BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu
melakukan penataan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berjenjang dan berkesinambungan melalui mekanisme alur rujukan yang efektif dan efisien, serta berpedoman kepada sistem rujukan pelayanan kesehatan dan sistem rujukan pelayanan kesehatan perlu diatur di dalam sebuah Peraturan sebagai pedoman bagi petugas kesehatan, penjamin dan masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, kewenangan pelayanan, serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Penataan penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui pengaturan sistem rujukan merupakan upaya peningkatan pelayanan kesehatan yang dilakukan secara berjenjang, berkesinambungan, efektif dan efisien. Dengan penataan sistem rujukan, masyarakat akan memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing individu. Pengaturan sistem rujukan dimaksudkan untuk meminimalisir ketidaktepatan tingkat pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan yang menyebabkan biaya tinggi di dalam pemeliharaan kesehatan. Untuk memberikan tingkat pelayanan kesehatan yang sesuai tersebut maka jenjang rujukan perlu diatur dan dilaksanakan secara baik. Dengan pengaturan tersebut fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberi pelayanan terbaik dan cepat memberi penanganan terhadap pasien atau mengirim pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap. Sistem rujukan di Indonesia dibedakan atas 2 jenis yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis adalah upaya rujukan kesehatan yang dapat bersifat vertikal, horizontal atau timbal balik yang terutama berkaitan dengan upaya penyembuhan dan rehabilitasi serta upaya yang bertujuan mendukungnya. Rujukan kesehatan adalah rujukan upaya kesehatan yang bersifat vertikal dan horisontal yang terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta upaya yang mendukungnya.
BAB II TUJUAN
1.
Umum a.
Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaikbaiknya.
b.
Agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan.
c.
Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya.
d.
Menjalin
perubahan pengetahuan dan
ketrampilan
(transfer
of
knowledge & skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer. Rumah sakit yang merujuk menentukan bahwa rumah sakit penerima dapat menyediakan kebutuhan pasien yang akan dirujuk. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibat dengan rumah sakit penerima terutama apabila pasien sering dirujuk ke rumah sakit penerima.
2.
Khusus a.
Mencegah penularan kepada petugas, pasien lain, pengunjung dan keluarga pasien di RS AL Dr. Mintohardjo.
b.
Mencegah alat transportasi/ambulans dan alat-alat yang dipergunakan menjadi reservoir penyebaran penyakit.
c.
Pasien mendapatkan perawatan yang baik selama menjalani transfer ke rumah sakit rujukan.
BAB III DEFINISI
A.
Definisi 1. Sistem rujukan adalah pelimpahan pelimpahan tanggung tanggung jawab secara timbal balik atas suatu kasus/ masalah medik yang timbul, baik secara vertikal maupun harizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu, terjangkau dan rasional (Depkes RI, 1991). 2. Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional (Hatmoko, 2000). 3. Rujukan kesehatan perorangan adalah rujukan kasus yang berkaitan dengan diagnosis, terapi, tindakan medik berupa pengiriman pasien, rujukan bahan pemeriksaan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dan rujukan ilmu pengetahuan tentang penyakit. 4. Rujukan kesehatan kesehatan masyarakat masyarakat adalah rujukan rujukan sarana dan logistik, rujukan rujukan tenaga dan rujukan operasional dalam upaya kesehatan masyarakat 5. Pasien rujukan adalah pasien yang memerlukan memerlukan pemeriksaan,pengobatan pemeriksaan,pengobatan atau fasilitas khusus yang tidak tersedia di Rumah Sakit. Pasien pindah rawat adalah pasien yang dikirim ke rumah sakit lain karena permintaan pasien atau keluarga, atau karena tempat rawat inap Rumah Sakit penuh. 6. Penyakit Menular merupakan penyakit penyakit yang disebabkan oleh oleh bibit penyakit penyakit tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vektor atau melalui lingkungan. Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan kesehatan yang
besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. (Widoyono, 2011: 3).
Cara-cara penularan penyakit : a)
Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit) Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain :
Penyakit kelamin
Rabies
Trakoma
Skabies
Erisipelas
Antraks
Gas-gangren
Infeksi luka aerobik
Penyakit pada kaki dan mulut pada penyakit kelamin ke lamin seperti GO, sifilis, dan HIV, agen penyakit ditularkan langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui hubungan intim. b)
Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai airborne disease. Jenis penyakit yang ditularkan antara lain :
TBC Paru
Varicella
Difteri
Influenza
Variola
Morbili
Meningitis
Demam skarlet
Mumps
Rubella
Pertussis
c)
Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai water borne disease atau water related disease.
