LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENCELUPAN PROSES PENCELUPAN SUTERA DENGAN ZAT WARNA BASA
DISUSUN OLEH: RINI INDRIYANI
11020064
SANTI INDRIYANI
11020067
SARAH ROSYIDAH
11020068
WIWIN SRI W
11020073
TRIONO
11020072 2K4
DOSEN
: M. ICHWAN, AT.
ASISTEN
: PRIATNA
TANGGAL PRAKTIKUM
: 07 MEI 2013
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG 2013
I.
Maksud dan Tujuan
1.1
Maksud 1.1.1
Mempelajari perencanaan dan melakukan proses pencelupan sutera dengan zat warna basa
1.2
Tujuan 1.2.1
Mengetahui dengan baik pronsip dasar proses pencelupan wol dengan zat warna basa
1.2.2
Memahami karakter serat sutera, zat warna basa, zat pembantu dan alat celup yang akan dipakai
1.2.3
Dapat membuat perencanaan proses pencelupan
1.2.4
Dapat menghitung kebutuhan bahan, zat warna dan zat pembantu sesuai dengan resep pencelupan
1.2.5
Mampu melakukan proses pencelupan dengan hasil pencelupan yang rata dan tahan luntur yang memadai sesuai target
II.
1.2.6
Mampu mengevaluasi dan menganalisa hasil proses pencelupan
1.2.7
Melaksanakan prinsip – prinsip kesehatan dan keselamatan kerja.
Teori Dasar
2.1
Teori Pendekatan Dalam pencelupan sutera dengan zat warna basa, bahan diwarnai dengan zat warna basa sehingga diperoleh hasil celup dengan warna tertentu yang rata dan mempunyai tahan luntur tertentu. Dalam proses ini perlu pemahaman terlebih dahulu tentang sifat fisika
–
kimia bahan dan zat warna basa guna
melakukan pemilihan zat warna dan zat pembantu tekstil yang sesuai dengan bahan yang akan dicelup, penentuan skema proses dan resep yang tepat, perhitungan zat yang tepat, pelaksanaan proses pencelupan yang baik sesuai skema proses sehingga proses dan hasil celupnya sesuai dengan target. 2.2
Serat Protein Serat sutera merupakan serat protein yang strukturnya berupa polipeptida, bersifat hidrofil dan daya serap airnya tinggi, dengan Moisture Regain (MR) sutera 16%. Gugus amina (NH 2) dan karboksilat (-COOH) pada serat protein merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna basa berupa ikatan ionic (elektrokovalen). Serat protein umumnya lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana alkali, sehingga proses pengerjaan pencelupannya dilakukan dalam suasana asam.
2.3
Zat Warna Basa Dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi dalam larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut. Zw-NH2 + HCl Zw-NH3+ + ClTidak larut
larut
Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunakan untuk pencelupan serat akrilat, wol, sutera dan nylon, dimana zat warna basa akan berikatan secara ionik dengan gugus
–
gugus sulfonat atau karboksilat
yang ada dalam serat sehingga tahan lunturnya cukup baik. 2.4
Struktur Molekul Zat Warna Basa Struktur kromagen zat warna basa dapat berupa trifenil metan, antrakuinon, oksazin, tiazin, azin dan azo. Contoh struktur zat warna basa: N+(CH3)2 Cl
(CH3)2N
C
Struktur molekul zat warna basa CI Basic Green 4 2.5
Sifat Kelarutan Zat Warna Basa 2.5.1
Kelarutan Zat Warna Dari struktur zat wrana diatas terlihat bahwa zat warna basa terdapat dalam bentuk basa dan garam. Dalam bentuk basa, zat warna sukar larut, tetapi dalam suasana asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut. Oleh karena itu kelarutan zat warna basa sangat tergantung pada pH larutan celup (pH makin rendah, kelarutan semakin tinggi).
2.5.2
Kecerahan Warna Dibanding dengan struktur molekul zat warna organik lainnya, ukuran molekul zat warna basa relative kecil, sehingga disbanding dengan zat
warna organic lainnya zat warna basa merupakan zat warna yang paling cerah (nomor 2 setelah zat warna pigmen jenis metalik). 2.5.3
Daya Celup zat Warna Basa Daya celup zat warna basa sangat bergantung pada banyaknya gugus amin yang bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul zat warna. Mengingat terbatasnya tempat yang bermuatan negative (gugus karboksil atau karboksil atau sulfonat) dalam serat wol, maka untuk zat warna basa yang tiap molekulnya mengandung gugus amin (muatan positif) lebih banyak, akan lebih sedikit jumlah maksimum zat warna basa yang dapat diikat serat wol dan sebaliknya.
2.5.4
Laju Penyerapan Zat Warna Basa Meskipun secara umum ukuran molekul zat warna basa relative kecil, namun ukuran molekul zat warna basa yang satu dengan yang lainnya juga bervariasi. Zat warna yang mempunyai ukuran molekul lebih besar akan mempunyai substantifitas yang lebih besar, sehingga sukar rata. Sedangkan yang lebih kecil ukuran molekulnya, substantifitasnya lebih kecil, sehingga relative lebih mudah rata.
