POTENSIOMETRI DAN KONDUKTOMETRI Listiana Cahya Lestari (G44120093), Felina K, Afiyatina Awaliah, dan Zulhan Arif MSi Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Abstrak Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol. Konduktometri merupakan metode dengan dua elektroda inert yang konduktansi elektrolit antara kedua elektrodanya diukur. Potensiometri dan konduktomerti adalah dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan suatu konstanta ionisasi asam lemah melalui analisis antara metode potensiometri dengan konduktometri dalam menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dari Ka asam asetat. Hasil percobaan diperoleh Ka pada potensiometri dan konduktometri diperoleh sebesar 4,00x10-8 dan 1,3343x10-8 dengan nilai ketepatan berturut-turut sebesar 0,23% dan 0,08%. Hal ini menunjukkan bahwa metode potensiometri lebih baik dibandingkan dengan metode konduktometri. Pendahuluan Potensiometri merupakan teknik analisis yang didasari pada pengukuran potensial suatu sensor atau elektroda. Teknik ini menggunakan suatu membrane sebagai setengah sel elektrokimia yang potensialnya sebanding dengan logaritma dari aktivitas atau konsentrasi ion yang dianalisis. Potensial sel diukur pada keadaan tidak ada arus yang melalui sel. Prinsip potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara elektrode indikator dan elektrode yang dicelupkan pada larutan. Untuk mengukur potensial pada elektrode indikator digunakan elektrode standar sebagai pembanding yang mempunyai harga potensial tetap selama pengukuran. Elektrode indikator merupakan elektrode yang potensialnya bergantung pada konsentrasi ion yang akan ditetapkan dan proses pemilihannya berdasarkan jenis senyawa yang hendak ditentukan (Gandjar 2007). Proses titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektrode indikator dan elektrode pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan potensial terhadap volume titran yang ditambahkan dapat diperkirakan titik akhirnya. Pada metode titrasi potensiometri ini titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan potensial yang mencolok. Ketelitian yang diperoleh akan lebih baik dari pada titik ekivalen yang ditandai dengan perubahan warna maupun adanya endapan (Suyanta 2005). Metode potensiometri ini bermanfaat bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila daerah kesetaraan sangat pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi dengan indikator (Rivai 1995).
Pengembangan dari teknik analisis potensiometri berawal dari penggantian elektroda indikator dengan penggunaan dua elektroda reference. Elektroda reference yang digunakan harus bekerja berdasarkan hukum Nernst. Dalam elektrokimia, persamaan Nernst adalah persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan potensial kesetimbangan reduksi dari sel-setengah dalam sel elektrokimia (Watoni dan Buchari 2009). Persamaan ini menyatakan hubungan antara potensial dari sebuah elektroda ion-ion logam dan konsentrasi dari ion dalam sebuah larutan. Potensial yang dihasilkan konstan dalam berbagai waktu dan tidak dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu elektroda reference yang digunakan harus reversibel dan bersifat inert. Elektroda indikator yang sering digunakan adalah pH meter. Sensitifitas elektroda ini terhadap H+ dapat dimanfaatkan untuk menentukan konsentrasi dari suatu analit. Cara yang ditempuh dengan titrasi menggunakan titran yang sesuai dan menggunakan elektroda indikator yang sesuai juga (Nurdin et al. 2005). Titrasi konduktometri didasarkan pada metode analisa kuantitatif yang memanfaatkan daya hantar listrik suatu larutan. Besarnya daya hantar yang diperoleh bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah jumlah partikelpartikel bermuatan dalam larutan, jenis ion yang ada, mobilitas ion media/pelarutnya, suhu, gaya tarik menarik ion dan jarak elektroda. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Pada konduktometri menggunakan dua elektrode inert (platinum yang terplatinasi) untuk mengukur konduktansi/daya hantar larutan elektrolit antara kedua elektrode tersebut, biasanya digunakan arus bolak balik dan alat penyeimbang jembatan Wheatstone. Konduktivitas suatu larutan elektrolit pada setiap temperatur bergantung pada ionion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Titrasi konduktometri dapat digunakan untuk menentukan titik ekuivalen suatu titrasi (Svehla 1990). Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen dengan tetapan sel harus diketahui. Maka selama pengukuran yang berturut-turut jarak elektroda harus tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak berfungsi secara linear dengan konsentrasi (Khopkar 2008). Tujuan Percobaan Percobaan bertujuan mempelajari ketelitian hasil suatu analisis antara metode analisis secara potensiometri dengan konduktometri dalam menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dan Ka asam asetat. Metode Percobaan Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah pH meter, gelas piala 200 mL, 400 mL, erlenmeyer 250 mL, pipet volumetrik 10 mL, pipet tetes, bulb, gelas ukur, labu takar 50mL, batang pengaduk, kaca arloji, sudip, stirer dan buret. Bahan-bahan
yang digunakan ialah Kristal asam oksalat, NaOH 0,1000 N, HCl 0,1000 N, asam asetat 0,1000 N, akuades, buffer pH 4 dan 7. Prosedur Potensiometri Kalibrasi pH meter Buffer digunakan untuk kalibrasi pH meter dengan cara kalibrasi dua nilai pH. Nilai potensial diukur dari buffer yang disediakan. Standardisasi NaOH Asam oksalat 0,1 N sebanyak 10 mL dipipet lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 200 mL. Larutan tersebut lalu diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Elektroda kaca kombinasi dicelupkan dan stirrer dimasukkan ke dalam larutan kemudian dibaca potensial awalnya. Larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan penambahan NaOH sebesar 0,5 mL ( 1-9 mL), 0,1 mL ( 9-11mL), dan 0,5 mL (11-18 mL). Potensial diukur setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut dan titrasi dilakukan triplo. Titrasi HCl dengan basa kuat Larutan HCl 0.1 N dipipet sebanyak 10 mL lalu dipindahkan ke dalam gelas piala 400 mL dan diencerkan dengan 100 mL akuades. Alat dipasang dan dihubungkan elektrode dengan potensiometer lalu alat diberi sumber arus. Potensial larutan ditetapkan dengan memakai skala 0 – 100 mV. Larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N yang telah disediakan dengan penambahan NaOH 0,1 N sebesar 1.0 mL (1-5 mL), 0.5 mL (5-9 mL), dan 0.1 mL (9-11 mL). Potensial diukur setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut. Penentuan Ka asam asetat Asam asetat 0.1 N sebanyak 10 mL dipipet lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Larutan tersebut lalu diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Elektrode gelas kombinasi dicelupkan dan stirer ditempatkan ke dalam larutan lalu dibaca potensial larutan awalnya. Larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N dengan penambahan 0.5 mL sampai 20 mL. Potensial diukur setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut. Konduktometri Larutan KCl digunakan untuk kalibrasi konduktometer. Standardisasi NaOH
Asam oksalat 0.1 N sebanyak 10 mL dipipet kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Larutan tersebut kemudian diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Elektrode dicelupkan dan stirer dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Konduktan larutan kemudian dibaca setiap penambahan titran (0-20 mL). Titrasi HCl dengan NaOH HCl 0.1 N sebanyak 10 mL dipipet lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Konduktan larutan kemudian dibaca lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sebesar 1.0 mL (1-5 mL), 0.5 mL (5-15 mL), dan 1.0 mL (15-20 mL). konduktan dibaca setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut dan titrasi dilakukan secara triplo. Penentuan konsentrasi HCl HCl 0.1 N sebanyak 10 mL dipipet lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Elektrode lalu dicelupkan dan stirer dimasukkan pula ke dalam larutan. Konduktan larutan lalu dibaca dan larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N dengan penambahan 0.5 mL sampai 20 mL. konduktan dibaca setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut. Penentuan Ka asam asetat Asam asetat sebanyak 10 mL dipipet lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Larutan tersebut kemudian diencerkan sampai 100 mL dengan akuades. Elektrode lalu dicelupkan dan stirer dimasukkan pula ke dalam larutan. Konduktan larutan lalu dibaca dan larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N dengan penambahan 0.5 mL sampai 20 mL. konduktan dibaca setiap penambahan NaOH 0,1 N tersebut. Hasil dan Pembahasan Praktikum ini menggunakan dua metode. Metode pertama adalah titrasi potensiometri tepatnya titrasi asam basa, ketetapan untuk dapat menemukan titik akhir pada titrasi asam basa secara potensiometri