TUGAS AKHIR
MATERI UJIAN
PERENCANAAN TATA RUANG DAN LINGKUNGAN (Wujud Pola Pemanfaatan Ruang yang Tidak Terkendali Di Kota Manado, Menciptakan Sumber Kemacetan Lalu-Lintas)
Dosen: Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc.
Dibuat oleh: Agus Budhi Prasetyo NIM. 21080110400001 21080110400001 Mahasiswa MIL Angkatan 27 Tahun 2010
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Januari 2011
Wujud Pola Pemanfaatan Ruang yang Tidak Terkendali Di Kota Manado, Menciptakan Sumber Kemacetan Lalu-Lintas
1.
PENDAHULUAN Dalam satu kawasan perkotaan terdapat wujud struktural dan wujud
pola pemanfaatan ruang yang direncanakan maupun yang tidak atau yang disebut dengan tata ruang. Dan seharusnya suatu kota dikatakan berkualitas apabila pembangunannya direncanakan dengan baik dimana wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang telah diatur dengan baik. Rencana ini biasanya dituangkan dalam satu dokumen, yaitu Rencana Tata Ruang Kota (RTRK). Rencana
Tata
Ruang
Kota
(RTRK)
sebetulnya
merupakan
alat
untuk
mengendalikan pembangunan suatu kota, dimana pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang dibatasi lingkup pengamatan fungsi kota sebagai tempat pemukiman dan pemusatan beberapa jasa pelayanan pemerintah, sosial, ekonomi dan distribusinya yang didominasi kegiatan usahanya bukan pertanian, yang meliputi wilayah daratan, lautan, beserta wilayah angkasa yang terkait padanya (Sugandhy, 1999). Karena itu, tak
heran kota semakin
hari selalu
saja mesti disoroti
dan
diawasi
perkembangannya, karena wilayah kota adalah wilayah yang bertumbuhnya sangat cepat. Karena kota adalah pusat kegiatan ekonomi. Wujud struktural pemanfaatan ruang pelayanan
seperti
pusat
kota,
pusat
ini meliputi hierarki
lingkungan, pusat
pusat
pemerintahan;
prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal; rancang bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, garis langit (sky line), dan sebagainya.
Sedangkan wujud pola pemanfaatan ruang
diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan. Pemanfaatan ruang merupakan bagian dari suatu sistem penataan ruang, dimana penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii)
tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang (UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Seringkali wujud struktural pemanfaatan ruang telah terencana dan tertata baik, namun implementasi dalam wujud pola pemanfaatan ruang seringkali
tidak
teratur
rapih. Seperti
yang
terjadi
pada
wujud
pola
pemanfaatan ruang kota Manado (tidak terkendali). Kota Manado kini telah memiliki RTRK, dimana dalam dokumen ini telah diatur dan ditata wujud struktural dan wujud pola pemanfaatan ruangnya. Ini dilakukan agar kota Manado menjadi kawasan yang selaras dan seimbang dalam
pengembangan
kehidupan
manusianya
serta
seimbang
dengan
perkembangan lingkungan. Namun, pada kenyataannya implementasi RTRK di kota Manado terlihat tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Terutama pada wujud pola pemanfaatan ruang kota. Pengalihan fungsi ruang terjadi di kota Manado berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan. Kondisi pola pemanfaatan ruang di Kota Manado saat ini menjadi sangat tidak terkendali apalagi pola sebaran tempat kerja (kawasan komersil, perdagangan dan jasa) dimana kawasan-kawasan ini tersebar sembarangan di sepanjang jalan primer di kota Manado.
Gambar 1. Kawasan komersil, perdagangan dan jasa banyak terbangun secara berdekatan di sepanjang jalan primer di kota Manado, berpotensi menyebabkan kemacetan Seperti yang dapat dilihat di sepanjang jalan primer kota tersebut dimanfaatkan sebagai lokasi bangunan-bangunan komersil dimana jarak bangunan komersil satu dengan yang lain sangat berdekatan. Contoh di sepanjang jalan Sam Ratulangi , terdapat minimarket Fiesta, kompleks pertokoan Wanea Plaza dan beberapa toko-toko kecil dan toko penjualan ban mobil. Ditambah lagi pusat kemacetan pasar Pinasungkulan, supermarket “Coco” dan toko-toko kecil sekitarnya serta di simpang tiga Karombasan. Saat ini seringkali terjadi kemacetan di ruas jalan tersebut.
