BAB II ISI
2.1 Dasar Teori 2.1.1 Definisi TMJ TMJ (Temporomandibular Joint) adalah sendi synovial yang menghubungkan mandibula dengan os. temporal pada posisi yang tepat. Menurut Snell (2006), TMJ adalah artikulasi antara tuberculum articulare dan bagian anterior fossa mandibulare ossis temporalis diatas dan caput (processus mandibulare) dibawah. 2.1.2 Struktur TMJ Ada beberapa bagian yang ada pada regio TMJ yaitu : a. Fossa glenoidalis atau fossa mandibularis ossis temporalis Fossa mandibularis terletak pada dasar kepala yaitu pada os. Temporalis. Batas-batasnya adalah sebagai berikut : 1. Lateral: superior prosessus zygomatius os. Temporalis. 2. Medial: ala ossis sphenoidalis. 3. Anterior: ke atas ke bidang lengkung eminentia articularis. 4. Posterior: fissura petrotympanica & squamotympanica memisahkan bagian fungsional anterior fossa mandibularis dengan lamina tympanica non fungsional. 5. Superior: dipisahkan dari bagian tengah fossa cranii dan lobus temporalis encephalon oleh bidang tulang kecil pada apex fossa.
Gambar 1, Fossa glenoidalis (fossa mandibularis ossis temporalis) b. Processus condylaris os mandibula Processus condylaris os mandibula merupakan ujung tulang yang berbentuk gulungan (rol) yang mempunyai kepala dan leher. Dilihat dari superior, sumbu panjang menyudut sedikit ke posterior dari lateral ke medial. Ujung rol meluas ke medial dan lateral, perluasan medial sedikit lebih besar daripada lateral. Pada permukaan superior, tidak benar-benar bulat ke arah antero posterior. Crista kecil tampak meluas dari medial ke lateral, menghasilkan permukaan superior-anterior yang datar dan permukaan postero-superior yang cembung. Permukaan superior sedikit cembung ke arah mediallateral.
Gambar 2, Processus condylaris os mandibula. c. Capsula articularis Pada capsula articularis, dibagian superior melekat pada tepi fossa mandibularis. Pada bagian posterior berada tepat di posterior fissura squamotympanica. Di anterior berada di lereng anterior eminentia articularis dan di inferior melekat pada bagian tepi collum mandibula.
Gambar 3, Capsula articularis d. Ligamentum Ligamentum adalah pita jaringan ikat yang menghubungkan tulang atau menyokong organ dalam (kamus kedokteran Dorland Ed.29). Fungsi dari ligamentum yang membentuk Temporomandibular joint ini yaitu sebagai alat untuk menghubungkan tulang temporal dengan processus condylaris dari tulang mandibula serta membatasi gerak mandibula membuka, menutup mulut, pergerakan ke samping, dan gerakan lain. Ligamentum yang menyusun temporomandibular joint terdiri dari : 1. Ligamentum temporomandibulare Serabut ligamentum temporomandibulare berjalan oblik ke bawah dan posterior dari
lateral eminentia articularis (tuberculum
glenoidalis) ke posterior collum mandibula. Karena TMJ bilateral maka ligamentum yang berlawanan berfungsi sebagai ligamentum colateral medial. Fungsi dari ligamentum temporomandibulare yaitu menghalangi pergeseran ke posterior dan inferior dari prosessus condylaris.
Gambar 4, Ligamentum temporomandibulare. 2. Ligamentum accesorius Ligamen ini terdiri dari: a) Ligamentum stylomandibulare Ligamentum
stylomandibulare
berjalan
dari
processus
styloideus os. Temporalis ke angulus mandibularis. Memisahkan regio parotidea dari regio infratemporalis.Ligament ini berfungsi sebagai bagian anterior capsula parotidea yang menebal. b) Ligamentum sphenomandibulare Berjalandari ala os. Sphenoidalis berupa jaringan fibrosa yang menebal ke lingua mandibula.
