1. PatofisIologi pada gangguan nutrisi dan askep anak
- Produksi saliva menurun → mempengaruhi proses perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakorida - Fungsi ludah menurun → sukar menelan -Fungsi kelenjar pencenaan menurun → perut terasa tidak enak / kembung - Banyak gigi yang lepas (ompong) → nafsu makan berkurang -
Dengan
proses
menua
terjadi
gangguan
motilitas
otot
polos
oesofagus.
Dari proses perubahan-perubahan pada proses menua pada lansia menyebabkan intake makanan pada lansia berkurang yang nantinya akan mempengaruhi status gizi pada lansia. A. KKP
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus Kwasiorkor “ a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang. c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor. B. ETIOLOGI 1. Marasmus a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian b) makanan. c) Penyakit metabolik d) Kelaian kongenital e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya. 2. Kwashiorkor a) Diare yang kronik b) Malabsorbsi protien c) Sindrom nefrotik d) Infeksi menahun e) Luka bakar f) Penyakit hati.
C. PATOFISIOLOGI 1. Marasmus Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino. 2. Kwashiorkor. Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati. D. GEJALA KLINIS 1. Marasmus a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum. b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti. c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput. d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung. e) Hipotoni akibat atrofi otot f) Perut buncit g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis. 2. Kwashiorkor a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma. b) Pertumbuhan terlambat c) Udema d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek. f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut. g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati. h) Anak mudah terjangkit infeksi i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM. 1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa. 2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin serum dapat terbalik 3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial. 4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat. 5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah. F. PENGOBATAN Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap. Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut: 1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor. 2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus. 3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB 4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari 5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar 6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari. 7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.
II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien: Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst. 2. Keluhan utama Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi
lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll. Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.
3. Riwayat kesehatan; a. Riwayat penyakit sekarang a) Kapan keluhan mulai dirasakan b) Kejadian sudah berapa lama. c) Apakah ada penurunan BB d) Bagaimanan nafsu makan psien e) Bagaimana pola makannya f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya. b. Pola penyakit dahulu a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang c. Riwayat penyakit keluarga a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein. d. Riwayat penyakit sosial a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu. b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi. c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga. e. Riwayat spiritual a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu. B. PENGKAJIAN FISIK. 1. Inspeksi: Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan den gan status gizi pasien meliputi : b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan. d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit. 2. Palpasi Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek. Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati. C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium; - feses, urine, darah lengkap - pemeriksaan albumin. - Hitung leukosit, trombosit - Hitung glukosa darah.
III DIAGNOSA KEPERAWATAN. A. Pada Kwashiorkor 1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah. Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg per 3 hari. Intervensi : a. Mengukur dan mencatat BB pasein b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan d. Memberikan makanan tinggi TKTP e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan. f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% ) Rasional: a. BB menggambarkan status gizi pasien b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah. e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan. f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral Evaluasi : Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan : Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain. Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi. d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan. Rasional : a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas. d. Sebagai support mental bagi pasien. Evaluasi : Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.
3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh Tujuan : a. Mencegah komplikasi Intervensi : a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP) b. Menjaga personal hygiene pasien c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan. d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral. Rasional : a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh. b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien. c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien. d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
Evaluasi : Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.
B. Pada marasmus. 1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik tampak lemah. Tujuan : Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari , rambut tidak kusam, penderita mau makan. Intervensi : a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien. b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan. d. Memberi makanan TKTP e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan. f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% ) Rasional : a. BB menggambarkan status gizi pasien b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien d. Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien. e. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
Evaluasi : Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari. 2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus ,nadi cepat 120 / menit. Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal, bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal. Intervensi : a. mengukur tanda vital pasien. b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c. Mengukur input dan output tiap 6 jam. d. Memberikan cairan lewat parenteral Rasional : a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien. b. Alternative penggantian cairan secara cepat. c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien. d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral. Evaluasi : Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi d itandai dengan turgor kulit normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan : Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain. Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari. b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi. d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan. Rasional : a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien. b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien. d. Sebagai support mental bagi pasien. Evaluasi Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
B . OBESITAS Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya, maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi 10 insulin/hiperinsulinemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi (Sudoyo, 2009). Obesitas timbul sebagai akibat masukan energi yang melebihi pen geluaran energi. Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan akan bertambah dan sebagian besar kelebihan energi tersebut akan di simpan sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan adipositas (obesitas) disebabkan masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Untuk setiap kelebihan energi sebanyak 9,3 kalori yang masuk ke tubuh, kira-kira 1 gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan terutama di aposit pada jaringan subkutan dan rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh lainnya seringkali menimbun cukup lemak pada orang obesitas. Perkembangan obesitas pada orang dewasa juga terjadi akibat penambahan jumlah adiposit dan peningkatan ukurannya. Seseorang dengan obesitas yang ekstrem dapat memiliki adiposit sebanyak empat kali normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua kali lebih ban yak dari orang yang kurus (Guyton, 2007).
2.2
Etiologi Obesitas
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007 ) a. Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, de fisiensi leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi den gan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton, 2007). b. Aktivitas fisik Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007). Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabo lisme basal memiliki tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk b ekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubu h orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).
c. Perilaku makan Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatn ya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007). d. Neurogenik Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM, maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) . e. Hormonal Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan o leh adiposit yang bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005). f. Dampak penyakit lain Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flieretal,2005).
2.3
Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen,2008). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalia n rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen da ri perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Sherwood, 2012). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009).
2.4
Manifestasi Klien Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat(ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas : a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil dengan jari – jari yang berbentuk runcing. b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan dagu yang berbentuk ganda. c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan. d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu. e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya pada biseb dan trisebnya. Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas. Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru - paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehin gga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk n yeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan d engan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan
keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
2.5
Komplikasi
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas apple shaped, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana komponen- komponen sindrom metabolik ini dapat terjadi pada seseorang dengan obesitas apple shaped dan bagaimana komponen -komponen ini dapat menyebabkan terjadi gangguan vaskular, hingga saat ini masih dalam penelitian (Soegondo,2007).
2.6
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis OA biasanya dilakukan berdasarkan riwayat pen yakit dan pemeriksaan fisik, tetapi evaluasi radiografi juga diperlukan. Radiografi adalah sensitif dan mu rah sehingga dapat dijadikan sebagai pemeriksaan rutin untuk OA (Siddiqui & Laborde, 2009). Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai adalah: 1) Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang dengan keperluan khusus. 2) Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktor yang berkaitan. 3) Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk memberikan gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu. Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan mengukur ukuran fisik, seperti tinggi badan, berat badan serta lingkar beberapa bagian tubuh tertentu.
2.7
Penatalaksanaan
a. Merubah gaya hidup Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan jaringan lemak akan dioksidasi (Sugondo,2008). b. Terapi Diet Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis (Sugondo, 2008). c. Aktifitas Fisik Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk penderita obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu (Sugondo, 2008). d. Terapi perilaku Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial (Sugondo,2008). e. Farmakoterapi Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan jangka panjang. Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Orlistat
menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial (Sugondo,2008).
2.8
Konsep Askep Obesitas
1. Pengkajian Identitas Pasien Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. 2.
Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan pasien saat ini Riwayat Kesehatan masa lalu menderita obesitas
: kaji apakah ada keluarga dari pasien yang pernah
Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara keluarga yang mengalami penyakit serupa atau memicu Riwayat psikososial,spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial , ketaatan beribadah , kepercayaan. 3.
Pemerikasaan fisik :
Sistem kardiovaskuler :Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung. Sistem respirasi
:Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesulitan napas
Sistem hematologi :Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan. Sistem urogenital pinggang.
: Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
Sistem musculoskeletal :Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak. Sistem kekebalan tubuh :Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
4.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan tak normal, misal : hipotiroidisme, hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom cushing (peningkatan kadar insulin). Pola fungsi kesehatan a) Aktivitas istirahat :Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan / kurang keinginan untuk beraktifitas. b) Sirkulasi :Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan makan akan dapat menghilangkan perasaan tidak senang. c) Makanan / cairan : Mencerna makanan berlebihan d) Kenyamanan :Pasien obesitas akan merasakan ketidaknyamanan berupa nyeri dalam menopang berat badan atau tulang belakang e) Pernafasan
: Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
f) Seksualitas dan amenouria.
: Pasien dengan obesitas biasanya mengalami gangguan menstruasi
2.9
Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul
1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan denganintake makanan yang lebih. 2. Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika atau psikosial pandangan px tehadap diri. 3. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial. 4. Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri, ansietas, kelemahan dan obstruksi trakeobronkial.
2.10
Perencanaan
Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan diagnosa keoerawatan yang mungkin muncul, maka tahapan selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan rencana tindakkan keperawatan. Diagnosa 1 Perubahan nutrisi : Lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake makanan yang lebih. Tujuan : Kebutuhan nutrisi kembali normal. Kriteria hasil : Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam program latihan Menunjukan penurunan berat badan. Intervensi : 1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan pasien 2. Timbang berat badan secara periodik 3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb kalori dan nutrisi penurunan berat badan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan nafsu makan (ex.dietilpropinion) Rasional : 1. Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi 2. Memberikan informasi tentang keefektifan program
3. Mendorong px untuk menyusun tujuan lebih nyata dan sesuai dengan rencana 4. Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal 5. Penurunan berat badan Diagnosa 2 Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau psikosial pandangan px tehadap diri Tujuan : Menyatakan gambaran diri lebih nyata Kriterian hasil : Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan idealisme Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri Intervensi : 1.
Beri privasi kepada px selama perawatan
2. Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi gemuk dan apa artinya bagi px trsebut 3.
Waspadai mitos px / orang terdekat
4.
Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk menghondari kritik
5.
Waspadai makan berlebih
6.
Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional : 1.
Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
2.
Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
3. Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi dapat menjadi upaya penurunan berat badan 4.
Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin menyelesaikan masalahnya :
a.
Pola makan terjaga
b.
Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
Diagnosa 3 Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau tamp ak tidak nyaman dalam situasi sosial Tujuan : Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang menyebabkan interaksi sosial yang buruk Kriteria hasil : Menunjikan peningkatan perubahan positif dalam perilaku sosial dan interpersonal Intervensi : 1.
Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
2.
Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
3.
Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan indikasi
Rasional : 1.
Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial pasien
2.
Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari perasaan kesepian isolasi
3.
Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang terdekat untuk memberi dukungan
Diagnosa 4 Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri , ansietas , kelemahan dan obstruksi trakeobronkial Tujuan : Mengembalikan pola napas normal Kriteria hasil : Mempertahankan ventilasi yang adekuat Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain Intervensi : 1.
Awasi , auskultasi bunyi napas
2.
Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
3.
Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
4.
Ubah posisi secara periodik
5.
Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain
Rasional : 1. Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan ventilasi, potensial atelektasis, hipoksia. 2. Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi paru optimal, pasien lebih nyaman. 3. Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko atelektasis minimal. 4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan kerja napas.