tergantung dari konsentrasi dan kekuatan asam serta basa. Agar metode ini berhasil baik, kedua asam atau basa hendaknya kekuatannya berbanding sekurangnya 10-5 sampai 1. Metode ini dapat digunakan untuk titrasi asam atau basa bervalensi banyak, tetapi hanya dapat dilakukan untuk masing-masing senyawa jika harga pKa atau pKb berbeda minimal 2 satuan (Widjaja dkk., 2008). Pada titrasi asam basa, elektroda indikator yang digunakan adalah elektroda membran gelas yang sensitif terhadap perubahan jumlah ion hidrogen (H+) dan elektroda pembanding yang digunakan adalah Elektroda Kalomel (Khopkar 2008). Untuk titrasi asam basa, setiap perubahan ion hidrogen tersebut diamati. Pada elektrode membran gelas, tidak ada elektron yang diberikan kepada membran. Justru sebuah membran membiarkan ion H+ untuk menembusnya, tetapi menahan ion yang lain. Dengan demikian akan timbul beda potensial yang cukup besar untuk mencegah terjadinya migrasi lebih lanjut. Kelebihan dari elektroda membran gelas adalah tidak terjadinya
kontaminasi sehingga tidak ada permukaan katalis yang kehilangan aktivitasnya. Nilai-nilai pH dari suatu larutan yang kurang tersangga bisa diukur secara akurat dan akhirnya elektroda jenis ini sangat cocok digunakan untuk memonitor pH secara kontinu pada rentang waktu yang lama (Day dan Underwood, 2002). Melalui kurva hubungan antara volume pentitar vs pH dapat ditentukan titik akhir titrasinya. Titik akhir titrasi dideteksi dengan menetapkan volume di mana terjadi perubahan potensial yang relatif besar ketika ditambahkan penitar (Widjaja dan Laksmiani, 2009). Titrasi potensiometri dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya adalah mengkalibrasi pH meter, kemudian standarisasi NaOH, titrasi HCl dengan basa kuat, dan penentuan konstanta ionisasi asam lemah. Standardisasi NaOH bertujuan untuk mengetahui konsentrasi pasti dari NaOH, sebab ada kemungkinan konsentrasi NaOH bersifat higroskopis atau mudah mengikat uap air dan air sehingga jika dibiarkan terlalu lama maka konsentrasinya akan berubah. Setiap pengukuran dilakukan pengukuran penambahan larutan harus dihomogenkan menggunakan pengaduk magnet, yang bertujuan menyamakan pH disetiap bagian larutan. Lain halnya dengan pengukuran secara titrimetri, larutan yang dititrasi juga harus dihomogenkan dengan digoyang-goyang dan diamati penambahan volum titran hingga titrat berubah warna sesuai indicator yang diberikan. Standardisasi NaOH menggunakan oksalat secara titrimetri dan potensiometri berturut-turut menghasilkan konsentrasi NaOH sebesar 0,0098 N dan 0,1124 N serta ketelitian sebesar 97,60% dan 100%. Penggunaan metode potensiometri untuk standardisasi NaOH mempunyai akurasi yang lebih baik dibandingkan titrimetri. Metode titrimetri memanfaatkan titik akhir ketika titran dan titran tepat saling menghabiskan sedangkan potensiometri memanfaatkan titik ekuivalen (TE) ketika larutan berada pada kesetimbangan yang ditunjukkan pada penurunan potensial yang curam (lebih mudah diinterpretasikan dengan kurva derivat 1 pada Gambar 4, 5, dan 6 ataupun derivat 2 pada Gambar 7, 8, dan 9 . Metode titrimetri tidak bisa memanfaatkan TE karena perubahan warna TE yang susah untuk diamati. Berdasarkan percobaan diperoleh bentuk kurva yang menurun pada standardisasi NaOH dengan asam oksalat dan titrasi asam kuat maupun asam lemah (terlihat pada Gambar 1, 2, 3, 10, 11, 12, 19, 20, dan 21). Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya titran yang ditambahkan maka jumlah ion yang ada dalam larutan sedikit. Adanya perbentukan akumulasi garam NaCl sehingga konsentrasi NaOH menurun akibat sebagian NaOH ternetralkan oleh asam HCl. Ion tersebut bereaksi dengan ion dari senyawa bermuatan total 0 yaitu H2O. Hasil percobaan diperoleh nilai Ka sebesar 4,00x10-8 dengan ketepatan 0,23%, Ka yang diperoleh berbeda dengan literatur yaitu sebesar 1,75x10-5. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam titrasi potensiometri yaitu kesalahan dalam kalibrasi alat, penambahan volume titran pada saat titrasi sehingga pengukuran kurang teliti, kecepatan stirer yang tidak konstan, proses pngenceran larutan yang kurang tepat, dan adanya kontaminasi dari bahan lain serta pembacaan meniskus yang kurang teliti. Cara meminimalisir kesalahan pada stirer dapat dilakukan dengan mengusahakan kecepatannya konstan agar nilai yang terukur stabil, alat yang digunakannyapun harus bersih dan terhindar dari
kontaminasi bahan lain dan sebaiknya menggunakan stabilizier agar stabil. Ka asam asetat dengan metode ini diperoleh dari slope grafik plot gran (terlihat pada Gambar 28, 29, dan 30) dibagi dengan volume TEnya. Metode yang kedua adalah metode titrasi konduktometri. Percobaan konduktometri bertujuan mengetahui daya hantar listrik suatu larutan. Konduktivitas suatu larutan elektrolit bergantung pada ion-ion yang ada dalam konsentrasinya. Kurva yang dihasilkan melalui metode ini berbentuk seperti huruf V terlihat pada Gambar 31 sampai 38, yang menunjukkan nilai konduktan yang rendah untuk volume TEnya. Daya hantar yang diperoleh berkolelasi ketika titran ditambahkan jumlah ion yang ada dalam titrat semakin berkuran karena dinetralkan oleh senyawa titratnya. Dan ketika volume TEnya terlewati jumlah ion yang ada dalam larutan meningkat kembali yang dibuktikan dengan meningkatnya kembali konduktans. Namun pada titrasi NaOH dengan asam asetat menunjukkan bentuk kurva landai yang cenderung naik terlihat pada Gambar 32 sampai 35. Hal ini terjadi karena kemungkinan adanya penambahan awal basa yang akan menghasilkan buffer sehingga [H+] berkurang dan terjadi kenaikan [Na+] dan [CH3COO-]. Penurunan volume TE pada masing-masing pengukuran mengindikasikan konsentrasi titrat yang digunakan. Volume TE yang didapatkan pada asam asetat dapat digunakan untuk menentukan Ka asam asetatnya. Secara konduktometri Ka asam asetat diperoleh sebesar 1,3343x10-8 dengan ketepatan 0,08%. Perbandingan metode antara potensiometri dan konduktometri dapat dievaluasi menggunakan uji-F dab uji-t dengan dua variabel (two tail) yang terangkum dalam Tabel 18. Uji-F dapat diterima jika Fhitung < Ftabel maka kemungkinan metode tersebut mempunyai nilai yang lebih dari metode pembandingnya. Dalam pengukuran konsentrasi standar NaOH metode konduktometri memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan metode potensiometri, sehingga jika metode konduktometri yang dibandingkan dan metode potensiometri sebagai pembanding H0 dapat diterima. Namun untuk akurasi penentuan [NaOH] metode potensiometri mempunyai ketelitian yang bagus. Penentuan [HCl] dan Ka asam asetat dengan metode potensiometri yang dibandingkan H0 dapat diterima sehingga dapat dilanjutkan dengan uji-t. Kedua penentuan nilai tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata dalam penggunaan kedua metode, tetapi umtuk pengukuran Ka asam asetat metode potensiometri memiliki presisi yang lebih tinggi yaitu 0,23%. Metode potensiometri mempunyai keuntungan menentukan nilai volume TE dengan bantuan kurva derivat 1 dan derivat 2 yang begitu jelas menggambarkan penurunan nilai potensialnya. Serta dalam penentuan Ka suatu larutan dipermudah dengan adanya plot gran yang berlandaskan persamaan Nernst. Kelemahannya penentuan volume TE cukup susah dan tidak bisa langsung ditentukan dengan kurva titrasi normalnya. Untuk metode konduktometri cukup dengan kurva normalnya dapat menentukan volume TE dengan mudah, namun presisi yang dihasilkan memiliki nilai yang kurang memuaskan. Maka untuk analisis cepat metode konduktometri lebih diminati sedangkan, metode potensiometri digunakan untuk analisis yang memerlukan presisi yang tinggi.
Simpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa Ka asam asetat dengan metode potensiometri dan konduktometri diperoleh sebesar 4,00x10-8 dan 1,3343x10-8 dengan ketepatan sebesar 0,23% dan 0,08% Hal tersebut menunjukkan bahwa metode potensiometri lebih baik dibandingkan dengan konduktometri. Daftar Pustaka Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta (ID): Erlangga Gandjar,Gholib Ibnu. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Indonesia Press.
Jakarta (ID): Universitas
Nurdin I, Damayanti A, Lede OMR, Widiatmoko P. 2005. Pengaruh penambahan propana dalam bahan bakar terhadap karakteristik sel tunam oksida padat. Jurnal Teknik Kimia Indonesia 4(1): 159-165. Rivai, Harizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Suyanta, Susanto I.R, Buchari, Indra Noviandri. 2005. Penggunaan ESI La untuk penentuan ion Lantanum secara titrasi potensiometri dengan EDTA [Skripsi]. Bandung (ID): Institut Pertanian Bogor. Svehla, G, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro Edisi II. Jakarta (ID): Kalman Media Pustaka. Watoni AH dan Buchari. 2009. Studi aplikasi metode potensiometri pada penentuan kandungan karbon organik total tanah. JMS 5(1): 23-40. Widjaja, I N.K. Dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jimbaran (ID): UNUD press..