I.
Hari/tangal praktikum : Kamis,
II.
Judul praktikum
: Penetapan kadar Hemoglobin metode sahli
III.
Tujuan praktikum
:
IV.
2010
Untuk mengetahui cara penetapan hemoglobin
Untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam darah yang diperiksa.
Prinsip dasar Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan
dengan
aquadest.
Pengukuran
secara
visual
dengan
mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosit. Penetapan
kadar
Hb
metode
oksihemoglobin
didasarkan
atas
pembentukan oksihemoglobin setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau Ammonium hidroksida. Kadar Hb ditentukan dengan
mengukur
intensitas
warna
yang
terbentuk
secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini tidak dipengaruhi oleh kadar bilirubin tetapi standar oksihemoglobin tidak stabil. Metode
sianmethemoglin
didasarkan
pada
pembentukan
sianmethemoglobin yang intensitas warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin yang mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida (KCN). Ferisianida mengubah besi pada hemoglobin dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada panjang gelombang 540 nm. Selain K3Fe[CN]6 dan KCN, larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi menstabilkan pH dimana rekasi dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.
V.
Alat dan bahan Alat yang digunakan :
Spoit
Terniquit
Kapas basah
Kapas kering
Hemoglobinometer
Objek gelas
Bahan yang digunakan :
VI.
Alkohol 70 % HcL 0,1 N Aquadest EDTA
Cara kerja 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Pengambilan sampel darah seperti pada cara pengambilan darah kapiler atau vena 3. Isaplah darah (kapiler, EDTA atau Oxalat) dengan pipet hemoglobin sampai tanda 20 uL. 4. Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet 5. Catatlah waktunya dan segeralah alirkan darah dari pipet kedalam dasar tabung pengencer yang berisi HcL itu. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara. 6. Angkatlah pipet itu sedikit, lalu isap asam HcL yang jernih itu kedalam pipet 2 atau 3 kali untuk membersihkan darah yang masih tinggal dalam pipet. 7. Campurkan isi tabung itu supaya darah dan asam bersenyawa, warna campuran itu berwarna coklat tua. 8. Tambahkan air tetes demi tetes, tiap kali diaduk dengan batang pengaduk yang tersedia. Samakan warnanya.
9. Bacalah kadar hemoglobin dengan gram/100 mL darah.
VII.
Pembahasan Terdapat bermacam-macam cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam
hemoglobin
diubah
menjadi
hematin
asam
misalnya
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin . Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.
Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar
hemoglobin
di
laboratorium
karena
larutan
standar
sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 - 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 - 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 - 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 - 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12 - 14 d/dl.
Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
Pada keadaan fisiologik kadar hemoglobin dapat bervariasi. Kadar hemoglobin meningkat bila orang tinggal di tempat yang
tinggi dari permukaan laut. Pada ketinggian 2 km dari permukaan laut,
kadar hemoglobin kira-kira 1 g/dl lebih tinggi dari pada kalau tinggal pada tempat setinggi permukaan laut. Tetapi peningkatan kadar hemoglobin ini tergantung dari lamanya anoksia, juga tergantung dari respons individu yang berbeda-beda. Kerja fisik yang berat juga dapat menaikkan kadar hemoglobin, mungkin hal ini disebabkan masuknya sejumlah eritrosit yang tersimpan didalam kapiler-kapiler ke peredaran darah atau karena hilangnya plasma. Perubahan sikap tubuh dapat menimbulkan perubahan kadar hemoglobin yang bersifat sementara. Pada sikap berdiri kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada berbaring. Variasi diurnal juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, kadar hemoglobin tertinggi pada pagi hari dan terendah pada sore hari. Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan merupakan salah satu tanda dari anemia. Menurut morfologi eritrosit didalam sediaan apus, anemia dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu anemia mikrositik hipokrom, anemia makrositik dan anemia normositik normokrom 5. Setelah
diketahui
ada
anemia
kemudian
ditentukan
golongannya
berdasarkan morfologi eritrosit rata-rata. Untuk mencari penyebab suatu anemia diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut. Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai rujukan, maka keadaan ini disebut polisitemia. Polisitemia ada 3 macam yaitu polisitemia vera, suatu penyakit yang tidak diketahui penyebabnya; polisitemia sekunder, suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat berkurangnya saturasi oksigen misalnya pada kelainan jantung bawaan, penyakit paru dan lain-lain, atau karena peningkatan kadar eritropoietin misal pada tumor hati dan ginjal yang menghasilkan eritropoietin berlebihan; dan polisitemia relatif, suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasmanya misal pada luka bakar.
VIII. Kesimpulan Cara sahli ini bukanlah cara yang teliti. Kelemahan metode ini berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hemati asam itu bukanlah merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandarkan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua macam hb diubah menjadi hematin asam, umpamanya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfahemoglobin.