PANDUAN TENTANG MANAJEMEN RESIKO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu keselamatan pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan. Berbagai resiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien . World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka - angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3.2 – 16,6%. Data – data tersebut menjadikan pemicu berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan sistem keselamatan pasien.1 Patient safety adalah Adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.2 Program patient safety adalah untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan t erjadinya kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan antara lain : infeksi nosokomial, pasien jatuh, pasien dicubitus, plebitis pada pemasangan infus, tindakan bunuh diri yang bisa dicegah, kegagalan profilaksis.3 Patient Safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.4 Berdasarkan kejadian yang diteliti pada Analisis Pengetahuan Dan Motivasi Perawat yang mempengaruhi Sikap Mendukung Penerapan Program Patient Safety di Instalasi Perawatan Intensif RSUD DR.Moewardi Surakarta, Aryani 2008 salah satu nya adalah adanya kesalahan dalam pemberian obat yang terjadi pada bulan Juni 2008, yang menimpa tiga pasien Obsgyn di
ruang mawar I (pasien post operasi tubectomy), mengakibatkan pasien tersebut harus dirawat diruang perawatan intensif karena pasien mengeluh berdebar-debar dan sangat lemas. Terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat cepat ( > 200X permenit ) dan gangguan haemodinamik yang sangat mengancam jiwa. Masalah ini i ni terjadi disebabkan dokter dalam penulisan resep tidak jelas, apoteker yang tidak konfirmasi ulang kepada kepada dokter bila resep tidak jelas terbaca dan perawat tidak meneliti ulang program terapi yang ditulis dokter. 1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Risiko Risiko merupakan variasi dalam hal-hal yang mungkin terjadi secara alami didalam suatu situasi.5 Risiko adalah ancaman terhadap kehidupan, properti atau keuntungan finansial akibat bahaya yang terjadi.6 Secara umum risiko dikaitkan dengan kemungkinan (probabilitas) terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan.7 Jadi risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan. Secara umum risiko dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang yang tergantung dari kebutuhan dalam penangananny : 8 1) Risiko murni dan risiko spekulatif (Pure risk and speculative risk) Dimana risiko murni dianggap sebagai suatu ketidakpastian yang di kaitkan dengan adanya suatu luaran (outcome) yaitu kerugian. 2) Risiko terhadap benda dan manusia, dimana risiko terhadap benda adalah risiko yang menimpa benda seperti rumah terbakar sedangkan risiko terhadap manusia adalah risiko yang menimpa manusia seperti,cedera kematian dsb. 3) Risiko fundamental dan risiko khusus (fundamental risk and particular risk) Risiko fundamental adalah risiko yang kemungkinannya dapat timbul pada hampir sebagian besar anggota masyarakat dan tidak dapat disalahkan pada seseorang atau beberapa orang sebagai penyebabnya, contoh risiko fundamental: bencana alam, peperangan. Risiko khusus adalah risiko yang bersumber dari peristiwa-peristiwa yang mandiri dimana sifat dari risiko ini adalah tidak selalu bersifat bencana, bisa dikendalikan atau umumnya dapat
diasuransikan. Respon risiko adalah tindakan penanganan yang dilakukan terhadap risiko yang mungkin terjadi. Metode yang dipakai dalam menangani risiko: 9 1) Menahan risiko (Risk retention) Merupakan bentuk penanganan risiko yang mana akan ditahan atau diambil sendiri oleh suatu pihak. Biasanya cara ini dilakukan apabila risiko yang dihadapi tidak mendatangkan kerugian yang terlalu besar atau kemungkinan terjadinya kerugian itu kecil, atau biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi risiko tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh. 2) Mengurangi risiko (Risk reduction) Yaitu tindakan untuk mengurangi risiko yang kemungkinan akan terjadi dengan cara: a. Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga kerja dalam menghadapi risiko b. Perlindungan terhadap kemungkinan kehilangan c. Perlindungan terhadap orang dan properti 3) Mengalihkan risiko (Risk transfer) Pengalihan ini dilakukan untuk memindahkan risiko kepada pihak lain. Bentuk pengalihan risiko yang dimaksud adalah asuransi dengan membayar premi. 4) Menghindari risiko (Risk avoidance) Menghindari risiko sama dengan menolak untuk menerima risiko yang berarti menolak untuk menerima pekerjaan tersebut. 1.2.2 Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko yaitu perencanaan (planning), penilaian (assessment), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) risiko.10 Prinsip manajemen risiko : - Manajemen risiko meliputi ancaman dan peluang (maksimalisasi peluang, minimalisasi kehilangan, dan meningkatkan keputusan dan hasil), - Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang logis dan sistematis untuk meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien,
- Manajemen risiko memerlukan pemikiran kedepan, - Manajemen risiko mensaratkan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, - Manajemen risiko mensaratkan komunikasi - Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang seimbang antara biaya untuk mengatasi risiko (dan meningkatkan peluang perbaikan) dengan manfaat yang diperoleh Manfaat manajemen risiko - Pengendalian thd timbulnya adverse event - Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum suatu masalah terjadi - Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas - Efisiensi - Mempererat hubungan stakeholders - Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan - Memperbaiki citra - Proteksi terhadap tuntutan - Akuntabilitas, jaminan, dan governance - Meningkatkan personal health and well being 1.2.3 Clinical Risk Management Suatu pendekatan untuk mengenal keadaan yang menempatkan pasien pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya risiko tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK ) Clinical Risk Management adalah meminimalkan risiko terhadap pasien : dengan mengenal kesalahan atau kemungkinan kesalahan selama mendapat asuhan klinis,
mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadi kesalahan/risiko,
belajar dari pengalaman terhadap setiap adanya adverse event,
memastikan bahwa dilakukan tindakan untuk mencegah terjadi kesalahan/risiko, dan
membangun sistem untuk mengurangi terjadinya risiko
Berdasarkan PMK 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien, Insiden keselamatan pasien
yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari : Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian katastropik/ sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius Lingkup (strategi dan kebijakan) manajemen risiko Strategi manajemen risiko: Reaktif dan Proaktif
Kebijakan dan prosedur untuk melaporkan setiap insiden
Kebijakan dan prosedur menangani komplain
Informasi penanganan komplain bagi karyawan
Kebijakan dan prosedur untuk menangani tuntutan
Kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian yang membahayakan (preventing harm)
dan meminimalkan risiko (patient safety). Risk Management: Proactive strategy (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK ) Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu risiko klinis yang
mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan kendali pada semua lini pelayanan. Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko
Pelatihan orientasi bagi karyawan baru, terutama dalam mengoperasikan peralatan
medis/klinis Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara konsisten
Kebijakan dalam: fire safety; infectious and non-infectious waste management;infection
control Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut yang nyata.
