MENGANALISIS KASUS PEPSI-COLA FILIPINA Sebagai tugas matakuliah Business Ethics dan GCG Program Studi Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika
Dosen : Djoko Wahjuadi
Oleh : Nindina Jatiningtyas 1201134064 MBTI B 2013
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS TELKOM UNIVERSITY BANDUNG 2014
Kasus PEPSI-COLA Filipina PEPSI-COLA Filipina, adalah perusahaan lokal Filipina, yang membotolkan Pepsi-Cola untuk pasar Domestik. 19% sahamnya dimiliki oleh PepsiCo Inc, Perusahaan Minuman Ringan yang berkedudukan di Amerika Serikat. Filipina merupakan pasar potensial bagi Pepsi-Cola, karena memberikan kontribusi sebesar 2% dari keseluruhan penjualan Pepsi-Cola diluar Amerika Serikat, dan Filipina ada diurutan 12 besar (dunia) untuk pasar Softdrink. Dalam hal penguasaan pasar maka Pepsi-Cola (pangsa pasar = 20%) ada diurutan kedua setelah Coca-Cola (pangsa pasar = 78%). Dalam upaya untuk merebut pangsa pasar dari Coca-Cola, pada Bulan Februari, Pepsi-Cola meluncurkan program Promosi yang dikenal dengan isti lah “Number Fever”. Pada tutup botol (sebelah dalam) dicetak nomer-nomer secara acak, Nomer-nomer pemenang akan diumumkan setiap hari. Pembeli Pepsi-Cola yang dapat menunjukkan tutup botol dengan Nomer pemenang, mendapat hadiah uang tunai yang jumlahnya bervariasi untuk setiap nomer, berkisar mulai 100 peso (Rp. 20.000,-) sampai dengan 1 juta peso (Rp. 200 juta,-). Promosi ini di sebar luaskan melalui Koran, Radio dan Televisi dengan slogan: “….today, you could be a millionaire…”.
Promosi ini sangat sukses, setelah 3 bulan pelaksanaannya pangsa pasar Pepsi-Cola meningkat tajam, hingga mendekati angka 40%. Keberhasilan ini mendorong manajemen PepsiCola untuk memperpanjang masa promosi 5 minggu lagi. Pada pelaksanaan tahap pertama tersebut ada 51.000 pemenang, sebagian besar mendapatkan hadiah 100 peso, namun ada juga yang memenangkan hadiah 1 juta peso (17 orang). Pada tanggal 25 Mei, angka 349 muncul sebagai angka pemenang untuk hadian 1 juta peso. Victoria Angelo, seorang ibu rumah tangga dengan 5 orang anak, mulai meneliti simpanan tutup botol Pepsi-Colanya dan dia menemukan bahwa salah satu diantaranya ada yang bernomer 349. Ternyata nomer 349 tercetak pada ratusan ribu tutup botol (diperkirakan ada sebanyak 800.000 buah), dan ini diklaim oleh Pepsi-Cola sebagai akibat Computer error. Pepsi-Cola menyadari ada sesuatu yang salah, setelah ribuan orang berdatangan ke tempat penukaran hadiah, dengan membawa tutup botol bernomer 349, dan Pepsi-Cola menolak untuk membayar.
Akibatnya, terjadi huru-hara besar, Kendaraan-kendaraan distribusi dilempari batu, dibakar atau digulingkan oleh massa yang marah, bahkan dibeberapa tempat, pabrik dan kantor operasionalnya dilempari bom Molotov dan bom rakitan. Para Eksekutif Pepsi-Cola mendapat ancaman pembunuhan, yang pada akhirnya mereka menawarkan kompensasi sebesar 500 peso kepada setiap orang yang memiliki tutup botol ber nomer 349. Ada sebanyak 480.000 orang mau menerima kompensasi tersebut, secara total Pepsi-Cola mengeluarkan lebih dari 250 juta peso, padahal budget awal yang ditetapkan untuk hadiah tersebut totalnya hanya sebesar 50 juta peso. Apabila hadiah dibayarkan sebagaimana yang dijanjikan maka Pepsi-Cola memerlukan dana sebesar 450 milyar peso. Catatan kerugian sosial yang dialami oleh Filipina akibat “Computer Error” ini adalah 30
kendaraan distribusi dibakar dan 6000 orang dikenakan tuntutan Pidana.
