23 Oktober 201623 Oktober 2016Corporate Social ResponsibilityTugas MandiriCorporate Social ResponsibilityTugas Mandiri
23 Oktober 2016
23 Oktober 2016
Corporate Social Responsibility
Tugas Mandiri
Corporate Social Responsibility
Tugas Mandiri
Astrid Priscilla Dion131110027Universitas Putera BatamAstrid Priscilla Dion131110027Universitas Putera Batam
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Namun di sisi lain kita juga mengenal istilah kegiatan charity dan cororate citizenship. Ketiga istilah tersebut sering disalahpahami sebagai hal yang sama tanpa dipahami karakteristik dasarnya. Pada tulisan ini akan saya jelaskan apa yang saya pahami mengenai Charity, CSR, dan Corporate Citizenship dengan membandingkan ketiganya disertai contohnya.
Astrid Priscilla Dion
131110027
Universitas Putera Batam
Astrid Priscilla Dion
131110027
Universitas Putera Batam
Agar lebih mudah memahami ketiganya, kita perlu menelusuri terlebih dahulu sejarah perkembangan dan konsep CSR. Konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Dalam Hammurabi Code (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lala dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan izin penjualan minuman, pelayanan buruk, dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
Dari ide yang sederhana tersebut, berkembanglah pemikiran-pemikiran lain yang lebih kompleks. Howard R. Bowen pada 1953 menerbitkan buku dengan judul Social Responsibilities of the Businessman memberikan rumusan awal tanggung jawab sosial bahwa ". . . it refers to the obligations of businessmen to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desirable in terms of the objectives and values of our society." Rumusan tersebut sesungguhnya nampak masih sederhana, yaitu adanya itikad baik dari para pelaku bisnis untuk mengenal kewajiban dan dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan keseimbangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Tahun 1987 The World Commission on Environment and Development yang ebih dikenal dengan The Brundtland Commission mempublikasikan laporan berjudul "Our Common Future" yang menegaskan satu poin penting mengenai konsep pembangunan berkelanjutan. Di mana dalam rangka menjaga keseimbangan, pembangunan saat ini tidak boleh mengorbankan kemampuan dan kebutuhan generasi muda di masa mendatang.
Laporan The Brundtland Commission inilah yang mengilhami pergeseran paradigma atau pendekatan praktik tanggung jawab sosial. John Elkington melahirkan pemikiran baru melalui bukunya "Cannibals with Forks; The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business". Konsep ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan dikatakan baik apabila tidak hanya memburu keuntungan belaka (profit), melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Dengan begitu, perusahaan dapat meraih sustainability (keberlanjutan).
Gagasan Elkington ini menjadi sebuah terobosan yang membuat CSR menjadi semakin populer dan berkembang. Namun, meskipun telah menjadi trend yang semakin ramai diperbincangkan, Corporate Social Responsibility (CSR) belum memiliki batasan yang sepadan. Banyak ahli, praktisi, peneliti, lembaga, dan pihak-pihak lain belum memiliki kesepakatan dalam memberikan definisi, meskipun dalam banyak hal memiliki esensi yang sama. Carrol (1999) dalam Mele (2009:1) telah menelaah dan mendiskusikan lebih dari 25 cara yang berbeda-beda untuk menemukan bagaimana CSR didefinisikan dalam literatur akademis. Hasilnya, ada definisi yang meluas maupun menyempit, namun pada hakikatnya memiliki kesamaan. Ada yang menganggap CSR sebagai gagasan samar atau bahkan sebagai kepercayaan.
Dapat kita lihat di Indonesia walaupun CSR masih merupakan suatu hal yang baru, di Batam sendiri telah banyak perusahaan yang melaksanakan CSR. Berbagai kegiatan dilakukan atas nama CSR seperti kegiatan bantuan operasi penyakit katarak dan sumbing, sunat gratis di suatu daerah, bakti sosial ke panti asuhan, bantuan menjelang hari raya, pembagian sembako dan lain-lain. Tapi apakah benar kegiatan seperti yang disebutkan di atas adalah CSR?
BASIC EXPLANATIONBASIC EXPLANATION
BASIC EXPLANATION
BASIC EXPLANATION
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Dalam ISO26000, sebuah standardisasi yang mengatur mengenai CSR, definisi CSR adalah "tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang; konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional; terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.
The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan "CSR is the countinuing commitment by business to behave etically and contribute to economic development while improving the quality of live of the workforce and their families as well as of the local community at large". Definisi tersebut menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut kelurganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. (Hadi, 2014:48)
Dapat kita simpulkan dengan jelas, bahwa tujuan diselenggarakannya CSR memiliki poin penting terkait keberlanjutan atau sustainablity. Keberlanjutan tersebut berpatok pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tuntutan akan keberlanjutan ini tentu membutuhkan sesuatu yang sifatnya terus menerus, tidak hanya selesai dilakukan dalam satu kali saja. Inilah yang membedakan CSR dengan istilah-istilah lainnya. Pada CSR, perusahaan merencanakan, mengimplementasikan, kemudian mengevaluasi kegiatan atau programnya. Evaluasi ini tentu menjadi modal untuk perbaikan di program atau kegiatan berikutnya secara berkesinambungan.
CHARITY/CORPORATE PHILANTHROPY
Philip Kotler dan Nancy Lee (2005) menggolongkan enam kategori aktivitas CSR, yaitu Cause Promotions (Promosi Kegiatan Sosial), Cause Related Marketing (Pemasaran Terkait Kegiatan Sosial), Corporate Societal Marketing (Pemasaran kemasyarakatan Korporat), Corporate Philanthropy (Kegiatan Filantropi Perusahaan), Community Volunteering (Pekerja Sosial Kemasyarakatan secara Sukarela), dan Socially Responsibe Business Practice (Praktik Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial).
Nah, Corporate philanthropy atau yang sering disebut Charity ini mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua dan paling sederhana, maka dari itu sangat banyak perusahaan yang melakukannya dibanding bentuk-bentuk CSR lainnya. Pada aktivitas ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu.
Berbagai program corporate philanthropy yang dilaksanakan perusahaan antara lain;
Program corporate philanthropy dalam bentuk sumbangan uang tunai.
Program corporate philanthropy dalam bentuk bantuan hibah.
Program corporate philanthropy dalam bentuk penyediaan beasiswa.
Program corporate philanthropy dalam bentuk pemberian produk.
Program corporate philanthropy dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma.
Program corporate philanthropy dalam bentuk penyediaan keahlian teknis oleh karyawan perusahaan secara cuma-Cuma
Program corporate philanthropy dengan mengijinkan penggunaan fasilitas dan saluran distribusi yang dimiliki perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial.
Program corporate philanthropy yang dilakukan perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan.
Benefit yang dapat diperoleh perusahaan dengan melaksanakan kegiatan corporate philanthropy diantaranya meningkatkan reputasi perusahaan, memperkuat bisnis perusahaan di masa depan, dan memberi dampak bagi penyelesaian masalah sosial dalam komunitas lokal.
CORPORATE CITIZENSHIP
Corporate Citizenship merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Tujuan Corporate Citizenship adalah sebagai salah satu cara untuk memperbaiki reputasi perusahaan, meningkatkan keunggulan kompetitif serta membantu memperbaiki kualitas hidup manusia.
Carroll (1991) menjelaskan bahwa pada dasarnya corporate citizenship merupakan pelaksanaan CSR yang disesuaikan dengan konteks hak dan kewajiban tempat perusahaan beroperasi, di mana dasar dari pelaksanaan corporate citizenship tetaplah merupakan bagian dari CSR yang dijalankan secara bersamaan dengan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan tempat perusahaan beroperasi dengan menjalankan legal responsibilities; serta kegiatan-kegiatan perusahaan dijalankan secara etis yaitu dengan memenuhi kewajiban ethical responsibilities.
O V E R V I E W O V E R V I E W
O V E R V I E W
O V E R V I E W
Jika kita sudah mengetahui pengertian dan penjelasan dasar dari CSR, Charity, dan Corporate Citizenship, tentulah kita sudah sedikit memahami perbedaannya. Berikut akan saya sertakan contoh untuk mengulasnya.
Charity dan CSR adalah kedua istilah yang sering dianggap sama, meskipun keduanya berbeda. Mungkin hal ini disebabkan pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yakni menolong atau membantu. Mungkin juga karena keduanya identik dengan aksi/kegiatan mengeluarkan dana untuk diberikan pada masyarakat untuk mengatasi suatu masalah.
Menurut Quora.com, charity didefinisikan sebagai aksi dermawan atau donasi untuk membantu orang lain, atau kegiatan amal tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan sebagai hasil akhir. Jadi charity dapat berupa sumbangan atau kegiatan amal, yang hanya terjadi pada suatu waktu saja. Misalnya, pada saat suatu daerah tertimpa musibah banjir, perusahaan memberikan bantuan makanan dan air bersih kepada pengungsi. Akan dimakan atau tidakkah makanan tersebut, bagaimanakah pembagian air bersih tersebut, bagaimana efek para korban setelah menerima bantuan tersebut, jarang dipedulikan oleh pemberi charity.
