1
NAPZA
PENDAHULUAN
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahaya) berbahaya) merupakan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota dikota -kota besar saja, tapi t api sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15 – 24 24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai mewaspadai bahaya dan pengaruhnya pengaruhnya terhadap ancaman ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penanggulangan penyalahgunaan penyalahgunaan NAPZA. NAPZA.
PENGGUNAAN ISTILAH 1. NAPZA
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan penanggulangan dari sudut kesehatan kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif , yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. 2. NARKOBA
NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya. berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah Madat untuk NAPZA. Tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
2
KLASIFIKASI
JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN
1. NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). NARKOTIKA : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, ketergantungan, (Contoh: heroin/putauw, kokain, ganja). ganja).
Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin morfin, petidin))
Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan t ujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan ketergantungan (Contoh : kodein) kodein)
2. PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika). PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan . (Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). Flunitrazepam).
PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindrom
ketergantungan
(Contoh
:
diazepam,
bromazepam,
Fenobarbital,
klonazepam, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : ModuL 1 BloK 17
Thanty
2
KLASIFIKASI
JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN
1. NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). NARKOTIKA : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, ketergantungan, (Contoh: heroin/putauw, kokain, ganja). ganja).
Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin morfin, petidin))
Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan t ujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan ketergantungan (Contoh : kodein) kodein)
2. PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika). PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan . (Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan mengakibatkan sindroma ketergantungan ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). Flunitrazepam).
PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindrom
ketergantungan
(Contoh
:
diazepam,
bromazepam,
Fenobarbital,
klonazepam, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : ModuL 1 BloK 17
Thanty
3
3.
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain lain -lain
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
ZAT ADIKTIF LAIN
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
Minuman berakohol,
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu : 1. Golongan A : kadar etanol 1-5%, ( Bir ) 2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur ) 3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Walker, Kamput.)
Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik,
yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, : Lem, thinner, thinner, penghapus cat kuku, kuku, bensin.
Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan penanggulangan NAPZA di masyarakat, masyarakat, pemakaian pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
Bahan/obat/zat Bahan/obat/zat yang disalahguna di salahgunakan kan dapat juga diklasifikasikan diklasifikasikan sebagai berikut : Sama sekali dilarang : Narkotika Golongan I dan Psikotropika Golongan I. Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika. Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan l ain-lain. Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan : 1. Golongan Depresan (Downer )
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh . Jenis ini menbuat pemakaiannya pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ModuL 1 BloK 17
Thanty
4
ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein ), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain. 2. Golongan Stimulan (Upper )
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah: Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain. Kafein, senyawa metilxantin, menimbulkan efek sentral dengan menghambat reseptor adenosine. Metilxantin lain yaitu teofilin, memiliki kerja yang sama. Adenosin mengatur aktivitas adenil siklase, menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada konsentrasi tinggi metilxantin menghambat fosfodiesterase, sehingga menghambat penguraian cAMP dan meningkatkan konsentrasi cAMP sel. Kokain terikat pada system transport ambilan kembali dopamine susunan saraf pusat, secara efektif menghambat ambilan dopamine dan norepinefrin. Dopamine berperan penting dalam reward system otak, dan peningkatannya menyebabkan menyebabkan potensi ketergantungan ketergantungan tinggi ti nggi kokain. Amfetamin bekerja dalam berbagai cara yang paling utama adalah meningkatkan pelepasan neurotransmitter katekolaminergik. Merupakan inhibitor lemah monoamine oksidase dan berdasarkan persamaan struktur merupakan merupakan agonis langsung katekolaminergik katekolaminergik di otak. 3. Golongan Halusinogen
Obat yang tergolong halusinogen terdiri atas LSD, meskalin, dan psilosibin. LSD merupakan bahan semisintetik. Meskalin, suatu turunan feniletilamin, dan psilosibin suatu turunan endoletilamin. Obat ini memiliki sifat yang sama dengan neurotransmitter utama : norepinefrin, dopamine, dan serotonin. Untuk mekanisme LSD memang belum jelas. Tapi dengan pemeriksaan EEG ditemukan hiperaktivitas susunan saraf pusat. Biasanya terjadi juga tanda-tanda kehilangan memori retrograde dan anterograd jangka pendek (sindrom Korsakoff) yang berat tetapi reversible. Obat yang termasuk golongan ini terdiri dari : 1. Mirip-LSD
Lysergic acid diethylamide (LSD-25,acid)
Dimethyltryptamine Dimethyltryptamine (DMT)
Dimethoxymethylamphetamine (DOM, peace, STP)
5-methoxy-3,4-methylenedioxyamphetamine (MDMA, ecstasy, XTC, X, Adam)
3,4-methylenedioxyamphetam 3,4-methylenedioxyamphetamine ine (MDA)
Psilocybin
Mescaline (peyote, tops, cactus)
2. Lain-lain
Phencyclidine (PCP, angel dust, crystal, hog)
Thiopcyclidine (TCP) ModuL 1 BloK 17
Thanty
5
Ketamine (Ketalar)
Cannabis (marijuana, hashis, pot, weed, grass, reefer) delta-9-tetrahydrocannabinol (THC)
LSD berinteraksi dengan beberapa subtype serotonin (5-HT) di otak. LSD merupakan antagonis 5HT2. LSD mengubah perombakan serotonin yang meningkatkan metabolit utamanya, asam 5hidroksindoleasetat. LSD juga menunjukkan aktivitas pada reseptor-reseptor 5-HT1A dan 5-HT1C. Efek ini yang memberi efek halusinogenik. Fensiklidin merupakan turunan fenisikloheksilamin sintetik. Anestetik ini bekerja membuat pasien tidak merasa sakit tanpa menghilangkan kesadarannya. Efek halusinogen muncul setelah efek anestesinya hilang. Ketamin merupakan homolog fensiklidin. Obat ini juga menimbulkan efek halusinogenik. Fensiklidin digunakan dihisap seperti rokok, disedot, per oral, ataupun intravena. Kerja obatnya menyebabkan terjadinya isolasi sensorik. Obat ini bekerja pada NMDA subtype reseptor glutamate sebagai antagonisnya. LSD, & Mescaline •
Psikologis : distorsi persepsi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi, dan sinestesia (rangsangan menghasilkan efek yang berbeda
•
Fisik : takirkardi, palpitasi, diaforesis, midrasis pupil, penglihatan kabur, tremor, gangguan koordinasi, hiperfleksi, hipertermi, dan piloereksi
Fensiklidin •
Psikologis : euforia, grandiositas, perasaan kebas, dan emosi yang labil (dosis rendah). Distorsi persepsi, ansietas, eksitasi, kebingungan, sinestesia, psikosis paranoid, rigiditas, keadaan katatonik, kejang-kejang, koma, dan kematian.
•
Fisik : takikardia, hipertensi, nistagmus vertikal, dan horizontal, ataksia, disartria, mioklonus, penurunan sensitivitas nyeri, diaforesis, dan kejang-kejang
Efek yang timbul dari pemakaian halusinogen antara lain pusing, lemah, tremor, mual dan paraestesi. Penglihatan kabur, gangguan perspektif ilusi atau halusinasi makin berkurangnya diskriminasi pendengaran, dan perubahan kesadaran akan waktu merupakan kelainan persepsi umum. Efek psikik yang menonjol adalah gangguan ingatan, kesukaran berpikir, buruknya daya nilai dan perubahan perilaku. Secara fisiologis LSD menghasilkan hiperaktivitas saraf simpatis dan stimulasi saraf pusat. Misalnya terjadi midriasis pupil, takikardia, hipertensi moderat, tremor, dan rasa segar. Efek yang sama ditemukan juga pada meskalin dan psilosibin. Dosis biasa LSD kira-kira 1 – 2 μg/kg. Kefektifannya kurang lebih antara parenteral dan oral. Psilosibin dosisnya 250 μg/kg dan meskalin dosisnya 5 – 6 mg/kg. Skopolamin (antimuskarinik) menyebabkan delirium dan kesadaran yang berubah-ubah, disorientasi, kesulitan berpikir, kehilangan ingatan dan delusi aneh. Bila dosis besar kelainan berlangsung lebih dari 1 hari. PCP menyebabkan rasa tubuh tercerai berai, disorientasi, distorsi kesan tubuh, dan kehilangan propriosepsi. Gejala dan tanda somatik mati rasa, nistagmus, berkeringat, denyut jantung cepat dan hipertensi. ModuL 1 BloK 17
Thanty
6
PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN
Penyalahgunaan dan ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemakaian yang bersifat patologik yang perlu dibedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik . Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”.
TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA. Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin
mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat. Pemakaian sosial/rekreasi ( social/recreational use) : yaitu pemakaian NAPZA dengan tujuan
bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang l ebih berat Pemakaian Situasional ( situasional use) : yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu
seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaaqn, dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan perasaan tersebut. Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat
patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif. Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian
NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat. ModuL 1 BloK 17
Thanty
7
PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut:
Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :
Cenderung membrontak dan menolak otoritas
Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti Depresi,Ccemas, Psikotik, Kepribadian dissosial.
Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negatif (low selfesteem)
Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
Mudah murung,pemalu, pendiam
Mudah merasa bosan dan jenuh
Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kehidupan modern.
Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
Kemampuan komunikasi rendah
Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
Putus sekolah
Kurang menghayati iman kepercayaannya
ModuL 1 BloK 17
Thanty
8
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah:
L ingkungan Keluarga o
Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
o
Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
o
Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagiOrang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
o
Orang tua otoriter atau serba melarang
o
Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
o
Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
o
Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
o
Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
o
Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
o
Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
L in gkungan Sekolah o
Sekolah yang kurang disiplin
o
Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
o
Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
o
Adanya murid pengguna NAPZA
L in gkun gan Teman Sebaya o
Berteman dengan penyalahguna
o
Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
L in gkungan M asyarakat/Sosial o
Lemahnya penegakan hukum
o
Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
Faktor Napza
Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba
ModuL 1 BloK 17
Thanty
9
Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA.
DETEKSI DINI PENYALAHGUNAAN NAPZA
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah:
Kelompok Resiko Tinggi
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya,
namun seseorang dengan ciri
tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Anak
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA antara lain : o
Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
o
Anak yang sering sakit
o
Anak yang mudah kecewa
o
Anak yang mudah murung
o
Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
o
Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
o
Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
Remaja
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA : ModuL 1 BloK 17
Thanty
10
o
Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negatif
o
Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
o
Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
o
Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya
o
Remaja yang cenderung memberontak
o
Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
o
Remaja yang kurang taat beragama
o
Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
o
Remaja dengan motivasi belajar rendah
o
Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
o
Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pepalu, sulit bergaul, sering masturbasi, suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).
o
Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
o
Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
Keluarga
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain o
Orang tua kurang komunikatif dengan anak
o
Orang tua yang terlalu mengatur anak
o
Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
o
Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
o
Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
o
Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar-salah yang jelas
o
Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan
o
Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
ModuL 1 BloK 17
Thanty
11
PENYALAHGUNAAN OBAT
Istilah penyalahgunaan obat (drug abuse) sebenarnya kurang tepat, oleh karena istilah tersebut mengandung arti berbeda bagi setiap orang. Ada hal yang membedakan istilah penyalahgunaan obat dengan penggunaan secara salah(misuse). Penyalahgunaan lebih identik dengan penggunaan obat dengan tujuan non medis, biasanya untuk pembentukan tubuh atau mengubah kesadaran. Sedangkan penggunaan secara salah cenderung kearah salah indikasi, dosis, atau penggunaan secara lama. Ketergantungan merupak an fenomena biologi yang sering dikaitkan dengan “penyalahgunaab obat”, ketergantungan psikologis dimanifestasikan oleh dorongan perilaku abnormal di mana individu menggunakan obat secara berulang kali untuk kepuasan pribadi, yang sering kali dihadapkan pada resiko kesehatan, merookok, sigaret. Kehilangan kebebasan untuk menggunakan suatu bahan pada jangka waktu yang pendek menghasilkan hasrat untuk menggunakannya lagi. Ketergantungan psikologis terjadi jika penggunaan berulang obat menghasilkan withdrawal effect (efek putus obat). Hal ini menunjukkkan bahwa tubuh menyesuaikan untuk tingkat homeostatis baru selama periode penggunaan obat dan memperlihatkan reaksi yang berlawanan ketika reaksi yang baru terganggu. Ketergantungan psikologis sebagian besar selalu menjadi penyebab lebih banyak daripada ketergantungan fisiologis. Adiksi sering kali diartikan sebagai keadaan ketergantungan psikologis dan fisiologis. Toleransi menunjukkan menurunnya respon terhadap pengaruh obat, mengharuskan dosis lebih tinggi untuk mencapai efek yang sama. Lebih dekat kaitannya dengan ketergantungan fisiologis. Hal tersebut sering mengubah perilaku tubuh terhadap farmakodinamik obat.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENYALAHGUNAAN OBAT
Mekanisme terjadinya penyalahgunaan obat dan ketergantungan NAPZA dapat diterangkan dengan tiga pendekatan, yaitu: Organobiologik
Dari sudut pandang organobiologik (SSP/otak) mekanisme terjadinya adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) dkenal dua istilah, yaitu:
Gangguan Mental Organik akibat Napza atau sindrom Otak Organik akibat NAPZA adalah kegaduhan kegelisahan dan kekacauan dalam fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan atau emosi) dan psikomotor (perilaku), yang disebabkan oleh efek langsung NAPZA terhadap susunan saraf pusat (otak).
Gangguan Penggunaan Napza termasuk didalamnya pengertian Penyalahgunaan NAPZA atau ketergantungan NAPZA, yang lebih banyak menyoroti berbagai kelainan perilaku (behavior Disorder) yang berkaitan dengan penggunaan NAPZA yang mempengaruhi susunan saraf pusat(otak). ModuL 1 BloK 17
Thanty
12
Oleh karena itu dalam ilmu kedokteran jiwa (psikiatrik), kedua pengertian tersebut diatas sering kali digabung menjadi satu kesatuan diagnosis yang disebut dengan Gangguan mental dan Perilaku akibat NAPZA. Psikodinamik
Hasil penelitian yang dilakukan Hawari (1990) menyatakan bahwa seseorang akan terlibat penyalagunaan NAPZA dan dapat mengalami ketergantungan, apabila pada orang itu sudah ada faktor predisposisi, yaitu faktor yang membuat orang cenderung menyalahgunakan NAPZA, dan tidak hanya itu, terdapat faktor kontribusi dan faktor pencetus.
Faktor Predisposisi Seseorang dengan gangguan kepribadian (antisocial) ditandai dengan perasaan tidak puas dengan dampak perilakunya terhadap orang lain, tidak mampu berfungsi secara wajar dan efektif di rumah, di sekolah, atau di tempat kerja dan dalam pergaulan social. Keluhan lain yaitu gangguan kejiwaan berupa kecemasan dan atau depresi. Mereka menggunakan obat-obat ini sebagai upaya untuk mencoba mengobati dirinya sendiri (self medication), atau sebagai reaksi pelarian (escape reaction).
Faktor Kontribusi Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga)akan merasa tertekan, dan ketertekanannya itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA. Kondisi keluarga yang tidak baik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Keluarga yang tidak utuh ; salah satu orang tua meninggal, orangtua bercerai atau berpisah
Kesibukan Orangtua: orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor atau aktivitas lain, sehingga perhatian terhadap anak berkurang.
Hubungan interpersonal yang tidak baik : hungan antara anak dengan orangtua, anak dengan saudara, atau keluarga yang lain tidak harmonis.
Faktor pencetus Penelitian yang dilakukan Hawari (1990) menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA. Sedangkan tersedianya dan mudahnya NAPZA diperoleh (easy availability) mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA. Interkalasi antara ketiga faktor diatas yaitu faktor predisposisi, kontribusi, dan pencetus mempunyai resiko jauh lebih besar dibandingkan satu atau dua faktor saja.
Psikososial
Penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang. Dari sudut pandang psikososial perilaku menyimpang ini terjadi akibat negative dari interaksi tiga kutub social yang tidak kondusif (tidak mendukung kea rah positif); yaitu kutub keluarga, kutub sekolah/kampus dan kutub masyarakat. ModuL 1 BloK 17
Thanty
13
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut : o
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh),
mengantuk, agresif,curiga o
Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas
lambat/berhenti, meninggal. o
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa
sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun. o
Pengaruh jangka panjang , penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan,
gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
Perubahan Sikap dan Perilaku o
Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
o
Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau tampat kerja.
o
Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu lebih dulu
o
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah
o
Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian menghilang
o
Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi. – Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
14
NARKOTIKA
KOKAIN
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Nama lain untuk kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack (kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat). Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Kokain merupakan senyawa untuk yang memproduksi berbagai efek farmakologi pada manusia. Senyawa ini dapat memblok kanal natrium dengan cepat, menstabilkan membran axonal dan memproduksi efek lokal anastetik. Kokain merupakan satu – satunya anastesi lokal yang mempengaruhi neurotransmiter dan menstimulasi vasokontrikstor. Hal ini merupakan salah satu penyebab ketoksikan kokain. Efek yang paling penting dari kokain adalah menstimulasi SSP. Kokain yang sering disalahgunakan biasanya dicampuri zat lain seperti gula atau lidokain. Dan penyalahgunaannya bisa melalui berbagai cara: ditelan, disedot melalui hidung, dirokok, atau disuntikan. Dosis kokain yang dapat menyebabkan efek psikostimulatori adalah 0,3-0,6 mg/kg. Kokain ini juga meningkatkan konsentrasi dari asam amino, aspartat dan glutamat. Onset dari kokain tergantung pada dosis dan rute admisnistrasinya. Kokain dapat diabsorbsi melalui mukosa organ respirasi, gastrointestinal dan saliran urogenital, termasuk uretra dan juga vagina. Onset aksinya adalah 1-3 menit dan efeknya tercapai antara 20-30 menit. Efek yang ditimbulkan. Kokain merupakan suatu golongan stimulansia
susunan saraf pusat, tetapi kokain juga bekerja pasa saraf tepi dan sistem kardiovaskuler. Pengaruh kokain terhadap sitsem motorik dan sistem kordiovaskuler bersifat bifasik. Pada pemberian kokain dosis rendah penampilan motorik meningkat tetapi pada dosis tinggi menimbulkan kejang dan tremor. Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif. Kadang-kadang timbul perforasi septum nasi pada pemakaian secara intranasal. Pada keadaan kelebihan dosis, timbul eksitasi, kesadaran yang “berkabut”, pernafasan yang tak teratur, tremor, pupil melebar, nadi bertambah cepat, tekanan darah naik, suhu badan naik, rasa cemas, dan ketakutan. Kematian biasa disebabkan karena pernafasan berhenti. Pemakaian yang lama dapat menimbulkan penurunan berat badan dan anemia karena anoreksia.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
15
Gejala intoksikasi. Pada penggunaan kokain dosis tinggi dapat terjadi gejala intoksikasi, seperti
agitasi, iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan, perilaku seksual yang impulsif dan peningkatan aktivitas psikomotor, takikardia, hipertensi serta midriasis. Gejala putus zat. Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi akut, terjadi
depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (Valium).
OPIOID PENDAHULUAN
Analgesic opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Analgesi opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.
RESEPTOR OPIOID
Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu mu (µ), delta (δ), dan kappa (К). Ketiga jenis reseptor termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G, dan memiliki berbagai subtype Reseptor µ memperantarai efek analgetik mirip morfon, euphoria, depresi nafas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna. Resptor К diduga memperantarai analgesic seperti yang ditimbulkan pentazosin, sedasi dan miosis serta depresi yang ditimbulkan tidak sekuat agonis µ. Selain itu di SSP juga didapatkan reseptor δ yang selektif terhadap enkefalin dan reseptor ε (epsilon) yang sangat selektif terhadap beta-endorfin tetapi tidak punya afinitas terhadap enkefalin.
KLASIFIKASI Struktur Dasar
Fenantren Fenilheptilamin
Agonis Lemah-
Agonis-
Sedang
Antagonis
Morfin, hidromorfon,
Kodein, oksikodon,
Nalbufin,
Nalorfin, nalokson,
oksimorfon
hidrokodon
buprenorfin
naltrekson
Metadon
Propoksifen
Agonis Kuat
ModuL 1 BloK 17
Antagonis
Thanty
16
Fenilpiperidin
Meperidin, fentanil
Morfinan
Levorfanol
Difenoksilat
Benzomorfan
Butorfanol pentazosin
MORFIN DAN ALKALOID OPIUM ASAL DAN SIFAT KIMIA
Opium atau candu berasal dari getah Papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan : (1) golongan fenantren, misalnya morfin dan kodein dan (2) golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin.
FARMAKOKINETIK
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit luka dan mukosa. Dengan kedua cara pemberian ini absorbs morfin kecil sekali. Morfin dapat diabsorbsi di usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan setelah suntikan subkutan, absorpsi berbagai alkaloid oiopid berbeda-beda. Setelah pemberian odsis tunggal, sebagian morfin mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya. Morfin dapat melintasi sawar uri dan pempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang terkonjugasi dapat ditemukan dalam empedu. Sebagian sangat kecil dikeluarkan bersama cairan lambung.
FARMAKODINAMIK
Efek morfin pada SSP dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis pada reseptor µ. Susunan Saraf Pusat
1. Narcosis Morfin dosis kecil (5-10 mg) menimbulkan euphoria pada pasien yang sedang menderita nyeri, sedih dan gellisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan takut disertai mual dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa ngantuk, tidak dapat konsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang dan letargi, ekstrimitas terasa berat, badan tersa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi nafas dan miosis. 2. Analgesia Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama sebagai akibat kerja opioid pada reseptor µ. reseptor δ dan К dapat juga ikut berperan dlaam men imbulkan analgesia pada tingkat spinal. ModuL 1 BloK 17
Thanty
17
Opioid menimbulkan analgesia dengan cara berikatan pada reseptor opioid yang terutama didapatkan di SSP dan medulla spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Ketiga jenis reseptor utama yaitu reseptor mu (µ), delta (δ), dan kappa (К) banyak didapatkan pada kornu dorsalis medulla spinalis. Resptor didapatkan bail pada saraf yang mentransmisi nyeri di medulla spinalis maupun pada aferen primer yang merelai nyeri. Aginos opioid melalui reseptor mu (µ), delta (δ), dan kappa (К) pada ujung prasinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmitter, dan selanjutnya menghambat saraf yang mentransmisi nyeri di kornu dorsalis medulla spinalis. Dengan demikian opioid memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh pada medulla spinalis. Selain itu µ agonis juga menimbulkan efek inhibisi pascasinaps melalui reseptor µ di otak. Efek analgetik morfin dan opioid lain sangat selektif dan tidak disertai dengan hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa raba, rasa getar, penglihatan dan pendengaran bahkan persepsi stimulasi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. 3. Eksitasi Morfin dan opioid lain sering menyebabkan mual dan muntah, sedangkan delirium dan konvulsi lebih jarang timbul. Factor yang dapat mengubah eksitasi morfin ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi reflex SSP. 4. Miosis Miosis ditimbulkan oleh perangsangan pada segmen otonom inti saraf okulomotor. Miosis ini dapat dilawan oleh atropine dan skopolamin. Pada intoksikasi morfin, pin point pupils merupakan gejala yang khas. Dilatasi berlebihan dapt terjadi pada stadium akhir intoksikasi morfin dan sudah mengalami asfiksia. 5. Depresi Nafas Morfin menimbulka depresi nafas secara primer dan berkesinambungan berdasarkan efek langsung terhadap pusat nafas di batang otak. Pada dosis kecil morfin sudah dapat menimbulkan depresi nafas tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan kesadaran. 6. Mual dan muntah Efek emetic morfin berdasarkan stimulasi langsung pada emetic receptor trigger zone (CTZ) di area postrema medulla oblongata, bukan pada pusat emetic sendiri. Saluran Cerna
1. Lambung : menghambat sekresi HCL, pergerakan lambung berkurang, tonus antrum meninggi dan motilitasnya berkurang, sedangkan sfingter pylorus berkontraksi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke duodenum diperlambat. 2. Usus halus : mengurangi sekresi empedu dan pancreas, dan memperlambat pencernaan makanan di usus halus 3. Usus besar: mengurangi atau menghilangkan gerak propulsi usus besar, meninggikan tonus dan menyebabkan spasme usus besar, akibatnya penerusan isi kolon diperlambat dan tija jadi lebih keras. ModuL 1 BloK 17
Thanty
18
Kardiovaskular
Pemberian morfin dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi maupun irama denyut jantung. Perubahan yang terjadi adalah karena depresi pada pusat vagus dan vasomotor yang baru terjadi pada dosis toksik. Otot polos lain
Morfin menimbulkan peninggian tonus, amplitudoserta kontraksi ureter dan kandung kemih. Efek ini dapat dihilangkan dengan pemberian 0,6 mg atropine subkutan. Kulit
Dalam dosis terapi, morfin menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi flushing. Seringkali disertai dengan kulit yang berkeringat dan pruritus. Metabolisme
Morfin menyebabkan suhu tubuh turun akibat aktivitas otot turun, vasodilatasi perifer dan penghambatan mekanisme neural di SSP. Kecepatan metabolism dikurangi oleh morfin.
INDIKASI
1. Nyeri hebat yang tidak dapat dihilangkan dengan analgesic non opioid seperti pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, perikarditis, nyeri Karena trauma, dan lain-lain. 2. Terhadap batuk yang tidak produkti dan iritatif, yang sangat mengganggu hingga pasien tidak bias tidur dan mungkin sekali disertai nyeri. Tapi dewasa ini lebih banyak ditinggalkan. 3. Edema paru akut 4. Efek antidiare
EFEK SAMPING
1. Idiosinkrasi dan alergi Morfin dapat menyebabkan mual muntah terutama pada wanita. Bentuk idiosikrasi lain seperti timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang delirium. Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala seperti urtikaria, eksantem, dermatitis kontak, pruritus dan bersin. 2. Intoksikasi akut Bias any terjadi akibat percobaan bunuh diri atau takar lajak. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi nafas lambat, 2-4x/menit, pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak kebiruan. Tekanan darah yang mula-mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila napas memburuk. Pupil sangat kecil, kemudian midriasis terjadi jika terjadi anoksia. Pembentukan urin sangat berkurang karena terjadi pelepasan ADH dan tekanan darah menurun. Pada bayi mengkin terdapt konvulsi. Kematian biasnya disebabkan oleh depresi nafas.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
19
TOLERANSI, ADIKSI DAN ABUSE
Terjadinya toleransi dan ketergantungan fisik setelah penggunaan berulang merupakan gambaran spesifik obat-obat opioid. Pada dasarnya adiksi morfin menyangkut fenomena berikut : (1) habituasi, yaitu perubahan psikis emosional sehingga pasien ketagihan kaan morfin; (2) ketergantungan fisik, yaitu kebutuhan akan morfin karena faal dan biokimia tubuh tak berfungsi lagi tanpa morfin; dan (3) adanya toleransi. Toleransi ini timbul terhadap efek depresi, tetapi tidak padaefek eksitasi, miosi dan efek pada usus. Toleransi timbul setelah 2-3 minggu.kemudian toleransi timbulnya lebih besar bila digunakan dosis besar secara teratur. Jika pecandu menhentikan obatnya secara tiba-tiba timbullah gejala putus obat / gejala ebstinensi. Menjelang saat dibutuhkannya morfin, pecandu tersebut merasa sakit, gelisah dan iritabel; kemudian tidur nyenyak. Sewaktu bangun ia mengeluh seperti akan mati dan lebih gelisah lagi. Pada fase ini timbul lakrimasi, tremor, iritabilitas, berkeringat, menguap, bersin, mual, midriasis, demam dan nafas cepat. Gejala ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekakan darah meningkat. Pasien akan merasa panas dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi, ketosis, asidosis dan berat badan pasien menurun. Kadang-kadang timbul kolaps kardiovaskular yang bias berakhir dengan kematian.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Sediaan yang mengandung campuran alkaloid dalam bentuk kasar beraneka ragam dan masih dipakai. Misalnya pulvus opii dan pulvus doveri. Sediaan yang mengandung alkaloid murni dapat digunakan untuk pemberian oral maupun parenteral. Yang biasa digunakan ialah garam HCl, garam sulfat atau fosfat alkaloid morfin, dengan kadar 10mg/mL. Kodein tersedia dalam bentuk baa bebas atau garam HCl atau fosfat. Satu tablet mengandung 10, 15 atau 30 mg kodein. Untuk menimbulkan emesis digunakan 5-10 mg apomorfin subkutan.
MEPERIDIN DAN DERIVAT FENILPIPERIDIN LAIN SIFAT KIMIA
Meperidin yang juga dikenal sebagai petidin, secara kimia adalah etil-1-metil-4-fenilpiperidin-4karboksilat.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorpsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai sangat bervariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral, sekitar 50% obat mengalami metabolism lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam. ModuL 1 BloK 17
Thanty
20
Setelah pemberian parenteral, kadarnya dalam plasma menurun secar cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung secara lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolism meperidin terutama berlangsung di hati. Pada manusia, meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidi bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivate N-demetilasi.
FARMAKODINAMIK Susunan Saraf Pusat
Analgesia
Sedasi
Euphoria
Eksitasi
Depresi saluran nafas
SIstem Kardiovaskuler
Pemberian dosis terapi meperidin pada pasien yang berbaring tidak mempengaruhi system kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak merubah gambaran EKG. Pasien dengan rawat kalan mungkin menderita sinkop disertai penurunan tekanan darah, tetapi gejala ini cepat hilang jika pasien berbaring. Otot polos
Saluran cerna : efek spasmogeniknya lebih lemah dari morfin. Kontraksi propulsive dan nonpropulsif saluran cerna berkurang, tetapi dapat timbul spasme dengan tiba-tiba serta peningkatan tonus usus.
Otot bronkus : meperidin dapat menghilangkan bronkospasme oleh histamine dan metakolin, namun pemberian dosis terapi meperidin tidak banyak mempengaruhi otot bronkus normal.
Ureter : setelh pemeberian meperidin dengan dosis terapi, peristaltik ureter menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi urin akibat dilepaskannya ADH dan berkurangnya laju filtrasi glomerulus.
Uterus : meperidin sedikit merangsang uterus dewasa yang tidak hamil.
INDIKASI
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek dari morfin. Misalnya untuk tindakan diagnostic seperti sistoskopi, pielografi retrograde, gastroskopi dan pneumoensefalografi. Pada bronkoskopi, meperidin kurang cocok karena antitusifnya jauh lebih lemah daripada morfin. Meperidin juga digunakan untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanestesik.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
21
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Efek samping meperidin
dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,
euphoria, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi. Pada pasoen berobat jalan reaksi ini timbul lebih sering dan lebih berat. Kontraindikasi penggunaan meperidin menyerupai kontraindikasi terhadap morfin dan opioid lainnya.
TOLERANSI DAN ADIKSI
Toleransi terhadap efek depresi meperidin timbul lebih lambat dibandingkan morfin. Timbulnya toleransi lambat bila interval pemberian lebih dari 3 -4 jam. Toleransi tidak terjai terhadap efek stimulasi dan efek mirip atropine. Gejala putus obat pada penghentian tiba-tiba penggunaan meperidin timbul lebih cepat tapi berlangsung lebih singkat daripada gejala setelah penghentian morfin dengan gangguan system otonom yang lebih ringan.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Meperidin HCl tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan 100 mg, dan ampul 50 mg/mL. meperidin lazim diberikan peroral atau IM.
Alfaprodin HCl, tersedia dalam bentuk ampul 1 mL dan vial 10 mL dengan kadar 60 mg/mL.
Difenoksilat, berefek konstipasi pada manusia. Dikenal sebagai antidiare.
Loperamid, seperti difenoksilat obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Digunakan untuk pengobatan diare kronik.
Fentanil dan derivatnya.
METADON FARMAKOKINETIK
Metadon diabsorbsi secara baik oleh usus dan dapat ditemukan dalam plasma setelah 30 menit pemberian secara oral; kadar puncak dicapai setelah 4 jam. Metadan cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru, hati, ginjal dan limpa. Biotransformasi metadon terutama terjadi di hati. Salah satu reaksi yang paling penting adalah dengan cara N-demetilasi. Sebagian besar metadon yang diberikan ditemukan di dalam urin dan tinja sebagai hasil biotransformasi yaitu pirolidin dan pirolin.
FARMAKODINAMIK
Pada SSP dapat meneyebabkan efrek yang sama seperti morfin, seperti depresi nafas, pelepasan ADH, hiperglikemia, hipotermia dan lain-lain. ModuL 1 BloK 17
Thanty
22
Seperti meperidin, metadon menimbulkan relaksasi sediaan usus dan menghambat efek spasmogenik asetilkolin atau histamine. Efek konstipasi metadon lebih lemah dari morfin. Metadon menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga dapat menimbulkan hipotensi ortostatik. Pemberian metadon tidak mengubah gambaran EKG tetapi kadan dapt timbul sinus bradikardia. Obat ini merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 sehingga timbul resistensi CO2 yang dapat menimbulkan vasodilatasi serebral dan kenaikan tekanan cairan serebrospinal.
INDIKASI
Analgesia: jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh morfin.
Antitusif : efek antitusif 1,5-2 mg peroral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada metadon jauh lebih besar daripada kodein.
EFEK SAMPING
Metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk,
fungsi mental
terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah. Seperti pada morfin dan meperidin, efek samping lebih sering timbul pada pemberian secara oral daripada parenteral.
TOLERANSI DAN KEMUNGKINAN ADIKSI
Toleransi dapat timbul pada efek analgetik, mual, anoreksia, miotik, sedasi, depresi nafas dan efek kardiovaskuler, tetapi tidak timbul terhadap konstipasi. Toleransi ini lebih lambat daripada toleransi terhadap morfin. Timbulnya ketergantungan fisik setelah pemberian metadon secara kronik dapat dibuktikan dengan cara menghentikan obat atau dengan
member nalorfin. Kemungkinan timbulnya adiksi ini lebih kecil
daripada bahaya adiksi morfin.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Metadon dapat diberikan secara oral maupun suntikan. Tetapi suntikan subkutan menimbulkan iritasi lokal. Metadon tersedia dalam bentuk tablet 5 dan 10 mg serta sediaan suntikan dalam ampul atau vial dengan kadar 10 mg/mL. dosis analgetik metadon oral untuk dewasa berkisar antara 2,5 – 15 mg. tergantung dari beratnya nyeri dan respon pasien.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
23
PENGOBATAN PENYALAHGUNAAN OPIOID
Pengobatan overdosis akut opioid merupakan penyelamatan nyawa. Dalam pengobatan jangka panjang pada penderita ketergantungan opioid digunakan pendekatan farmakologis dan psikologis, baik terpisah atau secara bersama-sama. Banyaknya perbedaan opini yang hebat mengenai jenis terapi yang lebih disukai. Karena tiap metode perawatan mempunyai populasi pasien yang terseleksi dengan sendirinya, dan sangat sulit untuk membandingkan hasilnya. Pemakaian kronis sendirinya, sangat sulit untuk membandingkan hasilnya. Pemakai kronis cendrung menyukai pendekatan farmakologis sedangkan pada pemakai baru lebih dapat menerima intervensi psikososial. Pengobatan farmakologis lebih sering digunakan untuk detoksifikasi. Prinsip-prinsip detoksifikasi sama halnya dengan semua obat: mengganti dengan obat yang memiliki masa kerja yang panjang, aktif secara oral, ekuivalen secara farmakologis dengan obat yang disalahgunakan, dapat menstabilkan kondisi pasien dengan obat tersebut, dan secara bertahap menghentikan obat pengganti tersebut. Methadone dengan sangat mengagumkan sesuai untuk penggunaan seperti ini pada orang-orang dengan ketergantungna opioid. Lebih baru lagi adalah clonidine yang merupakan obat simpatolitik bekerja sentral, juga pernah digunakan untuk detoksifikasi. Dengan menurunkan aliran simpatis sentral, clonidine diharapkan dapat meredakan gejala-gejala aktivitas simpatomimetik yang berlebihan. Perkiraan keuntungan clonidine adalah tidak memnunyai efek narkotik dan tidak adiktif. Walaupun mudah untuk mendetoksifikasi pasien, tingkat residivis (kembali menyalahgunakan obat) sangat tinggi. Terapi pemeliharaan dengan methadone, yang mensubstitusi opioid oral masa kerja panjang untuk heroin, sangata efektif dalam beberapa keadaan. Dosis tunggal dapat diberikan setiap hari. Methadone menempati reseptor-reseptor opioid dan mencegah mula kerja yang tiba-tiba yang normal terjadi pada pemberian intravena. Analog methadone dengan masa kerja panjang, L-acethylmethadol, telah disetujui penggunaannya dan menawarkan keuntungan teknis tambahan seperti pemberian tiga kali seminggu dibandingkan pemberian harian dan menurunkan potensi penyalahgunaan karena mula kerhja efeknya lambat (rata-rata 3 jam). Pilihan obat lain untuk digunakan dalam hal ini adalah buprenorphine, suatu agonis parsial opioid, yang dapat diberikan sekali sehari atau lebih jarang untuk pengobatan pemeliharaan dengan dosis sublingual 2 – 20 mg sehari tergantung dari kondisi pasien. Dosis yang lebih tinggi untuk terapi pemeliharaan jangka panjang. Penggunaan antagonis narkotik adalah terapi rasional oleh karena penyakatan kerja opioid yang digunakan sendiri akhirnya memadamkan kebiasaan tersebut. Naltrexone, suatu antagonis opioid oral dengan masa kerja panjang, sedang dipelajari secara luas. Pemberian tiga kali seminggu, satu dosis mencapai 100 – 150 mg/hari. Kerugian yang paling besar penggunaan obat ini adalah bahwa bebebrapa pecandu akan menganggapnya sebagai obat permanen. Tidak sepereti methadone, di mana pasien menjadi ketergantungan, naltrexone tidak memberikan suatu “penundaan” pada mereka. Lebih jauh lagi, karena obat tersebut merupakan antagonis, maka pasien pertama kali harus didetoksifikasi dari ketergantungna opioid sebelum memulai naltrexone. ModuL 1 BloK 17
Thanty
24
Pendekatan psikososial meliputi berbagai teknik. Komunitas penduduk bebas obat didasarkan asumsi bahwa penggunaan obat merupakan gejala berbagai gangguan emosi atau ketidakmampuan untuk menaggulangi stress kehidupan. Teknik yang paling umum menggunakan pengaruh kelompok sebaya, konfrontasi penegasan. Teknik lainnya meliputi bermacam-macam psikoterapi pada kelompok atau individu, pendekatan yang bersifat mendidik, gaya hidup alternatif melalui kehidupan kerja atau kemasyarakatan, dan berbagai jenis meditasi.
