Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur'an", Terj: Salafuddin Abu Sayyid, (Surakarta: Era Intermedia, 2001), hal.24
Ibid, hal. 28-29
K. Salim Bahnasawi, "Butir-Butir Pemikiran Sayyid Quthb Menuju Pembaruan Gerakan Islam" cet.I, Terj. Abd. Hayyi al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 15 - 18
Op. Cit. "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur'an", hal. 128-169
Sayyid Quthb, "Fi Zhilalil Qur'an Juz Pertama" terj. BEY Arifin dan Jamaluddin Kafie, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), hal. 26
Manna Khalil Al-Qattan,"Studi Ilmu-Ilmu Qur'an" terj. Mudzakir AS Cet. 15, (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2012), hal. 514
Op. Cit. Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur'an, hal. 54 - 58
Yusuf Qardhawi, Ijtihad Kontemporer, Terj: Abu Barzani, (Surbaya: Risalah Gusti, 1995) hal. 173
Sayyid Quthb, "Ma'alim Ath-Thariq" Terj. Mahmud Harun Muchtarom, (Yogyakarta: Uswah, 2009), hal. 9
Sayyid Quthb, "Fi Zhilalil Qur'an Juz Pertama", terj. BEY Arifin dan Jamaluddin kafie, (Surabaya:Bina Ilmu, 1982), hal. 38 - 54
SAYYID QUTHB DALAM "FI ZHILAL AL-QUR'AN"
Oleh : Muhammad Hamdi
Latar Belakang
Dalam keyakinan kaum muslimin, al-Qur`an adalah firman Tuhan yang tidak perlu diragukan lagi. Kebenaran yang terkandung di dalamnya pun telah dianggap muthlak oleh seluruh kaum muslimin baik oleh muslim koneservatif maupun oleh muslim radikalnya. Meskipun demikian, dalam lingkup kesehariannya kaum muslimin dirasa banyak yang kurang mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur`an. Dan yang sangat disayangkan lagi adalah pandangan sebagian kelompok yang hanya memahami Al-Qur`an sebatas mencari pahala dengan sekedar membaca ataupun menghafalnya. Hal ini bukanlah tujuan inti diturunkannya al-Qur`an untuk manusia. al-Qur`an sendiri telah menegaskan bahwa dirinya diturunkan Allah sebagai petunjuk sekaligus sebagai pegangan hidup yang dapat memberikan solusi atas pelbagai ketimpangan sosial yang sedang terjadi dalam kehidupan sosial. Oleh karena maksud tersebut, beberapa penafsiran telah berhasil ditelorkan oleh para ulama islam agar dapat memahamkan inti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur`an. Sebagai hasil usaha-usaha yang dilakukan mereka, banyak kita jumpai berbagai macam kitab tafsir dengan kecenderungan berbagai paham yang diusung oleh para mufassir itu sendiri. Sebut saja tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur`an karangan Abu Abdullah al-Qurthubi yang lebih menengedepankan pembahasan fikihnya dari pada segi balaghah Al-Qur`an, mengingat beliau adalah seorang ulama ahli fikih yang bermadzhab Maliki. Oleh karenanya sebagian orang menganggap kitab tersebut bukanlah kitab tafsir melainkan kitab fikih. Begitu halnya dengan kitab Mafatih al-Ghaib, karangan Imam Fakhruddin ar-Razi yang lebih menonjolkan sisi teologisnya hingga tidak salah jika ada orang yang mengatakan, "Segala sesuatu telah aku dapatkan dalam kitab tersebut kecuali tafsir." Melihat berbagai macan metode penafsiran yang dirasa kurang mampu untuk diterapkan oleh masa sekarang, maka mulia muncullah beberapa penafsir modern yang berusaha menafsirkan al-Qur`an yang berangkat dari realita masyarakat.
Diantara para ulama kontemporer yang sangat concern terhadap penafsiran Al-Qur`an adalah Sayyid Quthb (1906-1966), salah seorang ulama terkemuka dikalangan Ikhwan al-Muslimin. Terbukti dia menulis kitab tafsir Fi Zhilal Al-Qur`an yang menjadi master-piece di antara karya-karya lain yang dihasilkannya. Kitab tafsir ini sangat diminati oleh kaum intelektual karena dinilai kaya dengan pemikiaran sosial-kemasyarakatan yang mengkaji masalah-masalah sosial yang sangat dibutuhkan oleh generasi Muslim sekarang. Oleh karena itulah kajian tafsir Fi Zhilal Al-Qur'an ini menjadi sangat penting. Terutama bagi kita kalangan mahasiswa agar terinspirasi untuk terus mengkaji penomena-penomena kehidupan sosial-kemasyarakatan yang sesuai dengan kitab suci al- Qur'an.
Riwayat Hidup Sayyid Quthb
Biografi
Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili. Lahir pada tanggal 09 Oktober 1906 di desa Mausyah, dekat kota Asyut, Mesir. Sayyid Quthb adalah seorang kritikus sastra, novelis, pujangga, pemikiran Islam dan aktivis Islam Mesir paling terkenal pada abad ke-20.. Ayahnya bernama al-Hajj Quthb Ibrahim. Sayyid Quthb terkenal sebagai anak yang cerdas, beliau mampu menghafal seluruh al-Qur'an di usia sepuluh tahunnya.
Pada umur enam tahun, dia masuk ke sekolah Awwaliyah (Pra Sekolah Dasar) di desanya selama empat tahun. Di Madrasah tersebut, dia menghafal Al-Qur'an Al-Karim. Pada tahun 1921 M, dia pindah ke Kairo untuk meneruskan belajarnya. Kemudian dia melanjutkan ke sekolah persiapan Darul Ulum, 1925. pada tahun 1929 Sayyid Quthb melanjutkan pendidikannya ke Universitas Darul Ulum dan lulus dengan gelar Lisance (Lc) dibidang sastra pada tahun 1933.
Setelah Sayyid Quthb lulus dari Universitas Darul Ulum, dia bekerja di Departemen Pendidikan dengan tugas sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah milik Departemen Pendidikan selama enam tahun. Setahun di Suwaif, setahun lagi di Dimyat, dua tahun di Kairo, dan dua tahun di Madrasah Ibtida'iyah Halwan. Di daerah pinggiran kota Halwan, yang kemudian menjadi tempat tinggal Sayyid Quthb bersama saudara-saudaranya.
Setelah menjadi tenaga pengajar, Sayyid Quthb kemudian berpindah kerja sebagai pegawai kantor Departemen Pendidikan, sebagai penilik untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian dia pindah tugas lagi ke Lembaga Pengawasan Pendidikan Umum yang terus berlangsung selama delapan tahun sampai akhirnya kementerian mengirimnya ke Amerika.
Tahun 1948, ia diutus Departemen Pendidikan ke Amerika untuk mengkaji kurikulum dan sistem pendidikan Amerika. Di Amerika selama dua tahun, lalu ia pulang ke Mesir tanggal 20 Agustus 1950 M. Setelah itu ia diangkat sebagai Asisten Pengawas Riset Kesenian di kantor Mentri Pendidikan. Tanggal 18 Oktober 1952, ia mengajukan permohonan pengunduran diri. Dalam masa tugasnya di Amerika, ia membagi waktu studinya antara Wilson's Theacher's College di Washington, Greeley College do Colorado, dan Stanford University di California. Hasil studinya dan pengalamannya itu meluaskan pemikirannya mengenai problema-problema sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang gersang akan pahan ketuhanan.
Ketika berada di Departemen pendidikan, Sayyid Quthb adalah seorang pegawai yang tekun, pemikir yang berani, serta seorang yang mulia. Sifat-sifat ini akhirnya banyak menyebabkan Sayyid Quthb mendapat berbagai kesulitan dan sesudah itu akhirnya Sayyid Quthb pun melepaskan pekerjaannya. Sayyid Quthb mengajukan surat pengunduran diri dari pekerjaannya sekembalinya dari Amerika, karena pada tahap ini beliau lebih memfokuskan pikiran beliau untuk dakwah dan pergerakan serta untuk studi dan mengarang.
Perkembangan Pemikiran Sayyid Quthb
Pemikiran Sayyid Quthb mengalami perkembangan berdasarkan perkembangan kehidupan dan fokus perhatiannya.Pada awal mulanya hingga akhir tahun 40-an, Sayyid Quthb memberi banyak perhatian tentang al-Qur'an dari segi sastra. Dan ia merupakan pengikut aliran al-Aqqad dalam sastra. Oleh karena itu, kajiannya terhadap al-Qur'an masih terbatas pada fase seni dan keindahan. Pada masa ini Sayyid Quthb mempublikasikan sebuah buku "At-Tashwiirul Fanni Fil Qur'an" tahun 1945 yang menceritakan tentang keindahan seni al-Qur'an. Dan pada tahun 1947 ia mempublikasikan buku "Masyahidul Qiyamah Fil Qur'an" yang menceritakan tentang seni pemandangan kiamat berupa kenikmatan dan azab. Dai ia mempublikasikan buku-buku yang lain juga seperti "Al-Qishash Bainat Taurat Wal Qur'an" dan lainnya.
Pada akhir tahun 40-an dan awal tahun 50-an, yaitu ketika gerakan Ikhwanul Muslimun mendorongnya untuk memberi perhatian terhadap masalah-masalah pemikiran dan reformasi berdasarkan manhaj Islami. Maka ia mendirikan sebuah majalah "Al-Fikrul Jadiid". Dengan terbitnya majalah ini membuat resah pemerintah dengan kecaman-kecamannya atas sistem peodalisme, ningrat, kapitalisme, dan para pemegang pundi-pundi mesir. Oleh karena itu, pemerintah mencabut izin majalah ini.
Manhaj pemikiran seperti ini terus ia pegang hingga terjadinya peristiwa al-Mansyiah pada tahun 1954 M. Pada peristiwa itu, Ikhwanul Muslimun dituduh berusaha membunuh Jamal Abdul Nashr. Dan Sayyid Quthb ditangkap beserta ribuan anggota Ikhwanul Muslimun. Sayyid Quthb dipenjara selama 15 tahun dan ditambah dengan kerja paksa.
Tujuan Penulisan Fi Zhilalil Qur'an
Adapun beberapa tujuan-tujuan Zilal yang paling utama :
Menghilangkan jurang yang dalam antara kaum muslimin sekarang ini dengan al-Qur'an dan menembus penghalang tebal antara hati dan al-Qur'an
Mengenalkan kepada kaum muslimin sekarang ini pada fungsi amaliyah harakiyahal-Qur'an.
Membekali orang Muslim sekarang ini dengan petunjuk amaliah tertulis menuju ciri-ciri Islami yang Qur'ani.
Mendidik orang muslim dengn pendidikan Qur'ani yang integral; membangun kepribadian yang Islam yang efektif , menjelaskan karakteristik dan ciri-cirinya, factor-faktor pembentukan dan kehidupannya.
Menjelaskan ciri-ciri masyarakat Islami yang di bentuk oleh al-Qur'an, mengenalkan asas-asas yang menjadi pijakan masyarakat Islami, menggariskan jalan yang bersifat gerakan dan jihad untuk membangunnya.
Menjelaskan rambu-rambu jalan yang akan ditempuh leh jamaah muslim menuju Tuhannya.
Menjelaskan kesatuan tema al-Qur'an.
Berdiri menghadapi materialisme jahiliah kontemporer.
Mengangkat nash-nash alquran dengan realitas kntemporer.
Mengedepankan gambaran amaliah nyata mengenai interaksi mereka dengan nash-nash al-Qur'an
Menjelaskan asbabun-nuzul.
Menjelaskan hikmah-hikamah pensyariatan serta pembenaran perintah-perintah dan bimbingan-bimbingan.
Membekali pembaca dengan cara pandang yang dapat digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah.
Megikat hukum-hukum dan pensyariatan-pensyariatan dengan akidah.
Menampilakan harmoni antara manusia dengan alam.
Menampilkan sastra yang hidup dengan ilustrasi artistik alquran yang penuh kemukjizatan.
Metodologi Tafsir Fi Zhilal Al-Qur'an
Tafsir "Fi Zhilalil Qur'an" merupakan sebuah karya yang sempurna tentang kehidupan di bawah sinar Qur'an dan petunjuk Islam. Pengarangnya hidup di bawah naungan al-Qur'an yang bijaksana sebagaimana dapat dipahami dari penamaan terhadap kitabnya. Ia meresapi keindahan Qur'an dan mampu mengungkapkan perasaannya dengan jujur sehingga sampai pada kesimpulan bahwa umat manusia dewasa ini sedang berada dalam kesengsaraan yang disebabkan oleh berbagai paham dan aliran yang merusak dan pertarungan darah yang tiada hentinya. Bagi situasi seperti ini tiada jalan keselamatan lain selain dengan Islam. Semua ketetapan Allah dalam kitab suci al-Qur'an merupakan ketetapan yang haq dan harus dijalankan. Tidaka ada kebaikan bagi bumi ini, tidak akan ada ketenangan bagi kemanusiaan, tidak ada ketentraman bagi umat manusia serta tidak akan ada kemajuan, keberkatan dan kesucian, juga tidak ada keharmonisan dengan hukum-hukum alam dan fitrah kehidupan kecuali dengan kembali kepada Allah.
Bertitik tolak dari pandangan inilah Sayyid Quthb menempuh metode tertentu bagi penulisan tafsirnya. Pertama-tama ia datangkan satu "naungan" pada muqaddimah setiap surat untuk mengaitkan atau mempertemukan antara bagian-bagiannya dan untuk menjelaskan tujuan serta maksudnya. Sesudah itu barulah ia menafsirkan ayat dengan mengetengahkan asar-asar sahih, lalu mengemukakan sebuah paragraf tentang kajian-kajian kebahasaan secara singkat. Kemudian ia beralih ke soal lain, yaitu membangkitkan kesadaran, membetulkan pemahaman dan mengaitkan Islam dengan kehidupan.
Periode-Periode Penulisan Zhilal
Tafsir Fi Zhilalil Qur'an yang ditulis oleh Sayyid Quthb melewati tiga tahapan sebagai berikut:
Zhilal Dalam Majalah Al-Muslimun
Di sini keinginan terpendam Sayyid Quthb mulai terbuka, ia dapat mewujudkan keinginan-keinginannya dengan berpartisipasi dalam menulis majalah al-Muslimun yang terbit bulanan. Pada kesempatan ini Sayyid Quthb memulai tulisannya dengan dengan menafsirkan al-Qur'an dengan judul yang unik dan sensasional, yaitu Fi Zhilalil Qur'an (di bawah naungan al-Qur'an).
Episodenya pertamanya dimuat dalam majalah al-Muslimun dengan surat al-Fatihah, dan diteruskan dengan surat al-Baqarah dalam episode-episode berikutnya. Sayyid Quthb mempublikasikan tulisannya sebanyak tujuh episode secara berurutan. Dan tafsir beliau sampai pada firman Allah.
ولو انهم امنوا واتقوا لمثوبة من عند الله خير لو كانوا يعلمون ( البقرة 103 )
"Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertaqwa, maka pahala dari sisi allah itu lebih baik, kalau saja mereka mengetahui".
Zhilal Menjelang Ditangkapnya Sayyid Quthb
Fi Zhilalil Qur'an menjelang ditangkapnya Sayyid Quthb. Sayyid Quthb pada akhir episode ke tujuh dari episode-episode Fi Zhilalil Qur'an dalam majalah Al-Muslimun mengumumkan pemberhentian episode ini dalam majalah, karena beliau akan menafsirkan Al-Qur'an secara utuh dan dalam kitab (tafsir) tersendiri, yang akan beliau luncurkan dalam juz-juz secara bersambung. Dalam pengumumannya tersebut Sayyid Quthb mengatakan "dengan kajian (episode ketujuh) ini, maka berakhirlah serial dalam majalah Al-Muslimun. Sebab Fi Zhilalil Qur'an akan dipublikasikan tersendiri dalam tiga puluh juz secara bersambung, dan masing-masing episode akan diluncurkan pada awal setiap dua bulan, di mulai dari bulan September tahun 1952 denga izin Allah, yang akan di terbitkan oleh Dar Ihya' Al-Kutub Al-Arabiyah Milik Isa Al-Halabi & CO. sedangkan majalah Al-Muslimun mengambil tema lain dengan judul Nahwa Mujtama' Islami (Menuju Mayarakat Islami)
Juz pertama dari Fi Zhilail Quran terbit bulan Oktober 1952. Sayyid Quthb memenuhi janjinya kepada para pembaca, sehingga beliau meluncurkan satu juz dari Fi Zhilail Qur'an setiap dua bulan. Bahkan terkadang lebih cepat dari waktu yang ditargetkan. Pada periode antara Oktober 1952 dan Januari 1954, beliau telah meluncurkan enam belas juz dari Fi Zhilalil Qur'an.
Sayyid Quthb Menyempurnakan Zhilal Dalam Penjara
Sayyid Quthb menyempurnakan Fi Zhiilalil Qur'an di penjara. Sayyid Quthb berhasil menerbitkan enam belas juz sebelum beliau di penjara. Kemudian beliau dijebloskan ke penjara untuk pertamakalinya, dan tinggal dalam penjara itu selama tiga bulan, terhitung dari bulan Januari hingga Maret 1954. Ketika di dalam penjara itu, beliau menerbitkan dua juz Fi Zhilalil Qur'an.
Setelah beliau keluar dari penjara, beliau tidak meluncurkan juz-juz yang baru karena banyaknya kesibukan yang tidak menyisakan waktu sedikitpun untuk beliau. Di samping itu beliau belum sempat tinggal agak lama di luar penjara. Sebab tiba-tiba dengan begitu cepat beliau di jebloskan ke penjara bersama puluhan ribu personel jamaah Ikhwan Al-Muslimin pada bulan November 1954 setelah "Sandiwara" Insiden Al-Mansyiyah di Iskandariyah, yang jamaah Ikhwan Al-Muslimin dituduh berusaha melakukan pembunuhan terhadap pemimpin Mesir Jamal Abdun Nashir.
Pada tahap pertama di penjara, beliau tidak menerbitkan juz-juz baru dari Fi Zhilalil Qur'an, karena beliau dijatuhi berbagai siksaan yang tak bisa di bayangkan pedihnya tanpa henti siang dan malam. Hal itu sangat bedampak pada tubuh dan kesehatan beliau.
Setelah beliau dihadapkan ke pengadilan, akhirnya beliau dijatuhi hukuman lima belas tahun. Penyiksaan terhadap beliau pun berhenti, dan beliau tinggal di penjara Liman Thurrah serta beradaptasi dengan Milieu yang baru beliau mengkonsentrasikan untuk menyempurnakan tafsirnya dan menulis juz-juz Fi Zhilalil Qur'an berikutnya.
Peraturan penjara sebenarnya telah menetapkan bahwa orang hukuman tidak boleh menulis (mengarang) bila sampai ketahuan melakukan hal itu, maka ia akan disksa lebih keras lagi. Akan tetapi Allah SWT, menghendaki Fi Zhilalil Qur'an itu ditulis, dan dari dalam penjara sekalipun. Maka Allah pun melenyapkan segala rintangan itu, membuat kesulitan yang dihadapi Sayyid Quthb tersingkir, serta membukakan jalan di hadapannya menuju dunia publikasi.
Kisahnya adalah bahwa Sayyid Quthb sebelumnya telah membuat kontrak atau kesepakatan dengan Dar Ihya' Al-Kutub Al-Arabiyah Milik Isa Al-Bahi Al-Halabi & CO. Untuk menulis Fi Zhiilalil Qur'an sebagai sebuah kitab tafsir Al-Qur'an yang utuh. Ketika pemerintah melarang Sayyid Quthb untuk menulis di dalam penjara, maka pihak penerbit ini mengajukan tuntutannya terhadap pemerintah dengan meminta ganti rugi dari nilai Fi Zhilalil Qur'an itu sebanyak sepuluh Ribu Pound, karena pihak penerbit mengalami kerugian material dan immaterial dari larangan tersebut. Akhirnya pemerintah memilih untuk mengizinkan Sayyid Quthb untuk menyempurnakan Fi Zhilalil Qur'annya dan menulis di dalam penjara sebagai ganti rugi terhadap penerbit.
Karya-Karya Sayyid Quthb
Karya-karya beliau selain beredar di Negara-Negara Islam, juga beredar di kawasan Eropa, Afrika, Asia dan Amerika. Di mana terdapat pengikut-pengikut Ikhwanul Muslimin, hampir dipastikan di sana ada buku-buku Sayyid Qutub, karena beliau adalah tokoh Ikhwan terkemuka. Di antara karya-karyanya adalah:
Fi Zhilalil Qur'an, cetakan pertama juz pertama terbit Oktober 1953.
Ma'alim Fith-Thariq
Asywak, terbit tahun 1947
Muhimmatus Sya'ir Fil Hayyawa Syi'ir Jailal-Hadir, terbit tahun 1933
As-Salam Al-Islami Wa Al-Islam, terbit tahun 1951.
Tafsir Fi Zhilal Al-Qur'an Surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas
Dalam menyusun makalah ini, kami mencoba menguraikan penafsiran Sayyid Quthb tentang surat al-Fatihah dan surat al-Ikhlas, karena menurut kami kedua surat ini sangat erat hubungannya dengan kisah Syuhada Sayyid Quthb. Sayyid Quthb dalam detik-detik kematiannya ia pun masih diminta untuk menuliskan satu catatan yang akan membuktikan bahwa dirinya bersalah dan mau mengakui kesalahnya. Namun menurut Sayyid Quthb pantang bagi dirinya menukar kehidupan akhiratnya yang kekal dengan kehidupan dunia yang fana.
Pada detik-detik ini pula, oleh pemerintah dihadirkan seorang syekh di hadapan Sayyid Quthb untuk mengingtkannya agar membaca kalimat "Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah" sebelum ia dieksekusi mati dengan hukuman gantung. Sayyid Quthb tersenyum sambil memandang ke arah syekh itu, dan ia berkata "Wahai syekh, sesungguhnya aku mati karena meninggikan lafaz "Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah", sementara engkau dengan kalimat itu mencari makan".
Pertama : Al-Fatihah (pembukaan) Makiyah ayat 1 sampai 7
Surat al-Fatihah merupakan surat yang membacanya sering diulang-ulang, paling sedikitnya tujuh belas kali dalam sehari semalam. Dan akan lebih sering lagi diulang jika banyak melakukan shalat-shalat sunnat. Karena menurut riwayat shalat seseorang dinyatakan tidak sah jika tidak membaca surat al-Fatihah ini. Jadi, surat yang terdiri dari tujuh ayat ini merupakan surat yang sangat urgen karena di dalamnya tersimpul prinsip-prinsip dasar agama, pokok-pokok ajaran, konsepsi-konsepsi serta pemikiran-pemikiran Islam, di mana dari satu segi ditunjukkan oleh hikmah dipilihnya surat ini sebagai bacaan yang diulang-ulang pada setiap rakaat serta tidak sahnya shalat yang tidak membaca surat ini. Rasulullah saw bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمَن لَم يَقرَأ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
"Tidak ada shalat bagi siapa yang tidak membaca pembukaan al-Qur'an ini (fatihatul Kitab)
Berkaitan dengan surat al-Fatihah yang diturunkan tujuh ayat ini, terdapat khilafiah. Ada sebagaian yang mengatakan apakah basmalah ini merupakan satu ayat dari tiap-tiap surat, atau apakah ia merupakan satu ayat untuk mengawali setiap pembacaan surat-surat dari al-Qur'an? Yang paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa ia termasuk surat al-fatihah yang dengannya surat ini dihitung tujuh ayat.
Surat ini dimulai dengan "بسم الله الرحمن الرحيم". Yang merupakan permulaan. Dan dalam permulaan ini, Allah menyifati dirinya dengan "Arrahman dan Arrahim". Tercakup di dalamnya semua pengertian rahmat sertapersoalannya. Dialah sendiri-Nya yang memiliki kedua sifat itu dan secara khusus yang memiliki sifat rahman.
Apabila permulaan "Bismillah" yang mengandung pengertian tauhid serta disiplin terhadap Allah swt merupakan asas yang pertama dari prinsip ajaran Islam, maka menifestasi dari pada rahmat yang tersimpul dalam kedua sifat-Nya itu, merupakan asas yang kedua dari prinsip itu, serta menetapkan hakekat adanya hubungan antara Allah dengan seluruh hamba-hamba-Nya.
الحمد لله رب العالمين
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".
Kalimat ini mengarah kepada pujian kepada Allah serta sifat Rububiyah-Nya yang absolut atas semesta alam ini. Puji adalah luapan perasaan sadar (consciousness) di dalam kalbu setiap mukmin di saat ia berzikir kepada Allah. Adapun kalimat akhir dari ayat ini adalah "Tuhan semesta alam".
رب العالمين
Ini merupakan isyarat tentang rububiyah-Nya yang absolut dan utuh, sebagai bentuk dari asas prinsip ajaran Islam, dan merupakan salah satu dari aqidah Islam yang universal.
Arrob artinya : raja atau penguasa.
Secara terminologi yang dimaksudkan dengan kata Robb yaitu : Tuhan yang berkuasa untuk mengasuh dan melakukan tugas-tugas perbaikan, atau pemimpin yang mendidik.
Asuhan, perbaikan dan pendidikan itu meliputi alam semesta, yakni seluruh makhluk.
الرحمن الرحيم
"Maha pemurah lagi maha penyayang".
Di sini, di dalam punggung surat ini, sifat yang mencakup segala pengertian rahmat dan semua aspek permasalahannya itu, diulangi lagi dalam satu ayat tersendiri. Ini dimaksudkan sebagai pengukuh jalan terang Rububiyah yang komplit, dan untuk menetapkan terlaksananya hubungan yang kontinyu antara Tuhan dengan hamba-Nya dan antara Kholik dengan makhluk-Nya.
Hubungan ini adalah hubungan rahmatdan pemeliharaan yang meluap segala puji dan sanjungan. Hubungan komunikatif yang membawa ketentraman jiwa serta limpahan kasih sayang. Maka "Alhamdu" itu berarti suatu sikap responsi, atau suatu aspek fitriah terhadap rahmat-Nya yang lembut.
ملك يوم الدين
"Yang menguasai hari pembalasan"
Ayat ini menggambarkan suatu bentuk umum yang komplit dan mendalam mengenai kehidupan manusia seutuhnya. Yakni, prinsip keyakinan terhadap hari kemudian.
Malik : raja, adalah kedudukan tertinggi dalam suatu pemerintahan yang berdaulat.
Yaumiddin : adalah hari pembalasan di akhirat kelak.
Kepercayaan terhadap hari pembalasan adalah suatu asas prinsipil dari akidah Islam yang universal itu, yang mengandung suatu nilai dalam kaitannya dengan pandangan hati dan akal manusia terhadap adanya alam lain setelah dunia ini, sehinngga ia tidak diperbudak oleh keinginan dan kepentingan duniawiahnya, tetapi supaya ia dapat menguasai dirinya di atas segala keinginan dan kepentingannya itu. Di saat inilah ia akan beramal untuk Allah dan menunggu balasan dari apa yang menjadi ketetapan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak dengan perasaan tenang, yakin akan janji-janji-Nya, tentram atas kebaikan, mantap dalam mencari kebenaran, lapang dada menerima segala keputusan dan puas atas kepastian.
اياك نعبد واياك نستعين
"Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkau kami memohon pertolongan".
Inilah prinsip akidah yang bersumber dari beberapa prinsip terdahulu di dalam surat ini.
Maka, tidak ada ibadah kecuali hanya bagi Allah, dan tidak ada permohonan tolong melainkan hanya kepada-Nya.
Prinsip ini memproklamirkan lahirnya suatu "kebebasan" yang komplit dan utuh bagi manusia. Kebebasan dari menyembah berhala, imajinasi filsafat, konsepsi dan kepentingan duniawi, kebebasan dari menyembah kepada kondisi dan posisi, pangkat dan jabatan.
Apabila hanya Allah satu-satunya Dzat yang berhak disembah, maka hanya kepada-Nyalah mohon pertolongan. Maka terlepaslah jiwa manusia dari penyembahan terhadap konsepsi-konsepsi, imajinasi, kondisi dan posisi serta terhadap individu sesama manusia. Dan bebaslah dari menghamba kepada dongeng-dongeng tahayul, mitor dan khurafat.
اهدنا الصراط المستقيم
"Tunjukilah kami jalan yang lurus".
Artinya, berilah kepada kami taufiq agar kami mengenal jalan yang lurus lempang menuju Allah, serta taufiq bagaimana bisa istiqomah di atas jalan itu setelah kami mengenalnya.
Kenal, dan tekun adalah buah daripada hidayah Allah serta lindungan dan rahmat-Nya.
Memusatkan hal itu hanya kepada Allah, adalah buah daripada akidah keyakinan bahwa hanya dia satu-satunya Dzat yang memberi pertolongan.
صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولاالضالين
"Yaitu jalan mereka yang telah memperoleh nikmat daripada-Nya bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan sesat".
Dimurkai sebab mereka sudah mengerti jalan yang benar tetapi kemudian mereka menyeleweng daripadanya. Sesat karena mereka menyimpanng dari kebenaran itu hingga sama sekali mereka tidak mendapatkan hidayah.
Jalan yang lurus itu adalah jalan orang-orang yang berbahagia denganpetunjuk yang dapat menyampaikan diri mereka kepada Allah.
Kedua : Al-Ikhlas ayat 1 sampai 4
Surat yang pendek ini menyamai sepertiga al-Qur'an, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih. Bukhari berkata, bercerita kepada kami Ismail, dari malik dari Abdirrahman bin Abdillah bin Abdirrahman bin Abi Sho'ah, dari ayahnya, dari Abi Sa'd, bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang yang membaca "Qul Huwallohu Ahad" berulangkali. Setelah datang waktu subuh, Nabi datang dan diceritakan hal itu kepada beliau. Nabi saw bersabda:
والذي نفسي بيده انها لقديل ثلث القران
"Demi Allah, surat itu menyamai sepertiga al-Qur'an"
قل هو الله احد
"Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa"
Mengandung nilai paling fundamental dari prinsip-prinsip dasar mengenai hakikat Islam yang agung. Lafaz "Ahad" yang lebih dalam artinya dari kata wahid. Kata "Wahid" sudah tercakup di dalam kata esa.
Dia adalah wujud yang esa, maka tidak ada hakikat selain hakikat-Nya dan tidak ada wujud melainkan wujud-Nya. Maka setiap yang ada bergantung penuh kepada-Nya, atau bersandar kepada wujud hakiki-Nya.
الله الصمد
"Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu"
Allah adalah Tuhan yang dituju, karena tidak akan terlaksana suatu perkara melainkan denga izin-Nya. Allah itulah satu-satunya Tuhan, karena tidak ada Tuhan melainkan dia. Dialah satu-satunya yang disebut Tuhan, sedangkan selain dia adalah hamba, maka hanya kepada-Nyalah tempat bergantung seluruh hamba. Dia tempat memohon segala kebutuhan. Jadi Dialahyang dapat memenuhi kebutuhan seluruh makhluk-Nya. Dia yang memutuskan segala perkara, maka dengan izin-Nya semua urusan dapat terlaksana. Tidak seorangpun yang menyertai dia di dalam penentuan itu. Sifat inilah yang pertama kali menetapkan bahwa Dia adalah wujud Yang maha Esa.
لم يلد ولم يولد
"Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan".
Hakikat wujud Allah adalah abadi dan azali, tidak dirusak oleh masa, keadaan. Sifat-Nya sempurna dan mutlak dalam segala keadaan. Anak adalah suatu pancaran proses, wujud tambahan setelah didahului oleh kekurangan dan tidak ada. Hal itu bagi Allah adalah mustahil. Kemudian, adanya anak tentu membutuhkan suami istri yang tegak berimbang di atas beberapa kesamaan. Inipun bagi Allah sangat mustahil. Jadi, sifat Esa itu sendiri yang memastikan tidak beranak dan tidak dianakkan.
ولم يكن له كفوا احد
"Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya"
Artinya, tidak terdapat bagi-Nya yang menyamai dan menyerupai Dia, baik di dalam hakikat Dzat-Nya, sifat-Nya dan af'al-Nya. Inipun mengandung penegasan tentang Esa. Ahad-Nya, sebagai penguat dan penjelasan. Ahad (Esa) di sini menghapuskan paham dualisme yang menganggap ada Tuhan baik dan Tuhan jahat.
Surat ini adalah surat yang menetapkan tantang akidah Islam, "Tauhid", sebagaimana surat al-kafirun adalah penegasan tentang tidaka adanya kesamaan dan petemuan antara akidah tauhid dengan akidah syirik.
Kesimpulan