Gambar 2. Kemacetan di jalan Sam Ratulangi Manado (22/12/2010)
Kasus lain lagi, adanya “Cross circulation” atau sirkulasi silang di kawasan menuju kompleks pertokoan Bahu Mall, yang menjadi biang kemacetan. Di pasar Bahu juga menjadi pusat macet kendaraan, kemudian jalan menuju terminal Malalayang dan sebelum sampai ke terminal tersebut, ada kompleks pertokoan “strata tittle” Manado Square yang telah dibangun di sana, yang juga memberikan sumbangan terhadap kemacetan kota Manado. Apalagi, adanya suatu kegiatan di kawasan ini, akan mengundang banyak kendaraan yang datang. Selain itu jalur tersebut terdapat rumah sakit, kampus, dan ada beberapa sekolah dan beberapa lokasi pemukiman. Sehingga hal tersebut akan memicu terjadinya antrian kendaraan yang panjang, padahal jalur jalan tersebut, selain jalur kota juga merupakan jalur trans-sulawesi. Artinya jalur akan menjadi jalur yang sangat sibuk. Antrian-antrian kendaraan di daerah jalur-jalur jalan tersebut, suatu saat akan menyatu menjadi kemacetan yang luar biasa di kota Manado. Memang betul, bahwa semakin berkembangnya suatu kota, tentunya akan menjadi magnet bagi penduduk daerah lain untuk datang ke kota itu. Akibatnya, kota akan berkembang cepat baik penduduk dan tentunya pembangunannnya. Dan tentunya jumlah kendaraan bermotor meningkat. Namun, kondisi semrawut sebetulnya tidak mesti terjadi, jika perencanaan pembangunan kota tersebut dibuat berdasarkan analisis-analisis yang baik. Juga, akan menjadi baik apabila pembangunan fisik di kota tersebut, dirancang dengan baik dan diawasi pelaksanaannya dengan baik pula.
2.
TIDAK ADA PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Perencanaan
kelihatannya
kota
cenderung
Manado
dari
meletakkan
para
ahli
zona-zona
tata
kota
komersil
terdahulu
secara
tidak
beraturan, tidak memperhitungkan jarak zona yang satu dengan zona lainnya, tidak memperhitungkan kondisi jaringan jalan. Di perkuat lagi dengan tidak ketatnya ijin-ijin yang dikeluarkan bagi pengusaha-pengusaha di sepanjang jalan protokol kota Manado oleh Pemda dalam hal penyediaan arena parkir bagi setiap pengusaha yang menempati jalan-jalan protokol. Kita dapat melihat pada jam- jam sibuk sebagian jalan protokol digunakan sebagai arena parkir
kendaraan-kendaraan
konsumennya.
Suasana
ini
juga
yang
memperparah kemacetan yang terjadi. Wujud pola pemanfaatan ruang kini terlihat tidak memikirkan kapasitas jalan serta jarak antara kawasan yang satu dengan yang lain, apalagi tidak memikirkan sarana perparkiran. Akibatnya, kendaraan-kendaraan yang akan menuju ke kawasan komersil ini harus diparkir di badan jalan (yang tidak cukup
lebar).
Sepertinya
tidak
ditegaskan
mengenai
kebutuhan
area
perparkiran. Banyak bangunan-bangunan baru yang ada di sepanjang jalan primer di kota Manado tidak memiliki sarana parkir yang memadai. Seluruh lahannya dibangun bangunan komersil dan ini bukan hanya pertokoan, tetapi juga gedung pertemuan (tempat menyelenggarakan pesta, hajatan, dan lainlain). Dalam RTRK tentunya tidak hanya perencanaan
dan pemanfaatan
ruang yang ada didalamnya, tetapi juga pengendalian pemanfaatan ruang. Yang menjadi masalah di Kota Manado adalah tidak adanya pengendalian pola pemanfaatan
ruang
seperti
pengendalian
penyebaran
tempat
kerja
(perkatoran, pusat perbelanjaan) dan sebaran lokasi perumahan. Apa yang direncanakan
dalam
RTRK
menjadi
tak
berfungsi
lagi.