Di lain sisi, CSR menuntut lebih dari sekedar sumbangan amal. Perusahaan yang berkomitmen dalam CSR misalnya akan memantau bagaimana nasib korban yang ada, bagaimana solusi mengatasinya (misalnya memberikan bantuan makanan, obat dan tenaga medis, membangun kembali rumah para korban), mengevaluasinya, kemudian menentukan langkah selanjutnya. Misalnya dengan menyediakan sekolah untuk anak-anak yang menjadi korban, memberi pelatihan pada ibu-ibu untuk membuka industri rumahan, memberi lapangan pekerjaan pada bapak-bapak, dan seterusnya sampai para korban menjadi mandiri kembali.
Contoh
Charity
CSR
Kegiatan
Memberikan makanan pada siswa Sekolah Luar Biasa (SLB)
Memberikan mesin pembuat roti kepada Sekolah Luar Biasa (SLB) dan mengajari siswa SLB cara menggunakan serta memperbaikinya
Hasil
Siswa SLB mendapat makanan
Siswa SLB mempelajari keterampilan baru dan dapat membuat makanan sendiri
Siswa SLB dapat menjual hasil produksi rotinya, mendapatkan keuntungan, yang dapat digunakan untuk perbaikan kehidupannya
Jadi, berdasarkan kedua contoh di atas, dapat kita simpulkan beberapa perbedaan mendasar, yaitu;
Charity
CSR
Dapat dilakukan oleh per-orangan, lembaga, atau perusahaan
Hanya dapat dilakukan oleh perusahaan/lembaga
Dana/barang diberikan kepada penerima akhir dan pemberian stop sampai disitu saja
Dana/barang yang diberikan kepada penerima akhir biasanya akan digunakan sebagai awal dari suatu usaha yang akan memberdayakan orang itu untuk menjadi mandiri dan berkembang dalam hidupnya
Dana/barang yang diberikan adalah kebutuhan personal untuk orang lain/badan lain
Dana/barang yang diberikan biasanya ditujukan kepada masyarakat/komunitas tertentu, tidak hanya untuk kepentingan pribadi
Kegiatan charity tidak memerlukan follow up atau tindak lanjut
CSR tidak hanya memberi, namun memerlukan pertanggung jawaban atas pemberian tersebut, me-monitor bagaimana kelanjutan atau progress dari kegiatan yang dilakukan
Kemudian mengenai Corporate Citizenship, menurut saya ini adalah bentuk yang lebih khusus dari CSR. Mengingat pendapat Caroll bahwa pada dasarnya corporate citizenship merupakan pelaksanaan CSR yang disesuaikan dengan konteks hak dan kewajiban tempat perusahaan beroperasi, maka sebuah perusahaan tidak seharusnya menyelenggarakan program CSR yang tidak sesuai dengan daerah perusahaan tersebut. Misalnya menurut saya, PT Bridgestone Tire Indonesia yang memproduksi ban daripada selalu membagikan sembako kepada masyarakat luar kota perusahaan tersebut, lebih baik menyelenggarakan edukasi ke seluruh SMA di kota tersebut mengenai penggunaana ban dan berkendara yang benar.
Atau misalnya sebuah perusahaan yang memproduksi coklat di kota A, daripada menyelenggarakan penanaman pohon mangrove di pantai kota, lebih baik perusahaan tersebut mengatasi bagaimana caranya agar industrinya memiliki limbah yang ramah lingkungan. Penanaman pohon mangrove memang baik untuk lingkungan, tapi hal ini tidak ada hubungannya dengan operasi perusahaan. Sedangkan proses pengelolaan limbah, tentu langsung berdampak pada lokasi perusahaan dan berhubungan dengan keberlanjutan perusahaan itu sendiri beserta masyarakat di sekitarnya.
Beberapa contoh Corporate Citizenship yang menurut saya benar adalah yang dilakukan oleh PT. Batamindo Investment Cakrawala dan PT. Bright PLN Batam. Kita tau setiap hari Kawasan Industri Batamindo ramai didatangi para pencari kerja di Batam, maka CSR Batamindo rutin menyelenggarakan penyuluhan untuk mengedukasi para pencari kerja mengenai kewirausahaan, cara membuat CV yang baik, tanya jawab mengenai sertifikasi, dan lain-lain. Sedangkan PLN Batam terus mengembangkan jangkauan listrik ke berbagai daerah dan memberikan edukasi, pelatihan, serta sosialisasi berkaitan dengan kelistrikan pada pelajar, masyarakat umum, pekerja, dan lain-lain.
Selain itu melalui definisi sebelumnya bahwa Corporate Citizenship merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Maka walaupun sebuah perusahaan mengadakan banyak program CSR tapi tidak mengedukasi petugas CSRnya untuk bagaimana berkomunikasi dengan beneficiaries dan stakeholders, menurut saya CSR tersebut percuma. Karena bagaimana baik dan penting pun kegiatan CSR tersebut, haruslah didukung oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lain agar pihak lain turut berpartisipasi aktif mensukseskan tujuan CSR tersebut, salah satunya dengan memahami pentingnya berkomunikasi secara efektif.