GANJA (MARIJUANA)
Marijuana merupakan perpaduan dari bahan tumbuhan rambat yang menyerupai guntingan rumput, sehingga nama jalanannya “rumput (grass)”. Ekstraksi dan dammar dar i tanaman ini menghasilkan produk yang lebih poten yaitu ganja. Tiga cannabinoid utama telah ditemukan pada cannabis yaitu cannabidiol (CBD), tetrahtdrocannabinol (THC) dan cannabinol (CBN). Alur biosintesis dimulai dari dengan CBD diolah menjadi THC dan akhirnya dengan CBD. Sebagian besar tanaman cannabis mengandung THC sebesar 1-2 %. Cara penggunaan yang aling disukai dinegara barat adalah dengan merokok. Tingginya daya larut lipid dari THC menyebabkan lebih mudah terjebak pada lapisan surfaktan paru. Berdasarkan studi-studi farmakokinetika mengindikasikan bahwa merokok hamper equivalen dengan pemberian intravena kecuali lebih rendahnya konsentrasi puncak plasma THC yang dicapai. Laju absorbs melalui pemberian ini lambat dan tak menentu, walaupun durasi kerjanya lebih lama. Mekanisme kerja THC menjadi subjek penyelidikan yang intensif. Tinggi derajat selektifitas enansiomer, baik cannabinoid asli maupun yang baru member sebagian ligan endogen, anandamide, telah dideskripsikan sebelumnya. Agonis-agonis sintesis cannabinoid dengan potensi dan streoelektifitas yang tinggi dalam uji perilaku telah digunakan untuk mengarakterisasi situs ikatan cannabinoid. Situs-situ ikatan sangat bayak pada nucleus arus keluar pada ganglia basalis, substansia nira, pars reticulata, globus palidus, hippocampus dan batang otak. Reseptor telah dikloning dan merupakan penghubungan proten G yang bekerja melalui cAMP. THC memiliki efek-efek farmakologis yang bercariasi menyerupai amphetamine, LSD, alcohol, sdative, atropine, dan morphinr. Perokok marijuana yang ahli sering kali sadar akan efek obat setelah dua atau tiga hirup. Karena merokok secara kontinu, efeknya meningkat, mencapai maksimum sekitar 20 menit setelah rokok dihabiskan. Sebagian efek obat menghilang setelah tiga jam, pada saat itu konsentrasi plasmanya rendah. Efek puncak setelah penggunaan secara oral mungkin diperlambat hingga 3-4 jam setelah cerna obat, tapi bertahan selama 6-8 jam. Mereka yang mengkonsumsi jenis ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan perilaku sebagai berikut: 1. Jantung berdebar-debar
ModuL 1 BloK 17
Thanty
25
2. Gejala pikologik antara lain : euphoria, haluinasi atau delusi, persaan waktu berlalu dengan lambat misalnya 10 menit, apatis. 3. Gejala fisik: mata merah, nafsu makan bertambah, mulut kering, perilaku adatif. Dalam pengalaman prakteknya NAZA jenis ganja ini dapat merupakan pencetus terjadinya gangguan jiwa ( psikosis), gangguan jiwa skizofreni, pemakai berat kasus marijuana terdapat pada usia muda. Perokok berat marijuana dapat megalami beberapa masalah yang sama pada bronchitis kronik, obstruksi jalan nafas, dan metaplasia sel squamosa. Pada kasus angina pectoris dpat lebih buruk karena dihubungkan dengan meningkatnya denyut jantung, hipotensi ortosatik. Cannabis pernah terdftar pada formularium obat, tetapi tidak pernah digunakan secara medis untuk sekian lama. Akhir-akhir ini, minat terhadap cannabis untuk tujuan terapi telah dibangkitkankembali, misalnya padapenurunan tekanan intraokuler, perbaikan rasa muntah dan mual sehubungan dengan kemoterapikanker yang juga telah dipelajari. THC yang sekarang dikenal dronabinol, tealah dipasarkan untuk indikasi ini. Untuk pengobatan sedikit pemakai yang mencarinya, wlaupun banyak dari mereka yang berhenti pengobatan mnjadi terkejut melihat kejernihan otak mereka.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
26
PSIKOTROPIKA
AMFETAMIN GANGGUAN KARENA AMFETAMIN
Resemik amphetamine sulfat pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dikenalkan dalam praktik klinis pada tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli bebas untuk kongesti hiidung dan asma. Di tahun 1937, tablet amphetamine sulfat diperkenalkan untuk mengobati narkolepsi, parkinsonisme pascaensefalitis, depresi dan letargi. Produksi, pemakaian legal dan penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970-an saat berbagai faktor social dan aturan mulai membatasi penggunaannya secara luas. Indikasi penggunaan amfetamin yang sekarang diajukan adalah terbatas pada gangguan defisitetansi/hiperaktivitas, narkolepsi dan gangguan depresif. Amfetamin juga digunakan untuk mengobati obesitas walaupun masih controversial.
BENTUK-BENTUK
Sekarang ini, amfetamin utama yang tersedia adalah dextroamphetamine, metaamphetamine dan methylphenidate. Obat ini beredar luas dengan nama crack, sabu-sabu, ekstasi dan speed. Sebagai suatu kelas umum, amfetamin juga di maksudkan sebaagai suatu simpatomimetik, stimulan dan psikostimulan. Amfetamin tipikaldigunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi perasaaan euforia. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, orang bisnis dengan deadline penting dan atlet untuk kompetisi adalah contoh orang dan situasi dimana amfetamin digunakan. Amfetamin adalah obat yang adiktif walaupun tak seadiktif kokain. Zat yang berhubungan dengan amfetamin lainnya adalah efedrin dan propanolamin yang tersedia secara bebas sebagai dekongestan hidung. Phenilpropanolamin juga tersedia sebagai penekan nafsumakan. Walaupun kurang poten dibanding amfetamin klasik, efedrin dan propanolamin sering menjadi sasaran penyalahgunaan karena mudah didapat dan harganya murah. Kedua obat, propanolamin khususnya dapat mencetuskan hipertensi, mencetuskan suatu psikosis toksik atau menyebabkan kematian. Batas keamanan untuk propanolamin adalah sempit, dan tiga sampai empat kali dosis normal dapat menyebabkan hipertensi yang mengancam kehidupan.
NEUROFARMAKOLOGI
Semua amfetamin cepat diabsorbsi peoral dengan onset kerja yang cepat, biasanya satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin klasik juga digunakan secara intravena. Dengan cara kerja tersebut mereka mempunyai efek yang hampir segera. Amfetamin yang tak diresepkan dan racikan juga dimasukkan dalam inhalasi. Toleransi timbul pada amfetamin klasik dan amfetamin racikan, walaupun pemakai amfetamin sering seringkali mengatasi toleransi dengan menggunakan lebih banyak obat. Amfetamin adalah kurang adiktif dibandingkan kokain, seperti yang dibuktikan oleh percobaan binatang dimana tidak semua tikus coba ModuL 1 BloK 17
Thanty
27
secara spontan memasukkan sendiri dosis rendah amfetamin. Penelitian lebih lanjut pada model binatang tersebut dapat membantu dokter mengerti kepekaan beberapa pasien terhadap ketergantungan amfetamin. Amfetamin klasik mempunyai efek primernya dengan menyebabkan pelepasan katekolamin terutama dopamin dari termminal presinaptik. Efek tersebut terutama kuat pada neuron dopaminergik yang keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebri dan area limbik. Jalur ini disebut ”jalur hadiah” atau reward pathway dan aktivasinya kemungkinan mekanisme adiksi utama pada pemakai amfetamin. Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA dan DOM) menyebabkan pelepasan katekolamin dan pelepasan katekolamin yaitu dopamin dan norepinefrin dan pelepasan serotinin. Serotinin adalah neurotransmitter utama yang terlibat dalam halusinogen. Farmakologi MDMA adalah yang paling dimengerti dengan baik dalam kelompok tersebut. MDMA di ambil dalam neuron serotonergik oleh transporter serotinin yang bertanggung jawab untuk pengambilan kembali serotinin. Setelah didalam neuron, MDMA menyebabkan pelepasan suatu bolus serotinin dan menghambat aktivitas enzim yangmenghasilkan serotinin. Sebagai akibatnya, pasien yang menggunakan inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin contohnya fluoxetine tak dapat mencapai perasaan ketinggian jika mereka menggunakan MDMA karena inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin mencegah pengambilan MDMA kedalam neuron serotonergik mencegah pengambilan MDMA kedalam neuron serotonergik mencegah pengambilan MDMA ke dalam neuron serotonergik.
DIAGNOSA
Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder edisi keempat (DSM-IV) menuliskan banyak gangguan berhubungan amfetamin. Tetapi menyebutkan criteria diagnostic hanya untuk intoksikasi amfetamin, putus amfetamin dan gangguan berhubungan amfetamin yang tak terspesifikasi ketempat lain.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
28
KETERGANTUNGAN DAN PENYALAHGUNAAN
Ketergantungan amfetamin dapat menyebabkan penurunan cepat kemampuan seseorang untuk mengatasi kewajiban dan ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga. Orang yang menyalahgunakan amfetamin memerlukan dosis amfetamin yang semakin tinggi untuk mendapatkan perasaan melambung yang biasanya dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin hamper selalu timbul pada penyalahgunaan yang terus menerus.
INTOKSIKASI
Sindrom intoksikasi oleh kokain dan amfetamin adalah serupa. Karena penelitian yang lebih giat dan mendalam telah dilakukan terhadap penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dibandingkan terhadap amfetamin, literatur klinik tentang amfetamin, sangat dipengaruhi oleh temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Sebagai contoh, dalam DSM IV, kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain adalah dipisahkan tetapi sebenarnya sama. DSM-IV memungkinkan spesifikasi adanya gangguan perseptual. Jika tes realitas tidak terdapat, diagnosis suatu gangguan psikotik akibat amfetamin dengan onset selama intoksikasi adalah diindikasikan. Gejala intoksikasi amfetamin adalah hamper menghilang sama sekali setelah 24 jam dan biasanya menghilang secara lengkap setelah 24 jam.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
29
PUTUS AMFETAMIN
Keadaan setelah intoksikasi amfetamin dapat disertai dengan kecemasan, gemetar, mood disforik, letargi, fatigue, mimpi menakutkan, nyeri kepala, keringat banyak, kram otot, kram lambung dan rasa lapar yang tak pernah kenyang. Gejala putus biasanya memuncak dua sampai empat hari dan menghilang dalam satu minggu. Gejala putus amfetamin yang paling serius adalah depresi, yang dapat berat setelah pengguanaan amfetamin dosis tinggi secara terus-menerus dan yang dapat disertai usaha bunuh diri. Kriteria diagnostik DSM-IV untuk putus amfetamin menyebutkan bahwa suatu mood disforik dan sejumlah perubahan fisiolgis adalah diperlukan untuk mendiagnosis putus amfetamin.
GAMBARAN KLINIS Amfetamin Klasik
Pada seseorang yang sebelumnya belum pernah menggunakan amfetamin, dosis tunggal 5 mg meningkatkan rasa kesehatannya dan menyebabkan elasi, euforia dan keramahan. Dosis kecil biasanya memperbaiki pemusatan perhatian merekadan meningktkan kinerja dalam tugas menulis, oral dan bekerja. Terdapat juga penurunan kelelahan, menyebabkan anoreksia dan peningkatan ambang rasa nyeri. Efek yang tidak diharapkan menyertai penggunaan dosis tinggi untuk periode waktu yang lama. Amfetamin Racikan
Karena efeknya pada system dopaminergik, amfetamin racikan memiliki sifat mengktifkan dan memberikan energi. Tetapi, efeknya pada sistem serotonergik, mewarnai pengalaman dengan obat tersebut dengan suatu karakter halusinogenik. Amfetamin racikan dikaitkan dengan disorientasi dan distorsi persepsi yang lebih sedikit daripada halusinogenik klasik contohnya lysergic acid diethylamine atau LSD. Rasa keakraban dengan orang lain dan rasa nyaman pada diri sendiri dan peningkatan kecerahan objek adalah efek yang sering dilaporkan pada MDMA atau dikenal dengan ekstasi (XTC). Beberapa ahli psikoterapi telah menggunakan dan menganjurkan penelitian yang lebih lanjut tentang amfetamin racikan sebagai adjuvan terhadap psikoterapi. Anjuran tersebut adalah kontroversial,
EFEK MERUGIKAN Amfetamin Klasik
Efek pada serebrovaskular, jantung dan GIT adalah diantara efek merugikan yang paling sering berhubungan dengan penyalahgunaan amfetamin. Keadaan spesifik yang mengancam kehidupan adalah adanya infark miokardium, hipertensi berat, penyakit kardiovaskular dan kolitis iskemik. Gejala neurologis yang terjadi terus-menerus, dari kedutan sampai tetanus sampai kejang, koma dan berakhir dengan kematiaan dapat menyerang dengan pemakaian dosis amfetamin yang semakin tinggi. Penggunaan amfetamin intravena berhubungan dengan transmisi virus HIV dan hepatitis dan dengan perkembangan abses paru, endokarditis dan angitis nekrotikan. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa informasi tentang praktik seks yang aman dan penggunaan kondom adalah tidak diketahui denganbaik oleh pelaku penyalahgunaan amfetamin. ModuL 1 BloK 17
Thanty
30
Efek merugikan yang kurang mengancam kehidupan adalah kemerahan, pucat, sianosis, demam, nyeri kepala, takikardia, palpitasi, mual muntah, bruxism (menggesekkan gigi), sesak nafas, tremor dan ataksia. Penggunaan amfetamin oleh wanita yang mengandung telah disertai dengan BBLR, lingkar kepala yang kecil, usia kehamilan dini dan retardasi pertumbuhan. Efek psikologis yang merugikan dari amfetamin adalah kegelisahan, insomnia, iritabilitas, sikap permusuhan dan konfusi. Gejala gangguan kecemasan, seperti gangguan kecemasan umum dan gangguan panik dapat diinduksi oleh penggunaan amfetamin. Ideas of reference, waham paranoid dan halusinasi dapat diselesaikan dengan pemakaian amfetamin. Amfetamin Racikan
Amfetamin racikan mempunyai efek yang merugikan yang sama dengan amfetamin klasik. Tetapi, berbagai efek merugikan lainnya juga telah dihubungkan dengan obat racikan. Secara klinis, suatu efek merugikan yang berat yang berhubungan dengan MDMA adalah hipertermia yang disebabkan oleh obat dan selanjutnya dieksaserbasi oleh aktivitas yang berlebihan contohnya berdansa liar di klub yang panas dan padat. Terdapat sejumlah laporan klinis tentang kematian yang berhubungan dengan pemakaian MDMA dibawah situasi tersebut. Peneliti dasar berbeda dalam pendapat mereka tentang apakah
MDMA menyebabkan
neurotoksisitas dalam dosis yang digunakan oleh manusia.
PENGOBATAN
Pengobatan gangguan berhubungan amfetamin adalah mirip dengan gangguan berhubngan dengan kokain berupa kesulitan dalam membantu pasien tetap abstinen dari obat yang mempunyai kualitas mendorong yang sangat kuat dan yang menginduksi kecanduan. Lingkungan rawat inap danpenggunaan cara ModuL 1 BloK 17
Thanty
31
pengobatan yangbermacam-macam biasanya diperlukan untukmencapai abstinensi zat yang berlangsung selamanya. Pengobatan gangguan spesifik akibat amfetamin mungkin diperlukan dalam jangka waktu yang pendek. Anti psikotik, baik phenotiazine atau haloperidol dapat diresepkan untuk beberapa hari pertama. Tanpa adanya psikosis, diazepam adalah berguna untuk mengobati agitasi dan hiperaktivitas pasien. Dokter harus menegakkan ikatan terapetik dengan pasien untuk mengatasi depresi atau gangguan kepribadian dasar ataukeduanya. Tetapi, karena banyak pasien adalah mengalami ketergantungan berat dengan obat, psikoterapi mungkin sangat sulit.
HALUSINOGEN
Pada tahun 1954, A. Hoffer dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk member nama zat tertentu yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang sehingga orang yang menggunakan zat tersebut mengalami halusinasi. Halusinogen juga di kenal sebagai psikedelik, bertindak pada susunan saraf pusat untuk membuat perubahan yang bermakna dan sering radikal pada keadaan kesadaran pengguna, juga dapat mengacaukan perasaan kenyataan, waktu dan emosi para pengguna. Pengguna halusinogen mengaku mengalami peningkatan kesadaran terhadap rangsang eksternal, pikiran menjadi lebih cerah dan reaksi disosiasi. Subklasifikasi. Halusinogen banyak yang alami, yaitu terdapat pada tumbuhan tertentu atau terdapat
pada bagian tertentu dari hewan tertentu. Selebihnya, halusinogen adalah sintetik. Halusinogen yang alami antara lain Ololiokui (Amerika Selatan), Datura stramonium (mengandung skopolamin), Kohoba (Haiti), Harmala (Peru, Ekuador, Kolombia, Brazil), jamur Psilocybe Mexicana (mengandung psilosin dan psilosibin), dan sebagainya, sedangkan halusinogen sintetik diantaranya LSD-25, DOM, DMP, MDA, dan sebagainya. Cara mengonsumsi. LSD-25 biasanya digunakan secara oral dan jarang dirokok maupun
disuntikkan. Pil LSD-25 dikonsumsi secara oral dengan dosis 100-300 mikrogram. Psilosin dan psilosibin yang terdapat dalam jamur Psilocybe mexicana biasanya dimakan dengan dosis 250 mikrogram/kgBB. Meskalin berasal dari kaktus Liphophora williamsii, yang diiris tipis setebal kancing baju dan dikeringkan dibawah sinar matahari. Irisan kaktus ini dikonsumsi secara oral dengan dosis 5-6 mg/kgBB. Kadang meskalin dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur didalam rokok tembakau atau ganja. Terkadang digunakan juga melalui suntikan. DMP (dimetiltriptamin) atau DET (dietiltriptamin) biasanya digunakan secara inhalasi atau dirokok karena penggunaan secara oral kurang efektif. MDA (metil-endioksi-amfetamin) biasanya dikonsumsi dengan cara oral walaupun kadang-kadang juga secara nasal atau suntikan. PMA (parametoksi-amfetamin) dapat digunakan secara oral, nasal, maupun suntikan.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
32
Amanitta mappa adalah sejenis jamur di daerah subtropics Eropa, Asia dan Amerika, biasanya dikonsumsi secara oral. Atropin, skopolamin dan hyosciamin terdapat dalam tanaman Atropa belladonna dan Datura stramonium biasanya dikonsumsi secara oral. DMT biasanya dipakai secara nasal, dirokok atau intravena. Harmalin dan harmin terdapat dalam tanaman Banisteriopsis caapi di Amerika Selatan dan Peganum harmala di Timur Tengah (disebut juga Syrian rue), digunakan secara oral atau suntikan. Morning Glory Seed berasal dari tanaman Rivea corymbosa dan Ipomoea violacea yang berisis senyawa mirip LSD, biasanya bijinya ditumbuk dan dilarutkan dalam air untuk diminum. Myristicin terdapat dalam tanaman Myristica fragrans yang tumbuh di Indonesia, digunakan dengan cara diseduh dalam air the dan diminum atau digunakan secara nasal. DOM digunakan secara oral dan TMA secara suntikan.