Agen Penyakit :
Virus : hepatitis virus, poliomielitis
Bakteri : kolera, disentri, tifoid, diare
Protozoa : amubiasis, giardiasis
Helmintik : askariasis, askariasis, penyakit penyakit cacing cambuk, penyakit penyakit hidatid
Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik :
Bermultiplikasi di air : skistosomiasis (vektor keong)
Tidak bermultiplikasi :
Guinea’s worm dan
fish tape worm
(vektor cyclop)
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam 4 kelompok menurut cara penularannya, yaitu :
1)
Waterborne Waterborne mechanis mechanis m
Kuman
patogen
yang
berada
dalam
air
dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis.
2)
Water Water was hed mechanis mechanis m
Jenis penyakit water washed mechanism yang mechanism yang berkaitan dengan kebersihan individu dan umum dapat berupa :
Infeksi melalui alat alat pencernaan, pencernaan, seperti seperti diare pada anak-anak.
Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma.
Penyakit melalui gigitan gigitan binatang binatang pengerat, pengerat, seperti seperti Ieptospirosis.
3)
Water based mechanism Jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani
sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu
intermediate
yang
hidup
di
dalam
air.
Contoh
skistosomiasis, skistosomiasis, Dracunculus medinensis.
4)
Water related insect vector mechanism
Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow kuning (yellow fever).
B.
Penyakit Imunosuppresed Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada
sel-sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :
1.
Imunodefisiensi Primer Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya
bersifat genetik dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal menurun. tanpa terapi, bayi dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan hidup sampai usia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen pada sistem imun.
2.
Imunodefisiensi Sekunder Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan
defisiensi primer dan kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang
mendasarnya atau akibat dari terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi sekunder adalah malnutrisi, stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes mellitus, kelainan autoinum tertentu, kontak dengan obat -obatan serta zat kimia yang imunotoksik. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
merupakan
imonodefisiensi
sekunder
yang
paling
sering
ditemukan. Penderita imonosupresi dan sering disebut sebagai hospes yang terganggu kekebalannya (immunocompromised host). Intervensi untuk mengatasi imunodefisiensi sekunder mencakup upaya menghilangkan faktor penyebab, mengatasi keadaan yang mendasari dan menggunakan prinsipprinsip pengendalian infeksi yang nyaman
BAB II RUANG LINGKUP
A.
Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Airborne (Udara)
B.
Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Droplet (Percikan)
C.
Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Kontak
D.
Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular Melalui Udara
BAB III TATA LAKSANA
Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal RS AL Dr. Mintohardjo memastikan tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien berdasarkan hasil pemeriksaan awal secara fisik atau berdasar pemeriksaan penunjang medis; dan/atau setelah memperoleh pelayanan keperawatan dan pengobatan ternyata pasien memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
A.
Sistem Informasi Rujukan 1.
Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh dokter pengirim dan
dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda tangan dokter/bidan yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan yang dipandang perlu. 2.
Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi
surat rujukan spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status
jaminan
kesehatan
yang
jenis/bahan/asal
spesimen,
nomor
dimiliki,
tujuan
spesimen
rujukan
yang
penerima,
dikirim,
tanggal
pengambilan spesimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas pasien, serta diagnosis klinis. Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan / spesimen yang dirujuk dibuat oleh pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak pengirim dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang bersangkutan.
B.
Kegiatan rujukan meliputi pengiriman: 1.
Rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap a)
Prosedur standar merujuk pasien 1)
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja.
2)
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan.
3)
Perlu
disepakati disepakati
pembagian pembagian
wewenang wewenang
dan
tanggungjawab masing-masing pihak.
b)
Prosedur klinis 1)
Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding. 2)
Memberikan instruksi tindakan pra rujukan sesuai kasus.
Instruksi mencakup kapan mendapatkan pelayaann yang mendesak. 3)
Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4)
Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas
medis
/
paramedis
yang
berkompeten
dibidangnya
dan
mengetahui kondisi pasien. 5)
Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas
keliling atau ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di UGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan. 6)
Selama proses rujukan secara langsung semua pasien
selalu dimonitor dan kompetensi staf yang melakukan monitor sesuai dengan kondisi pasien.
c)
Prosedur Administratif 1)
Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2)
Membuat catatan rekam medis pasien.
3)
Memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan).
4)
Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 lembar pertama dikirim
ke
tempat
rujukan
bersama
pasien
yang
bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
Mencatat identitas pasien pada buku registrasi rujukan pasien. 5)
Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat rujukan.
6)
Pengiriman
pasien
sebaiknya
dilaksanakan
setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.
C.
Pembagian wewenang & tanggungjawab 1.
Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tersebut tidak ikut menanganinya.
2.
Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3.