2.5.5
Mekanisme Pencelupan Sutera dengan Zat Warna Basa Adanya gugus – gugus karboksil pada serat wol, memungkinkan wol dicelup dengan zat warna basa, karena dapat membentuk ikatan ionic antara serat wold an zat warna adalah ikatan ionic. Sebagaimana sifat zat warna yang berikatan ionic dengan serat, maka migrasi zat warna dalam serat agak sukar, terutama ketika melakukan pencelupan warna muda. Oleh karena itu pencelupan warna muda relative lebih sukar rata dibandingkan pencelupan warna tua, dimana pada warna tua masalah sukarnya migrasi zat warna akan agak tertutup oleh adanya penurunan laju penyerapan zat warna.
2.5.6
Efek pH Larutan Celup Untuk menjamin terbentuknya kation zat warna basa (seluruh zat warna basa larut sempurna) maka pencelupan perlu dilakukan dalam suasana asam.
Dalam hal ini pH larutan celup yang optimal adalah 4,5 dan perlu dikontrol dengan ketat, sebab untuk kebanyakan zat warna konvensional yang muatan positifnya ada berpindah-pindah melalui kromagen, bila pH lebih besar dari 4,5 maka kelarutan zat warna akan agak berkurang dan panjang gelombang optimum zat warna akan berubah kearah yang lebih pendek (corak berubah, contoh dari merah kea rah orange), hasil celup akan lebih muda dan sukar rata. Dilain pihak bila pH larutan kurang dari 4,5 maka terbentuknya muatan negative pada gugus karboksilat pada serat akan lebih sulit, sehingga laju pencelupan akan lebih lambat, dalam hal ini hasil celup akan lebih rata namun ketuaan warna akan lebih muda dan ada kemungkinan terjadi penurunan kekuatan bahan yang dicelup. 2.5.7
Laju Efek Suhu Pencelupan Berkaitan dengan penetapan suhu pencelupan, dalam membuat skema proses pencelupan sutera dengan zat warna basa ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu ketika pencelupan dinaikkan dan mulai memasuki suhu titik gelas kedua serat, maka serat mulai mengembang dan laju penyerapan zat warna akan lebih cepat, sehingga bila kenaikan suhu terlalu cepat, maka akan menimbulkan hasil celup yang belang. Untuk pencelupan zat warna basa yang sukar rata, pada suhu tersebut sebaiknya dilakukan penahanan suhu selama 10 sampai 30menit (arrest themperature system) sebelum selanjutnya suhu dinaikkan dengan laju kenaikan suhu 1 – 1,5 oC. Pada pencelupan sutera dengan zat warna basa suhu pencelupan sebaiknya tidak melebihi suhu 80 0C agar tidak terjadi kerusakan bahan.
III.
Percobaan 3.1
Alat dan bahan 3.1.1 Alat 3.1.1.1 3.1.1.2 3.1.1.3 3.1.1.4 3.1.1.5
Piala porselen Gelas piala Gelas ukur Pipet Pengaduk
3.1.1.6 3.1.1.7 3.1.1.8 3.1.2
3.2
Bahan 3.1.2.1 3.1.2.2 3.1.2.3 3.1.2.4 3.1.2.5 3.1.2.6
Timbangan Gunting Bunsen
Kain sutera Zat warna basa Pembasah CH3COOH Sabun lunak/netral Perata zat warna basa
Diagram alir Pelarutan zat warna
Pencelupan
Pencucian
3.3
Resep 3.3.1
Resep Pencelupan Berat bahan (g) Zat warna basa (% owf) Pembasah (ml/L) CH3COOH 30% (ml/L) Refonder kationik (ml/L) Suhu ( C) Vlot Skema Buffer (CH3COONa) g/L
Resep pencelupan
Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 4
Resep 5
4,9
5,1
4,83
4,6
4,98
0,5
3 0,5 3 (pH 4)
-
I
-
1
1
1
II
80 1:20 III
III
II
1
3.3.2 Resep pencucian Sabun netral (g/l)
Resep pencucian
Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 5
1
Suhu (OC)
80
Vlot
1 : 20
Waktu (menit)
15
3.4
Resep 4
Fungsi Zat 3.4.1
Asam asetat, berfungsi untuk melarutkan zat warna basa.
3.4.2
Pembasah, berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain.
3.4.3
Perata dan pendispersi nonionik, untuk meratakan hasil celup.
3.4.4
Sabun lunak atau sabun netral, untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna menghilangkan warna basa yang menempel dipermukaan serat hasil celupan.