Semua
yang
direncanakan dalam RTRK menjadi sia-sia, karena adanya prioritas kemauan bagi para investor. Memang betul bahwa perekonomian kota akan bergairah apabila banyak investor yang datang untuk menanamkan modal di kota Manado. Tetapi perlu diingat bahwa, banyaknya penanam modal saja tidak akan dapat memakmurkan suatu daerah jika tempat untuk menanamkan modal tak lagi layak dihuni oleh penghuninya. Itu yang mesti dipikirkan dan menjadi dasar acuan bagi pemerintah kota.
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Wewenang pemerintah
kota
dalam
penyelenggaraan
penataan
ruang
meliputi
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kota dan kawasan strategis kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah kota; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kota; dan kerja sama penataan ruang antar kota. Sedangkan Wewenang pemerintah kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kota meliputi perencanaan tata ruang wilayah kota; pemanfaatan ruang wilayah kota; dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Gambar 3. Banyaknya pusat perbelanjaan yang dibangun (lahan parker di depannya mengurangi bahu jalan) menyebabkan kemacetan di jalan protokol Kota Manado. Akibat dari tidak berfungsi baik tugas wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Kota Manado, dapat dilihat secara kasat mata pada kondisi fisik kota Manado. Salah satu dampaknya adalah antrian kendaraan yang panjang. Selain macet dan membuat masyarakat tidak nyaman, antrian panjang kendaraan juga akan menimbulkan polusi udara kota Manado, karena terjadi peningkatan konsentrasi gas karbon monooksida (CO) di udara dan akan mengakibatkan kerusakan kualitas udara kota Manado.
3.
DAMPAK LINGKUNGAN KOTA YANG “SEMRAWUT” TERHADAP MANUSIA Semrawutnya kota Manado, berdampak negatif terhadap penghuninya.
Selain seringkali menghirup udara yang tercemar, juga akan seringkali mengalami stress di jalan akibat macet dan panasnya udara kota Manado. Rasanya, tak selalu dan tidak juga umum bahwa kemacetan lalu-lintas adalah pertanda suatu kota sudah maju atau sudah semakin menjadi kosmopolitan. Malah sebaliknya, kemacetan lalu-lintas itu pertanda kota itu tidak terencana
dengan baik dan akan semakin menuju pada suatu kota yang kacau, tidak teratur dan menjadi kota mati atau kota yang tidak berkelanjutan. Tidak hanya kemacetan atau kepadatan lalu-lintas, yang membuat kota Manado menjadi semrawut. Tetapi juga dengan pola pemanfaatan ruang, yang cenderung menumpuk di satu sisi dan menjadi padat bangunan. Kawasankawasan tertentu di kota Manado, kini cenderung menuju pada situasi yang berkondisi padat bangunan, padat penduduknya dan padat kendaraan. Situasi ini akan berdampak pada persepsi manusia terhadap lingkungannya. Akibat dari situasi ini persepsi kepadatan dan kesesakan (crowding) akan menjadi respon subyektif manusia terhadap ruang yang sesak yang mereka temui. Ini pulalah yang disebut dengan persepsi lingkungan yang dihasilkan oleh manusia. Dari beberapa penelitian yang dilakukan Calhoun (dalam buku Psikologi Lingkungan, Sarlito Wirawan, 1992) pada hewan (tikus) terutama pada pengamatan pengaruh kesesakan atau kepadatan terhadap proses reproduksi dan tingkah laku (terlepas dari pengaruh sosial budaya), bahwa ternyata tikustikus itu menunjukkan tingkah laku aneh (behavioral sink). Keanehan tersebut nampak pada tikus-tikus betina yang tidak bisa mengandung atau membuat sarangnya acak-acakan, mati sebelum melahirkan dan tidak bisa menjaga anak-anaknya sehingga 96% anak tikus mati sebelum disapih. Tikus-tikus jantan menampakkan keanehan tingkah laku itu dengan tidak bernafsunya berhubungan kelamin dengan betina, atau berhubungan kelamin dengan betina di bawah umur atau dengan sesama jantan. Juga timbul tingkah laku yang agresif yang berlebihan, kanibalisme, menyendiri, hanya mau makan jika yang lain tidur. Sejalan
dengan
hasil-hasil
penelitian
pada
hewan,
berbagai
penelitianpun telah dilakukan pada manusia dan manusiapun menunjukkan tingkah laku yang menyerupai behavioral sink sebagai akibat dari kepadatan atau kesesakan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Holahan, dia mencatat
beberapa
gejala
yang
manusia.