Cross
referral,
penanganan
menyerahkan
penderita
wewenang
sepenuhnya
kepada
dan
tanggungjawab
dokter
lain
untuk
selamanya. 4.
Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
D.
Persiapan Rujukan 1.
Rujukan Pasien Persiapan yang harus dilakukan sebelum merujuk adalah : 1.
Melakukan pertolongan pertama dan atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan
untuk
tujuan
keselamatan
pasien
selama
pelaksanaan rujukan 2.
Persiapan tenaga kesehatan, pastikan pasien dan keluarga didampingi oleh minimal dua tenaga kesehatan (dokter dan/atau perawat) yang kompeten.
3.
Persiapan keluarga, beritahu keluarga pasien tentang kondisi terakhir pasien, serta alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota
keluarga yang lain harus ikut mengantar pasien ke tempat rujukan. 4.
Persiapan surat, beri surat pengantar ke tempat rujukan, berisi identitas pasien, alasan rujukan, tindakan dan obat-obatan yang telah diberikanpada pasien.
5.
Persiapan Alat, bawa perlengkapan alat dan bahan yang
diperlukan. 6.
Persiapan Obat, membawa obat-obatan esensial yang diperlukan selama perjalananmerujuk.
7.
Persiapan Kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup baik, yang memungkinkan pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang diperlukan.
8.
Persiapan biaya, ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah cukup untuk membeli obat-obatan dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.
9.
Persiapan donor danar, siapkan kantung darah sesuai golongan darah pasien atau calon pendonor darah dari keluarga yang berjaga - jaga dari kemungkinan kasus yang memerlukan donor darah.
2.
Rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya
dan Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium a. Pemberi
Pelayanan
Kesehatan/Petugas
Kesehatan
wajib
mengirimkan rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya jika memerlukan pemeriksaan laboratorium, peralatan medik/tehnik, dan/atau penunjang diagnostik yang lebih tepat, mampu, dan lengkap. b. Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya dapat dikirim dan diperiksa dengan atau tanpa disertai pasien yang bersangkutan. c. Jika sebagian spesimen spesimen telah diperiksa diperiksa di laboratorium pelayanan kesehatan asal laboratorum rujukan dapat memeriksa ulang dan memberi validasi hasil pemeriksaan pertama.
d. Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan spesimen spesimen atau penunjang diagnostik lainnya wajib mengirimkan laporan hasil pemeriksaan atas spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang telah diperiksa ke fasilitas pelayanan kesehatan asal. e. Pendampingan Pasien Selama Transfer/rujukan
E.
Pendampingan Pasien Selama Transfer/rujukan Selama
proses
rujukan
secara
langsung
semua
pasien
selalu
dimonitor,adapun proses tersebut adalah : 1) Pasien dengan sakit sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga medis. 2) Kebutuhan akan akan jumlah tenaga tenaga medis / petugas petugas yang yang mendampingi pasien bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya penyakit / kondisi pasien). 3) Dokter ruangan (dr DPJP), bertugas untuk membuat keputusan dalam menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung. 4) Sebelum melakukan transfer, transfer, petugas yang mendampingi mendampingi harus paham dan mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer. 5) Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dr Ruangan/DPJP
selama
proses
transfer/rujukan
antar-rumah
sakit
berlangsung. Pendampingan pasien selama proses rujukan : a) Pasien yang dapat mempertahankan mempertahankan patensi jalan napasnya napasnya dengan baik dan tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi b) Pasien dengan perintah ‘Do Not
(DNR) Resuscitate’ (DNR)
c) Pasien yang yang ditransfer ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut akut di mana intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil. 6) Perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter Ruangan/DPJP)
a.
Derajat 0: Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/ rumah r umah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat, atau paramedis (selama transfer).
b.
Derajat 1: Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani perawatan di Intensif Care Unit (ICU); di mana membutuhkan perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama transfer).
c.
Derajat 2: Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk penanganan kegagalan satu sistem organ atau
perawatan
pasca-operasi,
dan
pasien
yang
sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan perawat / paramedis lainnya). d.
Derajat 3: Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasienpasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multiorgan; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan perawat ruang intensif / UGD atau paramedis lainnya).
7)
Saat dokter ruangan/ DPJP di RS AL Dr. Muntohardjo tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan / dukungan anestesiologi yang aman selama
proses
transfer;
pengambilan
keputusan
mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer.
haruslah
8)
Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan
sakit
berat
/
kritis
harus
kompeten,
terlatih,
dan
berpengalaman. 9)
Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama transfer berlangsung yang berisi nomor telephon RS AL Dr. Muntohardjo dan rumah sakit tujuan.
10)
Kriteria petugas pendamping pasien transfer Dokter :
Minimal 6 bulan pengalaman pengalaman mengenai perawatan pasien intensif dan bekerja di ICU
Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut
Keterampilan menangani menangani permasalahan permasalahan jalan napas dan pernapasan, minimal level ST 3 atau sederajat.
Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit
berat / kritis
Perawat :
Minimal 2 tahun bekerja di ICU
Mempunyai keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut
Pernah mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis
11)
Peralatan yang Harus Tersedia Ambulans
APD petugas
Monitor EKG dan tekanan darah
Defibrillator
Monitor ICU portable yang lengkap
Ventilator dan peralatan transfer transfer yang memenuhi standar minimal
10)
Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.
E.
Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Airborne Airborne
(Udara) A. Tempatkan pasien di ruang ruang isolasi bertekanan negatif B. Batasi gerakan. Transport pasien pasien hanya kalau diperlukan diperlukan saja dan berikan berikan masker bedah C. Pakai APD masker bedah bedah saat melakukan pemeriksaan pemeriksaan atau tindakan tindakan D. Batasi jumlah jumlah pengunjung E. Berikan edukasi kepada keluarga keluarga pasien bahwa orang yang rentan tidak diperbolehkan masuk ruangan pasien F. Berikan edukasi kepada keluarga pasien tentang cara pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) masker bedah G. Berikan edukasi tentang tentang Etika Batuk dan Bersin H. Google (kaca mata) dipakai dipakai saat melakukan tindakan tindakan dengan kemungkinan kemungkinan timbul aerosol I.
Lakukan dekontaminasi dan pembersihan ruangan dengan cara :
J. Ganti korden pasien dengan korden yang bersih K. Bersihkan dengan clorine 0.5% semua dinding, mebelair ruangan yang kontak dengan petugas dan pasien L. Bersihkan exhaust fan M. Masukkan linen kotor pada wadah linen non infeksius apabila tidak terkontamionasi dengan cairan tubuh pasien N. Dokumentasikan dalam Checklist Pembersihan Ruangan Bertekanan Negatif setelah pelaksanaan selesai.
F.
Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Droplet
(Percikan) Tempatkan pasien di ruang terpisah sejauh mungkin atau paling pinggir/pojok, bila tidak mungkin kohorting Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi Batasi gerak dan transportasi pasien Batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien Anjurkan pasien untuk menerapkan Hygiene Hygiene Respirasi/Etika Batuk dengan dengan benar Pakailah masker bedah bila bekerja dalam radius 1 m eter terhadap pasien
Peralatan untuk perawatan pasien tidak perlu penanganan khusus, karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.
G.
Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Kontak
1.
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, atau letakkan pasien di tempat paling pinggir atau pojok atau diberi jarak > 1 meter antar TT
2.
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain
3.
Batasi gerak dan transport pasien hanya kalau perlu saja
4.
Pakailah sarung tangan bersih non steril jika melakukan tindakan ke pasien
5.
Ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius, misalnya feses, cairan drain, dan segera lepas sarung tangan tersebut
6.
Lepas sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan dengan antiseptik
7.
Pakailah gaun/skort bersih saat masuk ruang pasien untuk melindungi baju dari kontak pasien, permukaan lingkungan, barang di ruang pasien, cairan tubuh pasien. Lepaskan gaun sebelum ke luar dari ruang pasien
8.
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain
9.
Bila memungkinkan peralatan non kritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan mikroba yang sama
10.
Bersihkan dan disinfeksi peralatan sebelum dipakai untuk pasien lain.
H.
Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular Melalui Udara
1.
Jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan-tindakan pencegahan ini.
2.
Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri.
3.
Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah dari kasus yang belum di konfirmasi atau sedang didiagnosis. Bila ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 (dua) meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
4.
Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisien tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit.
5.
Jaga pintu tertutup setiap saat.
6.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai yaitu masker. Bila perlu memakai gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
7.
Bila perlu pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
8.
Bila perlu pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barangbarang di dalam ruangan.
9.
Pada saat akan memasuki dan meninggalkan kamar harus cuci tangan.
10.
Semua alat yang terkontaminasi oleh sekresi pasien harus didesinfeksi.
BAB IV DOKUMENTASI
Dokumentasi rujukan pasien meliputi: 1.
Pengkajian secara keseluruhan terhadap pasien, menegakkan diagnosa, menyusun intervensi, melakukan implementasi dan membuat evaluasi akhir dari pelayanan yang telah kita berikan kepadan pasien tersebut.
2.
Mencantumkan pada surat rujukan tentang anamnesa pasien, terapi yang telah diberikan, pemeriksaan apa yang telah diberkan serta mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk.
3.
Blanko rujukan pasien didokumentasikan dalam Rekam Medis pasien.