Pengelolaan dokumen rekam medik, pencatatan medik y ang akurat dan terjamin
ketelursuran Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan baik
Serah terima dilakukan secara adekuat
Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan pasien/keluarga mengenadi
keputusan terapi/tindakan klinis Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya alergi, dsb, pada rekam
medik, yang secara legal ditandatangani. Risk Management Reactive strategy : Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal, dan dibuktikan dengan
“consent” dari semua pihak yang terkait
Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk mengenal faktor-faktor yang
dapat dicegah, dan menjamin bahwa pelayanan yang terbaik diberikan Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar masalah (root cause) dan
dilakukan dengan pendekatan budaya tidak menyalahkan Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik klinis maupun non
klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat dalam risk register untuk audit dan analisis Contoh strategi manajemen risiko pada Victorian hospitals (2001-2002) Manajemen risiko diarahkan pada kejadian adverse event yang dapat dicegah, dan
membangun sistem untuk mengenal, menganalisis, dan mengatasi faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap terjadinya adverse event
Pergeseran pendekatan dari fokus individu kepada fokus pada kondisi yang melatar
belakangi terjadinya adverse event, investigasi diarahkan untuk mencari peluang perbaikan dan menjamin keselamatan pasien Strategi disusun berdasar key recommendations of the Improving Patient Safety in
Victorian Hospitals report (the report), produced by the Department of Epidemiology & Preventive Medicine, Monash Medical School Monash University. Lingkup program manajemen risiko (McCaffrey & Hagg-Rickert,2003) Patient care related risk
Medical staff related risk
Employee related risk
Property related risk
Financial risk
Other risk
1.2.4 Root Cause Analysis Langkah RCA, investigasi kejadian,
rekonstruksi kejadian,
analisis sebab,
menyusun rencana tindakan, dan
melaporkan proses analisis dan temuan
Investigasi kejadian menentukan masalah,
mengumpulkan bukti-bukti yang nyata,
melakukan wawancara,
meneliti lingkungan kejadian,
mengenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya kejadian,
menggambarkan rantai terjadinya kejadian.
Rekonstruksi kejadian mengenali kejadian-kejadian yang mengawali terjadinya adverse event ataupun near
miss, melakukan analisis dengan menggunakan pohon masalah untuk mengetahui kegiatan atau
kondisi yang menyebabkan timbul kejadian, lanjutkan sehingga dapat dikenali sistem yang melatar belakangi timbulnya kejadian atau
sampai tidak beralasan lagi untuk melanjutkan Analisis penyebab mengidentifikasi akar-akar penyebab:
- Faktor manusia: kelalaian, incompetence, sistem pengelolaan sumber daya m anusia termasuk reward system - Sistem breakdown, system failure, system incapability - Sistem pengendalian - Sumber daya (fasilitas dan peralatan) dan manajemen sumber daya rumuskan pernyataan akar masalah
Susun rencana tindakan menetapkan strategi yang tepat untuk mengatasi penyebab yang diidentifikasi, dan dapat
diterima oleh pihak yang terkait dengan kejadian. Rencana tindakan disusun untuk tiap akar penyebab kejadian dan pengukuran untuk
menilai efektifitas tindakan thd akar penyebab Dapatkan persetujuan dari kepemimpinan dalam o rganisasi
Catat dan laporkan Catat proses dan alat yang digunakan
Biaya yang dibutuhkan
Ringkasan kejadian
Proses investigasi dan analisis
Temuan
Memahami penyebab kejadian Kegagalan aktif (active failure): pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh seseorang
Kondisi laten: breakdowndari proses atau sistem:
Kurangnya pendidikan
Gagal mengikuti prosedur
Alat yang rusak
Disain yang tidak tepat, dsb
1.3 Sejarah RSUD A di Kota S Rumah Sakit Umum Daerah A didirikan berdasarkan Peraturan Walikota S No. XX Tahun 2014, dengan nomor izin penyelenggaraan rumah sakit XXX/8/SIP-RS/BPMPT/XI/201 sebagai Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama dan diresmikan tanggal X bulan XX tahun 2015. RSUD A adalah UPT dari Dina Kesehatan dan memberikan kegiatan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh warga Kota S dengan menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga, sedangkan untuk warga luar kota S diberlakukan tarif tunai sesuai PerDa. Data Umum : 1 Luas Tanah : 4667 m2 2. Luas Bangunan : 2017 m2 3. Kelas Perawatan : Kelas III
4. Kapasitas Tempat Tidur a. Rawat Inap : 12 Unit Tempat Tidur b. UGD : 6 Tempat Tidur c. Ruang Tindakan : 2 Tempat Tidur Sistem pengelolaan di RSUD A masih dalam proses menuju BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Dengan demikian, RSUD A saat ini masih belum memiliki fleksibilitas tersendiri dalam pengelolaan rumah sakit untuk mampu bersaing dengan rumah sakit lain yang ada di daerah Kota S pada umumnya. RSUD A tentunya harus segera berbenah diri dan mulai memperbaiki kualitas pelayanan dalam upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan sehingga mampu memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap RSUD A. BAB II CONTOH KASUS CLINICAL RISK MANAJEMEN KASUS I Sebelum saya ditugaskan untuk tugas belajar, IFRSUD A belum mempunyai struktur organisasi yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang (Kepala Dinas Kesehatan Kota S). Struktur organisasi waktu itu masih bersifat penugasan secara lisan dilingkungan IFRS dan belum disahkan oleh direktur RSUD A. Sumber daya manusia di IFRS A berjumlah 4 orang, yaitu : - Tenaga apoteker : 1 orang (PNS) (Ka IFars) - S1 Farmasi : 1 orang THL (bagian gudang)
: 1 orang magang (bagian pelayanan) “tidak di gaji”
- SMK Farmasi : 1 orang (THL) (bagian pelayanan dan administrasi apotek) Di IFRS hanya terdapat 2 shift, yaitu shift pagi pukul 08.00-14.00 dan shift sore pukul 14.0021.00. Poli rawat jalan pagi dimulai pukul 08.00-12.00 sedangkan poli rawat jalan sore dimulai pukul 16.00-20.00. 3 orang SDM Farmasi berjaga di shift pagi, 1 asisten S1 di gudang, 1 asisten SMF di apotek pelayanan rawat jalan, dan saya selaku Apoteker terkadang membantu pelayanan di Apotek rawat jalan, terkadang juga di gudang dan tentunya bila ada undangan meeting di DinKes atau rapat bulanan di rumah sakit bersama direksi, maka saya pun harus meninggalkan pekerjaan di IFRS, padahal semua pekerjaan kefarmasian bertumpu di pagi hari. Pasien rawat jalan dalam 1 shift pagi sekitar 50 orang/per shift dan pasien rawat inap dan kebidanan rata-rata berjumlah 15 orang per hari, jadi total rata-rata sekitar 65 resep masuk dan dikerjakan di apotek rawat jalan. Untuk pasien rawat inap diberlakukan system one daily dose. Suatu hari sekitar 4 bulan setelah RSUD A resmi beroprasi, saat saya sedang staff meeting bersama direksi, saya dipanggil oleh dr.Kepala Ruangan perawatan yang kebetulan baru selesei visit dan memang tidak ikut rapat. Beliau menjelaskan terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien rawat inap yaitu ceftriaxone inj dan cefixime inj. Beliau meresepkan cefixime 2ampul tapi yang diberikan adalah ceftriaxone inj 2 ampul, kemudian ditambahkan juga oleh perawat jaga bahwa kesalahan obat tersebut sudah terjadi dari beberapa minggu yang lalu, hanya segera diperbaiki oleh asisten di apotek rawat jalan dan selesai begitu saja, tapi karena ini sudah untuk kesekian kalinya maka mereka pun melaporkan hal tersebut kepada saya. Beberapa contoh kesalahan obat yang dilaporkan oleh perawat jaga, diantaranya : Cimetidin tab vs Pavaperin tab Digoxin tab vs Piroxicam tab vs CTM tab Kemudian saya selaku penanggung jawab IFRS menanyakan hal yang dilaporkan dari bagian perawatan ke asisten apoteker di bagian pelayanan apotek. Dan memang diakui bahwa kesalahan tersebut beberapa kali terjadi saat peak ho ur dan saat dia bekerja sendiri (kemungkinan saat saya
rapat, atau dinas keluar atau saat saya di gudang), dengan kondisi pasien yang mungkin sudah banyak mengeluh/komplain karena menunggu obat lama (karena yang mengerjakan seorang diri, terutama untuk obat racikan/kapsul), kemudian tuntutan dari perawat di bagian rawat inap untuk obat segera diantarkan karena sudah waktunya untuk diberikan ke pasien, kemudian kondisi ruangan yang sempit dan pengap k emudian dia juga melakukan pekerjaan sendirian tanpa double croscek maka sangat memungkinkan kesalahan pemberian obat itu dapat terjadi, terutama untuk obat-obatan LASA. Sangat disayangkan bahwa asisten apoteker saya tidak pernah mengeluhkan keterbatasan dia, selama ini karena mungkin posisi semua asisten adalah sebagai tenaga magang dan THL sehingga mungkin tidak berani untuk mengeluh dan bersikap menyembunyikan permasalahan yang ada dan menyeleseikan permasalahan sendiri tanpa memberi tahu saya. Kelemahan saya pun adalah keterbatasan untuk membagi waktu antara mengurus semua administrasi gudang, lapora n dsb, kemudian tugas luar, dan berbagai meeting sehingga saya pun kurang kontrol terhadap pelayanan di apotek. ANALISIS KASUS Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood) Kemungkinan Deskripsi Nilai Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1 Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2 Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu
3 Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi tidak menetap 4 Hampir pasti (almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan menetap 5 Termasuk “mungkin” (bobot nilai 3) yaitu mungkin terjadi sewaktu-waktu, pada saat :
- petugas di apotek hanya 1 orang, - peak hour - banyak resep racikan sehingga membuat pasien gelisah dan marah-marah kemudian membuat petugas menjadi tidak focus dalam mengerjakan pekerjaannya - perawat/ petugas yang lain mendesak untuk menyegerakan tersedianya obat Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak Tingkat Deskriptor Contoh Deskripsi 1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil 2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian keuangan sedang 3 Menengah
Memerlukan pengobatan medis, kerugian keuaangan besar 4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi, kerugian keuangan besar 5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar. Dan dampak yang ditimbulkan berbobot nilai satu (1) yaitu tidak bermakna dan tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil karena untuk pasien rawat inap ada croscek ulang dari perawat ruangan pada saat akan memberikan ke pasien, sehingga kesalahan bisa langsung diperbaiki Yang dikhawatirkan adalah kesalahan kepada pasien rawat jalan yang tidak terdeteksi dan tidak ada laporan kepada pihak Rumah Sakit. Dampak Kemungkinan (likehood) Sangat rendah Rendah Sedang Besar Ekstrim Jarang 1 2 3 4
5 Kadang-kadang 2 4 6 8 10 Mungkin 3 6 9 12 15 Mungkin sekali 4 8 12 16 20 Hampir pasti 5 10 15 20 25 Nilai : 1-3
4-6 8-12 15-25 Rendah Sedang Bermakna Tinggi Bobot likehood = 3 Bobot dampak = 1 Bobot total penilaian adalah berada di kolom hijau yaitu rendah. PEMBAHASAN Kejadian yang terjadi saat itu,mengarahkan saya untuk membuat suatu laporan kepada direktur RS, tetapi hanya lewat lisan dan sayangnya tidak di dokumentasikan. Menerangkan kronologis kejadian pada minggu-minggu sebelumya bahwa terdapat beberapa kelalaian dari pihak kami intern IFRSUD AM dalam kesalahan penyiapan obat. Saya memutuskan untuk mengajukan tambahan tenaga SDM asisten apoteker sebanyak 1 orang di tiap shift nya sehingga akan ada 2 orang SDM dalam setiap shift. Sayangnya, RSUD AM belum BLUD dan masih UPT, yaitu berada dibawah Dinas Kesehatan, sehingga untuk mengajukan tambahan SDM sangatlah sulit, dan sampai sekarang IFRSUD AM belum bisa menambah tenaga di apotek ataupun di gudang. Dan yang bisa saya lakukan saat itu adalah : - Saat shift pagi dan peak hour pada hari-hari tertentu (senin, kamis, dan jumat) , asisten di gudang membantu pelayanan di apotek. - Menempatkan obat-obatan LASA antara satu dan lainnya di tempat atau jeda terpisah yang cukup berbeda, missal obat Digoksin ditempatkan di lemari kaca, sedangkan obat CTM ditempatkan di keranjang di atas meja racik karena CTM bsnysk dipergunakan untuk raci kan obat anak, sehingga pengambilannya pun akan terpisah. (biasanya CTM dan digoksin
tempatnya berdampingan karena urutan abjad C dan D) - Pengamprahan kebutuhan obat dan alkes ruangan yaitu R.IGD, R.Tindakan, R. Rawat inap, dan R.Kebidanan dilakukan 1x seminggu yaitu hanya pada hari selasa, akan tetapi untuk kebutuhan cito bisa langsung menghubungi petugas gudang. - Untuk resep racikan, disediakan nomor antrian, sehingga tidak ada lagi yang merasa bahwa antrian resepnya terdahului oleh resep non rac ikan. - Untuk resep rawat inap dengan pendistribusian ODD (one daily dose) dibuat untuk kebutuhan 1 hari nya itu dari jam 12siang sampai ke pemakaian pagi di hari berikutnya (sebelum dokter visite) sehingga saat pagi dokter setelah visite, resep yang dituliskan itu adalah pemakaian obat untuk dari siang hari sehingga resep rawat inap bisa dikerjakan setelah mengerjakan resep rawat jalan,dan tidak ada lagi perawat ruangan yang mendesak untuk segera disiapkan obat untuk pasien rawat inap di pagi hari (peak hour jam 8.00-10.00) akan tetapi untuk kebutuhan cito, perawat ruangan bisa langsung ke apotek dan meminta obat langsung pada asisten yang ada diapotek, atau perawat ruangan bisa menggunakan stok obat cadangan di ruangan untuk kasus pasien cito di ruangan, dan resep akan diberikan menyusul setelah keadaan cito tertangani. - SOP wajib double crosscek masih berusaha dilakukan, yaitu antara asisten apoteker yang mengerjakan resep/menyiapkan obat dan yang memberikann obat kepada pasien harus berbeda , atau double crosscek antara asisten apoteker dengan perawat ruangan yang menerima obat. - SOP wajib menuliskan nomor telepon di balik lembar resep, terutama untuk resep rawat jalan, sehingga memudahkan untuk melakukan penelusuran saat terjadi kesalahan pemberian obat. - Bekerjasama dengan sekolah SMF terdekat, agar siswa-siswi SMF tersebut bisa PKL di RSUD A sehingga bisa menambah SDM di IFRSUD A sementara waktu menunggu tambahan tenaga asisten apoteker dari Dinas Kesehatan. - Mengajukan kebutuhan asisten apoteker kepada pihak kepegawaian Dinas Kesehatan, untuk
meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat petugas farmasi hanya bertugas sendirian. Demikian kasus yang saya alami diawal pekerjaan saya menjadi penanggung jawab IFRSUD A, terlihat seperti kasus yang ringan akan tetapi tetap bisa menimbulkan resiko apabila tidak dilakukan double crosscek. Semoga segala kesalahan yang terjadi bisa didokumentasikan sebagai acuan untuk menentukan langkah terbaik di masa yang akan datang. KASUS II Sekitar bulan Maret tahun lalu, RSUD A mendapat tambahan 1 orang dokter. Diawal berdirinya, RSUD AM hanya mempunyai 2 dokter umum, 1 sebagai dokter pemeriksa yaitu dr. A, dan 1 lagi adalah direktur RSUD AM yaitu dr. M., MARS yang beliau pun terkadang harus ikut membantu pelayanan di poliklinik rawat jalan. Keterbatasan tersebut dikarenakan RSUD A adalah tempat pelayanan kesehatan yang memang baru sekali dir esmikan oleh Walikota sebagai RSUD gratis bagi warga Kota Sukabumi, SDM kami sangat terbatas sehingga penambahan dokter saat itu sangat membantu. Dokter baru tersebut (dr. I) memberikan pelayanan pemeriksaan di poli rawat ja lan sedangkan dokter senior kami yang sebelumnya melakukan visite untuk pasien rawat inap di ruangan. Beberapa resep rawat jalan dari dokter I yang masuk ke apotek adalah sebagai resep yang menurut saya “tidak biasa” saat itu saya masih terbatas dengan EBM, dan hanya mengandalkan brosur dari
kemasan obat. Sebagai contoh : Simvastatin tablet 10mg Signa 1x1 pagi Omepzaloze kapsul 20mg Signa 3x1 + Omeprazole Injek 1x1 vial Ctm 10tab + dexamethasone 10tab add OBH sirup no I Signa 3x2C ( dewasa) Ctm 5tab + dexamethasone 5tab add Citocetin sirup no I Signa 3x2cth (anak 5tahun) Klorampenikol Caps no VI mf pulv dtd no X Signa 3x1 bungkus (kapsul kloramfenikol dibukauntuk anak-anak, padahal ada kloramfenikol syrup) Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila mencret (diberikan untuk bayi berumur 9bln diagnosis GE)
Setiap kali saya merasa “tidak biasa” dengan resep -resep dari dokter I, saya selalu mengkonfirmasi
hal tersebut kepadanya, kekurangan saya adalah saya hanya membawa brosur obat (tanpa EBM), sampai dokter tersebut pernah bilang “Brosur kan cuma teori teh, saya ini belajar langsung dari dokter penyakit dalam loh dan benar ko apa yang saya resepkan” , akhirnya saya pun mengalah
dan saya hanya meminta dokter I untuk membubuhkan tanda tangannya di resep yang ia tulis. Mungkin karena untuk kesekian kalinya saya konfi rmasi ke dia dan meminta dia untuk membubuhkan tanda tangan di resep, akhirnya dr.I merasa kesal dengan saya dan dia melapor ke dokter A, kemudian dr. A pun memanggil saya. Saat itu adalah setelah kejadian pemberian Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila mencret (diberikan untuk bayi berumur 9bln). Dr. A adalah dokter yang kooperatif dan bisa diajak diskusi.. walaupun dengan segala keterbatasan info yang saya berikan dan hanya mengandalkan brosur bahwa loperamid tidak boleh untuk usia dibawah 2tahun, beliau pun mengerti dan beliau pun membenarkan hal itu. Waktu itu saya dipanggil siang hari setelah poli rawat jalan pagi selesai, sehingga obat loperamid tersebut sudah saya berikan kepada pasien (atas dasar tanda tangan dokter I sebagai bukti saya sudah konfirmasi). Akhirnya dr.A menyuruh saya untuk menghubungi ibu dari pasien bayi tersebut dan untuk disarankan kembali ke RS dengan alasan harus kontrol di shift sore ini dengan dr. A. Kebetulan memang di apotek, sudah SOP wajib menanyakan no telp pasien saat menyerahkan obat, dan wajib menuliskannya di balik resep. Awalnya tidak mudah untuk menghubungi no tersebut, karena tidak diangkat dan sms pun tidak dibalas, saya ulang berapa kali dan Alhamdulillah saya bisa berbicara dengan ayah pasien bayi tersebut, dan saya pun menjelaskan untuk adik bayi nya control lagi dengan dr.A pada poli rawat jalan sore. Alhamdulillah sore hari nya pasien bayi tersebut datang dan diberikan resep yang berbeda oleh dr.A. ANALISIS KASUS Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood) Kemungkinan Deskripsi Nilai
Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1 Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2 Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu 3 Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi tidak menetap 4 Hampir pasti (almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan menetap 5 Kasus no II diatas bersifat kadang-kadang (Unlikely) dapat terjadi sewaktu-waktu dengan bobot nilai 2, yaitu pada keadaan : - Dokter kurang faham akan standar terapi pengobatan pasien - Dokter kurang up to date - Apoteker tidak mengassesment resep - Apoteker tidak up to date - Sumber EBM tidak ada Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak Tingkat Deskriptor