LSD
Salah satu contoh halusinogen adalah LSD. Lysergic acid diethylamide (LSD) merupakan zat semisintetik psychedelik dari family ergoline. LSD sensitif terhadap udara, sinar ultraviolet, dan klorine,terutama dalam bentuk solutio, dimana zat ini akan bertahan selama 1 tahan jika dijauhkan dari cahaya dan dijaga agar suhunya tetap berada dibawah temperature. Alam bentuk aslinya warna, bau, sangat khas. LSD dapat didistribusi ke dalam tubuh secara intramuskular atau injeksi intravena. Dosis yang dapat menyebabkan efek psikoaktif pada manusia yaitu 20-30 mg (mikrogram). LSD dapat digunakan sebagai agen therapeutik yang menjanjikan. Lysergic acid diethylamide (LSD) adalah halusinigen yang paling terkenal. Ini adalah narkoba sintetis yang di sarikan dari jamur kering (dikenal sebagai ergot) yang tumbuh pada rumput gandum. Proses pembuatan LSD dari bahan baku membutuhkan pengetahuan dan keahlian tehnik yang tinggi. LSD mempengaruhi sejumlah besar reseptor pasangan protein-G, termasuk semua reseptor dopamin, semua subtipe adrenoreseptor sama seperti lainnya. Ikatan LSD pada sebagian besar subtipe reseptor serotonin kecuali 5-HT3 dan 5-HT4. bagaimanapun juga, hampir semua reseptor mempengaruhi pada afinitas rendah menjadi aktif pada otak dengan konsentrasi 10-20 nm. LSD adalah cairan tawar, yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sering di serap ke dalam zat apa saja yang cocok seperti kertas pengisap dan gula blok, atau dapat dipadukan dalam tablet, kapsul atau kadang-kadang gula-gula. Bentuk LSD yang paling popular adalah kertas pengisap yang terbagi menjadi persegi dan dipakai dengan cara ditelan. Halusinogen lain termasuk meskalin (tanaman alami yang berasal dari kaktus peyote), pala, jamur jamur tertentu (yang mengandung zat psilosin dan psilosibin), dimetiltriptamin (DPT), fensiklidin (PCP) dan ketamin hidroklorid.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
33
Tak serupa dengan narkoba lain, pengguna LSD mendapat sedikit gagasan apa yang mereka pakai dan efeknya dapat berubah-ubah dari orang ke orang, dari peristiwa ke peristiwa dan dari dosis ke dosis. Efeknya dapat mulai dalam satu jam setelah memakai dosis bertambah antara 2-8 jam dan berangsur hilang secara perlahan-lahan setelah kurang lebih 12 jam. Untuk penggunaan LSD efeknya dapat menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan mendorong perasaan nyaman. Sering kali ada perubahan pada persepsi, pada penglihatan, suara, penciuman, perasaan dan tempat. Efek negatif LSD dapat termasuk hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi, kepeningan, perasaan panik yang akut dan perasaan tak terkalahkan, yang dapat mengakibatkan pengguna menempatkan diri dalam bahaya fisik. Pengguna jangka panjang dapat mengakibatkan sorot balik pada efek halusinogenik, yang dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan setelah memakai LSD. Tidak ada bukti atau adanya ketergantungan fisik dan tidak ada gejala putus zat yang telah diamati bahkan setelah dipakai secara berkesinambungan. Namun, ketergantungan kejiwaan dapat terjadi. Efek LSD normalnya 6-12 jam setelah menggunakan, tergantung pada dosis, toleransi, berat badan dan umur. Keberadaan LSD tidak lebih lama keberadaannya daripad obat-obat dengan level signifikan di dalam darah.
PSILOSIN DAN PSILOSIBIN
Psilosin dan psilosibin diabsorbsi melalui dinding usus. Sebagian dimetabolisme menjadi zat yang tidak aktif oleh hati. Sebagian besar zat ini diekskresi melalui urin tanpa perubahan. Psilosin dan psilosibin jiga bekerja pada neuron serotonergik dan neuron adrenergic. Pengaruh kedua zat ini terhadap pengguna sama dengan pengaruh LSD, antara lain psudohalusinasi, pseudoilusi, waham, sinestesi, distorsi dalam persepsi waktu, ruang dan badan. Sebagian pengguna merasa senang dengan pengalaman tersebut dan sebagian lagi merasakan sebagai pengalaman yang mengerikan. Pengaruh kedua zat ini lebih singkat dibandingkan dengan LSD, dimana pengaruh psilosibin akan menghilang dalam waktu 3-6 jam. Toleransi berkembang cepat. Pengguna harus berhenti menggunakan secara periodic agat bisa memperoleh lagi pengaruh yang dii nginkan.
MESKALIN
Meskalin bekerja pada susunan saraf pusat maupun tepi. Meskalin bekerja lebih pada neuron serotonergik daripada neuron adrenergic walaupun meskalin mirip neurotransmitter ketekolamin. Pengaruh meskalin terhadap pengguna juga sama seperti psilosibin, yang timbul 1-2 jam sesudah dikonsumsi dan hilang secara perlahan-lahan dalam waktu 10-12 jam sesudah mengonsumsi. Toleransi berkembang cepat dalam 3-6 hari.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
34
DMT
Halusinogen yang mirip amfetamin dimetabolisme seperti metabolism amfetamin. Pada dosis kecil zat ini menyebabkan euphoria seperti amfetamin, sedangkan pada dosis tinggi menyebabkan halusinasi seperti halusinogen. DMT mem[unyai khasiat seperti LSD dan meskalin. Timbulnya reaksi fisik dan psikologis sangat cepat dan berlangsung tidak lama, hanya 30 -60 menit.
HARMALIN DAN HARMIN
Kedua senyawa ini menyebabkan rasa mual dan muntah, banyak berkeringat, lemah, mabuk, gemetar dan rasa berat di kaki. Sesudah beberapa saat pengguna merasa santai dan tidak peduli terhadap sekitarnya. Mata tertutup dan mimpi berkepanjangan dengan gambaran atau fantasi yang jelas. Halusinasi dan waham tidak sehebat pada penggunaan halusinogen lain. Halusinasi yang timbul biasanya berhubungan dengan agresivuitas dan seksualitas. Lama gejalanya sekitar 6 jam. Karena kedua senyawa ini adalah monoamine oksidase inhibitor (MOI-I), bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang mengandung tiramin (keju, cokelat, anggur merah) dapat berakibat fatal.
MIRISTISIN
Pengaruh miristisin (dalam Pala) dalam tubuh kelihatan 2-5 jam sesudah dikonsumsi. Intoksikasi senyawa ini ditandai dengan letargi, euphoria, kepala terasa ringan, tertawa tidak terkendali, merasa terlepas dari lingkungannya, sensasi melayang-layang, distorsi waktu dan ruang. Beberapa pengguna merasa potensi seksualnya meningkat. Gejala lainnya, mual, muntah, diare, nyeri kepala, denyut jantung bertambah cepat, gangguan koordinasi motorik, rasa berat di kaki, wajah merah, retensi urin dan konstipasi.
TMA
Dalam dosis kecil (50-100 mg), TMA menyebabkan mabuk, kepala terasa ringan, euphoria, dan lepas kendali terhadap emosi. Dalam dosis yuang mengakibatkan halusinasi, gejala yang terlihat sama dengan intoksikasi meskalin. Dalam dosis tinggi (300 mg atau lebih), TMA dapat menimbulkan perilaku antisocial.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
35
PENYALAHGUNAAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
NIKOTIN DAN KAFEIN
Nikotin dan kafein adalah zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi manusia. Kedua zat psikoaktif ini tergolong psikostimulan dan bersifat adiktif. Nikotin dalam tembakau berkadar 1-4%. Satu batang rokok mengandung sekitar 1,1 mg nikotin. Pada waktu dibakar ketika dirokok sebagian besar nikotin terbakar. Akan tetapi, 1/7 sampai 1/3 akan masuk ke paru masih dalam keadaan utuh. Jadi setiap batang rokok yang dihisap terdapat nikotin sebanyak kurang lebih 0,25 mg sampai ke paru.
NIKOTIN EPIDEMIOLOGI
Bentuk Nikotin yang paling umum adalah tembakau yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu dan pipa. Selain itu dapat pula digunakan sebagai tembakau sedotan dan kunyah. Factor predisposisi yang berperan antara lai : -
Jenis kelamin, laki-laki lebih berkemungkinan dalam menghisap rokok.
-
Ras dan etnik, kulit putih dan kulit hitam lebih mungkin menghisap rokok dibandingkan dengan Hispanik.
-
Kepadatan populasi, penduduk daerah yang bukan metropolitan berkemungkinan lebih besar untuk menghisap rokok dibandingkan penduduk yang tinggal dimetropilitan kecil dan besar.
-
Daerah, tidak ada perbedaan signifikan secara statistic.
JENIS TEMBAKAU Flue-Cured Tobacco
Daun tembakau jenis ini berwarna terang, dan merupakan tembakau yang dipakai dalam conventional British cigarette. Tembakau jenis ini mengandung kadar gula tinggi (15-24%). Daun tembakau ini dikeringkan dalam barak gelap sehingga berkurangnya kelembapan dapat diatur. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar kayu. Light Air-Cured Tobacco
Daun tembakau yang berwarna pirang ini berasal dari Ohio. Tembakau ini mengandung banyak gula dan dikeringkan dalam barak yang rindag dengan ventilasi yang baik tanpa bantuan pemanasan dari luar. Tembakau jenis ini banyak digunakan dengan cara dikunyah, sebagai salah satu campuran tembakau yang dihisap dengan pipa. Marryland Tobacco
Tembakau jenis ini mengandung sedikit nikotin dan mempunyai aroma yang netral serta dapat dibakar sampai habis dan tidak menyisakan abu. Dark Tobacco ModuL 1 BloK 17
Thanty
36
Dark Tobacco termasuk Air-Cured Tobacco yang mengalami fermentasi sehingga kadar gulanya renda, serta asapnya bersifat alkalis. Tembakau jenis ini banyak digunakan sebagai lapisan luar dan isi cerutu, sebagai tembakau yang dikunyah dan dihisap dengan menggunakan pipa serta dalam rokok. Oriental Tobacco
Proses pengeringan tembakau ini adalah dengan sinar matahari serta dibiarkan mengalami fermentasi selama disimpan. Aroma yang khas berasal dari getah yang dihasilkan oleh trikomapada permukaan daun tembakau. Rokok Kretek
Rokok kretek atau rokok cegkeh mulai dikenal di Indonesia sejak awal aba ke-20. Cengkeh mengandung eugenol, suatu anestesi local, yang dapat mengurangi perasaan tidak enak ditenggorokan akibat asap rokok.
CARA MENGKONSUMSI
Tembakau yang mengandung nikotin biasanya digunakan dengan cara dibakar atau dihisap sebagai rokok sigaret, cerutu, atau pipa, dikunyah, atau disedot melalui hidung.
CARA KERJA OBAT
Nikotin adalah suatu senyawa amin tertier bercincin piridin dan pirolidin, bersifat alkalis lemah sehingga mudah larut dalam air maupun lemak. Menurut Benowitz, pada pH fisiologis, 31% nikotin tidak mengalami ionisasi dan mampu menembus membrane sel. Asap rokok sigerete sedikit asam sehingga tidak mudah menembus selaput lender rongga mulut. Nikotin yang berasal dari cerutu, cangklong, permen karet nikotin, dan tembakau yang dikunyah bersifat lebih alkalis sehingga dapat diabsorpsi tahap demi tahap melalui selaput lender. Selain itu nikotin juga dapat diserap melalui saluran cerna dan permukaan kulit. Penyerapan nikotin dari paru kedalam darah berlangsung cepat sehingga dalam delapan detik sudah sampai ke otak. Kadar nikotin dalam jaringan otak menurun dalam waktu 20-30 menit karena nikotin diedarkan keseluruh tubuh. Penyerapa nikotin melalui lambung berlangsung lambat akibat pH lambung yang asam, tetapi penyerapan di usus lebih cepat karena pH l ebih alkalis. Walaupun demikian, pada pengguna tembakau yang dikunyah hanya 30% nikotin yang sampai ke hati. Dalam keadaan normal, 80-90% nikotin dimetabolisme di hati, paru, dan ginjal dengan mendekati waktu paruh dua jam. Nikotin dan metabolitnya akan cepat diekskresi melalui ginjal. Kotin dan nor nikotin – 1 – oksidase adalah metabolit nikotin yang secara farmakologis adalah nonaktif karena kotin mempunyai paruh waktu yang panjang, dan dapat dipakai untuk mendeteksi penggunaan tembakau. Melalui pengaruhnya terhadapt hepar, nikotin mengikat enzim dalam hepar sehingga metabolisme beberapa jenis obat meningkat, misalnya teofilin, warfarin, kafein, dan beberapa jenis obat antidepresan. Sehingga, kadar obat-obatan tersebut dalam darah lebih rendah dari yang diharapkan. ModuL 1 BloK 17
Thanty
37
Nikotin terikat pada reseptor kolinergik (C-6) dan nikotinik yang tedapat pada susunan saraf pusat, medulla glandula adrenalis, sambungan neuromuscular, dan ganglia susunan saraf otonom. Menurut Benowitz, ikatan nikotin pada jaringan otak yang terkuat terdapat pada hipotalamus, hipokampus, thalamus, mesensefalon, batang otak, korteks, neuron dopaminergik pada nigrostriata dan mesolimbik, yang berkaitan dengan terjadinya adiksi, ketergantungan toleransi dan putus zat nikotin. Nikotin juga mempengaruhi neurotrasmiter lain terutama norepinefrin. Aktivitas nikotin pada jaringan otak bersifat bifasik, yaitu dimulai dengan stimulasi yang hanya berlangsung sebentar, kemudian diikuti dengan sifat depresi. Pada dosis kecil, terjadi stimulasi pada ganglion susunan saraf otonom yang berlangsung sebentar diikuti dengan efek penyekatan pada ganglion tersebut. Benowitz memperkirakan paling sedikit seseorang membutuhkan sepuluh batang rokok tembakau agar memperoleh 10-40 mg nikotin per hari supaya mendapatkan efek yang diinginkan.
PENGARUH TERHADAP PENGGUNA
Pengaruh nikotin terhadap susunan saraf pusat atau prilaku antara lain meningkatkan kewaspadaan, mengurangi ketegangan mental pada waktu stress, meningkatkan daya ingat jangka pendek waktu reaksi, mengurangi rasa lapar, mengurangi berat badan, dan meningkatkan perhatian. Nikotin juga meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, aliran darah koroner, stroke volume, dan cardiac output sesaat. Nikotin dalam jangka panjang akan : -
Mengurangi aliran darah koroner
-
Menurunkan suhu kulit
-
Menyebabkan vasokonstriksi sistemik
-
Meningkatkan aliran darah ke otot
-
Meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, laktat, dan gliserol.
-
Meningkatkan aktivitas trombosit
-
Menigkatkan produksi sputum
-
Menyebabkan batuk
-
Nafas berbunyi dan tangan gemetaran Nikotin juga meningkatkan kerja beberapa jenis hormone dan neurotransmitter, seperti katekolamin,
ACTH, GH, Prolaktin, vasopressin, beta endorphin, dan kortisol. Gejala keracunan nikotin awal mulanya adalah muntah, mual, berliur, nyeri perut, denyut jantung cepat, tekanan darah naik, nafas cepat, miosis, kebingungan dan agitatif. Kemudian diikuti dengan denyut jantung lambat, tekanan darah menurun, nafas lambat, midriasis, letagi, kejang, dan koma. Gejala putus tembakau berupa denyut jantung bertambah cepat, tangan gemetaran, suhu kulit meningkat, keinginan yang kuat untuk merokok lagi, mudah marah, tekanan darah sedikit menurun, otot-otot berkedut, nyeri kepala, cemas, tidak suka makan, gangguan konsentrasi, iritabel, ansietas, depresi dan
ModuL 1 BloK 17
Thanty
38
perlambatan EEG. Gejala ini berlangsung sekitar dua atau tiga minggu. Gangguan tidur berupa insomnia dan bertambahnya nafsu makan berlangsung lebih lama sekitar enam bulan.
KRITERIA DIAGNOSIS Intoksikasi Akut Tembakau
T erdapat disfungsi perilaku atau persepsi tidak normal yang dibuktikan dengan adanya satu dari gejala : 1. insomnia 2. mimpi aneh 3. suasana perasaan labil 4. derealisasi 5. interfensi fungsi personal Paling sedikit terdapat satu dari gejala : 1. Nausea 2. Berkeringat 3. Denyut jantung cepat 4. Irama jantung tak teratur Gejala Putus Tembakau
1. Berkeinginan kuat untuk mengkonsumsi tembakau 2. Mudah tersinggung dan mudah marah 3. Cemas dan gelisah 4. Gangguan konsentrasi 5. Mengantuk 6. Nyeri kepala 7. Suasana perasaan disforia 8. Iritabel dan tidak tenang 9. Batuk bertambah 10. Ulkus di mulut
PENEGAKAN DIAGNOSA Anamnesa Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal, tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya, pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain : ModuL 1 BloK 17
Thanty
39
a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi? b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut? c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir dikonsumsi? d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi? e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi? f. Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut? g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya? h. Apakah pernah bertukar jarum suntik? i. Alasan menggunakan zat tersebut? j. Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut? k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi?? Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain: a.
Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya? c.
Apakah sering tidak masuk sekolah?
d. Apakah sifatnya berubah? e.
Apakah sering berbohong?
f.
Apakah anggota kelyarga sering kehilangan uang atau benda berharga?
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran = spoor-koma jika kelebihan dosis yang berat
Terdapat bronchitis
Terdapat tanda-tanda Kanker paru
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan dengan pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi berupa euphoria, gelisah, dan iritabel. Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir. Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan
ModuL 1 BloK 17
Thanty
40
pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk diperiksa. Pemeriksaan Flouroskopi dan Elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
PENATALAKSANAAN
1. Terapi intoksikasi Tembakau Terapi intoksikasi tembakau adalah asimtomatik. Utnuk mempercepat ekskresi nikotin, lakukan asidifikasi air seni dengan member ammonium klorida 500mg/oral setiap 3-4 jam. 2. Terapi Putus Tembakau Tidak perlu dirawat inap di rumah sakit. Bila diperlukan dapat diberikan analgetik untuk mengatasi rasa nyeri dan antiansietas untuk mengatasi kegelisahan dan iritabilitas.
KOMPLIKASI MEDIS
Merokok dapat atau mencetuskan penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu penyakit jantung koroner, berupa infark otot jantung sampai serangan angina pectoris, arteriosklerosis, dan penyakit pembuluh darah tepi. Selain itu juga menyebabkan penyakit paru, seperti radang saluran nafas (bronchitis), efisema, radang paru, dan kanker paru. Merokok tembakau juga dapat menyebabkan kanker pada laring, rongga mulut, esophagus, kandung kencing, leher rahim, pancreas, dan lambung. Merokok dapat menyababkan/memperberat gastritis akut, ulkus peptikum, osteoporosis, dan kulit keriput. Kontrasepsi oral tidak boleh diberikan pada perokok tembakau karena memperbesar resiko menderita penyakit trombotik.
KAFEIN
Kadar Kafein dalam biji kopi berkisar 1-2,5% bergantung pada jenisnya. Daun the selain mengandung teofilin dan teobromin juga mengandung kafein. Kakao dan coklat mengandung teobromin dan kafein juga. Minuman dan obat
Kandungan kafein didalamnya
Kopi seduhan
80-140 mg/cangkir
Kopi instan
66-100 mg/cangkir
Decaffeinated coffe
2-4 mg/cangkir
Teh daun
30-75 mg/cangkir
The celup
42-100 mg/cangkir
Kola
25-55 mg/cangkir
ModuL 1 BloK 17
Thanty
41
APC
32 mg/tablet
Cafergot
100 mg/tablet
CARA KONSUMSI
Kafein yang terdapat dalam biji kopi biasanya dikonsumsi secara oral sebagai minuman. Kafein yang terdapat dalam obat biasanya berbentuk pil atau tablet untuk penggunaan oral.
CARA KERJA OBAT
Kafein atau 1,3,7 trimetilsantin bersifat lipofilik, sehingga pada penggunaan oral, 99% kafein akan diserap kedalam darah dan kadar tertinggi dalam darah dicapai dalam waktu 30-60 menit. Dengan cepat kafein tersebar keseluruh tubuh dan menembus blood, barin, barrier ke otak. Kafein dapat ditemukan di plasma dara, air liur, ASI, air seni, cairan serebrospinal, semen dan air ketuban. Kafein dimetabolisme di hati oleh system microsomal p-450 reductase, lalu dieksresi melalui air seni, dan 2-3%diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh kafein bervariasi antara 2-12 jam dengan rata-rata 4-6 jam. Kehailan dan penyakit hati yang kronis meningkatkan waktu paruh sedangkan merokok menurunkan waktu paruh. Paling penting dalam mekanisme kerja kafein antara lain : 1. Kafein menyekat reseptor adenosine 2. Kafein menghambat enzim fosfodiesterase 3. Kafein meninduksi translokasi kalsium intraselular
KRITERIA DIAGNOSIS Intoksikasi Akut Kafein
Harus terdapat disfungsi prilaku atau persepsi yang tidak normal yang dibuktikan dengan adanya paling sedikit satu dari gejala : 1. Euphoria
6. Perilaku yang diulang-ulang
2. Kewaspadaan yang berlebihan
7. Ilusi pendengaran, penglihatan,
3. Agresif atau marah-marah
atau perabaan
4. Suka berdebat
8. Halusinasi
5. Suasanan perasaan yang labil
9. Ide paranoid
Paling sedikit terdapat dua dari gejala : 1. Denyut jantung cepat
7. Pupil melebar
2. Denyut jantung tidak teratur
8. Agitasi
3. Tekanan darah tinggi
9. Kelemahan otot
4. Berkeringat dan menggigil
10. Nyeri dada
5. Mual atau muntah
11. Kejang
6. Berat badan berkurang ModuL 1 BloK 17
Thanty
42
Gejala Putus Kafein
1. Terdapat suasana disforia 2. Terdapat dua dari gejala : a. Lesu dan letih b. Hambatan pikomotor c. Keinginan kuat untuk mengkonsumsi kafein d. Nafsu makan bertabah e. Insomnia f. Mimpi aneh
PENEGAKAN DIAGNOSA Anamnesa Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal, tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya, pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain : a.
Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi?
b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut? c.
Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir dikonsumsi?
d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi? e.
Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi?
f.
Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut?
g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya? h. Apakah pernah bertukar jarum suntik? i.
Alasan menggunakan zat tersebut?
j.
Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut?
k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi?? Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain: a.
Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya? c.
Apakah sering tidak masuk sekolah? ModuL 1 BloK 17
Thanty
43
d. Apakah sifatnya berubah? e.
Apakah sering berbohong?
f.
Apakah anggota kelyarga sering kehilangan uang atau benda berharga?
Pemeriksaan Fisik o
Kesadaran
o
Hidung
o
Denyut nadi
o
Mulut
o
Suhu badan
o
Paru
o
Pernafasan
o
Jantung
o
Tekanan darah
o
Lambung
o
Mata
o
Hepar
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan dengan pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi berupa agitatif dan gangguan bicara berupa banyak bicara
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir. Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk diperiksa.
Pemeriksaan Flouroskopi dan Elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
Penatalaksanaan
-
Terapi Intoksikasi Kafein
ModuL 1 BloK 17
Thanty
44
Terapi intoksikasi kafein bersifat asimtomatik. Jarang diperlukan antiansietas, tetapi bi la diperlukan, derivate benzodiazepine dapat diberikan sebagai antiansietas ataupun antikejang. Bila terjadi hipertensi dapat diberikan obat antihipertensi. -
Terapi Putus Kafein
Tidak perlu dirawat inap di rumah sakit. Bila diperlukan, dapat diberikan antiansietas untuk mengatasi ketegangan otot dan ansietas.
INHALAN DAN SOLVEN
Yang termasuk inhalan atau solven adalah senyawa organic berupa gas dan zat pelarut yang mudah menguap. Inhalan terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, cat, dan pelumas mesin. Inhalan banyak digunakan oleh anak-anak yang masih muda belia, atau orang yang tergolong kurang mampu dan narapidana.
KLASIFIKASI Nama Zat
Terdapat Pada
Hidrokarbon alifatik
n-butana, isobutana
Terdapat dalam spray pengharum ruangan, deodorant, pembasmi serangga, spray rambut, dan penyulut rokok.
n-heksna
Terdapat dalam cat dan pengencer cat
Hidrokarbon Aromatik
Benzena
Terdapat dalam perekat, lem karet, pelumas, dan bensin.
Metilbenzena
Terdapat dalam perekat, lem karet, aerosol spray, pelumas, bensin, semir sepatu cair, cat, pengencer cat, dan perekat adesif.
Silena
Terdapat dalam perekat, lem karet, pelumas, bensin, dan pengencer cat.
Stirena
Terdapat dalam perekat, dan lem karet.
Halogen Hidrokarbon
Triklor etilena
Terdapat dalam pelumas dan penghapus huruf ketik
Tetraklor Etilena
Terdapat dalam pelumas
Triklor etena
Terdapat dalam pelumas, penghilang noda, dan dry cleaner
Eter
Dimetil eter
Terdapat dalam spray pengharum ruangan, deodorant, pembasmi nyamuk, dan spray rambut.
Keton
Dimetil keton (aseton)
Terdapat dalam pengencer cat, dan penghapus cat kuku
ModuL 1 BloK 17
Thanty
45
Metal
etil
keton
Terdapat dalam pelumas dan pengencer cat.
(butanon) Ester
Etil asetat
Terdapat dalam pengencer cat
Butyl Asetat
Terdapat dalam pengencer cat
N. propel asetat
Terdapat dalam pengencer cat
Glikol Gas
N2O
Terdapat dalam foam dispenser
Campuran
Minyak tanah Bensin Bahan bakar pesawat terbang Alcohol
Isopropyl Alkohol
Terdapat dalam pelumas, pengencer cat, dan aerosol
Metal alkohol
Terdapat dalam cairan pembersih, pengencer cat, dan cairan antibeku
Nitrit Alifatis
Butilnitrit
Tedapat dalam pewangi ruangan
CARA KONSUMSI OBAT
Inhalan tersedia dalam bentuk cairan tersimpan dalam botol atau kaleng, dalam bentuk semprotan, atau berbentuk semisolid tersedia dalam tuba. Inhalan dikonsumsi dengan cara disedot melalui hidung dan mulut, atau dituang pada kain, lalu uapnya dihirup, atau dituang dalam kantong plastic. Dengan menghirup 10-15 kali dari kantong plastic tertutup, dapat dicapai euphoria untuk kebanyakan inhalan.
CARA KERJA OBAT
Inhalan bekerja pada dinding sel saraf pada susunan saraf pusat. Inhalan diserap paling cepat melalui paru. Pada umumnya inhalan, mempunyai waktu onset yang pendek. Inhalan dimetabolisme di hati dan dikeluarkan dari badan melalui ginjal dan paru, sebagian dalam bentuk tidak berubah. Inhalan bekerja pada system dopaminergik dan GABA-ergik toleransi terhadap inhalan terjadi dengan cepat. Ketergantungan psikis jelas ada, sedangkan ketergantungan fisik tidak jelas. Afinitas inhalan terhadap lemak sangat tinggi sehingga jaringan yang mengandung banyak lemak mendapat bagian yang paling banyak pula, yaitu otak, medulla spinalis, dan hati.
KRITERIA DIAGNOSIS ModuL 1 BloK 17
Thanty
46
Intoksikasi Akut Inhalan
-
Harus ada disfungsi perilaku, yang dibuktikan paling sedikit satu dari gejala : a.
Apatis dan letargi
e.
Gangguan daya nilai
b. Selalu berdebat
f.
Retardasi psikomotor
c.
g. Interferensi fungsi personal
Marah-marah atau agresif
d. Suasana perasaan labil Paling sedikit terdapat satu dari gejala : a.
Jalan sempoyongan
e.
Kesadaran menurun
b. Sulit berdiri
f.
Kelemahan otot
c. bicara cadel
g. diplopia
d. Nistagmus
PENEGAKAN DIAGNOSA Anamnesa Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal, tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya, pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain : a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi? b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut? c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir dikonsumsi? d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi? e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi? f. Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut? g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya? h. Apakah pernah bertukar jarum suntik? i. Alasan menggunakan zat tersebut? j. Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut? k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi?? Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain: a.
Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya? ModuL 1 BloK 17
Thanty
47
c.
Apakah sering tidak masuk sekolah?
d. Apakah sifatnya berubah? e.
Apakah sering berbohong?
f.
Apakah anggota kelyarga sering kehilangan uang atau benda berharga?
Pemeriksaan Fisik o
Kesadaran = somnolen
o
Kesadaran = spoor-koma
o
Denyut nadi lambat
o
Mulut akan tercium bau tidak enak
o
Jantung akan mengalami aritmia
o
Saraf otak = timbul diplopia, dismetria, dan disarti
o
Ataksia
o
Hiprefleksi
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan dengan pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi berupa euphoria, gelisah, dan iritabel. Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir. Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk diperiksa. Pemeriksaan Flouroskopi dan elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
PENATALAKSANAAN Terapi Intoksikasi Inhalan
Terapi yang dapat diberikan bersifat asimptomatik. Bila tedapat gejala psikosis, dapat diberikan antispikosis.
KOMPLIKASI MEDIS ModuL 1 BloK 17
Thanty
48
Umumnya bersifat merusak hati, ginjal, sumsum tulang belakang, paru, jantung dan otak. Perempuan yang menggunakan inhalan secara kronis selama hamil akan melahirkan bayi engan fetal solvent syndrome.
HIPNOTIK SEDATIF
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat depresi susunan saraf pusat. Efeknya tergantung pada dosis. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan emosis sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan memudahkan tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak terasuk obat golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutukan untuk mendepresi SSP secara umum. Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas, dan sebagai penginduksi anestasi.
BENZODIAZEPIN
Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.
Farmakodinamik dan Farmakokinetik Benzodiazepin hanya mempunyai kemampuan terbatas untuk menghasilkan depresi SSP yang kuat
dan berpotensi fatal. Obat-obat sedatif-hipnotik nonbenzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung dosis, yang secara progresif menghasilkan penenangan atau rasa kantuk (sedasi), tidur (hipnosis farmakologis), ketidaksadaran, koma, anastesi bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular yang fatal. Hampir semua efek benzodiazepin dihasilkan dari kerja obat-obat ini pada SSP. Efek yang paling menonjol adalah aktivitas sedasi, hipnosis, berkurangnya ansietas, relaksasi otot, anterograde amnesia, dan antikonvulsan. Benzodiazepin dipercaya memunculkan sebagian besar efeknya melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmiter inhibitori yang secara langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptior GABA merupakan protein terikat membran yang dapat dibagi menjadi dua subtipe utama yaitu reseptor GABA A dan GABA B. Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA A tetapi tidak pada reseptor GABA , dengan berikatan secara langsung pada tempat spesifik yang berbeda dengan tempat ikatan GABA pada kompleks reseptor/saluran ion. Tidak seperti barbiturat, benzodizepin tidak secara langsung mengaktivasi reseptor GABA A, tetapi membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya; yaitu senyawa-senyawa ini hanya memodulasi efek GABA. Ligan reseptor benzodiazepin dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, atau agonis invers pada tempat reseptor benzodiazepin, tergantung pada senyawanya. Agonis pada reseptor ModuL 1 BloK 17
Thanty
49
benzodiazepin meningkatkan jumlah arus klorida yang dihasilkan melalui aktivasi reseptor GABA A, sedangkan agonis invers menurunkan.Kedua efek ini dapat diblok oleh antagonis pada tempat reseptor benzodiazepin. Salah satu antagonis tersebut, flumazenil, digunakan secara klinis untuk membalikkan efek benzodiazepin dosis tinggi. Dosis hipnotik benzodiazepin tidak memiliki efek terhadap pernapasan pada subjek normal, tetapi perhatian khusus harus diberikan dalam penangan anak-anak dan individu yang mengalami gangguan fungsi hepatik, seperti alkoholik. Efek kardiovaskular benzodiazepin pada orang normal hanya sedikit, kecuali pada intoksikasi parah; efek merugikan pada penderita gangguan tidur obstruktif atau penyakit jantung. Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan klinisnya. Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam dan flurazepam) mencapai sirkulasi sistemik hanya dalam bentuk metabolit aktif. Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya: 1) benzodiazepin kerja sangat singkat; 2) obat kerja-singkat, dengan t1/2 kurang dari 6 jam, antara lain: triazolam, zolpidem, nonbenzodiazepin (t1/2, sekitar 2 jam), dan zopiklon (t1/2 5 sampai 6 jam); (3) obat kerja-sedang, dengan t1/2 6 sampai 24 jam, antara lain estazolam dan temazepam; dan (4) obat kerja lama, dengan t1/2 lebih dari 24 jam, antara lain flurazepam, diazepam, dan kuazepam. Benzodiazepin dan metabolit aktifnya berikatan dengan protein plasma. Benzodiazepin banyak dimetabolisme oleh enzim-enzim dalam kelompok sitokrom P450, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepin, seperti oksazepam, langsung terkonjugasi dan tidak dimetabolisme oleh enzim ini. Karena metabolit aktif beberapa benzodiazepin mengalami biotransformasi lebih lambat daripada senyawa induknya, hubungan antara durasi kerja beberapa benzodiazepin dengan waktu paruh eliminasinya setelah diberikan adalah kecil.
Efek Samping
Pada kadar puncak dapat menimbulkan efek samping : kepala ringan, malas, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir, bingung, disatria, dan anamnesa anterograd. Kemampuan motorik lebih dipengaruhi dibandingkan kemampuan berpikir. Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat. Efek samping yang lain relatif lebih umum terjadi ialah lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual, muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi nyeri dada, dan pada beberpa pasien dapat mengalami inkontenensia. Efek Samping Psikologis. Dapat menimbulkan efek paradoksal. Gejala amnesia, euforia, gelisah, halusinasi, dan tingkah laku hipomaniak. Selain itu juga dilaporkan timbulnya reaksi berupa tingkah laku
ModuL 1 BloK 17
Thanty
50
aneh, bermusuhan, dan kemarahan. Kadang-kadang terjadi gejala paranoid, depresi, dan keinginana bunuh diri. Pengunaan kronik memiliki resiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan. Gejala putus obat dapat berupa semakin hebatnya kelainan yang semula akan diobati, misalnya insomnia dan ansietas. Disforia, mudah t ersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi dan pusing dapat terjadi. Penggunaan benzodiazepin dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan gejala putus obat lebih parah setelah pemutusan obat, yaitu : agitasi, panik, paranoid, mialgia, kejang otot bahkan konvulsi.
BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak digunakan. Secara
kimia,
barbiturat
merupakan
derivat
asam
barbiturat.
Asam
barbiturat
(2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
Kerja Obat Pada SSP
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat. Pada Sistem Saraf Per if er
Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat. Pada Pern afasan ModuL 1 BloK 17
Thanty
51
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur nafas pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO 2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia. Pada Sistem K ardi ovaskular
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. Pada Salur an Cerna
Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat. Pada H ati
Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D. Pada Ginj al
Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang t erbesar. Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot . Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus,
ModuL 1 BloK 17
Thanty
52
perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital Fenobarbital diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30 %) pada manusia. Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital. Tiopental
1. Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum. 2. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka). 3. Sedasi pada analgesik regional 4. Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus Fenobarbital
1. Untuk menghilangkan menghilangkan ansietas 2. Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi) 3. Untuk sedatif dan hipnotik
Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan diberikan pada penderita penderita psikoneurotik tertentu, tertentu, karena dapat dapat menambah menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
Efek Samping Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat terjadi
beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat. Eksitasi paradoksal, Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital
dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah. Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada penderita
psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan menyebabkan gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
53
Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas dapat
timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang kadang-kadang disertai demam, demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati. Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan efek
depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO j uga dapat menaikkan efek depresi barbiturat.
Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat dapat terjadi karena percobaan bunuh diri, kelalaian, kecelakaan pada anakanak atau penyalahgunaan obat. Dosis letal barbiturat sangan bervariasi. Keracunan berat umumnya terjadi bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal fenobarbital adalah 6 -10 g, sedangkan amobarbital, sekobarbital, dan pentobarbital adalah 2-3 g. kadar plasma letal terendah yang dikemukakan adalah 60 mcg/ml bagi fenobarbital, dan 10 mcg/ml bagi barbiturat dengan efek singkat, misal amobarbital dan pentobarbital. Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukan terutama terhadap SSP dan kardiovaskular. kardiovaskular. Pada keracunan berat, reflek dalam mungkin tetap ada selama beberapa waktu setelah penderita koma. Gejala babinzki sering kali positif. Pupil mata mungkin kontraksi dan bereaksi terhadap cahaya, tapi pada tahap akhir keracunan mungkin dapat terjadi dilatasi. Gejala intoksikasi akut yang bahaya ialah depresi pernafasan berat, tekanan tekanan darah turun rendah rendah sekali, sekali, oligiuria dan anuria. anuria.
Pengobatan Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat akut dapat diatasi dengan maksimal dengan pengobatan simtomatik suportif yang umum. Dalamnya koma dan ventilasi yang memadai adalah yang pertama dinilai. Bila keracunan terjadi < 24 jam sejak makan obat, tindakan cuci lambung dan memuntahkan obat perlu dipertimbangkan, sebab barbiturat dapat mengurangi motilitas saluran cerna. Tindakan cuci lambung serta memuntahkan obat perlu dilakukan hanya setelah tindakan untuk menghindari aspirasi dilakukan. Setelah cuci lambung, karbon aktif dan suatu pencahar (sarbitol) harus diberikan. Pemberian Pemberian dosis ulang karbon (setelah terdengar bising usus) dapat mempersingkat waktu paruh fenobarbital. Pengukuran fungsi nafas perlu dilakukan sedini mungkin. Pco2 dan O2 perlu dimonitor, dan pernafasan buatan harus dimulai bila diindikasikan. Pada keracunan barbiturat akut yang berat, syok merupakan ancaman utama. Sering kali penderita dikirim ke rumah sakit dalam keadaan hipotensi berat atau syok, dan dehidrasi yang berat pula. Hal ini segara diatasi, bila perlu tekanan t ekanan darah dapat ditunjang dengan dopamine
Interaksi Obat
ModuL 1 BloK 17
Thanty
54
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik.
ALKOHOL
Alkohol merupakan zat adiktif dan memiliki berbagai bentuk, termasuk bir, asam cuka, anggur, 'alcopops' dan spirits seperti whisky, gin dan vodka. Alkohol tersedia di Indonesia dan banyak dijual di tempat-tempat berlisensi kepada orang yang berusia di atas 18 tahun, serta dinikmati dan digunakan dengan aman oleh banyak orang. Namun, alkohol merupakan penyebab masalah kesehatan dan sosial. Di Inggris, alkohol menyebabkan menyebabkan lebih banyak kematian daripada jenis zat adiktif lainnya. Alkohol menjadikan otak dan badan lebih santai, dan biasanya diminum untuk efek yang menyenangkan ini. Karena kemampuannya untuk merubah suasana hati dan menyebabkan perubahan fisik, alkohol juga dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis dan sosial. Banyak orang yang merasa bahwa minum alkohol secara moderat (satu atau dua unit alkohol per hari) dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan meningkatkan rasa relaks, dan berfungsi untuk mengundang selera makan. Satu unit alkohol itu sama dengan setengah pint bir berkekuatan normal atau lager, segelas anggur, atau segelas kecil sherry atau port. Lembaga-lembaga kesehatan menganjurkan laki-laki untuk tidak minum lebih dari 3 hingga 4 unit alkohol per hari. Untuk perempuan, batas hariannya adalah 2-3 uniit. Saran ini berlaku juga apakah anda minum tiap hari, mingguan atau di antara itu. Menghabiskan "jatah" minum per minggu anda dalam sekali waktu (sering disebut binge bi nge drinking) dapat menyebabkan menyebabkan lemahnya daya koordinasi, muntah-muntah, reaksi emosional yang berlebihan (termasuk rasa sedih, tangis, marah dan kekasaran) dan bahkan dapat menyebabkan pingsan. Perempuan yang hamil, atau berencana untuk hamil, disarankan untuk tidak minum lebih dari 1 hingga 2 unit per minggu. Hangover Hangover pada hari berikutnya
sakit kepala, mulut mulut kering, merasa sakit dan lelah merupakan merupakan
konsekuensi umum dari minum alkohol yang banyak pada malam sebelumnya. sebelumnya. Gejala-gejala ini disebabkan disebabkan karena dehidrasi dan keracunan, maka, bila anda minum alkohol, anda sebaiknya juga minum banyak air. Karena jumlah kecil alkohol dapat mempengaruhi koordinasi, reaksi dan kemampuan anda mengambil keputusan, anda tidak boleh minum bahkan setetespun bila akan mengendalikan kendaraan bermotor atau mesin. Minum alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan menyebabkan koma dan bahkan kematian. Konsumsi alkohol yang banyak dalam jangka panjang (10 unit atau lebih per hari untuk laki-laki atau 6 unit atau lebih untuk perempuan) dapat menyebabkan buruknya kesehatan, mempengaruhi hati, jantung dan otak. Minum alkohol setiap hari dapat menyebabkan menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis. Selain itu, orang yang minum alkohol dalam jumlah besar seringkali memiliki pola makan yang buruk dan ini dapat menyebabkan menyebabkan permasalahan permasalahan kesehatan lain. Minum alkohol berlebihan dapat mempengaruhi kekebalan tubuh anda dan dapat memperlambat kesembuhan dari infeksi. Alkohol ModuL 1 BloK 17
Thanty
55
merupakan zat depresif dan dapat menyebabkan atau memperburuk masalah mental, psikologis atau emosional. Bila digunakan bersamaan dengan zat lain, seperti obat penghilang rasa sakit yang biasa seperti parasetamol, parasetamol, alkohol dapat menimbulkan menimbulkan efek efek yang lebih buruk. buruk. Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat juga mengakibatkan efek serius pada orang yang mengkonsumsi obat anti-HIV. Alkohol diproses oleh hati dan hati yang sehat dibutuhkan agar tubuh dapat memproses obat-obatan secara efektif. Peningkatan lemak darah yang disebabkan oleh beberapa jenis obat anti-HIV dapat diperparah dengan konsumsi alkohol berlebihan. Alkohol dapat bereaksi buruk dengan beberapa jenis obat (misalnya beberapa jenis obat anti-TB dan antibiotik) sehingga anda harus berkonsultasi dengan ahli farmasi untuk menentukan apakah aman untuk minum alkohol dengan obat-obatan baru yang di resepkan. resepkan. Namun, tidak ada interaksi signifikan antara obatobatan anti-HIV yang ada sekarang dengan alkohol. Telah disebutkan bahwa alcohol termasuk dalam zat adiktif dimana zat tersevut dapat menimbulkan candu atau aiki. Penyalahgunaan atau ketergantungan jenis alcohol ini dapat dimenimbulkan gangguan mental organic yaitu gangguan dala fungsi berpikir, perasaan dan perilaku. Berikut geala-gejala gangguan mental organic yang terjadi pada seseorang : 1. Terdapat dampak perubahan beruba perubahan perilaku, misalnya berkelahi, atau tindak kekerasan lain. 2. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut: pembicaraan cadel. Gangguan koordinasi, cara berjalan yang tidak mantap, mata jereng, muk merah. 3. Tampak gejala psikologik sebagai berikut : perubahan alam perasaan (euphoria atau disforia), mudah marah dan tersingga, banyak bicra, gangguan perhtian atau konsentrasi konsentrasi Bagi mereka yang sudah ketagihan akan menimbulkan sindrom putus alcohol, ditandai gejala-gejala tersebut anata lain : 1. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata. 2. Ampak gejala fisik sebagai berikut, yaitu mual muntah, lemah letih lesu, hiperaktif saraf otonom, hipotensi ortostatik. 3. Tampak gejala psikologik sebagai berikut: kecemasan dan ketakutan, perubahan alam perasaan, mengalami mengalami halusinsi dan delusi.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
56
KLASIFIKASI PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Dalam ICD-10, gangguan jiwa yang berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif dikelompokkan dalam satu kelompok gangguan dengan nomer kode F1, yaitu gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Kelompok ini selanjutnya dibedakan menjadi 10 subkelompok menurut jenis zat psikoaktif dengan nomer kode sebagai berikut :
F10 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alcohol
F11 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opoida
F12 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoid
F13 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedative dan hipnotik
F14 :
F15 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulant lain, terma-suk kafein
F16 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogen
F17 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18 :
F19 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multiple dan penggunaan zat psikoaktif
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah menguap
lainnya.
KRITERIA DIAGNOSTIK
F1x.0 Intoksikasi Akut
Suatu kondisi yang timbul akibat penggunaan zat psikoaktif sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek, perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intoksikasi akut merupakan diagnosis utama hanya pada kasus intoksikasi yang terjadi tanpa berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif lain. Bila terjadi kondisi klinis yang lebih menetap, diagnosis yang diutamakan adalah kondisi klinis yang lebih menetap itu, misalnya syndrome ketergantungan atau keadaan putus zat. Intosikasi akut akan menghilang bila berhenti mengkonsumsi zat psikoaktif lagi, kecuali terjadi kerusakan jaringan tubuh. Kriteria diagnostic kelompok intoksikasi akut
K1. Harus ada bukti nyata bahwa baru saja menggunakan zat psikoaktif sehingga menimbulkan intoksikasi
K2. Harus ada keluhan atau gejala intoksikasi yang sesuai dengan kerja zat psikoaktif tertentu
K3. Keluhan atau gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis dan gangguan mental
F1x.00 Tanpa komplikasi F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh l ainnya F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya, misalnya hematemesis F1x.07 Intoksikasi patologis ModuL 1 BloK 17
Thanty
57
F10.0 Intoksikasi Akut Alkohol
A. Harus memenuhi criteria umum untuk intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku yang dibuktikan dengan 1. Disinhibisi
5. Gangguan memusatkan perhatian
2. Suka berdebat
6. Daya nilai terganggu
3. Agresi
7. Interferensi personal
4. Suasana perasaan yang labil C. Harus terdapat salah satu gejala di bawah ini 1. Jalan sempoyongan
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
6. Muka merah
3. Bicara pelo
7. Konjungtiva merah
4. Nistagmus
F10.07 Intoksikasi Patologis (Alkohol )
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut B. Terdapat ucapan agresif atau perilaku kekerasan fisik yang mencerminkan orang dalam keadaan intoksikasi C. Intoksikasi terjadi segera sesudah mengkonsumsi alcohol D. Tidak terdapat bukti adanya gangguan otak organik atau gangguan mental lain
F11.0 Intoksikasi Akut Opioida
A. Harus memenuhi kriteria umum intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku, yang dibuktikan dengsn salah satu gejala di bawah ini 1. Apatis dan sedasi
4. Gangguan memusatkan perhatian
2. Disinhibisi
5. Ganguan daya nilai
3. Retardasi psikomotor
6. Interferensi fungsi personal
C. Harus tedapat salah satu dari gejala di bawah ini 1. Mengantuk 2. Bicara cadel 3. Pupil menyempit, kecuali pada kelevihan dosis 4. Kesadaran menurun ( koma )
F12.0 Intoksikasi Akut Ganja
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau gangguan persepsi paling ti dak salah satu dari gejala di bawah ini : ModuL 1 BloK 17
Thanty
58
1. Euphoria dan disinhibisi 2. Ansietas atau agitasi 3. Kecurigaan atau ide paranoid 4. Adanya sensasi bahwa waktu berjalan sangat lambat, dan menghayati suatu arus ide – ide yang cepat 5. Gangguan daya nilai 6. Gangguan memusatkan perhatian 7. Gangguan waktu reaksi 8. Ilusi penglihatan, pendengaran, dan perabaan 9. Halusinasi tanpa gangguan orientasi 10. Depersonalisasi 11. Derealisasi 12. Interferensi fungsi personal C. Harus ada salah satu gejal di bawah ini : 1. Nafsu makan bertambah
3. Konjungtiva merah
2. Mulut kering
4. Denyut jantung cepat
F13.0 Intosikasi Akut Sedatif – Hipnotik
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku paling tidak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Euphoria
5. Gangguan memusatkan perhatian
2. Apatis dan sedasi
6. Amnesia anterograd
3. Marah marah dan agresif
7. Gangguan kemampuan motorik
4. Suasana perasaan yang labil
8. Interferensi fungsi personal
C. Harus terdapat salah satu gejala di bawah ini 1. Jalan sempoyongan
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
6. Lesi pada kulit berupa eritema atau
3. Bicara pelo
melepuh
4. Nistagmus
F14.0 Intoksidasi Akut Kokain
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau persepsi yang tidak normal yang dibuktikan dengan paling tidak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Euphoria atau adanya sensasai kekuatan fisiknya bertambah 2. Kewaspadaan berlebihan ModuL 1 BloK 17
Thanty
59
3. Keyakinan atau perilaku grandiose 4. Marah marah dan agresif 5. Suka berdebat 6. Suasana perasaan yang labil 7. Perilaku yang diulang – ulang 8. Ilusi pendengaran, penglihatan, dan perabaan 9. Halusinasi tanpa adanya disorientasi 10. Ide paranoid 11. Interferensi fungsi personal C. Sekurangnya terdapat dua dari gejala di bawah ini : 1. Denyut jantung cepat ( kadang kadang lambat ) 2. Denyut jantung tidak teratur 3. Tekanan darah tinggi ( kadang kadang rendah ) 4. Berkeringat dan menggigil 5. Mual atau muntah 6. Berat badan berkurang 7. Pupil melebar 8. Agitasi atau retardasi psikomotor 9. Kelemahan pada otot 10. Nyeri dada 11. Kejang
F15.0 Intoksikasi Akut Stimulansia Lain, Termasuk Kafein
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau gangguan persepsi paling ti dak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Euphoria atau adanya sensasai kekuatan fisiknya bertambah 2. Kewaspadaan berlebihan 3. Keyakinan atau perilaku grandiose 4. Marah marah dan agresif 5. Suka berdebat 6. Suasana perasaan yang labil 7. Perilaku yang diulang – ulang 9. Ilusi pendengaran, penglihatan, dan perabaan 10. Halusinasi tanpa adanya disorientasi 11. Ide paranoid ModuL 1 BloK 17
Thanty
60
12. Interferensi fungsi personal C. Paling sedikit terdapat dua gejala di bawah ini : 1. Denyut jantung cepat ( kadang kadang lambat ) 2. Denyut jantung tidak teratur 3.Tekanan darah tinggi ( kadang kadang rendah ) 4.Berkeringat dan menggigil 5.Mual atau muntah 6.Berat badan berkurang 7.Pupil melebar 8.Agitasi atau retardasi psikomotor 9.Kelemahan pada otot 10. Nyeri dada 11. Kejang
F16.0 Intoksidasi Akut Halusinogen
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau persepsi yang tidak normal yang dibuktikan dengan paling tidak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Kecemasan dan ketakutan 2. Ilusi pendengaran, penglihatan, atau peabaan, atau halusinasi dalam keadaan terjaga dan tersadar 3. Depersonalisasi 4. Derealisasi 5. Ide paranoid 6. Keyakinan bahwa dirinya menjadi pusat pehatian 7. Suasana perasaan yang labil 8. Hiperaktif 9. Impulsive 10. Gangguan memusatkan perhatian 11. Interferensi fungsi personal C. Harus ada paling sedikit dua dari gejala di bawah ini : 1. Denyut jantung cepat
4. Penglihatan kabur
2. Berdebar- debar
5. Pupil melebar
3. Berkeringat dan menggigil
6. Gangguan koordinasi
F17.0 Intoksikasi Akut Tembakau (Nikotin)
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi akut ModuL 1 BloK 17
Thanty
61
B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau gangguan persepsi paling tidak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Insomnia
4. Derealisasi
2. Mimpi yang bizarre (aneh)
5. Interferensi fungsi personal
3. Suasana perasaan yang labil C. Paling sedikit terdapat satu dari gejala di bawah ini: 1. Nausea atau muntah
3. Denyut jantung cepat
2. Ber keringat
4. Irama jantung tidak teratur
F18.0 Intoksikasi Akut Inhalan (Pelarut yang Mudah Menguap)
A. Harus memenuhi criteria umum intoksikasi B. Harus terdapat disfungsi perilaku, yang dibuktikan dengan paling tidak salah satu dari gejala di bawah ini : 1. Apatis dan letargi 2. Selalu berdebat 3. Marah marah atau agresif 4. Suasana perasaan yang labil 5. Gangguan daya nilai 6. Gangguan memusatkan perhatian dan ingatan 7. Retardasi psikomotor 8. Interferensi fungsi personal C. Harus ada paling sedikit satu dari gejala di bawah ini : 1. Jalan sempoyongan
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
6. Kelemahan otot
3. Bicara pelo
7. Penglihatan kabur atau diplopia
4. Nistagmus
F19.0 Intoksikasi Akut Zat Majemuk
Kategori ini digunakan bila terdapat bukti intoksikasi akibat penggunaan zat psikoaktif lain (fensiklidin) atau zat psikoaktif majemuk dan tidak diketahui zat psikoaktif mana yang predominan.
F1x.1 Penggunaan yang Merugikan
Suatu pola yang menyebabkan terganggunya kesehatan, dapat berupa gangguan kesehatan fisik (hepatitis) maupun gangguan mental (episode depresi sekunder akibat alcohol). A. Harus terdapat bukti nyata bahwa penggunaan zat psikoaktif menjadi penyebab atau ikut menyebabkan terjadinya kerugian secara fisik maupun psikologis ModuL 1 BloK 17
Thanty
62
B. Kerugian yang trjai harus dapat dijelaskan C. Pola penggunaan telah berlangsung secara tetap sekurangnya satu bulan atau terjadi berulang kali dalam waktu 12 bulan D. Gangguan ini tidak memenuhi criteria gangguan mental dan perilaku berkaitan dengan zat yang sama
F1x.2 Sindrom Ketergantungan
Tiga atau lebih gejala di bawah ini terjadi bersamaan paling sedikit satu bulan lamanya, atau bila kurang dari satu bulan harus terjadi berulang ulang secara bersamaan dalam kurun waktu 12 bulan: 1. Ada keinginan yang kuat harus menggunakan zat psikoaktif. 2. Gangguan kemampuan untuk mengendalikan perilaku menggunakan zat psikoaktif dalam hal onset, terminasi atau tingkat penggunaan 3. Adanya keadaan putus zat secara psikologis bila zat psikoaktif yang digunakan dikurangi atau berhenti menggunakan 4. adanya bukti toleransi terhadap zat psikoaktif, seperti adanya kebutuhan yang meningkat terhadap zat psikoaktif 5. Adanya preokupasi terhadap zat psikoaktif, seperti yang tampak dengan terhentinya atau berkurangnya kesenangan dan minat penting lainnya 6. Tetap menggunakan zat psikoaktif tanpa menghiraukan adanya bukti nyata terdapat efek merugikan akibat menggunakan zat psikoaktif
F1x.3 Keadaan Putus Zat
K1 harus ada bukti yang jelas akhir akhir ini menghentikan atau mengurangi penggunaan zat psikoaktif, sesudah penggunaan berulang kali
K2. keluhan dan gejala sesuai dengan gamberan keadaan putus zat psikoaktif tertentu.
K3. Keluhan dan gejala bukan disebabkan oleh kondisi medis yang tidak berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif, dan bukan disebabkan oleh gangguan mental dan perilaku lain
F10.3 Keadaan Putus Alkohol
A. harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif B. Harus terdapat tiga dari gejala di bawah ini : 1
Tremor pada lidah, mata, dan tangan yang direnggangkan
2
Berkeringat
3
Mual dan muntah
4
Denyut jantung cepat atau hipertensi
5
Agitasi psikomotor ModuL 1 BloK 17
Thanty
63
6 Nyeri kepala 7
Insomnia
8
Lesu dan lemah
9
Halusinasi atau ilusi penglihatan, perabaan, pendengaran yang bersifat sementara
10 Kejang
F11.3 Keadaan Putus Opioida
A. Harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif (catatan: keadaan putus opioida dapat dibangkitkan karena pemberian antagonis opioida pada orang yang menggunakan opioida dalam kurun waktu yang pendek) B. Harus terdapat tiga dari gejala di bawah ini: 1. 1.keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi opioida 2. Hidung basah ( rinore ) 3. Mata basah karena air mata (lakrimasi) 4. Kejang perut 5. Mual 6. Diare 7. Pupil melebar 8. Piloereksi ( bulu roma berdiri ), atau menggigil 9. Denyut jantung cepat 10. Menguap berulang kali 11. Tidur tidak lelap
F12.3 Kadaan Putus Ganja
Belum terdapat criteria diagnostic yang pasti. Sesudah penggunaan ganja yang cukup lama dan dalam jumlah yang banyak, bila berhenti menggunakan akan timbul kecemasan, iritabel, tremor pada tangan yang diregangkan, berkeringat, dan nyeri otot.
F13.3 Keadaan Putus Sedatif-Hipnotik
A. Harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat B. Harus terdapat tiga dari gejala di bawah ini : 1
Tremor pada lidah, mata, dan tangan
5
Agitasi psikomotor
yang direnggangkan
6 Nyeri kepala
2
Mual dan muntah
7
Insomnia
3
Denyut jantung cepat
8
Lesu dan lemah
4
Hipotensi postural
9
Halusinasi atau ilusi penglihatan, ModuL 1 BloK 17
Thanty
64
perabaan, pendengaran yang bersifat
10 Ide paranoid
sementara
11 Kejang
F14.3 Keadaan Putus Kokain
A. Harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif B. Terdapat suasana perasaan disforia ( kesedihan, atau anhedonia ) C. Terdapat dua dari gejala di bawah ini : 1. Lesu dan letih 2. Hambatan psikomotor 3. Keinginan kuat untuk mengkonsumsi kokain 4. Nafsu makan bertambah 5. Insomnia atau hipersomnia 6. Mimpi aneh atau yang tidak menyenangkan
F15.3 Keadaan Putus Stimulan Lain, Termasuk Kafein
A. harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif B. Terdapat suasana perasaan disforia ( kesedihan, atau anhedonia ) C. Terdapat dua dari gejala di bawah ini : 1. Lesu dan letih 2. Hambatan psikomotor 3. Keinginan kuat untuk mengkonsumsi stimulansia 4. Nafsu makan bertambah 5. Insomnia atau hipersomnia 6. Mimpi aneh atau yang tidak menyenangkan Catatan: tidak dikenal adanya keadaan putus halusinogen
F17.3 Keadaan Putus Tembakau
A. Harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif B. Terdapat dua dari geja la di bawh ini : 1. Keinginan kuat untuk menkonsumsi tembakau
7. Nafsu makan bertambah 8. Insomnia
2. Lesu dan lemah
9. Batuk bertambah
3. Ansietas
10. Tikus dimulut
4. Suasana perasaan disforia
11. Sulit memusatkan perhatian
5. Iritabel dan tidak tenang
ModuL 1 BloK 17
Thanty
65
Catatan: belum terdapat cukup informasi untuk menetapkan kriteria diagnostik keadaan putus inhalan atau pelarut yang mudah menguap.
F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
A. Harus memenuhi criteria umum keaaan putus zat psikoaktif B. Harus memenuhi criteria delirium, Dibedakan menjadi : F1x40 tanpa kejang F1x41 dengan kejang
F1x.5 Gangguan Psikoaktif (Akibat Zat Psikoaktif)
A. Gejala psikosis muncul pada waktu atau dalam waktu dua minggu penggunaan zat psikoaktif. B. Gejala psikosis menetap lebih dari 48 jam. C. Lama gejala psikosis tidak lebih dari enam bulan.
F1x.6 Sindrom Amnestik (Akibat Zat Psikoaktif)
A. Gangguan ingatan berupa kedua hal di bawah ini : 1. Cacat pada daya ingat pendek sehingga tidak dapat mempelajari hal baru. 2. Berkurangnya kemampuan mengingat pengalaman masa lalu. B. Semua yang tersebut di bawah ini tidak ada : 1. Gangguan daya ingat segera 2. Kesadaran berkabut dan gangguan memusatkan perhatian 3. Penurunan fungsi intelektual global C. Tidak ada bukti melalui pmeriksaan fisik dan neurologist, tes laboratorium maupun riwayat penyakit otak.
F1x.7 Gangguan Psikoaktif Residual dan Psikoaktif ddengan Onset Lambat (Akibat Zat Psikoaktif)
Kondisi atau gangguan psikosis yang j elas berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
66
DIAGNOSIS
Menetapkan diagnose suatu kondisi klinis akibat penggunaan zat psikoaktif bukan merupkan hal yang mudah, lebih-lebih bila zat psikoaktif yang digunakan lebih dari satu, seperti pada polydrug use karena gejala akibat pengguna suatu jenis zat psikoaktif dapat berbaur atau tertutup oleh gejala akibat pengguna zat psikoaktif lain, yang digunakan secara bersamaan waktu atau bercampur dengan gejala putus zat psikoaktif lain. Kesulitan lain disebabkan oleh pengguna sering kali tidak berterus terang karena takut ancaman hukuman, dikeluarkan dari sekolah, dipecat dari pekerjaan, atau orang tuanya marah, serta perasaan malu. Sebaliknya, terdapat juga pengguna zat psikoaktif yang membesar-besarkan masalahnya, misalnya mengaku pernah menggunakan semua jenis zat psikoaktif yang ditanyakan kepadanya, atau menyebut jumlah dosis penggunaan yang besar, hal ini dilakukan agar ia dipandang hebat.
Diagnosa Multiaksial
Sejak tahun 1974 telah dikembangkan metode diagnosis multiaksial, khususnya dalam bidang psikiatrik. Di Indonesia, pada tahun 1983 telah diterbitkan buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ), yang menggunakan metode diagnosis multiaksial, mengganti metode diagnosis multiaksial diperoleh diskripsi yang lebih menyeluruh tentang kondisi penyakit pasien. Saat ini, PPDGJ-III beserta suplemennya untuk menetapkan diagnosis gangguan jiwa. Dalam buku nini klasifikasi dan criteria diagnosis berbagai kondisi klinis yang berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif mengikuti ICD-10, sedangkan metode diagnostic multiaksial mengikuti DSM-IV. Diagnose multiaksial dapat ditetapkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan medis. Anamnesa terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik, pemeriksaan laboratorium. Fluoroskopi, elektrofisiologi, tes psikologis, dan evaluasi social. Kelima aksis dalam diagnosis multiaksial adalah sebagai berikut ; Aksisi I
: gangguan klinis Kondisi lain yang dapat menjadi pusat perhatian klinis
Aksis II
: gangguan kepribadian Retardasi mental
Aksis III
: kondidi medis umum
Aksis IV
: masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V
: asesmen fungsi secara global.
Autoanamnesa
Tahap pertama autoanamnesa bertujuan untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang di rinya akan terjamin kerahasiannya di tangan terapis. ModuL 1 BloK 17
Thanty
67
Bila pasien bersikap terbuka dan mengakui secara terus terang tentang penggunaan zat psikoaktif, terapis dapat langsung menanykana seputar penggunaan zat psikoaktif tersebut. Sebaliknya, bila langsung menanyakan seputar penggunaan zat psikoaktif, melainkan tanyakan apa masalah yang dihadapinya dan apa yang terapis dapat lakukan untuk membantunya. Terapis dapat menanyakan apakah pasien mempunyai kesulitan pada pelajarn atau masalah lain di sekolah, apakah mengalami kesulitan tidur, apakah ada masalah dengan orangtua, teman atau guru. Bagi mereka yang sudah bekerja, terapid menanyakan apakah ada masalah di tempat kerja, dan bai yang sudah berkeluarga, menanyakan apakah ada masalah dengan pasangan. Sudah berapa lam penggunaan zat psikoaktif itu mempunyai masalah dan usaha apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasinya.
Aloanamnesa
Biasanya seorang anak menggunakan zat psikoaktif secara sembunyi-sembunyi, tidak diketahui oleh orang tuanya, terutama bila zat psikoaktif yang digunakan ditolak oleh masyarakat umum atau dilarang oleh undang-undang. Orang tua baru mulai ragu apakah anaknya menggunakan zat psikoaktif atau tidak dari perubahan perilaku atau kebiasaan hidupnya. Aloanamnesa terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut. Penggunaan zat psikoaktif seringa terdapat pada mereka yang sebelumnya menderita gangguan jiwa atau gangguan kepribadian. Oleh karena itu, perlu ditanyakan pula kepada orang tua perihal riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, riwayat perkawinan, dan ciriciri masa kanak dan remaja.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cermat dan menyeluruh. Dibawah ini diuraikan beberapa gejala klinis yang sering ditemukan berkaitan dengan penggunan zat psikoaktif. Pemeriksaan fisik hendaknya tidak hanya terbatas untuk menemukan gejala-gejala yang disebutkan dibawah ini.
Pemeriksaan
Hasil
Keterangan
Kesadaran
Somnolen
Pada intoksikasi opiode, sedative hipnotik, alkoho, dan inhalan, atau pada putus zat amfetamin, dan kokain Pada keadaan kelebihan dosis yang berat zat apapun
Sopor koma
Pada putus zat sedative-hipnotik atau alkoho, pada intoksikasi amfetamin atau PCP
Berkabut Denyut nadi
Bertambah cepat
Pada intoksikasi amfetamin atau LSD, pada putus zat opioida
Lambat
Pada intoksikasi opioida, sedative-hipnotik, alcohol atau inhalan
ModuL 1 BloK 17
Thanty
68
Suhu badan
Naik
Pada pengguna LSD, amfetamin; putus alcohol, sedative-hipnotik, atau opioid; adanya penyakit infeksi Pada intoksikasi opioid
Turun Pernapasan
Lambat
Pada pemakaian sedative-hipnotik, alcohol atau opioid Pada intoksikasi sedative-hipnotik, dosis tinggi
Cepat
dan
dangkal Tekanan
Naik
Pada pemakaian amfetamin, kokain, LSD, ganja
darah
Pada putus alcohol, opiod walaupun pada awalnya tekanan darah naik Turun
Hidung
Rinore Ulkus
Putus zat opiiod atau
Pada pengguna kokain secara inhalan
perforasi
Pemeriksaan Psikiatrik
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatirk yang sering kali terdapat bersamaan dengan penggunaan zat psikoaktif. Agitatif
:
intoksikasi amfetamin, kokain, kafein, PCP
Agresif
:
intoksikasi amfetamin, kokain, PCP
Depresi
:
putus amfetamin, kokain, sedative-hipnotk, alcohol
Disforia
:
pengguna pemula ganja atau opioid
Euphoria
:
intoksikais semua jenis zat psikoaktif
Gelisah
:
penggunaan amfetamin, kokain, halusinogen, kafein, PCP, ganja, dan putus zat opioid, sedative-hidptonik, alcohol, dan nikotin
Impulsiff
;
intoksikasi PCP
Iritabel
:
intoksikasi alcohol , sedative-hipnotik, inhalan, atau pada putuss zat alcohol, sedative hipnotik, nikotin.
Labil
:
intoksitasi sedative-hipnotik, alcohol, PCP.
Gangguan Bicara Banyak bicara
:
intoksitasi alkoho, sedative hipnotik, amfetamin, kokain, kafein
Cadel
:
intoksikasi alcohol, sedative-hipnotik, opioid, inhalan.
Gangguan Persepsi Halusinasi
: intoksikasi amfetamin, halusinogen, putus alcohol
Ilusi
: intoksikasi halusinogen ModuL 1 BloK 17
Thanty
69
Sinestesi
: intoksikasi halusinogen
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis air seni diperlukan untuk memgetahui zat psikoaktif apa saja yang dikonsumsi pasien. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir karena setalah 48 jam, banyak zat yang tidak terdeteksi lagi dalam air seni. Harus dijaga agar yang diperiksa adalah benar air seni pasien dan bukanny air seni orang lain. Jangka waktu sesudah mengkonsumsi yang masih terdeteksi Amfetamin : 2 hari Barbiturat, kerja jangka pendek : 1 hari Barbiturate, kerja jangka panjang
: 21 hari
Benzodiazepine : 3 hari Benzodiazepine, jangka panjang : 7 hari Ganja : 7-10 hari Heroin : 1-2 hari Kodein : 1-2 hari Kokain : 2-4 hari Metadon : 3 hari Morfin : 2-5 hari
Pemeriksaan Khusus Tes Nalokson
Nalokson HCl (narcan) adalah antagonis opiod berjangka kerja pendek. Pada orang yang mengalami ketergantungan opioid, bila diberi narcan, ia akan memperlihatkan gejala putus opioid. Seseorang yang tidak mengalami ketergantungan opioid bila diberikan Narcan, ia tidak akan memperlihatkan gejala putus opioid. Sebelum dilakukan tes nalokson, terlebih dahulu pemeriksaaan fisik dilakukan dan hasil pemeriksaan dicatat yaitu denyut nadi, suhu badan, tekanan darah, ukuran pupil mata, apakah ada piloereksi di dada, apakah terdapat lakrimasi, rinore, dan banyak berkeringat. Suntikan 0,16 mg narcan im pada otot trisep seseudah 20-30 menit, pemeriksaaaan tersebut di ulang dan hasilnya dicatat. Tes dinyatakan positif bila denyut adi bertambah cepa, suhu badan menurun, pupil midriasis, berkeringat, lakrimasi, rinore tekanan darah naik piloereksi di dada, dan menguap berulang-ulang. Tes Nembutol
Nembutol (penobarbiturat) adalah barbiturate jangka kerja pendek. Tes ini dimaksud untuk mengetahui derajt toleransi pasien terhadap sedative-hinotik atau alcohol.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
70
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT NAZA
Mereka yang mengkonsumsi NAZA akan mengalami Gangguan Mental dan Perilaku sebagai akibat tergangguanya sistem neurotransmitter pada sel-sel susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem neuro-transmitter tadi mengakibatkan tergangguanya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan/mood/emosi) dan psikomotor (perilaku) sebagaimana yang telah diuraikan dari sudut pandang organobiologik. Berbagai jenis NAZA dalam uraian berikut ini adalah ganja, opiat (morphin, heroin/”putaw”), kokain, alkohol (miniman keras), amphetamine (ekstasi, “shabu-shabu”), sedatifa/hipnotika (nitrazepam, barbiturate) dan tembakau (rokok).
GANJA
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan perilaku sebagai beriku: 1. Jantung berdebar-debar (palpitasi) 2. Gejala psikologik: a.
Eforia, yaitu rasa gembira tanpa sebab dan tidak wajar.
b. Halusinasi dan delusi. Halusinasi adalah pengalaman pancaindera tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang menimbulkannya. Misalnya seseorang mendengar suara-suara padahal sebenarnya tidak ada sumber suara itu berasal; hal ini disebut sebagai halusinasi pendengaran. Demikian pula halnya dengan halusinasi penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Delusi adalah suatu keyakinan yang tidak rasional; meskipun telah diberikan bukti-bukti bahwa pikiran itu tidak rasional, yang bersangkutan tetap meyakininya. Misalnya yang disebut dengan delusi paranoid; yang bersangkutan yakin benar bahwa ada orang yang akan berbuat jahat kepadanya, padahal dalam kenyataannya tidak ada orang yang dimaksud.. c.
Perasaan waktu berlalu dengan lambat; misalnya 10 menit dirasakan sebagai satu jam lamanya.
d. Apatis. Yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli terhadap tugas atau fungsinya sebagai makhluk sosial; seringkali lebih senang menyendiri dan melamun, tidak ada kemauan atau inisiatif dan hilangnya dorongan kehendak. 3. Gejala fisik a.
Mata merah (kemerahan konjungtiva) Orang yang baru saja menghisap NAZA jenis ganja ditandai dengan warna bola mata yang memerah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah kapiler pada bola mata mengalami pelebaran (dilatasi). ModuL 1 BloK 17
Thanty
71
b. Nafsu makan bertambah Orang yang mengkonsumsi NAZA jenis ganja nafsu makannya bertambah karena ganja (zat aktif tetra-hydrocannabinol/THC) merangsang pusat nafsu makan di otak. c.
Mulut kering Hal ini disebabkan THC mengganggu sistem saraf otonom yaitu saraf yang mengatur kelenjar air liur.
d. Perliaku maladaptif Artinya yang bersangkutan tidak lagi mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan secara wajar misalnya yang bersangkutan memperlihatkan ketakutan, kecurigaan (paranoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Perilaku maladaptif ini sering menimbulkan konflik, pertengkaran, tindak kekerasan dan perilaku antisosial lainnya terhadap orang-orang di sekelilingnya. Dalam pengalaman praktek sehari-hari ternyata penyalahgunaan NAZA jenis ganja dapat merupakan pencetus bagi terjadinya gangguan jiwa (psikosis) yang menyerupai gangguan jiwa skixofrenia, yang ditandai dengan adanya gangguan menilai realitas dan pemahaman diri (insight ) serta adanya delusi (waham) mirip dengan delusi yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia. Bagi mereka yang sudah ada faktor predisposisi (misalnya pada kepribadian schizoid), maka penyalahgunaan NAZA jenis ganja akan mempercepat munculnya gangguan skizofrenia tersebut. Hal ini membuktikan bahwa pada umumnya pasien gangguan skizofrenia sebelumnya memakai ganja lebih dahulu. Pada umumnya orang menghisap NAZA jenis ganja ini dengan maksud untuk melarikan diri dari kenyataan, ingin membebaskan diri dari beban pikiran yang sedang kusut. Ingin memperoleh kegembiraan (semu) dan masa bodoh terhadap sekeliling. Tanpa disadari pelarian ini justru menjerumuskan ke dalam dunia khayal sampa pada gangguan jiwa mirip skizofrenia; yang merupakan langkah awal gangguan jiwa skizofrenia sesungguhnya.
OPIAT (Morphine, Heroin/Putaw)
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis opiat baik dengan cara menghirup asap setelah bubuk opiat dibakar atau disuntikkan setelah bubuk opiat dilarutkan di dalam air akan mengalami hal-hal berikut ini: 1. Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar Reaksi pupil mata dapat dilihat dengan melakukan tes sorotan cahaya pada mata yang bersangkutan. Misalnya bila pada mata diberi sorotan cahaya, maka reaksi yang normal adalah pupil mata akan mengecil tetapi yang terjadi tidaklah demikian pupil mata bahkan melebar. Sebaliknya dalam keadaan gelap atau kurang cahaya biasanya pupil mata mengecil. 2. Euphoria atau sebaliknya disforia Euphoria adalah gangguan pada afektif (alam pikiran/mood), yang bersangkutan akan merasakan kegembiraan dan kenyamanan tanpa sebab dan tidak wajar ( fly). ModuL 1 BloK 17
Thanty
72
Disforia
adalah
gangguan
pada
afektif,
yang
bersangkutan
merasakan
kemurungan,
ketidaknyamanan, tidak dapat mersasa senang atau gembira dan cenderung merasa sedih serta merasa lesu tak berdaya. 3. Apatis Yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli dengan sekitar, malas, kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif, tidak ada kemauan dan tidak merawat diri. Misalnya malas belajar/ bekerja, tidak mau mandi, tidak mau makan sehingga penampilan fisiknya lesu, kumuh dan kurus. 4. Retardasi psikomotor Merasakan kelesua dan ketiadaan tenaga. Gerak dan aktivitas disik merosot sehingga terkesan malas. 5. Mengantuk/ tidur Yang bersangkutan setelah mengkonsumsi NAZA jenis opiat ini cenderung mengantuk dan tidur berkepanjangan. Pada umumnya penyalahguna tidak dapat tidur pada malam hingga dini hari, tetapi setelah mengkonsumsi NAZA jenis opiat ini yang bersangkutan dapat tertidur hingga siang atau sore hari pada keesokan harinya. Kemudian yang bersangkutan keluar rumah mencari lagi NAZA jenis opiat ini dan kembali ke rumah pada dini hari dan kemudian tertidur hingga keesokan harinya; demikianlah siklus hidup selanjutnya berulang. 6. Pembicaraan cadel ( slurred speech) Kalau berbicara tidak jelas, ini disebabkan karena gerakan lidah terganggu (kelu/pelo). 7. Gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi Tidak lagi mampu untuk berkonsentrasi dan memusatkan perhatian pada sesuatu objek, misalnya pelajaran atau pembicaraan. Oleh karenanya prestasi pelajaran maupun pekerjaan merosot dan komunikasi seringkali terganggu (kalau bicara tidak nyambung). Akibat lain dari terganggunya pemusatan perhatian dan konsentrasi ini adalah resiko kecelakaan (terutama kecelakaan lalu lintas) tinggi. 8. Daya ingat menurun Mengalami penurunan daya ingat (memori) hingga keluhan pelupa (tidak ingat) cukup menonjol. Oleh karenanya peringatan atau nasehat dan larangan yang diberikan kepadanya, seringkali dilanggar berulang-ulang kali karena ia sesungguhnya tidak ingat terhadap pesan-pesan yang telah diterimanya. 9. Tingkah laku maladaptif Yang bersangkutan berperilaku yang menunjukkan ketidakmampuaan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar; seperti ketakutan, kecurigaan (paranoid), gangguan nilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
73
Mereka yang sudah ketagihan dan ketergantungan NAZA jenis opiat ini, bila pemakaiannya dihentikan akan timbul gejala putus opiat (withdrawal symptoms) atau “sakaw” yaitu gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut: a.
Air mata berlebihan (lakrimasi)
b. Cairan hidung berlebihan (rhinorrhea) c.
Pupil melebar (dilatasi pupil)
d. Keringat berlebihan, kedinginan, menggigil e.
Mual, muntah dan diare
f.
Bulu rambut dan kuduk berdiri/bergidik (pilokoreksi)
g. Mulut menguap ( yawning ) h. Tekanan darah naik (hipertensi) i.
Jantung berdebar-debar (palpitasi)
j.
Suhu badan meninggi (demam)
k. Sukar tidur (insomnia) l. Nyeri otot (kejang) dan nyeri tulang belulang m. Nyeri kepala n. Nyeri/ngilu sendi-sendi o. Mudah marah, emosional dan agresif-destruktif Sindrom putus opiat merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan akan mengkonsumsi kembali opiat dalam jumlah takaran/dosis yang semakin bertambah dan semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan opiat semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas). Gejala-gejala putus NAZA jenis opiat ini yang dalam istilah awam disebut “sakaw” (berasal dari kata “sakit”) yang sangat menyiksa yang bersangkutan. Oleh karena itu yang bersangkutan berupaya dengan jalan dan resiko apapun juga untuk memperolehnya guna menghilangkan gejala “sakaw” tadi. Misalnya dengan mencuri, menjual barang-barang milik pribadi maupun orangtuanya sampai pada tindak criminal lainnya untuk mendapatkan uang guna membeli “putaw” tadi. Banyak di antara remaja putri yang terlibat pelacuran hanya sekedar untuk memperoleh kebutuhan terhadap “putaw” tadi manakala gejala “sakaw” tadi datang. Kematian seringkali disebabkan karena overdosis dengan akibat berupa komplikasi medik yitu oedema (pembengkakan) paru akut sehingga napas berhenti.
KOKAIN
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis kokain dengan cara dihidu (bubuk kokain disedot/ dihirup melalui hidung) akan mengalami gangguan mental dan perilaku sebagai berikut: 1. Agitasi psikomotor ModuL 1 BloK 17
Thanty
74
Yang bersangkutan menunjukkan kegelisahan, tidak tenang, tidak dapat diam dan agitatif. 2. Rasa gembira (elation) Yang bersangkutan merasakan kegembiraan yang berlebihan sehingga ketelitian dan ketekunan menurun, fungsi control diri menurun. 3. Rasa harga diri meningkat ( grandiosity) Merasa dirinya hebat (superior) sehingga permasalahan-permasalahan kehidupan yang dihadapinya tidak ditanggapi secara wajar dan cenderung meremehkan. Banyak kesalahan yang dilakukan disebabkan karena ia mempunyai rasa percaya diri berlebihan ( over confidence). 4. Banyak bicara Yang bersangkutan banyak bicara yang seringkali tidak tentu ujung pangkalnya dan melompatlompat ( flight of ideas); atau dalam bahasa awamnya tidak “nyambung” dan tidak “fokus”. Hal-hal yang bersifat pribadi atau rahasia bisa bocor karena fungsi sensor ( pengendalian diri) terganggu. 5. Kewaspadaan meningkat Yang bersangkutan merasa dirinya tidak aman dan terancam. Oleh karena sikapnya prasangka buruk, curiga sampai pada tingkatan paranoid terhadap orang-orang sekitarnya menyebabkan hubungan interpersonal terganggu. Tidak jarang yang bersangkutan selalu dalam keadaan “siap” atau “pasang kuda-kuda” karena khawatir akan terjadi sesuatu pada dirinya. 6. Jantung berdebar-debar (palpiasi) 7. Pupil mata melebar (dilatasi pupil) 8. Tekanan darah naik (hipertensi) 9. Berkeringat berlebihan dan kedinginan 10. Mual dan muntah 11. Perilaku maladaptif Yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungan sekitarnya disebabkan teganggunya daya nilai realitas yang berakibat pada terganggunya fungsi sosial dan pekerjaan,
terganggunya
hubungan
interpersonal
dalam
bentuk
kecurigaan
(paranoid),
percekcokan/pertengkaran sampai perkelahian (tindak kekerasan). Mereka yang sudah ketagiahan dan ketergantungan NAZA jenis kokain ini, bila pemakaiannya dihentikan akan timbul sindrom putus kokain yaitu gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut: a.
Depresi Yang bersangkutan mengalami gangguan alam perasaan (afektif/mood ) yang ditandai dengan murung, sedih, tidak dapat merasa senang, rasa bersalah dan berdosa sampai pada keinginan bunuh diri.
b. Rasa lelah, lesu, tidak berdaya dan kehilangan semangat c.
Gangguan tidur (insomnia)
d. Gangguan mimpi bertambah ModuL 1 BloK 17
Thanty
75
Yang bersangkutan selain sukar tidur, kalaupun bisa tidur seringkali mengalami banyak mimpimimpi sehingga tidur yang sudah berkurang itu tidak nyaman. Sindrom putus kokain merupakan keluhan yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, dan untuk mengatasinya yang bersangkutan memakai lagi kokain dengan takaran semakin bertambah dan pemakaian semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan semakin bertambah dari segi kuantitas maupun kualitas). Bila seseorang dalam mengkonsumsi NAZA jenis kokain itu berlebihan (overdosis/ intoksikasi) ia akan mengalami gejala-gejala gangguan jiwa seperti halusinasi dan delusi. Juga terjadi hendaya (impairment ) dalam fungsi sosial atau pekerjaan, misalnya: perkelahian, kehilangan kawan-kawan, tidak masuk sekolah/kerja, dikeluarkan dari sekolah (drop out ), kehilangan pekerjaan atau terlibat pelanggaran hukum (tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan dan sejenisnya).
ALKOHOL
Miras atau minuman keras adalah jenis NAZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berupa kadar alkohol di dalamnya. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa setetes alkohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan). Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis alkohol ini dapat menimbulkan gangguan mental organik yaitu gangguan dalam fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organik ini disebabkan reaksi langsung alkohol pada neuro-transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk. Gangguan mental organik yang terjadi pada diri seseorang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak kekerasan lainnya, ketidakmampuan menilai realitas dan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku maladaftif) 2. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut:
pembicaraan cadel (slurred speech)
gangguan koordinasi
cara jalan yang tidak mantap
mata jereng (nistagmus)
muka merah
3. Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut:
perubahan alam perasaan (afek/mood), misalnya euforia atau disforia. mudah marah dan tersinggung (iritabilitas). banyak bicara (melantur). ModuL 1 BloK 17
Thanty
76
hendaknya atau gangguan perhatian/konsentrasi. Hendaknya ini besar pengaruhnya bagi kecelakaan lalu lintas.
Bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan NAZA jenis alkohol ini, bila pemakainya dihentikan akan menimbulkan sindrom putus alkohol, yaitu gejala ketagaihan atau ketergantungan yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut: A. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata. B. Tampak gejala fisik sebagai berikut: 1. Mual dan muntah 2. lemah,letih dan lesu 3. Hiperaktivitas saraf otonom, misalnya jantung berdebar-debar, keringat berlebihan dan tekanan darah meninggi. 4. Hipotensi ortostatik (tekanan darah menurun karena perubahan posisi tubuh: berbaring,duduk dan berdiri) C. Tampak gejala psikologik sebagai berikut: 1. Kecemasan dan ketakutan 2. Perubahan alam perasaan (afektif/mood), menjadi pemurung dan mudah tersinggung. Banyak diantara peminum berat jatuh dalam keadaan depresi berat, timbul fikiran ingin bunuh diri dan melakukan tindakan bunuh diri. 3. Mengalami halusinasi dan delusi.
Sindrom putus alkohol merupakan gejala yang tidak mengenakan baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan meminum alkohol dengan takaran yang lebih banyak dan lebih sering (penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol semakin bertambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas). Penelitian membuktikan bahwa penyalahgunaan NAZA jenis alkohol ini tidak hanya menimbulkan gangguan menimbulkan gangguan mental dan perilaku, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan mental dan perilaku, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan pada organ otak, liver (hati), alat pencernaan, pankreas, otot, janin, endokrin, nutrisi, metabolisme dan resiko kanker.
AMPHETAMINE (ECSTASY, SHABU-SHABU)
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis amphetamine (psikotropika golongan I), misalnya pil ekstasi (ditelan) atau shabu-shabu (dengan cara dihirup dengan alat khusus yang disebut ''bong'') akan mengalami gejala-gejala sebagai berikut: 1. Gejala psikologik:
Agitasi psikomotor, yang bersangkutan berperilaku hiperaktif, tidak dapat diam selalu bergerak.
Rasa gembira (elasion). Yang bersangkutan dalam suasana gembira yang berlebihan (euforia) seringkali lepas kendali dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila. Hal ini terjadi ModuL 1 BloK 17
Thanty
77
karena NAZA jenis amphetamine ini menghilangkan hambatan dorongan atau impulse agresivitas seksual atau dengan kata lain fungsi pengendalian diri (self-control) seksual melemah. Mereka seringkali melakukan seks bebas atau terlibat di dalam berbagai pesta erotis.
Harga diri meningkat (grandiosity)
Banyak bicara (melantur)
Kewaspadaan meningkt (paranoid)
Halusinasi penglihatan (melihat sesuatu/bayangan yang sebenarnya tidak ada)
2. Gejala fisik:
jantung berdebar-debar (palpitasi)
pupil mata melebar (dilatasi pupil)
tekanan darah naik (hipertensi)
keringat berlebihan atau kedinginan
mual dan muntah
3. Tingkah laku maladiptif seperti perkelahian, gangguan daya nilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. 4. Gangguan dilusi (waham) amphetamine yang ditandai dengan gejala-gejala:
waham kejaraan yaitu ketakutan yang tidak rasional (paranoid), yang bersangkutan yakin bahwa dirinya terancam karena ada orang-orang yang mengejar ingin mencelakakan dirinya.
kecurigaan terhadap lingkungan sekitar yang menyangkut dirinya sendiri (ideas of reference). Yang bersangkutan yakin bahwa pembicaraan orang atau apapun berita serta peristiwa yang terjadi ditujukan terhadap dirinya.
agresivitas dan sikap bermusuhan.
kecemasan dan kegelisahan.
agitasi psikomotor (tidak dapat diam,tidak dapat tenang dan mudah terprovokasi)
Bagi mereka yang sudah ketergantungan bila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan gejala sindrom putus amphetamine atau gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut: 1. Perubahan alam perasaan (afektif/mood) yaitu murung, sedih, tidak dapat merasakan senang dan keinginan bunuh diri. 2. Rasa lelah,lesu,tidak berdaya dan kehilangan semangat. 3. Gangguan tidur (tidak dapat tidur/insomnia). 4. Mimpi-mimpi bertambah sehingga mengganggu kenyamanan tidur.
Sindrome putus amphetamine merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisi, untuk mengatasinya yang bersangkutan mengkonsumsi amphetamine dengan takaran semakin bertambah ModuL 1 BloK 17
Thanty
78
dan semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan amphetamine meningkat baik dari segi kualitas dan kuantitas). Kematian seringkali terjadi karena overdosis yang disebabkan karena rangsangan susunan saraf otak berlebihan dengan akibat: kegelisahan, pusing, refleks meninggi, gemetar (tremor), tidak dapat tidur, mudah tersinggung/pemarah, bingung, halusinasu, panik, tubuh menggigil, kulit pucat atau kemerah-merahan, keringat berlebihan, berdebar-debar, tekanan darah meninggi atau sebaliknya merendah, denyut jantung tidak teratur, nyeri dada, sistem peredaran darah kolaps, mual muntah, diare, kejang otot perut, kejang-kejang dan kehilangan kesadaran (koma) dan akhirnya meninggal.
SEDATIVA/HIPNOTIKA
Di dunia kedoteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai ''obat tidur'' (sedativa/hipnotika) yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang khasiatnya serupa. Golongan ini tidak termasuk kelompok narkotika melainkan masuk dalam kelompok psikotropika golongan IV. Golongan sedativa/hipnotika ini sangat bermanfaat bagi pengobatan mereka (pasien) yang menderita stres dengan gejala-gejala kecemasan dan gangguan tidur (insomnia). Penggunaan obat jenis ini harus di bawah pengawasan dokter dan hanya boleh dibeli dengan resep dokter di apotik (golongan daftar G). Penggunaan sedativa/hipnotika ini harusnya sebagai pengobatan (medicine) bila disalahgunakan dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan), apalagi bila dosisnya melampaui batas (overdosis). Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini dapat menimbulkan gangguan mental dan perilaku bagi pemakainya dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Gejala psikologik:
emosi labil
hilangnya hambatan dorongan/impulse seksual dan agresif.
mudah tersinggung dan marah.
banyak bicara (melantur).
2. Gejala neurologik (saraf)
pembicaraan cadel (slurred speech).
gangguan koordinasi
cara jalan yang tidak mantap
3. Efek perilaku maladaftif. Misalnya gangguan daya nilai realitas, perkelahian, halangan/hendaya (impairment) dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan gagal bertanggung jawab.
ModuL 1 BloK 17
Thanty
79
Bagi mereka yang sudah ketagihan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini, bila pemakaiannya akn timbul gejala-gejala putus sedativa/hipnotika yaitu berupa gejala-gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut: a) Mual dan muntah b) Kelelahan umum atau keletihan. c) Hiperaktivitas saraf otonom, misalnya berdebar-debar, tekanan darah naik dan berkeringat. d) Kecemasan (rasa takut dan gelisah). e) Gangguan alam perasaan (afektif/mood) atau iritabilitas, misalnya murung, sedih atau mudah tersinggung dan marah. f)
Hipotensi ortostatik (tekanan darah rendah bila yang bersngkutan berdiri).
g) Tremor kasar pada tangan,lidah dan kelopak mata.
Sindrom putus sedativa/hipnotika merupakan gejala yang tidak mengenakan baik psikis maupun fisik. Untuk mengatasinya yang bersangkutan akan menelan tablet sedativa/hipnotika dengaran takaran/dosis semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan sedativa/hipnotika semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas). Dari penelitian menunjukan bahwa penyalahgunaan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini merupakan pemula bagi seseorang (remaja) untuk melanjutkan terlibat dalam penyalahgunaan NAZA yang lebih berat misalnya jenis narkoba (ganja,heroin,kokain), alkohol (minuman keras) dan zat adiktif lainnya (amphetamine).
TEMBAKAU (ROKOK)
Tembakau atau rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Oleh karena itu tembakau (rokok) termasuk dalam golongan NAZA. Mereka yang sudah ketagihan dan ketergantungan tembakau (rokok) bila pemakaiannya dihentikan akan timbul sindrome putus tembakau atau ketagihan dan ketergantungan dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Ketagihan tembakau (craving) 2. Mudah tersinggung dan marah 3. cemas dan gelisah 4. gangguan konsentrasi 5. tidak dapat diam, tidak tenang. 6. Nyeri kepala 7. Mengantuk 8. Gangguan pencernaan.
ModuL 1 BloK 17
Thanty