Gambar 5, Ligament sphenomandibulare dan ligament stylomandibulare.
e. Discus articularis Merupakan jaringan fibro kartilago yang terletak dalam capsula sendi antara prosessus condylaris dan fossa mandibularis dan melekat pada tepi dalam capsul sendi.
Gambar 6, Posisi Discus articularis. f. Rongga synovial Pada
rongga
synovial,
terdapat
membrana
synovialis
yang
mengelilingi permukaan dalam capsul sendi. Synovium mengeluarkan synovia
untuk
melumasi
permukaan
antagonis
sehingga
sendi
Temporomandibular Joint dapat mudah bergerak. Rongga ini memiliki dua bagian yaitu kompartemen superior dan inferior.
Gambar 7. Lokasi rongga synovial g. Eminentia articularis Eminentia yaitu istilah umum untuk suatu tonjolan atau prominentia khususnya pada permukaan tulang (kamus kedokteran Dorland, Ed. 29). Perbedaannya dengan tuberkulum, tuberkulum yaitu istilah umum dari tata nama anatomi untuk tuberkel, nodul, atau tonjolan kecil terutama digunakan untuk menunjukan tonjolan kecil pada tulang (kamus kedokteran Dorland, Ed. 29). Perbedaanya terletak pada tingginya, seperti pada pengertian di atas, eminentia dan tuberkulum berarti tonjolan, yang membedakan yaitu pada eminentia lebih tinggi daripada tuberkulum karena tuberkulum hanya tonjolan kecil.
Gambar 8, Eminentia articularis. 2.1.3 Fungsi TMJ Fungsi
TMJ
digunakan untuk
melakukan
pergerakan pada
mandibula. Pergerakan yang dapat dilakukan oleh mandibula adalah: a. Gerak membuka ( Depresi ) Pada saat gerakan membuka mandibula berotasi disekitar sumbu horisontal, sehingga prosessus condilus akar bergerak ke depan sedangkan angulus mandibula bergerak kebelakang. Sumbu tempat berotasinya mandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun akan bergerak ke bawah dan ke depan disepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat) dari prosessus condilaris ke orifisum canalis mandibularis. b. Gerak menutup ( Elevasi ) Pada gerak ini dagu berputar ke atas dan ke anterior. Prosessus condilaris bergerak ke posterior dan ke atas sepanjang eminentia articularis. Gigi geligi sampai mencapai oklusi sentrik.
c. Protrusi Pada gerak ini gigi geligi dalam oklusi sentrik, mandibula didorong ke anterior. Gigi insisive edge to edge, insisive inferior lebih anterior beberapa milimeter dari gigi insisive superior. Processus condylaris bergerak ke anterior dan inferior sepanjang lereng posterior eminentia articularis. d. Retrusi Pada gerak ini mandibula bergerak ke posterior dengan gigi tetap kontak sampai ke oklusi sentrik. Processus condylaris dan discus bergerak ke atas dan ke posterior pada eminentia articularis. e. Gerak lateral Pada gerak ini, caput mandibula pada sisi ipsilateral, kearah sisi gerakkan, akan tetap ditahan pada fosa mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula dari sisi kontralateral akan bergerak translasional kedepan. Mandibula akan berotasi pada bidang horisontal disekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput yang “ cekat “ tetapi melintas sedikit dibelakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan bergerak sedikit ke lateral. 2.1.4 Posisi Normal TMJ Posisi normal pada saat rahang tertutup adalah processus condilarys terletak tepat di fossa mandibular sedangkan pada saat membuka processus condilarys bergerak ke anterior melewati lengkung eminentia articularis hingga mencapai titik tertinggi dari eminentia articularis bersamaan dengan pergerakan discus articularis ( Bailey, 1992 ). 2.1.4 Kelainan-Kelainan TMJ Kelainan yang terjadi dapat berupa posisi struktur anatomi pada TMJ yang abnormal serta terjadi inflamasi. Berikut ini akan dibahas beberapa kelainan-kelainan pada TMJ. a. Dislokasi Temporomandibular Joint Kelainan ini terjadi karena posisi proc.condylaris yang abnormal yaitu berada di luar fossa mandibularis, tetapi masih di dalam kapsul sendi.
