REFERAT OTITIS MEDIA AKUT
Pembimbing : Dr. Donald Marpaung, spTHT
Disusun oleh : Audra firthi dea noorafiatty
030.08.046
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RSAL DR MINTOHARDJO
DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… 2 BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 3 BAB 2 OTITIS MEDIA AKUT ..................................................................................
4
2.1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI ............................................................... 4 2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI .............................................
4
2.3. PATOFISIOLOGI .................................................................................... 5 2.4. GEJALA KLINIS ....................................................................................
5
2.5. DIAGNOSIS............................................................................................
8
2.6. DIAGNOSIS BANDING…………………………………………………..
8
2.7. TERAPI ................................................................................................... 9 2.8. PENCEGAHAN……………………………………………………………. 10 2.9.PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI .......................................................... 11 BAB 3 PENUTUP ..................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1 PENDAHULUAN OMA merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek kedokteran seharihari. OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu1. Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa anakanak9. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya5. Insidens tertinggi kasus OMA yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah pada umur 6 sampai dengan 20 bulan4. 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA6. Menurut Casselbrant menunjukkan bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di Indonesia 30,2%. dijumpai pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun. Anak-anak yang berumur 2 sampai dengan 5 tahun adalah sebanyak 23,3%. Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun adalah paling tinggi yaitu 32,6%. Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18 tahun adalah 4,7% dan bagi yang berumur 18 tahun ke atas adalah 9,2% 3. Di Finlandia Utara, ditemukan faktor resiko menderita OMA meliputi anak-anak usia kurang dari 6 tahun, jenis kelamin laki-laki, kurangnya asupan air susu ibu (ASI), lingkungan merokok7. Otitis media pada anak-anak sering kali diakibatkan oleh ISPA8. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya sistem imun, karena anatomi tuba Eustachius yang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal1.
3
BAB 2 OTITIS MEDIA AKUT 2.1
DEFINISI DAN KLASIFIKASI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva1.
2.2
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan dari tuba eustachius1. Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur (pada anak-anak lebih sering), jenis kelamin (lebih sering pada laki-laki), ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis congenital yang menyebabkan gangguan fungsi tuba, status imunologi dimana system imunnya menurun, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, immatur tuba Eustachius dan lainlain4. Pada anak lebih sering teradi karena pada anak tuba eustachius nya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal1. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang – kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun1.
4
2.3
PATOFISIOLOGI Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi saluran nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan pada tuba eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan terjadinya tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membran timpani lalu terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di membrane timpani, protein plasma keluar dan terkumpulnya cairan yang menyebabkan efusi serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu dan adanya infiltrasi kuman pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan yang terus menerus menyebabkan membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane timpani bisa perforasi1.
2.4
MANIFESTASI KLINIK Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri dari1 : 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang, edema yang terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi1.
5
2. Stadium Hiperemis (presupurasi) Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture1.
6
4. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar terlihat seperti berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak-anak dapat tidur nyenyak1.
5. Stadium Resolusi Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi perforasi, kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila secret 7
menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan
sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul1.
2.5
DIAGNOSIS Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu: 1
Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2
Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3
Terdapat tanda atau
gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal4. Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat11.
2.6
DIAGNOSIS BANDING 1. Otitis eksterna 2. Otitis media efusi 3. Eksaserbasi akut otitis media kronik 4. Infeksi saluran napas atas 8
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi.
Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran
dengan 0-50 decibels hearing loss.
2.7
TERAPI Terapi tergantung pada stadium penyakitnya : 1.
Stadium oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang dengan diberikan :
Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12 tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.
9
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya kuman.
2.
Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.
3.
Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretic
Stadium supurasi
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane timpani masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan rupture (perforasi) dapat dihindari.
4.
Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-5 hari
Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 710 hari.
5.
Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membrane timpani, secret dan perforasi1.
Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media akut dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternative lain adalah pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama pada kasus-kasus yang membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazim dipakai2.
2.8
PENCEGAHAN Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama pada anakanak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan anak, 10
pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau minuman ketika anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari memaksa keluarkan terlalu keras mucus, biasakan untuk tidak sering mengorek-ngorek liang telinga, lindungi telinga selama penerbangan atau saat berenang.
2.9
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK1.
11
BAB 3 PENUTUP OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu. Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang – kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. OMA terdiri dari 5 satdium yaitu : stadium oklusi tuba, stadium hiperemis atau pre supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi, stadium resolusi. Terapi yang dilaksanakan pun sesuai dengan stadium penyakitnya. Sebelum adanya antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.
12
DAFTAR PUSTAKA 1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta 2. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997 3. Titisari, hanekung. 2005. Prevalensi dan sensitivitas haemophillus influenza pada otitis media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta. Balai penerbit FKUI 4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed.
Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier. 5. Berman, S., 1995. Otitis Media in Children. N Engl J Med 332 (23): 1560-1565. 6. Bluestone, C.D., Klein, J.O., 1996. Otitis Media, Atelektasis, and Eustachian Tube Dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric Otolaryngology. 3rd ed. London: WB Saunders, Philadelphia, 388-582. 7. Alho, O., Laara, E., Oja, H., 1996. Public Health Impact of Various Risk Factors for Acute Otitis Media in Northern Finland. Am. J. Epidemiol 143 (11). 8. Revai, K., Dobbs, L.A., Nair, S., Patel, J.A., Grady, J.J., Chonmaitree, T., 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. Pediatrics 119 (6). 9. Vernacchio, L., Lesko, S.M., Vezina, R.M., Corwin, M.J., Hunt, C.E., Hoffman, H.J., Mitchell, A.A., 2004. Racial/Ethnic Disparities in the Diagnosis of Otitis Media in Infancy. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 68: 795-804. 10. Dhingra PL. 2007. Disease of Ear Nose and Throat. 4th Ed.New Delhi, India : Elsevier 11. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other Upper Respiratory Tract Infections.
In: Fauci, A.S., ed. Harrysons’s Principles of
th
Internal Medicine. 17 ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 205-214.
13