Kepadatan
dan
kesesakan
memberikan dampak pada penyakit dan patologi sosial, juga pada dampak pada tingkah laku sosial dan pada hasil usaha dan suasana hati. Reaksi fisiologik seperti meningkatnya tekanan darah, penyakit fisik seperti psikosomatik (gangguan pencernaan, gatal-gatal) adalah reaksi yang ditunjukkan
manusia.
Juga
dampak
terhadap
patologi
sosial,
seperti
meningkatnya kejahatan, bunuh diri, penyakit jiwa dan kenakalan remaja.
Dampak kesesakan dan kepadatan terhadap tingkah laku sosial seperti agresi, menarik diri dari lingkungan sosial, berkurangnya tingkah laku monolog dan kecenderungan lebih banyak melihat sisi jelek dari orang lain jika terlalu lama tinggal bersama orang lain di
tempat yang padat atau sesak. Dampak
terhadap hasil usaha atau prestasi kerja menurun dan suasana hati (mood) cenderung lebih menurun. Ini semua adalah tingkah laku aneh yang dipaparkan oleh manusia-manusia yang hidup di suatu kawasan yang sesak dan padat yang secara keseluruhannya terlihat semrawut. Dampak dari menurunnya kualitas lingkungan kota tersebut tidak terjadi jika Pemerintah Kota Manado dapat bertindak tegas dan berpikiran maju ke depan dalam memproses ijin-ijin lokasi di kota Manado dan aktif mengawasi pembangunan fisik yang dilakukan di seluruh kota Manado, Pemerintah Kota Manado tidak menutup mata dengan kenyataan yang sudah jelas diketahui yaitu rusaknya estetika kota Manado. Pemerintah Kota Manado untuk dapat lebih menjadikan dokumen-dokumen “guidelines” untuk mengelola kota Manado seperti RTRK sebagai acuan dari semua kegiatan, agar hasilnya bisa saling berhubungan dan tidak mubasir (tenaga dan uang). Beberapa hal tersebut diharapkan dapat menjadikan kota Manado, kota yang bakal banjir pujian (tulus), bukan kota semrawut yang banjir hujatan, minimal dari masyarakatnya sendiri.
4.
ALTERNATIF
KOTA
EKOLOGIS
UNTUK
MENGEMBALIKAN
ESTETIKA LINGKUNGAN KOTA MANADO Kota yang secara ekologis dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan
antara
pembangunan
dan
perkembangan
kota
dengan
kelestarian lingkungan. Pengertian yang lebih luas ialah adanya hubungan timbal balik antara kehidupan kota dengan lingkungannya. Secara mendasar kota bisa dipandang fungsinya seperti suatu ekosistem. Ekosistem kota memiliki keterkaitan sistem yang erat dengan ekosistem alami. Kota Ekologis dapat diwujudkan dalam bentuk program-program yang bertujuan untuk mencapai ‘kota hijau’. Program kota hijau merupakan program yang menyatakan perlunya kualitas hidup yang lebih baik serta kehidupan yang harmonis dengan lingkungannya bagi masyarakat kota. Program-program
kota
hijau
diantaranya
tidak
hanya
terbatas
untuk
mengupayakan penghijauan saja akan tetapi lebih luas untuk membangun transportasi
yang
berkelanjutan,
memperluas
proses
daur
ulang,
memberdayakan masyarakat, mendukung usaha kecil dan kerjasama sebagai tanggung jawab sosial, memperluas partisipasi dalam perencanaan untuk keberlanjutan, menciptakan seni dan perayaan yang bersifat komunal, memugar tempat tinggal liar. Keindahan (estetika), adalah satu hasil proses memaknai objek yang ada di sekitar tempat manusia hidup. Estetika lingkungan adalah hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya. Estetika lingkungan merupakan bagian atau komponen yang penting yang menentukan kualitas tata ruang kota. Menurut Sugandhy (1999) estetika lingkungan itu terwujud setidaknya
dalam
bentuk:
(1)
terjaganya
arsitektural
bangunan
serta
kesesuaian dengan lingkungan sekitar atau bentang alam serta ketinggian bangunan; (2) terbinanya landscaping dengan adanya pepohonan di setiap lingkungan perumahan dan kawasan kegiatan sesuai dengan ekosistem wilayah; (3) lingkungan pemukiman yang bebas dari gangguan kebisingan. Pohon selain sebagai elemen kota yang bermanfaat menyerap CO2 dan mengeluarkan O2 dan juga menjaga tata air tanah di kota, melalui fungsi akarakar pohon yang menjaga cadangan air tanah di kawasan perkotaan, juga berfungsi
sebagai
elemen
estetika.
Penataan
pepohonan
di
kawasan
perkotaan, dapat memberikan pola landscap kota. Sebagai unsur pembatas, misalkan pohon pinus menjadi pembatas antara pemukiman dan jalan raya. Juga sebagai elemen pembatas kawasan satu dengan kawasan lainnya. Dan secara keseluruhan, apabila setiap rumah atau bangunan memiliki pohon, maka suasana landscape kota akan terlihat teratur dan sejuk tentunya. Adanya tanaman di kota selain sebagai pengendali iklim, juga mampu memberikan nilai estetis dan menambah kualitas lingkungan perkotaan (Budihardjo, 2009).
Gambar 4. Contoh Taman Kota, yang dapat diterapkan di Kota Manado, sehingga mampu menambah kenyamanan dan dapat mengurangi penurunan kualitas lingkungan akibat kemacetan lalu lintas.
Secara umum, landscape kota Manado belum tertata dengan baik dan indah.
Jumlah pohon yang ditanam masih bisa dihitung dan belum
memberikan arti terhadap bentang alam (landscape) kota Manado. Padahal, kota Manado memerlukan rekayasa iklim sebab kota ini sangat panas dan tidak nyaman bagi pejalan kaki dan seringkali panasnya menurunkan stamina pejalan kami. Apalagi masyarakat di kota Manado cenderung tidak ingin memiliki ruang-ruang terbuka yang ditanami pohon. Kalaupun ada pohon, cenderung ingin ditebangnya agar tidak mengotori halaman rumah. Cenderung ruang terbukanya
ditutup
dengan
concrete
(beton).
Akibatnya,
suasana
di
lingkungan pemukiman menjadi terasa panas dan tidak ada pepohonan yang me-reduce (mengurangi) cahaya matahari yang masuk ke rumahnya. Dan yang paling bahaya adalah mulai berkurangnya cadangan air tanah, akibat tak ada lagi ruang untuk penyerapan air tanah, karena meningkatnya lahan terbangun (kawasan pertokoan dan komersiil lainnya). Sehingga apabila hujan datang, air hujan tak terserap ke dalam tanah malah terbuang percuma dan mengakibatkan banjir di lingkungan perkotaan dan jika kita lihat hampir di seluruh kota Manado (dataran yang rendah) sudah ketimpa banjir saat hujan lebat. Banjir tersebut seringkali menambah antrian kendaraan (macet) di beberapa ruas jalan. Adanya Taman kota selain memberikan nafas kesejukan juga mampu menumbuhkan perasaan nyaman. Taman secara sosio-psikologis mampu meredam kebisingan warga kota akibat kemacetan lalu lintas, yang kemudian pada gilirannya dapat mengurangi tindak kriminalitas kota (Hadi, 2001). Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan di kota Manado terjadi di jalan Arnold Mononutu, jalan yang menuju ke pasar Pinasungkulan pada saat terjadi kemacetan yang panjang dan dalam waktu yang lama. Kendaraan-kendaraan
yang
antri
selain
mengeluarkan
asap-asap
dari
kendaraannya, juga menghasilkan bunyi secara serentak dan dalam waktu yang cukup lama. Kondisi ini sangat menganggu lingkungan pemukiman yang ada di kawasan itu. Belum lagi kebisingan yang dihasilkan oleh kegiatan pasar plus terminal itu, suara-suara gaduh yang terdengar dari pasar membuat gangguan bising bagi lingkungan pemukiman di daerah ini. Jika diamati, pembangunan sarana
pelayanan jasa bagi masyarakat di kota Manado, selalu berada dekat pemukiman penduduk, sehingga efeknya bisingnya saat ini mulai menganggu kenyamanan lingkungan
masyarakat pemukiman
di jauh
lingkungan dari
pemukimannya.
gangguan
Seharusnya,
kebisingan,
sehingga
masyarakatnya merasa memiliki ruang yang nyaman untuk hidup. Kondisi seperti ini juga dapat diminimalkan jika saja setiap bangunan komersiil yang dibangun mengacu kepada konsep bangunan ekologis, yaitu suatu pendekatan desain yang menempatkan arsitektur (termasuk bangunan dan lingkungannya) sebagai bagian dari ekosistem yang tanggap dan bekerja sama dengan komponen ekosistem lainnya, baik manusia, iklim, maupun flora dan fauna. Upaya menghadirkan ruang-ruang kota yang memiliki bangunanbangunan yang serasi, memiliki ruang terbuka hijau yang terbina baik, memiliki masyarakat yang berbudaya menanam pohon, tidak memiliki sumber-sumber yang menghasilkan bau
dan
bising, diharapkan
dapat
meningkatkan kualitas ruang kota Manado secara keseluruhan, dan akan memberikan kenyamanan dan pengalaman visual yang baik dan indah bagi masyarakat kota Manado.
5.
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Kemacetan yang terjadi Kota Manado akibat adanya pembangunan
kawasan komersiil. Kawasan tersebut dibangun secara tidak beraturan, tidak memperhitungkan jarak zona yang satu dengan zona lainnya, tidak memperhitungkan kondisi jaringan jalan. Sehingga untuk mengatasi akibat tersebut diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata
agar sesuai
Ruang Wilayah Kota Manado. Pengendalian tersebut
mengandung pengertian dilakukannya pemantauan dan penertiban, serta pelaksanaan pemberian perijinan. Pemantauan adalah usaha atau tindakan mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan RTRW. Usaha mengamati, mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perangkat Pemerintah Daerah sebagai kelanjutan dari temuan pada proses pelaporan. Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat untuk berperan sertadalam pemantauan tata ruang.
Penertiban merupakan tindakan pengenaan sanksi atas semua pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW . Bentuk sanksi yang dikenakan adalah sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Pengenaan sanksi dilakukan berdasarkan ketentuan -ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sanksi
administrasi,
dapat
berupa tindakan pembatalan ijin dan
pencabutan hak. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Sanksi administratif merupakan sanksi yang dikenakan terlebih dahulu dibandingkan sanksi-sanksi lainnya. Dalam pemantauan pemanfaatan ruang kemungkinan yang melakukan pelanggaran adalah pemilik persil atau lembaga pemberi ijin (dalam hal ini diwakili oleh pejabat yang bertanggung jawab). Sanksi yang dikenakan adalah kepada aparat pemerintah dan masyarakat (berupa teguran, pencabutan ijin dan penghentian pembangunan ). Sanksi Perdata, dapat berupa tindakan pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum. Sanksi perdata dapat berupa ganti rugi, pemulihan keadaan atau perintah dan pelarangan melakukan suatu perbuatan. Sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya
kepentingan
umum.
Sanksi
pidana
dapat
berupa
kurungan, denda dan perampasan barang .
SUMBER PUSTAKA Budihardjo, Eko. 2009. Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni. Hadi, Sudharto P. 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta: GMU Press. Sugandhy, Aca. 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Wirawan, Sarlito. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia.