersih. (Narita, Kadek, et al, 2011). Pengolahan air bersih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 (PERMENKES 492/2010), yang didalamnya terdapat syarat-syarat air hasil pengolahan penjernihan agar dapat dikonsumsi layaknya air minum (Narita, Kadek, et al, 2011).
B. Tujuan Adapun tujuan dibuatnya makalah tentang pengolahan air bersih ini adalah: 1. Mengetahui permasalahan-permasalahan tentang pengolahan air bersih di Indonesia 2. Mencari solusi untuk memecahkan masalah pengolahan air bersih.
C. Rumusan Masalah 1. Pada tahun 2011 dari sekitar dua ratus jutaan penduduk Indonesia baru 20% saja yang memiliki akses terhadap air bersih. Itu pun kebanyakan di daerah perkotaaan. Sedangkan sisanya, atau sekitar 80% rakyat Indonesia masih mengkonsumsi air yang tak layak untuk kesehatan. 2. Data dari kementerian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar, mulai
dari
bahan
organik
sampai
bakteri-bakteri
penyebab
diare
seperti
coliform dan Fecal coli. Padahal, air sungai seharusnya bisa menjadi sumber kehidupan warga sekitar. 3. Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare di seluruh dunia. 4. Sekitar 70 juta masyarakat Indonesia buang air besar sembarangan setiap harinya.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Air Bersih Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari dan memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk treatmen air sanitasi.
B. Sumber, Syarat dan Karakteristik Air Bersih Banyak sumber air yang bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk air minum, yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah. Sumber air dan kualitas dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu: air permukaan, air tanah, dan air hujan.
Air Permukaan
Air permukaan paling banyak dimanfaatkan sebagai air baku karena ketersediaannya lebih banyak, namun secara kualitas lebih buruk karena pengaruh pencemaran dan erosi.
Air Tanah
Secara alamiah kualitas air tanah dipengaruhi oleh susunan kimia batuan yang dilalui Air bersihselama proses peresapan. Kualitas air tanah berbeda-beda menurut wilayah batuan dan daerah tangkapannya. Selain proses pelarutan mineral air, tanah juga mengalami proses penyaringan dan pembersihan diri sehingga kualitasnya cukup baik sebagai air minum.
Air Hujan
Pada beberapa daerah yang tidak cukup mempunyai sumber air tanah dan permukaan. Air hujan bisa dimanfaatkan untuk keperluan sumber air minum dan rumah tangga. Tekniknya dengan pengumpulan dari atap bangunan. Air hujan bersifat asam dan bersifat lunak.
Mata air
Mata aiar adalah sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul
ke permukaan tanah akibat tekanan , sehigga belum terkontaminasi oleh zat-zat
pencemar.biasanya lokasi mata air erupakan darah terbuka sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.
3
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, syarat-syarat wajib air bersih yang bisa diminum adalah sebagai berikut:
4
NO
JENIS PARAMETER
SATUAN KADAR
MAKSIMUM
DIPERBOLEHKAN 1.
Parameter
yang
berhubungan
langsung
dengan kesehatan a. parameter mikriobiologi 1) E. Coli
Jumlah per 100 ml
0
sampel 2) Total bakteri Koliform
Jumlah per 100 ml
0
sampel b. Kimia anorganik
2.
1) Arsen
mg/l
0,01
2) Fluorida
mg/l
1,5
3) Total Kromium
mg/l
0,05
4) Kadmium
mg/l
0,003
5) Nitrit (sebagai NO2-)
mg/l
3
6) Nitrat (sebagai NO3-)
mg/l
50
7) Sianida
mg/l
0,07
8) selenium
mg/l
0,01
Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan a.
parameter fisik 1) bau
Tidak berbau
2) warna
TCU
15
3) total zat padat terlarut (TDS)
mg/l
500
4) kekeruhan
NTU
5
5) rasa
Suhu udara ±3
1) aluminium
mg/l
0,2
2) besi
mg/l
0,3
3) kesadahan
mg/l
500
4) khlorida
mg/l
250
5) mangan
mg/l
0,4
6) suhu b.
Tidak berasa 0
C
parameter kimiawi
6) PH
5
6,5-8,5
YANG
7) seng
mg/l
3
8) sulfat
mg/l
250
9) tembaga
mg/l
2
10) amonia
mg/l
1,5
6
NO
JENIS PARAMETER
SATUAN
KADAR MAKSIMUM YANG DIPERBOLEHKAN
1.
KIMIAWI
A.
BAHAN ANORGANIK
B.
1) air raksa
mg/l
0,001
2) antimon
mg/l
0,02
3) barium
mg/l
0,7
4) boron
mg/l
0,5
5) molybdenum
mg/l
0,07
6) nikel
mg/l
0,07
7) sodium
mg/l
200
8) timbal
mg/l
0,01
9) uranium
mg/l
0,015
Zat organik (KMnO4)
mg/l
10
Deterjen
mg/l
0,05
Carbon Tetrachloride
mg/l
0,004
Dichloromethane
mg/l
0,02
1,2 - Dichloroethane
mg/l
0,05
1,2- Dichloriethene
mg/l
0,05
trichloroethene
mg/l
0,02
tetrachloroethene
mg/l
0,04
benzene
mg/l
0,01
toluene
mg/l
0,7
xylenes
mg/l
0,5
ethilbenzene
mg/l
0,3
styrene
mg/l
0,02
1,2- Dichlorobenzene
mg/l
1
1,4- Dichlorobenzene
mg/l
0,3
BAHAN ORGANIK
Chlorinated alkanes
Chlorinated ethenes
Aromatic Hidrocarbon
Chlorineted benzenes
Lain-lain
7
Di (2-ethylhexyl)phtalate
mg/l
0,0085
Acrylamyde
mg/l
0,0005
Epychlorohydrin
mg/l
0,0004
Hexachlorobutadiene
mg/l
0,0006
EDTA
mg/l
0,6
NTA
mg/l
0,2
C. Fungsi dan Manfaat Air Bersih Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana. Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badannya, dan volume tersebut sangat bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga bervariasi antara bagianbagian tubuh seseorang. Beberapa organ tubuh manusia yang mengandung banyak air, antara lain, otak 74,5%, tulang 22%, ginjal 82,7%, otot 75,6%, dan darah 83%. Setiap hari kurang lebih 2.272 liter darah dibersihkan oleh ginjal dan sekitar 2,3 liter diproduksi menjadi urine. Selebihnya diserap kembali masuk ke aliran darah. Dalam kehidupan sehari-hari, air dipergunakan antara lain untuk keperluan minum, mandi, memasak, mencuci, membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan industri. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata- rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat Salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah Air. Tidak hanya penting bagi manusia Air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tubuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia inti karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup. 8
Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia tidak akan bertahan selama beberapa hari jika tidak minum karena
sudah mutlak bahwa sebagian besar zat
pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan hal yang baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karen tersedianya Air yang cukup. Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Berikut ini air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala macam kegiatannya, antara lain digunakan untuk:
keperluan rumah tangga, misalnya untuk minum, masak, mandi, cuci dan pekerjaan lainnya,
keperluan umum, misalnya untuk kebersihan jalan dan pasar, pengangkutan air limbah, hiasan kota, tempat rekreasi dan lain-lainnya.
keperluan industri, misalnya untuk pabrik dan bangunan pembangkit tenaga listrik.
keperluan perdagangan, misalnya untuk hotel, restoran, dll.
keperluan pertanian dan peternakan
keperluan pelayaran dan lain sebagainya
Oleh karena itulah air sangat berfungsi dan berperan bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Penting bagi kita sebagai manusia untuk tetap selalu melestarikan dan menjaga agar air yang kita gunakan tetap terjaga kelestariannya dengan melakukan pengelolaan air yang baik seperti penghematan, tidak membuang sampah dan limbah yang dapat membuat pencemaran air sehingga dapat menggangu ekosistem yang ada. (Chandra, 2005)
D. Masalah dalam Akses Air Bersih Cadangan air Indonesia mencapai 2.530 km3 /tahun yang termasuk dalam salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Dalam data lain menunjukkan, ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.500 m3 per kapita per tahun. Angka ini masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya
8.000 m3 per tahun. Namun jika ditinjau
ketersediaannya perpulau akan sangat lain dan bervariasi. (P3DI, 2009) Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat setengah persen dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini 9
dihuni oleh sekitar 65 persen total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1.750 meter kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Padahal standar kecukupan minimal adalah 2.000 m 3 per kapita per tahun . Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah
tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah
terlampaui (Kementerian Pekerjaan Umum. 2010). Menurut Pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Jakarta sudah mengalami krisis air bersih sejak 18 tahun yang lalu, dan saat ini kondisinya semakin parah. Jakarta memerlukan sekitar 26.938 liter air per detik, namun yang tersedia hanya 17.700 liter air per detik. (P3DI, 2009). Di Jakarta , Sungai Ciliwung memiliki sanitasi yang buruk yang digunakan sebgai sumber air oleh sebagian masyarakatnya. Di Kelurahan
Bukit Duri, tidak semua rumah
memiliki akses air bersih. Bahkan di satu Rukun Tetangga (RT) hanya terdapat satu tempat mandi, cuci dan kakus (MCK). Sebagian besar warga mengalami kesulitan mendapatkan akses air bersih karena PAM tidak memberikan layanan air bersih bagi warga di bantaran sungai. Rata-rata warga menggunakan air tanah, tetapi di beberapa tempat karena lokasi yang dekat dengan sungai, kualitas air tanah yang didapatkan tidak baik karena kekeruhannya (Nikmah, SN. 2010). Atas inisiatif warga terutama di Kelurahan Bukit Duri, warga mengelola air bersih sendiri dan ditempatkan di satu galon besar. Air tersebut kemudian digunakan bersama-sama. Setiap RT memiliki satu galon air yang mampu menampung air sebanyak 500 m³. Namun inisiatif mengelola air bersih tidak terjadi di semua kelurahan yang ada di bantaran Sungai Ciliwung. Sebagian besar warga malah terpaksa harus membeli air bersih guna keperluan memasak atau keperluan rumah tangga lainnya. Namun, buruknya perilaku sanitasi inilah yang ada mendorong masyarakat menggunakan air Sungai Ciliwung yang terbukti tidak layak dikonsumsi untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci dan mandi. Akibatnya, banyak warga yang menderita berbagai penyakit seperti diare dan demam berdarah (Nikmah, SN. 2010).
10
E. Kendala dan Hambatan dalam Pengolahan Air Bersih Masalah pengolahan air bersih di Indonesia berada di ambang kritis air lantaran minimnya daerah resapan air. Hal tersebut terjadi karena banyaknya pembangunan gedung-gedung dan perumahan. Sebenarnya, kondisi tersebut bisa diperbaiki. Caranya, dengan membangun hutanhutan kota dan sumur resapan air. Selain itu kurangnya kualitas sumberdaya manusia dalam segi pemahaman iptek, dalam menerima transfer teknologi pengolahan air menjadi masalah yang harus segera diperbaiki dengan cara melukan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Diperlukan investasi yang lebih banyak di sektor air bersih dan sanitasi. Investasi pemerintah di sektor tersebut kurang dari satu persen dari PDB. Pemerintah sedang melakukan upaya untuk mengatasi masalah ini. Setelah dimulainya PPSP (Program Percepatan Sanitasi Nasional) tahun 2010, alokasi anggaran sanitasi oleh pemerintah daerah meningkat sebesar 4 sampai 7 persen pada tahun 2011.
F. Solusi dari Permasalahan Air Bersih 1. Pengolahan Air Bersih Secara Alami Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam Kolam Oksidasi (Oxidation Ponds). Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang. Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman dan di daerah yang terbuka sehingga memungkinkan sirkulasi angin dengan baik. Cara kerjanya antara lain sebagai berikut:
Empat unsur yang berperan dalam proses pembersihan alamiah ini adalah sinar matahari, ganggang, bakteri, dan oksigen. Ganggang dengan butir khlorophylnya dalam air limbah melakukan proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari sehingga tumbuh dengan subur.
11
Pada proses sintesis untuk pembentukan karbohidrat dari H2O dan CO2 oleh chlorophyl dibawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2 (oksigen). Kemudian oksigen ini digunakan oleh bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan. Disamping itu terjadi pengendapan. Sebagai hasilnya nilai BOD dari air limbah tersebut akan berkurang sehingga relatif aman bila akan dibuang ke dalam badan-badan air (kali, danau, dan sebagainya).
2. Solusi Pengolahan Air Bersih dengan Metode Pengolahan Gambut Sederhana Untuk pembuatan satu unit alat pengolah air minum sederhana ini, diperlukan bahan-bahan antara lain seperti pada tabel di bawah ini (lihat tabel berikut. Jika bahan tersebut tidak tersedia dipasaran setempat, dapatdisesuaikan dengan bahan yang tersedia. Jadi tidak harus seperti yang tertera pada Tabel 1.
12
Bahan-bahan tersebut tidak termasuk bahan untuk dudukkan alat. Di samping itu bahan - bahan tersebut dapat juga disesuaikan dengan keadaan setempat misalnya, jika tidak ada tong plastik dapat juga dipakai drum bekas minyak yang dicat terlebih dahulu.
DIAGRAM PROSES PENGOLAHAN AIR GAMBUT
TAHAPAN PROSES PENGOLAHAN AIR METODE GAMBUT SEDERHANA 1.
Netralisasi dengan pemberian kapur/gamping Yang dimaksud dengan netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi netral (pH 7
- 8). Untuk air yang bersifat asam misalnya air gambut, yang paling murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur/gamping. Fungsi dari pemberian kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas proses selanjutnya.
2.
Aerasi dengan pemompaan udara Yang dimaksud dengan aerasi yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan
zat besi dan mangan yang ada dalam air baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara memben tuk senyawa besi dan senyawa mangan yang dapat diendapkan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan, Carbon Dioksida dan gas-gas racun lainnya. Reaksi oksidasi Besi dan Mangan oleh udara dapat ditulis sebagai berikut:
4 Fe2+ + O2 + 10 H2O ====> 4 Fe(OH)3 + 8 H+ tak larut
13
Mn2+ + O2 + H2O ====> MnO2 + 2 H+ tak larut
Dari persamaan reaksi antara besi dengan oksigen tersebut, maka secara teoritis dapat dihitung bahwa untuk 1 ppm oksigen dapat mengoksidasi 6.98 ppm ion Besi. Reaksi oksidasi ini dapat dipengaruhi antara lain : jumlah Oksigen yang bereaksi , dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah udara yang dikontakkan dengan air serta luas kontak antara gelembung udara dengan permukaan air. Jadi makin merata dan makin kecil gelembung udara yang dihembuskan kedalam air bakunya , maka oksigen yang bereaksi makin besar. Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan oksigen dari udara adalah pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar 7(tujuh). Oleh karena itu sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak menyimpang dari pH standart untuk air minum yaitu pH 6,5 - pH 8,5. Oksidasi Mangan dengan oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar Mangannya tidak terlalu tinggi maka sebagaian mangan dapat juga teroksidasi dan terendapkan.
3.
Koagulasi dengan pemberian tawas Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia kedalam air agar kotoran alam air
yang berupa padatan tersuspensimisalnya zat warna organik, lumpur halus bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara yang paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan tawas/alum atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18 H2O. (berupa kristal berwarna putih). Reaksi koagulasi dengan Tawas secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut: Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 ==> 2 Al(OH)3 +3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O alkailnity
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 ==> 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 3 CO2 + 18 H2O mengendap
Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan alumunium hidroksida, Al(OH)3 yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel-partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas 14
dapat dilakukan sebagai berikut yaitu : sejumlah tawas/ alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan kedalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukkan dikurangi sedemikian rupa sehingga terbentuk gumpalan - gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.
4.
Pengendapan Setelah proses koagulasi air tersebut didiamkan sampai gumpalan kotoran yang terjadi
mengendap semua (+ 45 - 60 menit). Setelah kotoran mengendap air akan tampak lebih jernih. Endapan yang terkumpul didasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang terdapat di bawah tangki.
5.
Penyaringan Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua.
Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.
PERALATAN YANG DIGUNAKAN 1.
TONG/TANGKI PENAMPUNG Terdiri dari Drum Plastik dengan volume 220 liter. Drum tersebut dilengkapi dengan dua
buah kran yaitu untuk mengalirkan air ke bak penyaring dan untuk saluran penguras. Pada dasar Drum sebelah dalam diplester dengan semen sehingga berbentuk seperti kerucut untuk memudahkan pengurasan. Selain itu dapat juga menggunakan tangki fiber glass volume 550 liter yang dilengkapi dengan kran pengeluaran lumpur. Tong atau tangki penampung dapat juga dibuat dari bahan yang lain misalnya dari tong bekas minyak volume 200 liter atau dari bahan gerabah. Fungsi dari drum adalah untuk menampung air baku, untuk proses aerasi atau penghembusan dengan udara, untuk proses koagulasi dan flokulasi serta untuk pengendapan. 15
2.
POMPA AERASI Pompa aerasiterdiri dari pompa tekan (pompa sepeda) dengan penampang 5 cm, tinggi
tabung 50 cm. Fungsi pompa adalah untuk menghembuskan udara kedalam air baku agar zat besi atau mangan yang terlarut dalam air baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara membentuk oksida besi atau oksida mangan yang dapat diendapkan. Pompa tersebut dihubungkan dengan pipa aerator untuk menyebarkan udara yang dihembuskan oleh pompa ke dalam air baku. Pipa aerator terbuat dari selang plastik dengan penampang 0.8 cm, yang dibentuk seperti spiral, permukaannya dibuat berlubang, jarak tiap lubang + 2 cm. 3.
BAK PENYARING Bak Penyaring terdiri dari bak plastik berbentuk kotak dengan tinggi 40 cm dan luas
penampang 25 X 25 cm serta dilengkapi dengan sebuah keran disebelah bawah. Untuk media penyaring digunakan pasir. kerikil, arang dan ijuk. Susunan media penyaring media penyaring dari yang paling dasar keatas adalah sebgai berikut : Lapisan 1: kerikilatau koral dengan diameter 1-3 cm, tebal 5 cm. Lapisan 2: ijuk dengan ketebalan 5 cm. Lapisan 3: arang kayu, ketebalan 5-10 cm. Lapisan 4: kerikil kecil diameter + 5 mm, ketebalan + 5 cm. Lapisan 5: pasirsilika, diameter + 0,5 mm, ketebalan 10-15 cm. Lapisan 6: kerikil, diameter 3 cm, tebal 3-6 cm 4.
BAHAN KIMIA
Bahan kimia yang dibutuhkan antara lain :
Tawas,
kapur tohor dan,
kaporit bubuk.
16
CARA PEMBUATAN
1. Masukkan air baku kedalam tangki penampung sampai hampir penuh (550 liter). 2. Larutkan 60 - 80 gram bubuk kapur / gamping (4 - 6 sendok makan) ke dalam ember kecil yang berisi air baku, kemudian masukkan ke dalam tangki dan aduk sampai merata. 3. Masukkan slang aerasi ke dalam tangki sampai ke dasarnya dan lakukan pemompaan sebanyak 50 - 100 kali. setelah itu angkat kembali slang aerasi. 4. Larutkan 60 - 80 gram bubuk tawas (4 - 6 sendok makan) ke dalam ember kecil, lalu masukkan ke dalam air baku yang telah diaerasi. Aduk secara cepat dengan arah yang putaran yang sama selama 1 - 2 menit. Setelah itu pengaduk diangkat dan biarkan air dalam tangki berputar sampai berhenti dengan sendirinya dan biarkan selama 45 - 60 menit. 5. Buka kran penguras untuk mengelurakan endapan kotoran yang terjadi, kemudian tutup kembali. 6. Buka kran pengeluaran dan alirkan ke bak penyaring. Buka kran saringan dan usahakan air dalam saringan tidak meluap. 7. Tampung air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih. Jika digunakan untuk minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu.
17
Catatan :
Jika volume bak penampung lebih kecil maka jumlah kapur dan tawas yang dipakai harus disesuaikan.
Jika menggunakan kaporit untuk membunuh kuman-kuman penyakit, bubuhkan kaporit sekitar 1-2 gram untuk 500 liter air baku. Cara pemakaiannya yaitu dimasukkan bersamasama pada saat memasukkan larutan kapur.
PIPA AERATOR
PENAMPANGAN SARINGAN PASIR
KUALITAS AIR HASIL PENGOLAHAN Dari beberapa hasil pengolahan dengan menggunakan peralatan tersebut diatas, setelah diperiksa di laboratorium di dapatkan hasil air olahan dengan kualitas seperti pada Tabel 2.
18
BIAYA PRODUKSI
Untuk setiap kali pengolahan (kapasitas tangki 500 liter) dibutuhkan bahan kimia dengan jumlah sebagai berikut : 1. Tawas
= 60 – 80 gram
2. Kapur tohor
= 60 – 100 gram
3. Kaporit
= 1 – 2 gram
Harga rata-rata bahan kimia tersebut adalah : 1. Tawas
= Rp 1.500/kg
2. Kapur tohor
= Rp 1.000/kg
3. Kaporit
= Rp 9.000/kg
Jadi untuk setiap kali pengolahan diperlukan biaya sebesar : 1. Tawas
= 80/1000 x Rp 1.500
= Rp 120
2. Kapur tohor
= 100/1000 x Rp 1.000
= Rp 100
3. Kaporit
= 2/1000 x Rp 9.000
= Rp 18
Total biaya = (Rp 120 + Rp 100 + Rp 18) = Rp 238/500 liter Jadi biaya produksi = Rp 238/500 liter = Rp 0,48/liter
19
3. System Portable / Langsung Hisap
20
LifeStraw adalah filter air yang dirancang untuk digunakan oleh satu orang untuk menyaring air sehingga mereka dapat dengan aman meminumnya. Ini filter maksimal 1000 liter air, cukup untuk satu orang selama satu tahun. Ini menghilangkan 99,9999% bakteri ditularkan melalui air dan 99,9% parasit The Family LifeStraw, unit yang lebih besar yang dirancang untuk penggunaan keluarga, juga menyaring 99,99% dari virus. LifeStraw termasuk LifeStraw dan Keluarga LifeStraw, yang merupakan filter air komplementer point-of-penggunaan yang dirancang oleh Swiss berbasis Vestergaard Frandsen bagi orang-orang yang tinggal di negara-negara berkembang dan untuk distribusi dalam krisis kemanusiaan. Keluarga LifeStraw filter maksimal 18.000 liter air, menyediakan air minum yang aman untuk keluarga dari lima sampai tiga tahun. LifeStraw dan Keluarga LifeStraw dibagikan dalam
gempa,
Haiti
2010
2010
banjir
Pakistan,
dan
2011
banjir
Thailand.
Water Filter System adalah : Suatu alat penyaringan air yang memiliki teknologi modern, tetapi sangat sederhana dalam penggunaannya dan mempunyai efektifitas tinggi untuk menurunkan zat-zat Organik, Warna, Bau, Zat Besi, Zat Kapur, sehingga air yang dihasilkan akan menjadi jernih,bersih dan sehat.
21
Cara Proses kerja Filter Untuk memperoleh hasil air yang jernih, Bersih dan sehat dilakuakna dengan system gravitasi atau dilakukan dengan cara mengalirkan air dari atas torn lalu turun kebawah melalui media Filter yang disesuaikan dengan problem air tersebut
Proses Awal Melakukan Pemasangan Water Filter System sampai Dengan Pemeliharaan Filter a. Survey Lokasi : Untuk mengambil sample air dan mengecek system instalasi. Pabrik modern akan buatkan perencanaan system dan penempatan unit filter yang sesuai dengan kebutuhan anda b. Test Air Pabrik modern akan test Air anda baik dilokasi maupun ditempat Pabrik modern. Pabrik modern akan melaporkan hasil air anda dan dengan rekomondasi product yang sesuai dengan kebutuhan,dan berat ringannyaproblem air tersebut. c.Sistem Instalasi Teknisi Pabrik modern yang sudah terlatih akan melaksanakan pemasangan dengan sesuai jadwal yang ditentukan. Teknisi Pabrik modern akan mengambil contoh air dari hasil proses filter tersebut. d.Maintence Untuk menjaga mutu air Pabrik modern selalu menempatkan pelayanan kontrak service berkala. Kapasitas Filter Disesuaikan dengan tingkat kebutuha Media filter Karbon Filter, Pasir Active, Zeolit, Sand silica, manganise grendsand, Resin Anion,cation. Bahan Tabung Filter P = Pvc, SS = steanliss steal, FB = fiber glass
22
4. Bacth proses (kapasitas kecil) Proses kerja 1. Air di masukkan ke sebuah bak penampung, kemudian di kasih Al2 ( SO4)3, kaporit,dan CaCo3. Yang berfungsi sebagai koagulan, dan mengurangi kesadahan 2. Kemudian di alirkan lagi ke sebuah bak , disini funsi bak sebagai pengendapan lumpur 3. Kemudian di alirkan lagi ke sebuah bak penampung dan di kasih KMno4 , yang berfungsi untuk menghilangkan mikro-organisme dan kaporit untuk membunuh bakteri 4. Kemudian di saring lagi menggunakan Filter yang berfungsi utuk menyaring air supaya lebih jernih dan berfungis untuk mengilankan logam Fe dan alumunium 5. Dan terahir di kasih arang aktif yang berfungsi untuk menghilangkan warna dan bau pada air yang di sebabkan chlor.
G. Kebijakan Pemerintah dalam Pengolahan Air Bersih Dari sisi akses ke prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, masih banyak masyarakat yang belum memilikinya. Pada saat ini jumlah anggota masyarakat yang tidak memiliki akses jauh lebih besar dibanding dengan saat dicanangkannya Dekade Pasokan Air Minum dan Sanitasi 20 tahun yang lalu. Dalam konteks global saat ini diperkirakan sekitar 1.1 milyard penduduk dunia yang tidak memiliki akses ke air minum yang layak, dan sekitar 2,5 milyard yang tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana sanitasi yang baik. Diperkirakan sekitar sepuluh ribu orang setiap hari penduduk dunia meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan air. Masalah yang dihadapi adalah lambatnya penanganan dan dana yang tersedia, terutama di negara berkembang, belum digunakan secara efektif. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kemauan politik, kerangka kerja legal dan kelembagaan, kapasitas, dan peralatan untuk menerapkan praktik-praktik yang baik untuk mengatasi hambatan dalam penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama, melalui berbagai proyek pembangunan, Pemerintah telah membangun sistem air minum di berbagai kota dan juga di perdesaan. Meskipun pada awalnya dominasi Pemerintah Pusat masih sangat kuat dalam aspek perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana air minum melalui Proyek-proyek
23
Air Minum, serta pengelolaannya melalui Badan Pengelolaan Air Minum (BPAM), namun pada akhirnya dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pengelolaan tersebut yang di perkotaan diserahkan juga kepada Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan prasarana dan sarana air minum tersebut di daerah dilakukan oleh badan usaha milik daerah yang dikenal dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Untuk di tingkat perdesaan pengelolaan ada yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi masyarakat setempat yang berbentuk Unit Pengelola Sarana, Kelompok Pengelola Sarana, atau Himpunan Masyarakat Pengguna Air Minum (HIPAM). Pada tahun 2002 ada 296 unit PDAM yang mengelola air minum di Indonesia, termasuk beberapa buah yang masih berstatus BPAM, dan beberapa unit yang dikelola bersama oleh Pemerintah Daerah dan swasta. Dalam era otonomi daerah, Pemerintah Daerah memandang bahwa PDAM merupakan badan usaha milik daerah yang harus menghasilkan pendapatan daerah sehingga banyak campur tangan dari Pemerintah Daerah. Hal ini berakibat pada PDAM menjadi tidak mandiri, karena terlalu banyak intervensi dari Pemerintah Daerah terutama dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan. PDAM tidak dapat meningkatkan efisiensi dan tidak dapat mengembangkan diri sebagai suatu perusahaan profesional. Dalam kondisi seperti itu, hampir semua PDAM menghadapi masalah keuangan yang serius, terutama pendapatan yang kurang karena tarif yang rendah, sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana jauh lebih tinggi. Sebagian besar PDAM terlilit hutang dalam jumlah yang besar, dan bahkan sebagian ada yang sudah jatuh tempo. Hal tersebut diperburuk lagi oleh kondisi SDM pengelola, baik teknis maupun manajerial yang masih rendah. Begitu pula peraturan dan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, sehingga tidak dapat berperan secara optimal dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Keterlibatan sektor swasta untuk berinvestasi dalam penyediaan prasarana dan sarana air minum juga masih sangat rendah. Masih kurangnya sektor swasta terlibat dalam hal ini antara lain karena belum ada kejelasan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur privatisasi maupun kemitraan antara Pemerintah dengan swasta, khususnya dalam penyediaan air minum. Selain itu karena investasi dalam penyediaan prasarana dan sarana air minum sangat padat modal yang berisiko tinggi, sedangkan di sisi lain kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam membayar jasa pelayanan air minum masih dianggap cukup rendah. Sebagai suatu 24
perusahaan, selain mengharapkan pengembalian investasi (cost recovery) tentunya juga mengharapkan memperoleh keuntungan. Kondisi yang ada saat ini masih dianggap belum kondusif untuk berinvestasi dalam penyediaan pelayanan air minum. Meskipun Pemerintah sudah sejak beberapa Pelita melakukan pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, namun cakupannya masih belum merata sehingga presentase masyarakat yang memiliki akses kepada prasarana dan sarana penyehatan lingkungan masih rendah, terutama di pedesaan. Perhatian Pemerintah terhadap penanganan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan juga masih rendah dibandingkan dengan perhatian pada sektor lain. Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan lingkungan juga masih rendah, sehingga masih sulit mengharapkan mereka mau membayar untuk pengelolaan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan. Dalam kondisi kemampuan masyarakat yang masih rendah seperti itu, sektor swasta tidak tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan. Investasi dalam pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, seperti sistem penanganan air limbah terpusat (off site), memerlukan biaya yang besar sehingga akan sangat sulit untuk memperoleh pengembalian investasi. Hal tersebut juga karena peraturan dan perundang-undangan yang ada belum mendukung kebutuhan yang terus berkembang. secara ringkas pengalaman dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan sejak sekitar duapuluh tahun yang lalu, yaitu sejak tahun 1980. Pengalaman tersebut dibagi dalam tiga periode yaitu periode 1980 – 1990, 1990- 2000, dan 2000 sampai dengan sekarang. 1. Periode Tahun 1980 – an Gambaran Umum Keadaan Indonesia dalam periode ini dilihat dari perspektif ekonomi relatif cukup stabil yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 5 – 7%. Pembangunan prasarana dan sarana ekonomi tumbuh pesat dan relatif merata sampai ke seluruh penjuru tanah air. Keamanan maupun situasi politik juga cukup stabil tidak ada gangguan yang serius, sehingga sangat kondusif untuk melaksanakan pembangunan.
25
Namun demikian sistem pemerintahan berjalan secara sentralistik yaitu pendekatan pembangunan dengan lebih banyak perintah atau arahan dari atas ke bawah (top – down) dengan peranan Pemerintah Pusat yang sangat dominan. Prakarsa Pemerintah Daerah termasuk masyarakat sebagai stakeholders pembangunan sangat terbatas sekali. Begitu pula pers sangat dibatasi dan lebih diarahkan untuk menyuarakan kepentingan pemerintah, sehingga arus informasi juga lebih banyak dari Pemerintah kepada masyarakat. Hampir tidak ada suara dari masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya baik yang disalurkan melalui media masa, atau pun melalui lembaga lain. Dekade ini juga ditandai dengan penurunan kualitas lingkungan. Selain karena kerusakan hutan oleh berbagai kegiatan manusia, juga makin tingginya pencemaran, terutama air dan udara sebagai dampak berkembangnya industrialisasi. Urbanisasi yang meningkat dengan pesat telah mempengaruhi kondisi lingkungan di perkotaan. Keadaan ini telah mendorong munculnya isu pelestarian lingkungan dalam setiap pelaksanaan pembangunan. Dalam periode ini ada kejadian yang sangat penting dalam penanganan air dan penyehatan lingkungan yaitu pada saat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencanangkan bahwa tahun 1980 – 1990 adalah International Drinking Water Supply and Sanitation Decade (IDWSSD) atau dikenal juga dengan slogan Water for All, yang artinya bahwa pemerintah di berbagai negara perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan bagi semua lapisan masyarakat. Hal tersebut menandai dimulainya peningkatan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia secara signifikan. Dalam rangka Dekade Untuk Perempuan PBB (UN Decade for Women), 1975-1985, dalam tahun 1983 UNDP meluncurkan kegiatan Promosi Peranan Perempuan Dalam Pelayanan Air dan Penyehatan Lingkungan (Promotion of the Role of Women in Water and Environmental Sanitation Services – PROWWESS).
Penyediaan Air Minum Selama Pelita III dan Pelita IV Pemerintah telah melakukan investasi dalam prasarana dan sarana air minum dengan pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri dari lembaga keuangan internasional. Pada awal tahun 1980-an pembangunan air minum masih terfokus di perkotaan dan pendekatannya masih bersifat sektoral. Pembangunan masih terkonsentrasi di kawasan-kawasan yang padat penduduk seperti di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Dalam 26
pertengahan tahun 1980-an pendekatan pembangunan air minum mulai dilakukan juga secara multi sektor, seperti yang dilaksanakan melalui Proyek Pembangunan Prasarana Perkotaan Terpadu (P3KT) – Integrated Urban Infrastructure Development Project (IUIDP), dengan investasi secara signifikan. Dalam Pelita III Pemerintah membangun prasarana dan sarana air minum di perkotaan dengan cakupan pelayanan mencapai 20 – 30%, dan pada Pelita IV berhasil meningkatkan cakupan pelayanan menjadi 55%. Pembangunan tersebut mengacu pada stándar teknis pelayanan air minum internasional yang mendasarkan pada jumlah penduduk. Pembangunan prasarana dan sarana air minum juga masih tetap terfokus di perkotaan. Oleh karena itu cakupan dan tingkat pelayanan dalam penyediaan air minum, secara nasional, dinilai masih rendah. Jumlah masyarakat yang mendapat akses ke prasarana dan sarana air minum masih terbatas. Hal ini juga karena banyak prasarana dan sarana air minum yang tidak dioperasikan dan dipelihara dengan benar. Meskipun laju pembangunan air minum cukup tinggi namun dalam kenyataannya tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang terus berkembang, terutama di perkotaan, karena pengaruh urbanisasi yang juga cukup tinggi. Masyarakat yang tidak memperoleh akses kepada air minum masih sangat banyak dan setiap tahun kecenderungannya terus bertambah. Seluruh pembangunan prasarana dan sarana air minum tersebut, diprakarsai dan didominasi oleh Pemerintah Pusat melalui proyek-proyeknya dan hampir tidak ada yang dibangun oleh dan atas prakarsa Pemerintah Daerah. Pendekatan pembangunan masih berdasarkan pertimbangan Pemerintah (supply driven), belum mengacu kepada kebutuhan masyarakat (demand driven), dan masih berorientasi pada sasaran konstruksi proyek-proyek besar (construction target oriented). Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ditentukan oleh Pemerintah melalui departemen teknis. Dalam pengelolaanpun, termasuk dalam menentukan standar teknis pengelolaan sampai dengan tingkat ibu kota kecamatan, peranan Pemerintah masih dominan yaitu melalui Badan Pengelola Air Minum (BPAM) yang kemudian menjadi embrio pembentukan Perusahaan Air Minum (PDAM) di daerah. Karena dominasi Pemerintah yang sangat kuat, dalam pembangunan air minum, sektor swasta masih belum berperan dalam investasi untuk pembangunan prasarana dan sarana. Sektor swasta yang dilibatkan terbatas pada perusahaan yang relatif kecil sebagai kontraktor PDAM yang ada di kota-kota besar dalam beberapa pekerjaan pengelolaan seperti perbaikan dan 27
pemeliharaan prasarana secara rutin, pembacaan meter, dan penghitungan biaya langganan dan penagihan. Masyarakat juga umumnya belum dilibatkan dalam menentukan kebutuhan mereka sendiri. Selain itu masyarakat juga masih berpendapat bahwa air adalah benda sosial karunia alam yang tidak harus dibayar, dan hanya tinggal memanfaatkan prasarana dan sarananya yang telah dibangun oleh Pemerintah. Oleh karena itu masih sulit untuk meminta masyarakat mau membayar dalam penyediaan air yang mereka butuhkan. Sebagai konsekwensinya, pengelolaan air minum belum dapat dilakukan dengan menggunakan konsep cost recovery. Oleh karena itu hingga akhir dasawarsa cakupan pelayanan dan kualitas air minum masih di bawah stándar yang direncanakan. Selain itu, karena proses pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat pemanfaat maka banyak pengelolaan prasarana dan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan yang telah dibangun tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pembangunan air minum di perdesaan, dengan jumlah penduduk kurang dari 50000 jiwa, juga masih ditangani oleh Pemerintah. Namun demikian lembaga keuangan internasional, baik yang memberikan bantuan teknik atau hibah, atau pun pinjaman, mulai dilibatkan dalam penyediaan air minum di perdesaan. Pemerintah juga mulai menciptakan mekanisme pembiayaan baru dalam mendorong keterlibatan Pemerintah Daerah dalam penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, khususnya di kawasan perdesaan. Dalam Pelita IV Pemerintah mulai melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, meskipun dalam skala kecil, di perdesaan dan kota-kota kecil dengan bantuan berbagai lembaga nirlaba luar negeri. Pembangunan mulai dilakukan dengan berorientasi pada kebutuhan dan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat serta memanfaatkan teknologi tepat guna seperti penggunaan pompa tangan, hidram, dan pompa tali. Begitu pula sudah mulai melibatkan masyarakat, sebagai pemanfaat dari hasil-hasil pembangunan, dalam kegiatan pembangunan sejak fase perencanaan. Dalam akhir periode ini isu mengenai pentingnya peranan perempuan juga mulai berkembang.
28
2. Periode Tahun 1990 – an Gambaran Umum Dalam periode ini salah satu kejadian penting ialah diadakannya konferensi internasional pada tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan untuk menerapkan prinsip Rio-Dublin dalam pembangunan sektor air minum di seluruh dunia. Prinsip-prinsip tersebut memberikan perhatian yang lebih besar dalam arti penting air dan pengelolaannya, peranan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka dalam pembangunan, dan peranan perempuan dalam pembangunan. Kejadian penting lainnya ialah isu globalisasiyang mulai berkembang, khususnya dalam bidang ekonomi dan perdagangan, yaitu dengan dicanangkannya kerjasama APEC dan perdagangan bebas di wilayah ASEAN (AFTA). Selain itu isu lain yang muncul ialah mulai dilontarkan masalah jender dalam pembangunan, khususnya dalam air minum dan penyehatan lingkungan. Dekade ini juga ditandai dengan terjadinya kondisi lingkungan yang semakin buruk. Ketersediaan air menjadi masalah yang serius karena daerah tangkapan air yang rusak akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, baik oleh masyarakat maupun oleh perusahaan HPH. Pengaruh iklim juga telah mempengaruhi distribusi air antar daerah dan antar wilayah. Kelangkaan air tidak hanya isu lokal dan nasional tetapi telah menjadi isu global. Air juga tidak terdistribusi secara adil dan merata, terutama bagi masyarakat miskin yang sulit memperoleh air yang kalau pun ada harus mengeluarkan biaya yang relatif besar dibandingkan dengan penghasilannya. Pada sisi lain kebutuhan air terus meningkat, tidak hanya karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat kelompok tertentu yang memerlukan peningkatan kebutuhan air. Kualitas air juga semakin menurun seiring dengan tumbuh pesatnya industrialisasi, terutama di perkotaan, dan makin meningkatnya urbanisasi. Kualitas air di beberapa daerah aliran sungai terus menurun karena polusi, terutama yang berasal dari luar aliran sungai, baik yang berasal dari limbah domestik maupun industri, atau pun usaha lain seperti pertambangan dan penggunaan pestisida. Dalam Pelita VI (1994 –1999) Pemerintah memperkenalkan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan yang sebelumnya masih kurang mempertimbangkan faktor kelestarian lingkungan menjadi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Air yang dalam masa sebelumnya lebih dipandang sebagai benda sosial mulai berkembang menjadi benda 29
ekonomi tanpa mengabaikan fungsi sosialnya. Dalam periode ini Pemerintah juga melakukan ujicoba menyerahkan sebagian urusannya kepada Pemerintah Daerah (desentralisasi), sebagai realisasi dari Peraturan Pemerinath (PP) Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah, serta mulai memberikan peran yang lebih besar kepada swasta dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Pemerintah sendiri yang semula lebih banyak berperan sebagai penyelenggara (provider) mulai bergeser menjadi pemberdaya (enabler). Pendekatan pembangunan yang semula dilakukan melalui pendekatan parsial/proyek menjadi pendekatan komprehensif atau wilayah, dan dari yang menentukan kebutuhan (supply management) menjadi berdasarkan kebutuhan masyarakat atau pemanfaat (demand management).
Penyediaan Air Minum Dalam dekade ini pembangunan prasarana dan sarana air minum terus ditingkatkan untuk mencapai cakupan pelayanan yang lebih besar. Dalam Pelita VI (1994 – 1999) Pemerintah merencanakan pembangunan prasarana dan sarana air minum untuk melayani sekitar 60% penduduk perdesaan dan 80% penduduk perkotaan. Meskipun pada periode ini secara formal belum ada kebijakan nasional tentang air minum dan penyehatan lingkungan, namun dalam praktiknya sudah mulai ada perubahan. Penyediaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang semula dilakukan oleh Pemerintah secara sentralistik dan berorientasikan pada sasaran kemudian berangsur-angsur dilakukan secara desentralisasi. Peran daerah dalam proses pembangunan, seperti dalam studi kelayakan dan perencanaan, mulai ditingkatkan. Penyediaan air di daerah, khususnya di perkotaan, dilakukan oleh PDAM yang merupakan badan usaha milik daerah, dan sebagian oleh perusahaan swasta atau perusahaan patungan swasta dan pemerintah. Sampai dengan akhir dekade ini ada sekitar 300 perusahaan air minum, di mana 275 di antaranya adalah PDAM dan yang masih berstatus BPAM. Pada akhir tahun 1999 sekitar 57% atau sebanyak 54,7 juta penduduk perkotaan telah dapat dilayani oleh PDAM. Sebagai dampak dari krisis ekonomi, pengelolaan prasarana dan sarana air minum juga tidak lepas dari imbasnya. Pelaksanaan otonomi daerah mewajibkan Pemerintah untuk menyerahan pengelolaan air minum kepada daerah. Pada sisi lain, dengan status otonomi 30
tersebut berarti bahwa Pemerintah Daerah harus mampu membiayai kegiatan pembangunan daerahnya dengan memanfaatkan sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Oleh karena itu, PDAM sebagai badan usaha milik daerah yang menjadi pengelola prasarana dan sarana air minum di daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Hal tersebut berakibat pada intervensi pemerintah terhadap manajemen PDAM menjadi terlalu banyak. Dalam kondisi seperti ini, PDAM menjadi tidak leluasa lagi dalam melaksanakan pengelolaan air minum, dan tidak mudah untuk menerapkan manajemen yang profesional seperti dalam memperbaiki pendapatan dan membuat rencana tindak pengembangan institusi. Dengan kondisi pengelolaan yang tidak profesional, tingkat kebocoran yang masih tinggi, menipisnya air baku yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan, serta tingkat pencemaran air baku yang tinggi, menambah berat beban PDAM dalam mengelola air minum. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian besar PDAM masih bergantung pada subsidi dari Pemerintah. Keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan air minum, seperti yang sudah dilakukan oleh PDAM selama ini terus berlanjut, yaitu melibatkan perusahaan yang relatif kecil untuk mengerjakan sebagian pekerjaan pengelolaan seperti perbaikan dan pemeliharaan prasarana secara rutin, pembacaan meter, dan penghitungan biaya langganan dan penagihan. Agar PDAM dapat melaksanakan misi dan fungsinya dalam menyediakan air minum dengan efisiensi yang tinggi, perlu dilakukan reformasi secara menyeluruh sampai mampu mengelola perusahaan yang berorientasi pada profit secara profesional. Untuk mendukung usaha pencapaian cakupan pelayanan air minum yang lebih luas lagi, diperlukan juga keterlibatan sektor swasta dalam skala yang lebih luas. Pada awal dekade ini Pemerintah juga mulai mendorong sektor swasta yang besar berperan serta untuk berinvestasi dalam penyediaan fasilitas air minum. Namun demikian, karena sektor swasta berorientasi bisnis, belum banyak yang berminat untuk berinvestasi. Kalau pun ada perhatian mereka dalam investasi di bidang air minum hanya terjadi di kota besar. Beberapa investor, bermitra dengan PDAM dan/atau Pemerintah Daerah, sudah ada yang mulai berinvestasi di kota besar. Kerjasama dengan sektor swasta tersebut ada juga yang membentuk perusahaan patungan yang memperoleh konsesi melalui pendekatan build, operate, and transfer (BOT) dengan masa kontrak sampai dengan 20 tahun. Kendala yang dihadapi dalam peningkatan kualitas pembangunan prasarana dan sarana air minum di perkotaan adalah jumlah paket pekerjaan proyek yang harus diselesaikan sangat 31
banyak sedangkan sumber daya manusia yang menanganinya sangat terbatas. Dengan demikian pembinaan teknis, supervisi, dan pengawasan pekerjaan konstruksi tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Begitu pula keterbatasan kemampuan SDM, baik teknis maupun manajerial, juga berakibat terhadap pengelolaan prasarana dan sarana air minum yang tidak profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut pada dekade ini, Pemerintah mulai memberikan perhatian yang lebih banyak terhadap peningkatan kualitas SDM yang terkait dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum. Untuk di kawasan perdesaan Pemerintah memperkenalkan konsep pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach). Dalam hal ini Pemerintah mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun dan mengelola prasarana dan sarana air minum yang mereka butuhkan di lingkungannya, yang tidak termasuk dalam jaringan yang dikelola PDAM. Selain itu juga mendorong LSM di dalam pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiyai dari lembaga keuangan internasional. Melalui proyek pembangunan prasarana dan sarana sosial seperti Program Kecamatan Terpadu (PKT) dan Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) Pemerintah melakukan terobosan dalam penyaluran anggaran dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam pembangunan prasarana dan sarana. Pemerintah dalam hal tersebut berperan sebagai fasilitator dan pembina teknis. Hampir selama dua dekade telah dilakukan usaha-usaha untuk menyediakan air minum bagi masyarakat yang sangat membutuhkan. Namun demikian sampai menjelang akhir dekade ini, hanya sekitar 52% saja dari penduduk perdesaan yang sudah memiliki akses terhadap air minum. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan pelayanan air minum diperdesaan ialah prasarana dan sarana yang telah dibangun belum dapat digunakan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan dan memeliharanya masih rendah.
3. Periode Tahun 2000 - an Gambaran Umum Pada periode ini salah satu keputusan politik yang penting, yang memiliki keterkaitan dengan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan adalah dimulainya pelaksanaan otonomi daerah. Namun juga dalam periode ini terjadi destabilisasi politik dan adanya ancaman 32
disintegrasi dari berbagai daerah, serta kondisi keamanan yang dirasakan juga tidak terjamin. Hal tersebut memberikan dampak negatif terhadap kondisi ekonomi yang tidak kunjung membaik, dan kepercayaan kepada Pemerintah yang makin berkurang, tidak hanya dari unsur-unsur di dalam negeri, tetapi juga dari dunia internasional. Ketidakpastian hukum juga meningkat, baik dalam kasus-kasus KKN maupun dalam pelanggaran HAM. Kondisi tersebut juga akhirnya tidak kondusif untuk berbagai investasi baru, bahkan investor yang sudah ada pun banyak yang hengkang ke luar negeri. Sebagai dampak berikutnya ialah pengangguran dan kemiskinan yang makin meningkat. Kejadian penting yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana air minum pada periode ini adalah pernyataan dalam Johannesburg Summit 2002 bahwa pada tahun 2015, separuh penduduk dunia yang saat ini belum memiliki akses terhadap air minum, harus memperoleh akses tersebut. Sementara itu pada tahun 2025 seratus persen penduduk dunia harus mendapatkan akses ke air minum. Indonesia sendiri dalam pertemuan tersebut, yang dikenal dengan Millenium Development Goal (MDP) telah mentargetkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak 81% penduduk sudah memiliki kelangsungan akses terhadap sumber air yang lebih baik, dan pada tahun 2020 sebanyak 77% penduduk memiliki akses terhadap sanitasi yang lebih baik.
Penyediaan Air Minum Meskipun secara nasional ketersediaan air baku tersedia cukup banyak, namun untuk keperluan di Pulau Jawa dan Pulau Bali dirasakan sudah makin berkurang. Hal ini salah satu penyebabnya adalah kerusakan lingkungan yang dirasakan semakin parah. Kondisi tersebut berdampak pada makin kritisnya ketersediaan sumber daya air serta makin terbatas dan makin menurunnya ketersediaan air baku yang diperlukan oleh masyarakat. Kondisi ini juga diperparah dengan tidak adanya koordinasi di antara institusi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air, terutama antara departemen yang terkait. Selain itu juga belum ada peraturan dan perundang-undangan yang baru yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air yang kondusif dengan perkembangan sekarang ini, karena peraturan dan perundang undangan yang lama sudah tidak memadai lagi. Dalam kondisi euphoria otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah juga ada kecenderungan untuk memiliki PDAM dengan luas kewenangan meliputi batas administrasi 33
wilayah. Pemerintah Daerah beranggapan bahwa fungsi PDAM, sebagai badan usaha milik daerah, adalah semata-mata untuk meningkatkan pendapatan daerah sehingga mereka berlombalomba membentuk suatu badan usaha tersendiri. Hal tersebut berakibat pada intervensi pemerintah terhadap manajemen PDAM menjadi terlalu banyak. Dari aspek politik, PDAM juga cenderung menjadi komoditas politik, terutama dari kepentingan yang menjadi penguasa di daerah. Karena air masih dianggap sebagai komoditas sosial, maka tarif harga jual air ditetapkan oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD, yang lebih mengedepankan aspek sosial dan politik daripada aspek teknis dan finansial. Dalam kondisi seperti ini, PDAM menjadi tidak mandiri dan tidak leluasa lagi dalam melaksanakan pengelolaan air minum, dan tidak mudah untuk menerapkan manajemen yang profesional suatu perusahaan seperti dalam memperbaiki pendapatan dan membuat rencana tindak pengembangan institusi. Dengan demikian PDAM juga kesulitan dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan air minum yang menjadi tanggungjawabnya. Sebagai akibat dari keputusan politik dalam penentuan tarif, harga jual air minum lebih rendah daripada biaya untuk memproduksinya. Dengan kondisi SDM yang kurang memadai, pengelolaan yang tidak profesional, tingkat kebocoran yang masih tinggi, serta tingkat pencemaran air baku yang tinggi, keadaan tersebut menambah berat kondisi PDAM dalam mengelola air minum. Dalam aspek keuangan, kondisi PDAM sebagian besar juga tidak sehat. Hanya sekitar sepuluh persen saja dari seluruh PDAM yang memiliki keuangan yang sehat. Sebagian besar PDAM yang ada mengalami kesulitan keuangan, dan bahkan terlilit hutang yang sebagian sudah jatuh tempo. Bahkan ada PDAM yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya dengan baik. Hampir separuh PDAM yang ada tarif air minum yang dijualnya lebih kecil dari biaya operasi dan pemeliharaan yang harus ditanggungnya yang justru terus meningkat, sehingga kesulitan dalam membayar biaya operasional, serta biaya penyusutan atau pembayaran pinjaman. PDAM-PDAM yang ada sekarang ini secara teknis telah mengalami kebangkrutan. Salah satu konsekwensi dari kondisi tersebut, karena ada berbagai keterbatasan yang dimiliki, ialah PDAM juga masih belum mampu memperluas cakupan pelayanan. Hal tersebut dikarenakan kemampuan PDAM dalam memproduksi air minum masih terbatas, dan efisiensinya masih rendah. Sampai saat ini cakupan pelayanan air minum yang relatif tinggi baru di perkotaan, sedangkan di perdesaan masih sangat rendah.
34
Pada sisi lain, dengan makin baiknya pendidikan masyarakat dan akses mereka terhadap informasi, kesadaran mereka untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik makin meningkat. Dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, masyarakat tidak hanya menuntut pelayanan dalam aspek kuantitas saja tetapi juga dari segi kualitas dan ketepatan waktu pelayanan, serta dalam penentuan tarif. Masyarakat sudah mulai menuntut untuk selalu dilibatkan dalam menentukan kebutuhan pelayanan dan tarif yang harus dibayar oleh mereka. Dalam menghadapi kondisi tersebut, kondisi PDAM menjadi sangat rentan sehingga perlu diselamatkan untuk keberlanjutan pelayanannya. Salah satu peluang yang mungkin dapat dilakukan adalah merestrukturisasi lembaga PDAM yang ada saat ini sehingga kondusif untuk menjadi suatu perusahaan yang dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya, sambil tetap juga dapat menjalankan fungsi sosialnya terhadap masyarakat yang tidak mampu. Saat ini perhatian dan keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan air minum di kawasan perdesaan makin meningkat. Hingga kini masih banyak prasarana dan sarana air minum di kawasan perdesaan yang dibangun dan dikelola oleh organisasi masyarakat setempat dan berjalan dengan baik. Namun demikian masyarakat masih perlu dimotivasi dan ditingkatkan kepeduliannya dalam upaya memenuhi kebutuhan air minum untuk mereka. Selain itu juga mereka masih memerlukan bimbingan dalam teknis pemanfaatan, pengoperasian, dan pemeliharaan prasarana dan sarana air minum. Oleh karena itu masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum sejak dini, termasuk dalam proses perencanaan (bottomup process), dalam menentukan apa yang mereka butuhkan, serta menentukan kebutuhan sarana yang akan digunakan oleh mereka (demand responsive approach) berdasarkan pilihan yang disediakan. Investasi sektor swasta dalam penyediaan air minum masih belum berjalan dengan baik, karena ada berbagai kendala yang menghadangnya. Jumlah investor dalam pembangunan dan pengelolaan air minum masih sangat terbatas sekali jumlahnya. Salah satu penyebabnya ialah karena belum ada peraturan dan perundang-undangan yang jelas yang mengatur privatisasi dan kemitraan antara pemerintah dengan swasta dalam pembangunan dan pengelolaan air minum. Penyebab lain yang signifikan ialah ketidakjelasan hubungan antara institusi yang mengelola pelayanan air minum dengan regulator yang melakukan pengaturan terhadap pelayanan air minum. Penyebab lainnya ialah persepsi investor bahwa berbisnis dalam penyediaan air minum 35
masih merupakan usaha yang padat modal namun memiliki resiko bisnis tinggi seperti dalam aspek pendapatan, pembayaran, pemutusan hubungan kerja, dan peraturan.
Pengalaman Indonesia Dari berbagai proyek-proyek pembangunan prasarana dan sarana AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Lembaga) yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah, baik yang dibiayai dari dana hibah dan pinjaman luar negeri serta dana yang berasal dari sumbersumber di dalam negeri, diperoleh beberapa kesimpulan umum seperti berikut:
Pengelolaan prasarana dan sarana AMPL yang melibatkan seluruh masyarakat pengguna dalam kelembagaan dan dalam pengambilan keputusan menghasilkan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan;
Keterlibatan aktif perempuan, masyarakat yang miskin dan kaya secara seimbang dalam pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan operasi dan pemeliharaan menghasilkan efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum yang lebih tinggi;
Pembangunan prasarana dan sarana AMPL yang melibatkan masyarakat memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang baik;
Semakin mudah penggunaan prasarana dan sarana AMPL maka semakin tinggi efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanannya;
Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan akan tercapai apabila pilihan pelayanan dan konsekwensi biayanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga; kontribusi pembangunan ditentukan berdasarkan jenis pelayanan; dan pembentukan unit pengelolaan dilakukan secara demokratis;
Semakin banyak pilihan yang ditawarkan dan semakin besar kesempatan masyarakat untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya semakin besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat sehingga prasarana dan sarana dapat digunakan secara efektif dan berkelanjutan;
Para pengguna sangat peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan mereka;
Pendekatan untuk melaksanakan program penyehatan lingkungan sebaiknya dibedakan dari program penyediaan air minum; 36
Dari segi kelembagaan yang menangani pengelolaan pelayanan AMPL kepada masyarakat, pengalaman yang dimiliki adalah seperti berikut:
Operator pelayanan air minum di kawasan perkotaan pada umumnya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau Badan Pengelola Air Minum (BPAM);
Di kawasan perkotaan tertentu, yang menjadi operator pelayanan air minum adalah lembaga perusahaan swasta yang bermitra dengan Pemerintah Daerah (jumlahnya masih sangat terbatas);
Di kawasan perdesaan, lembaga yang menjadi operator pelayanan AMPL ada yang berbentuk Unit Pengelola Sarana (UPS), Kelompok Pengelola Sarana (KPS), dan Himpunan Masyarakat Pengguna Air Minum (HIPAM);
PDAM masih belum mampu mengelola pelayanan air minum secara efektif dan efisien karena tidak mandiri, kemampuan teknis dan manajerial dalam mengelola perusahaan secara profesional masih rendah, pendapatan dari penjualan air masih rendah sehingga tidak mampu mengembalikan biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air minum sangat tinggi dan cenderung terus meningkat;
Belum banyak sektor swasta yang berminat untuk berinvestasi dalam penyediaan pelayanan AMPL.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pelayanan AMPL oleh lembaga termasuk sektor swasta adalah seperti berikut:
Pemerintah Daerah ada kecenderungan untuk memiliki PDAM dengan luas kewenangan meliputi batas administrasi wilayah;
Pemerintah Daerah beranggapan bahwa fungsi PDAM yang utama adalah sematamata untuk meningkatkan pendapatan daerah;
Intervensi pemerintah terhadap manajemen PDAM terlalu banyak; sehingga tidak mandiri dan tidak leluasa lagi dalam melaksanakan pengelolaan air minum,
PDAM cenderung menjadi komoditas politik, seperti dalam menetapkan tarif harga jual air, yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD, masih lebih mengedepankan aspek sosial dan politik daripada aspek teknis dan finansial.
PDAM kesulitan dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan air minum dan belum mampu memperluas cakupan pelayanan
Tingkat kebocoran dan pencemaran air baku yang masih tinggi 37
Kemampuan PDAM dalam memproduksi air minum masih terbatas, dan masih belum mampu memproduksi air minum yang langsung dapat diminum;
Harga jual air minum lebih rendah, sedangkan biaya untuk memproduksinya tinggi dan cenderung terus meningkat;
Kondisi keuangan PDAM sebagian besar juga tidak sehat dan bahkan ada yang terlilit hutang yang sebagian sudah jatuh tempo
Kemampuan SDM dalam aspek teknis maupun manajerial yang masih kurang;
Belum ada peraturan dan perundang-undangan yang jelas yang mengatur privatisasi dan kemitraan antara pemerintah dengan swasta dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL;
Ketidakjelasan hubungan antara institusi yang mengelola pelayanan AMPL dengan lembaga regulator yang melakukan pengaturan terhadap pelayanan AMPL;
Persepsi investor bahwa berbisnis dalam penyediaan pelayanan AMPL masih merupakan usaha yang padat modal namun memiliki resiko bisnis tinggi dan belum dapat cost recovery karena tarif yang rendah.
38
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pengolahan air bersih menjadi sangat penting bagi manusia pada saat ini. Hal ini karena telah banyak sumber air yang telah tercemar oleh perbuatan manusia itu sendiri. Padahal air yang bersih sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dan juga untuk menjalankan berbagai kegiatan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengolahan air yang telah tercemar hingga layak digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Namun, upaya pengolahan air bersih tersebut perlu disesuaikan dengan sumber air baku serta teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan teknologi dalam masyarakat itu sendiri. Untuk itu terdapat berbagai macam solusi atau metode pengolahan air agar menjadi air bersih dan siap pakai: 1. Pengolahan air bersih secara alami Metode ini dapat dilakukan dengan pembuatan kolam stabilisasi 2. Pengolahan air bersih dengan metode pengolahan gambut sederhana 3. Sistem portable / langsung hisap Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, diciptakan alat yang mampu menyaring air hingga air yang diperoleh dapat langsung diminum dengan aman Upaya pengolahan air bersih tersebut harus berjalan sinergis antara kebijakan atau program yang dibuat oleh pemerintah dan usaha yang dilakukan oleh masyrakat untuk dapat menjaga agar sumber atau mata air dapat terlindungi dari pencemaran. Sehingga, dapat diperoleh kualitas air yang baik sehingga derjat kesehatan manusia dapat dimaksimalkan.
B. Saran Saran untuk pengolahan air bersih adalah sebagai berikut: 1. Untuk kedepannya perlu dilakukan upaya pemerintah dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pentingnya air bersih serta bagaimana cara pengolahan air bersih tersebut 2. Masyarakat perlu turut serta dalam pengolahan air bersih guna meningkatkan derajat kesehatan pada masyarakat tersebut 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam upaya pengolahan air bersih
39
DAFTAR PUSTAKA
Awaluddin, N. 2007. Teknologi Pengolahan Air Tanah Sebagai Sumber Air Minum Pada Skala Rumah Tangga, Seminar "Peran Mahasiswa Dalam Aplikasi Keteknikan Menuju Globalisasi Teknologi" Chandra, B. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, & BAPPENAS. 2003. Kebijakan Nasional Pembangunan Prasarana Dan Sarana Air
Minum
Dan
Penyehatan
Lingkungan
Berbasis
Lembaga.
http://waspola.org/file/pdf/policy/Draft%201%20Kebijakan_AMPL.pdf. Diakses pada tanggal 02 januari 2014. Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Kajian Keterpaduan Pengembangan Air Baku, Air Bersih Dan Sanitasi. Nikmah, SN. 2010. Studi Sungai Ciliwung
Pengabaian Pemerintah Terhadap Eksistensi
Penduduk Pinggir Sungai: Wajah Pengelolaan Sungai di Indonesia : Jakarta. Peneliti bidang Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI). 2009 . masalah air bersih di perkotaan. Vol. V, No. 07/I/P3DI/April/2013. Pengantar Pengolahan Air Tl 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan
Kualitas
Air
Dan
Pengendalian
Pencemaran
Air.
http://ciptakarya.pu.go.id/plp/?page_id=186. Diakses pada tanggal 02 januari 2014. Said, Nusa Idaman dan Heru Dwi Wahjono. 1999. Pengolahan Air Sungai atau Gambut Sederhana. Jakarta: Badan Pengkajian Penerapan Teknologi.
40
41