3.5
Skema Proses 3.5.1
Skema I (Proses Pencelupan Standar)
60 – 700C zat warna basa asam pendispersi
T( 400C
5’
30’
T (menit)
30 – 45’
20’
3.5.2
Skema II (Proses Pencelupan dengan Penahanan Kenaikan Suhu) 70 – 800C
zat warna basa asam pendispersi
T( 400C
5’
15’
500C
10’
10’
30 – 45’
T (menit) 3.5.3
Skema III 60 – 700C
zat warna basa asam pendispersi
T( 400C 10’
20’
30’
20’
T (menit)
3.6
Langkah Kerja 3.6.1
Pilihlah salah satu zat warna basa untuk pencelupan serat sutera yang warna dan tahan lunturnya sesuai target.
3.6.2
Buatlah rencana proses pencelupannya meliputi, penyusunan diagram alir proses, pembuatan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan.
3.6.3
Hitunglah kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelupan sesuai dengan resep yang dibuat.
3.6.4
Lakukan proses pencelupan sesuai dengan skema proses.
3.6.5
Evaluasi dan analisa hasil pencelupannya.
IV.
Data Percobaan 4.1
Perhitungan Resep 4.1.1
Resep pencelupan Berat bahan (g) Zat warna basa (% owf) Pembasah (ml/L) CH3COOH (g/L) Refonder kationik (mL/L) Suhu (OC) vlot
Proses Pencelupan
Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 4
Resep 5
4,9
5,1
4,83
4,6
4,98
80 1 : 20 4,83 X 20 = 96,6 ml
1 : 20 4,6 X 20 = 92 ml
Resep 1
Resep 2
Resep 3
Suhu (OC) vlot Waktu (menit)
Resep 4
15
Evaluasi Pada evaluasi untuk membandingkan ketuaan warna dan kerataan diberikan penilaian dari 1 – 5 point. Dimana point terbesar adalah yang mendapat ketuaan dan kerataan yang lebih bagus. Ketuaan Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4 Resep 5
: : : : :
1 2 3 4 5
1 : 20 4,98 X 20 = 96 ml
Resep 5
80 1:20
4.2.1
Proses Pencucian
Sabun (g/l)
4.2
1 : 20 5,1 X 20 = 102 ml
4.1.2 Resep pencucian
-
1 : 20 4,9 X 20 = 98 ml
-
4.2.2
Kerataan Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4 Resep 5
: : : : :
1 3 2 4 5
Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 4
Resep 5
V.
Diskusi Dari percobaan yang dilakukan, terdapat berbagai variasi resep yang digunakan yaitu resep 1, resep 2, resep 3, resep 4 dan resep 5. Hasil yang didapatkan yaitu : 5.1
Pada resep 1 dan 2, hasil celup yang didapatkan pada resep 2 hasilnya lebih tua dan lebih rata dibandingkan dengan kain pada resep 1. Hal ini dikarenakan pada kain resep 2 menggunakan skema II yaitu dengan proses penahanan kenaikan suhu, sehingga zat warna terserap sempurna kedalam serat.
5.2
Pada resep 2 dan 3, resep 2 hasilnya jauh lebih tua dan rata dibandingkan dengan resep 3. Pada literature seharusnya resep 3 yang warnanya lebih tua dan lebih rata karena menggunakan refonder kationik. Hal ini dapat terjadi karena pada kain dengan resep 3, suhu tidak diatur atau tidak ada penahan kenaikan suhu. Selain itu, pada kain dengan resep 3, ketercapaian suhu maksimum lebih cepat, sehingga terjadi ketidakrataan pada kain.
5.3
Pada resep 3 dan 4, warna kain pada resep 4 jauh lebih tua dari pada resep 5. Hal ini dikarenankan jumlah zat warna yang digunakan sangat signifikan, dimana pada resep 3 hanya 0,5% owf dan pada resep 4 3% owf zat warna basa.
5.4
Pada resep 4 dan 5, warna kain dengan resep 5 lebih tua dan lebih rata. Selain dari perbedaan skema, perlakuan proses pencelupan juga mempengaruhi hasil pencelupan, dimana pada resep 5 keteraturan kenaikan suhu dapat membantu penyerapan zat warna yang jauh lebih besar.
VI.
Kesimpulan Dalam praktikum pencelupan rayon dengan zat warna direk dapat disimpulkan bahwa: 1. Skema II memberikan ketuaan dan kerataan yang lebih baik dibandingkan skema I dan III. 2. Penggunaan zat pembantu dapat meningkatkan ketuaan dan kerataan pada kain. 3. Jumlah persentase owf zat warna dapat memberikan ketuaan warna, dimana semakin besar persentasenya, maka semakin tua warna hasil celup yang didapat. 4. Suhu yang teratur membantu penyerapan zat warna .
DAFTAR PUSTAKA Karyana Dede, S. Teks., M.Si. dan Ir. Elly K., Bk. Teks.2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Isminingsih, dkk. 1978. Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil. Hartanto, N. Sugiarto. 1978. Teknologi Tekstil . Jakarta: PT. Praduya Paramita. http://firtanahadi.blogspot.com/2011/03/zat-warna-tekstil.html?m=1