Contoh Deskripsi 1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil 2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian keuangan sedang 3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian keuaangan besar 4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi, kerugian keuangan besar 5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar. Berdasarkan dampak, adalah rendah, yaitu pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian keuangan sedang dan berbobot nilai 2. Tidak ada pasien rawat jalan yang sudah menerima obat dari dr.I mengadu ataupun complain ke RS karena mendapat efek samping atau gejala-gejala lainnya. Akan tetapi untuk pasien bayi 9bulan yang menerima loperamid dan sudah mengkonsmsi loperamid nya 1bungkus, langsung ditelp hari itu juga untuk datang lagi ke RS dan diperbaiki pengobatannya oleh dr.A. Dampak Kemungkinan (likehood) Sangat
rendah Rendah Sedang Besar Ekstrim Jarang 1 2 3 4 5 Kadang-kadang 2 4 6 8 10 Mungkin 3 6 9 12 15 Mungkin sekali 4 8 12
16 20 Hampir pasti 5 10 15 20 25 Nilai : 1-3 4-6 8-12 15-25 Rendah Sedang Bermakna Tinggi Bobot likehood = 2 Bobot dampak = 2 Bobot total penilaian adalah berada di kolom kuning yaitu sedang PEMBAHASAN Kejadian saat itu membuat saya dan dr.A membahas beberapa resep yang hanya perasaan saya adalah sesuatu yang “tidak biasa”(karena hanya berdasarkan kebiasaan dokter lain dan hanya
berdasar brosur tanpa EBM) dan sudah ada tanda tangan dari dr.I. Tapi ternyata dr.A pun mengatakan juga bila ada pasien IGD yang awalnya ditangani oleh dr.I kemudian memang harus opname, dan diruangan di tangani oleh beliau, maka beliau pun selalu mengubah resep awal yang dari dr.I tersebut. Kemudian disimpulkan bahwa dr.A lah yang akan
berbicara langsung dengan dr.I dan mungkin akan berdiskusi tentang standar pengobatan yang rasional sesuai dengan kebutuhan pasien, karena menurut beliau, dr.I mungkin belum bisa menerima saran dari seorang Apoteker yang memang saat itu saya juga lemah dengan EBM. Pelajaran untuk kita sebagai tenaga medis, adalah untuk selalu berusaha up to date dan banyak sharing, berdiskusi bersama dengan tenaga medis lain guna pencapaian tujuan keberhasilan pengobatan/ terapi pasien. DAFTAR PUSTAKA 1. DepKes RI.(2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. 2. Supari,Siti Fadilah. Sambutan Pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit,Jakarta,2005. 3. Kusnanto,Hari. Peran Sistem Informasi Kesehatan,Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, UGM, 2007. 4. KKP RS, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Departeman Kesehatan RI,2006. 5. Fisk, E.R.1997. Construction Project Administration Fifth Edition. Prentice Hall. New Jersey. 6. Duffield, C & Trigunarsyah, B. 1999. Project Management Conception to Completion. Engineering Education Australia. (EEA). Australia. 7. Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek dari konseptual sampai operasional. Erlangga. Jakarta. 8. Rahayu, P.H. 2001. Asuransi Contractor’s All Risk sebagai Alternatif Pengalihan Risiko
Proyek Dalam Industri Konstruksi Indonesia. S eminar Nasional Manajement Konstruksi 2001. Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan. Bandung. 9. Flanagan, R & Norman, G.1993, Risk Management and Construction. Blackwell Science, London. 10. Kerzner, H. 2001. Project Management. Seventh Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
11. Risk Management Guidelines AS/NZS 4360.2004 12. American Society for Health Care Risk Management, Risk Management Handbook, 2004 13. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH
Manajemen
Risiko
Rumah
Sakit
(PDF
Download
Available).
Available
from:
https://www.researchgate.net/publication/298387368_Manajemen_Risiko_Rumah_Sakit [accessed Apr 28 2018]