PERTANYAAN : 1. Apakah ada norma-norma etika yang dilanggar…?? Siapa saja yang saudara anggap telah melanggar etika…??.Jelaskan alasan Saudara…!!
Dalam kasus tersebut tentunya banyak norma etika yang dilanggar baik dari pihak perusahaan maupun pihak konsumen. Pihak perusahaan seharusnya dapat mencegah terjadinya angka 349 yang muncul di lebih dari 1 tutup botol. Hal ini tidak beretika karena konsumen akan merasa diberi harapan palsu oleh pihak perusahaan, yang berjanji memberikan 1 juta peso akan tetapi hanya diserahkan 500 peso saja. Konsumen pastinya merasa dirugikan, kecewa, dan mungkin akan ragu untuk membeli produk Pepsi-Cola lagi. Sistem pengecekan harusnya dilakukan lebih intensif sehingga dapat mencegah terjadinya computer error seperti ini. Sebenarnya computer error ini dapat ditanggulangi apabila human errornya juga kecil. Delapan ratus ribu nomor yang sama dalam tutup botol seharusnya bisa dideteksi lebih dini apabila pihak perusahaan memang menjalankan quality control yang baik. Karena sedang ada kegiatan promosi tentunya quality control bukan hanya pada produk, akan tetapi juga pada tutup botolnya, karena merupakan hal yang terpenting dalam masa promosi tersebut.
Keputusan perusahaan menolak untuk membayar reward yang menjadi hak para konsumen sangat tidak beretika. Bagaimanapun juga 1 juta peso seharusnya menjadi milik para konsumen yang memiliki nomor botol 349, meskipun jumlahnya mencapai 800.000. Dengan
menolak
membayar,
perusahaan
dipandang
sebagai
pihak
yang
tidak
bertanggungjawab atas masalah ini. Dari pihak konsumen, keputusan untuk melempari kendaraan-kendaraan distribusi dengan batu, dibakar atau digulingkan oleh massa yang marah, bahkan dibeberapa tempat, pabrik dan kantor operasionalnya dilempari bom molotov dan bom rakitan sangat tidak beretika. Semua permasalahan dapat dibicarakan. Sikap para konsumen ini tentunya akan menambah beban finansial untuk perusahaan sehingga kemampuan perusahaan un tuk membayar “hutang” kepada para konsumen juga akan berkurang. Tentunya apabila konsumen dan perusahaan sadar akan norma etika dan sadar hukum, ancaman pembunuhan yang dialami para eksekutif Pepsi-Cola tidak perlu terjadi. Meskipun hal ini berdampak perusahaan mau membayar tetap saja hal ini tidak beretika.
2. Apa yang seharusnya dilakukan oleh Pepsi-Cola, dalam menyikapi masalah ini…?? Jelaskan alasan Saudara…!!
Perusahaan seharusnya melakukan pengecekan terhadap tutup botol yang akan disebarluaskan sehingga computer error dapat ditanggulangi. Apabila pengecekan ini dilakukan secara baik, tentunya jumlah angka 349 yang mencapai 800.000 dapat dicegah. Setidaknya perusahaan akan tau bahwa angka 349 tidak hanya tertera pada satu tutup botol. Keputusan awal perusahaan untuk menolak memberikan hak para pemenang tentunya tidak beretika. Perusahaan seharusnya bertanggungjawab atas semua error yang terjadi, karena memang kesalahan tersebut muncul dari pihak perusahaan sehingga tindakan protes konsumen yang menimbulkan huru-hara tidak perlu terjadi. Dengan adanya masalah ini tentunya perusahaan harus membangun citra positif di mata konsumen karena masalah ini pasti membawa rasa kecewa di pihak konsumen. Kerugian besar yang dialami perusahaan akan semakin memburuk apabila perbaikan citra perusahaan tidak terus dilakukan karena penjualan Pepsi-Cola menurun.