1.
Klasifikasi Dislokasi Dislokasi mandibula dapat diklasifikasikan menjadi : a) Dislokasi ke arah anterior, dimana kondilus bergerak ke anterior dari eminentia articulare. Dislokasi ke arah ini, paling sering terjadi dan merupakan bentuk pergerakan sendi yang patologis. b) Dislokasi ke arah posterior, dimana merupakan implikasi dari adanya fraktur dasar tengkorak atau dinding depan dari tulang meatus. c) Dislokasi ke arah lateral, terbagi atas 2 tipe : Tipe 1, merupakan subluksasi lateral, dan tipe 2, merupakan keadaan dimana kondilus tertekan ke lateral dan masuk ke fossa temporal. d) Dislokasi ke arah superior, merupakan dislokasi ke arah fossa kranialis bagian tengah yang biasanya berhubungan dengan adanya fraktur pada fossa glenoidale.
2.
Etiologi Dislokasi a) Pasien yang mempunyai fossa mandibular yang dangkal serta kondilus yang tidak berkembang dengan baik. b) Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligamen yang akan mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren). c) Membuka mulut yang terlalu lebar atau terlalu lama. d) Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple trauma. e) Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis. f)
Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan neurologis.
3.
Ciri-ciri a) Perasaan tidak nyaman saat membuka mulut disertai adanya rasa sakit
b) Ketidakmampuan untuk menutup mulut disertai adanya rasa sakit 4.
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan ini tergantung pada lamanya dislokasi, apakah
terjadinya
bersamaan
dengan
suatu
fraktur
dan
dislokasinya bilateral atau unilateral. a) Dislokasi unilateral Mandibula miring dan pada bagian yang terkena lebih ke bawah posisinya. Biasanya disertai pembengkakan, lunak jika ditekan serta dengan palpasi kelainannya terjadi di sekitar sendi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan baik secara aktif maupun pasif. b) Dislokasi bilateral Jika dislokasi terjadi pada kedua kondilus mandibula, pasien akan terlihat prognati dan terdapat pembengkakan bilateral serta lunak jika ditekan pada kedua sisi TMJ. Gigigigi tidak dapat dioklusikan, baik aktif maupun pasif, karena adanya hambatan mekanis. Biasanya spasme otot masseter bilateral dapat teraba. b. Disc Displacement with Reduction Reduction pada kelainan ini berarti kesalahan saat penurunan posisi disc artinya saat membuka mulut, disc menurun pada posisi normal, tetapi pada saat menutup mulut, posisi disc menjadi abnormal. Memiliki ciri – ciri clicking pada saat membuka dan menutup mulut. c. Osteoarthrosis Osteoarhtrosis
merupakan
penyakit
non
inflamasi
yang
disebabkan memburuknya sendi karena proliferasi tulang. Keburukan sendi terutama terjadi karena hilangnya kartilago artikularis dan terjadi erosi tulang. Bedanya dengan osteoarhtritis yaitu pada osteoarthritis terjadi peradangan. Etiologi dari osteoarthrosis ini yaitu karena trauma dan faktor usia lanjut. Memiliki ciri – ciri rasa sakit pada regio TMJ, keterbatasan membuka mulut, dan crepitus.
d. Rheumatoid arthritis Rheumatoid terjadi karena inflamasi pada membran sinovial. Villous synovitis berperan penting untuk membentuk jaringan synovial granulomatosa (pannus) yang melibatkan fibrocartilage dan lapisan dalam tulang. Pannus melepaskan enzim yang menyebabkan kartilago atau tulang menjadi rusak. Memiliki ciri – ciri sakit pada daerah TMJ, ragio TMJ membengkak, pergerakkan rahang terbatas, crepitus. e. Effusion Merupakan pemasukan cairan ke dalam sendi, biasanya terjadi pendarahan karena terjadi trauma atau eksudat inflamasi. Memiliki ciri – ciri rasa sakit pada sendi, benjolan pada daerah sendi, gerak rahang terbatas, terjadi tuli sementara, dan sulit untuk merapatkan oklusi gigi posterior. 2.1.5 Radiografi untuk pemeriksaan TMJ disorder Kondisi TMJ (Temporomandibular Joint) dapat diketahui dengan beberapa teknik radiograf, diantaranya yaitu: a.
Transcranial Projection Transcranial projection adalah teknik radiografi untuk melihat
hubungan kepala kondilus dengan fosa glenoid. Prosedur Pemeriksaan Transcranial Projection: i.
Pasien diposisikan supine atau duduk tegak, dengan mid sagital plane (MSP) tubuh tepat pada mid line meja pemeriksaan . Bahu bertumpu sejajar pada bidang transversal dan lengan diletakan disamping tubuh dalam posisi yang nyaman.
ii.
Kepala diposisikan Lateral, dengan menempatkan : a.
MSP kepala sejajar pada bidang film.
b.
Interpupillary Line (IPL) tegak lurus bidang film.
iii.
Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala.
iv.
Atur CR dengan penyudutan 25 – 30 derajat caudally menuju titik tengah dari TMJ.
v.
Atur Central Point pada daerah 2,5 cm anterior dan 5 cm superior MAE yang jauh dari film.
Hasil Gambar: 1.
TMJ yang diperiksa terlihat di anterior dari MAE dipertengahan film
2.
Condilus mandibula terlihat berada pada fosa mandibula.
3.
TMJ yang tidak diperiksa terproyeksi di bagian anterior dan superior TMJ yang diperiksa.
4.
Tampak batas luas lapangan penyinaran sesuai dengan objek yang difoto
5.
Tampak Marker R/L di tepi objek yang difoto
http://posradiografer.blogspot.com/2008/05/teknik-radiografi-tmj.html
b.
Transorbital Projection Transorbital projection adalah teknik radiografi untuk melihat
eminentia artikularis dan kepala kondilus pada penampang melintang coronal oblique.
Gambar . Radiografi dengan teknik Transorbital Projection c.
Transpharyngeal Projection Transphayngeal
projection
adalah
teknik
radiografi
untuk
menggambarkan kepala kondilus dalam pandangan lateral (Harty, 1995). Indikasi : 1. TMJ pain dysfunction syndrome.
2. Menyelidiki
adanya
penyakit
pada
sendi,
particulary
osteoarthritis dan rheumatoid arthtritis. 3. Menyelidiki kondisi patologis yang mempengarugi kepala kondilus 4. Patah pada kepala atau leher kondilus. Kegunaan : 1. Memperoleh informasi mengenai bentuk kepala kondilus dan kondisi permukaan artikular. 2. Dapat membandingkan langsung kedua kepala kondilus. Teknik pengambilan gambar:
Gambar . Pengambilan radiograf dengan teknik Transpharyngeal Projection.
Gambar . Radiografi Transpharyngeal Projection.
d.
Tomografi Metode tomografi dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Conventional Tomography Tomography sendi temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada pertengahan gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear tomography dan complex tomography. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular. Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi lebih terpercaya daripada proyeksi biasa dan panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek yang penting dalam melakukan bedah orthognati and orthodontic studies. Kerugian yang paling besar dalam tomografi adalah
kurangnya
visualisasi
jaringan
lunak
sendi
temporomandibular, juga pada radiography biasa. 2. Computed Tomography Tomografi
adalah
teknik
radiografi
untuk
mendapatkan
rangkaian gambaran potongan melintang dengan mula-mula mengamati suatu irisan jaringan dari berbagai sudut pandang dengan
menggunakan
sinar
X
yang
diameternya
kecil,
kemudian
menghitung atenuasi (jaringan tertentu diukur relatif terhadap air) linier untuk berbagai elemen jaringan pada irisan tersebut dan akhirnya membentuk gambaran abu-abu. Angka CT yang paling tinggi adalah tulang, yang terendah adalah udara. Keuntungan dari tomografi adalah tumpang tindihnya gambar berkurang, tetap mempertahankan detail jaringan lunak, bisa memperbesar daerah tertentu yang ingin diamati. Indikasi penggunaan tomografi adalah: 1. Penilaian sendi secara keseluruhan untuk mengetahui keberadaan dan tempat dari penyakit pada tulang atau abnormality. 2. Menyelidiki kondilus dan fossa artikularis ketika pasien tidak bisa membuka mulut. 3. Penilaian
jika
terjadi
fraktur pada
fossa
artikularis
dan
intrakapsular.
Gambar . Radiografi CT Scan e.
TMJ Arthrografi Terdapat dua tehnik arthrography pada sendi temporomandibular.
Pada single-contrast arthography, media radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-contrast arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua tehnik.
Jika sejumlah kecil bahan kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi, diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihatbatasnya dan posisinya bisa dilacak sepanjang pergerakan mendibula. Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan untuk menetapkan
posisi
normal
dan
abnormal
dari
diskus
tehadap
hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk ruang sendi (synovial cavities) akan bervariasi tergantung perubahan mulut apakah membuka atau menutup dan kondil akan bertranslasi kedepan pada eminensia. Arthrogram ini merupakan satu-satunya metode yang tersedia untuk melihat hubungan yang sebenarnya antara diskus dan kondil yang dapat divisualisasikan, dan ia sangat penting untuk pnegakkan diagnosis pada kelainan internal yang terjadi. Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the corresponding cryosectional morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi juga dapat ditunjukkan dengan teknik ini. Penelitian-penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnosis dan identifikasi kerusakan sendi temporomandibular internal. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan dengan menggunakan tehnik arthography, menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan keakuratan diagnosa perforasi dan adhesi diskus Sendi Temporomandibular dengan MRI. f.
Panoramik Suatu gambaran dari rahang, yang dihasilkan dari mesin yg didesain
khusus untuk mendapatkan gambaran panoramik dari rahang dan sekitarnya secara menyeluruh pada suatu film tunggal. Konsep dasar dari teknik ini adalah Film dan tubehead berputar mengelilingi pasien dan akan menghasilkan suatu gambaran individual. Film dan kepala tube Xray berputar mengelilingi pasien pada posisi berlawanan padaradiografi panoramik.
Gambar . Teknik pengambilan radiograf panoramic
Gambar . Radiografi Penoramik Keuntungan: 1. Cakupan yang luas dari facial tulang dan gigi 2. Dosis radiasi pasien yang rendah 3. Pemeriksaan yang menyenangkan untuk pasien 4. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut 5. Waktunya singkat, biasanya 3-4 menit 6. Bantuan visual dalam edukasi pasien dan presentasi kasus 7. Bisa digunakan pada pasien yang tidak bisa toleransi dengan prosedur intra oral Kelemahan: 1. Tidak menunjukkan detail anatomi yang baik yang didapatkan dari intra oral (gambaran periapikal). 2. Tidak digunakan untuk deteksi karies kecil, struktur halus jar. Periodontum tepi atau penyakit periapikal.
3. Permukaan proksimal gigi-gigi premolar tercetak overlap.
g.
Teknik Reverse Towne Teknik ini dilakukan dengan cara menempatkan Radiographic
baseline sejajar dengan horizontal plane. Kemudian sinar x diarahkan ke atas dari bawah occipital dengan membentuk sudut 30o horizontal dan sinar melewati condyle.
Gambar . teknik pengambilan radiograf Reverse Towne
h.
MRI
Gambar . radiografi dengan teknik MRI.
terhadap
2.2 Kasus Seorang pasien laki – laki berumur 25 tahun datang ke bagian bedah mulut Perjan RS dr. Hasan Sadikin Bandung dirujuk dari sebuah rumah sakit swasta di Bandung karena nyeri dan sulit membuka mulut dengan disertai pembengkakan di depan telinga. Nyeri terjadi ketika sebulan yang lalu, ketika penderita jatuh dari angkotan kota sehingga timbul pembengkakan yang diseeertai dengan perdarahan dari mulut tidak disertai dengan muntah, pingsan, perdarahan telinga. Pasien dibawa ke rumah sakit swasta tapi tidak dilakukan perawatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal tetapi ekspresi muka menahan rasa nyeri. Pada pemeriksaan klinis ekstra oral ditemukan adanya pembengkakan adanya daerah preaurikular dengan ukuran 4 x 4 x 3 cm, deviasi mandibula ke kanan pada palpasi terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan intraoral terdapat laserasi pada bibir, sedangkan pada daerah palatum, lidah, tonsil sulit dinilai serta keterbataan pembukaan sebesar 2 mm. Pemeriksaan pelengkan dilakukan terhadap penderita yaitu pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan urin rutin, serta pemeriksaaan radiologi, yaitu foto panoramiks dan foto thoraks. Hasil pemeriksaan foto panoramiks menunjukkan adannya dislokasi sendi ke arah fosa cranio medial dan tidak terlihat adanya gambaran fraktur kondilus. Foto thoraks tidak menunjukkan adanya gambaran pembesaran jantung dan proses spesifik aktif. Dari anamnesa dan pemeriksaan klinis yang telah dilakukan didiagnosa adanya dislokasi kondilus ke rah fosa cranium medial yang tidak dirawat kira – kira selama satu bulan. 2.3 Analisis 2.3.1 Ketepatan Teknik Radiografi yang digunakan HASIL RADIOGRAFI KASUS Dalam kasus ini, dilakukan pemeriksaan secara fisik maupun secara radiologi. Adapun berdasarkan kasus, pasien mengalami pembengkakan disertai nyeri dan rasa sakit pada telinga sehingga pasien sulit untuk membuka mulut. Dari kondisi pasien, jenis radiologi
yang dapat dilakukan adalah radiologi dengan teknik panoramik, Teknik Lateral Oblique of Ramus Mandibula, Teknik MRI ( Magnetik Resornen Imagine ), dan Teknik CT Scan. PRINSIP PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PADA KASUS DISLOKASI KONDILUS Berikut adalah kelebihan dan kelemahan dari teknik-teknik tersebut: Macam Teknik 1. Teknik Panoramik
Kelebihan
Kelemahan
a. Memberikan gambaran
a. Terlihat distorsi
yang luas mengenai
yang hebat dan
struktur tulang fasial dan
garis luar pada
gigi geligi.
batas tulang.
b. Dosis radiasi terhadap
b. Sering tidak jelas
pasien rendah
karena tumpang
c. Pasien relatif nyaman saat
tindih dari
menjalani pemeriksaan
struktur rahang
d. Dapat dilakukan terhadap pasien yang tidak dapat
menghalangi. c. Sering terdapat
membuka mulut
ghost image.
e. Memerlukan waktu relative singkat. f. Dapat melihat keadaan dari kedua kondil, sehingga dapat dibandingkan antara kondil yang satu dengan yang lainnya.
2. Teknik Lateral
a. Peralatannya tidak rumit
a.
Tidak bisa
Oblique of
karena bisa menggunakan
digunakan sebagai
Ramus
dental X – ray.
pembanding pada
Mandibula.
b. Gambaran spesifik lebih
kondil di
ke TMJ 3. Teknik MRI
sebelahnya.
Pasien tidak terpapar oleh
Karena kemampuan
(Magnetik
ion-ion radiasi karena
MRI dalam memfoto
Resornen
MRI menggunakan teknik
berbagai struktur,
Imagine )
magnetik tidak
maka dapt terjadi
menggunakan sinar X.
beberapa macam
MRI memiliki
artifak seperti
kemampuan untuk gambar
orthopedic hardware
dalam bidang apapun.
(semdi buatan, sekrup,
Resolusi gambar lebih
dan lain -lain)
baik daripada CT Scan.
Pemeriksaan
a.
b.
c.
MRI
dengan
membutuhkan
biaya yang mahal. 4. Teknik CT Scan
Alat CT memiliki lapangan pandang yang sangat luas meliputi seluruh bagian tubuh sesuai dengan yang diminta oleh operator tergantung kebutuhan. Bila membutuhkan terlihatnya suatu struktur dengan jelas (TMJ) dapat dilakukan pembesaran terhadap foto.
2.3.2 Hasil Radiografi Pada kasus, pasien telah melakukan pemeriksaan radiografi dengan teknik foto panoramik. hasil foto tampak gambaran kondilus mandibula sebelah kanan pasien menembus fosa glenoidalis kearah fosa kranio medial yang ditandai dengan gambaran radiopak yang mengindikasikan terjadinya pergeseran kondil, dimana hubungan kondil
dan fosa glenoidalis yang normal dipisahkan oleh diskus artikularis yang akan tampak radiolusen pada radiograf.
Gambar . hasil foto panoramik pasien
2.3.3 Penatalaksanaan Pada kasus ini dilakukan tindakan bedah karena diagnosa dislokasi ditentukan setelah satu bulan dari waktu terjadinya, tindakan yang dilakukan berupa gap arthroplasti yaitu pemotongan tulang pada leher kondilus, sehingga terjadi gap kira – kira 2 cm dan interposisi facia temporalis
insitu
untuk
mencegah
terjadinya
ankilosis.
(
www.pustaka,unpaj.ac.id )
BAB III PENUTUP
Temporo Mandibular Joint ( TMJ ) adalah sendi synovial yang menghubungkan mandibula dengan os. temporal pada posisi yang tepat. TMJ terdiri dari beberapa regio antara lain, Fossa glenoidalis atau fossa mandibularis ossis temporalis, Processus condylaris os mandibula, Capsula accesorius
articularis,Ligamentum (Ligamentum
temporomandibulare,
stylomandibulare
dan
Ligamentum Ligamentum
sphenomandibulare ), Discus articularis, Rongga synovial, Eminentia articularis. Pergerakkan yang dilakukan oleh TMJ meliputi pergerakan
elevasi, depresi, protrusi, retrusi, gerak lateral ke kanan dan gerak lateral ke kiri. Kelainan – kelainan yang terjadi pada TMJ meliputi Dislokasi Temporomandibular
Joint,
Disc
Displacement
with
Reduction,
Osteoarthrosis, Rheumatoid arthritis, dan Effusion. Pada kasus didapatkan kelainan yang terjadi pada TMJ adalah dislokasi TMJ dimana processus condylus menembus fossa glenoidalis ke arah fossa cranio medial.Pada kasus dalam menegakkan diagnosis sudah menggunakan teknik yang tepat yaitu teknik panoramik. Selain itu untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan teknik lain seperti, teknik lateral oblique of ramus mandibula, CT Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging ).
DAFTAR PUSTAKA
Harty& Ogston.1995.Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC. Pedersen, Gordon.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. http://posradiografer.blogspot.com/2008/05/teknik-radiografi-tmj.html http://www.scribd.com/doc/44633814/Occlusi Ogus , H.D dan P.A. Toller. 1990 . Gangguan Sendi Temporomandibula. Hipokrates. Jakarta Houston, W.J.B. 1991. Diagnosis Ortodonti. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta