BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat, pembangunan kesehatan di Jawa Tengah tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat. Segala upaya kesehatan selama ini dilakukan tidak hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga tidak luput peran dari sektor non kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya mengatasi permasalahan kesehatan. Agar proses pembangunan pembangunan kesehatan kesehatan berjalan sesuai dengan arah dan tujuan, diperlukan manajemen yang baik sebagai langkah dasar pengambilan keputusan dan kebijakan di semua tingkat administrasi administrasi pelayanan kesehatan. Untuk itu pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik dalam suatu sistem informasi kesehatan. kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang evidence based diarahkan untuk penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Untuk itu, peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan semakin dibutuhkan dalam dalam manajemen kesehatan kesehatan oleh berbagai berbagai pihak. Masyarakat Masyarakat semakin peduli dengan situasi kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, terutama terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kesehatan mereka. mereka. Kepedulian masyarakat akan informasi kesehatan ini memberikan nilai positif bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu pengelola program harus bisa menyediakan dan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan dikemas secara baik, sederhan sede rhana, a, informatif, informatif, dan da n tepat waktu. Profil kesehatan merupakan salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan yang penyusunan dan penyajiannya dibuat sesederhana mungkin tetapi informatif, untuk dipakai sebagai alat tolok ukur kemajuan pembangunan kesehatan sekaligus juga sebagai bahan evaluasi program-program program-program kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah adalah gambaran situasi kesehatan yang memuat berbagai Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
1
data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun yang memuat data derajat kesehatan, sumber daya kesehatan, kesehatan, dan capaian indikator hasil pembangunan kesehatan. kesehatan. B. SISTEMATIKA PENYAJIAN Sistematika Sistematika penyajian Profi P rofill Kesehatan adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Berisi
penjelasan
tentang
maksud,
tujuan
dan
sistematika
penyajiannya. BAB II
: GAMBARAN UMUM Menyajikan tentang gambaran umum Provinsi Jawa Tengah meliputi letak geografis, kependudukan, ekonomi dan pendidikan yang erat kaitannya dengan kesehatan. kesehatan.
BAB III
: SITUASI DERAJAT DERAJAT KESEHATAN Berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan angka status s tatus gizi masyarakat.
BAB IV
: SITUASI UPAYA KESEHATAN KESEHATAN Menguraikan
tentang
pelayanan
kesehatan
dasar,
pelayanan
kesehatan rujukan dan penunjang, pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana serta upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh kabupaten/kota. BAB V
:
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN Menguraikan
tentang
tenaga
kesehatan,
sarana
kesehatan,
pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya. BAB VI
: KESIMPULAN Berisi sajian garis besar hasil-hasil cakupan porgram/kegiatan berdasarkan berdasarkan indikator-indikator indikator-indikator bidang kesehatan untuk dapat d itelaah lebih jauh dan untuk bahan perencanaan pembangunan kesehatan serta pengambilan keputusan di Provinsi Jawa Tengah.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
2
LAMPIRAN Berisi resume atau angka pencapaian kabupaten/kota dan 82 tabel data yang sebagian diantaranya merupakan Indikator Pencapaian Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
3
BAB II GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFI Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak cukup strategis karena berada diantara dua provinsi besar, yaitu bagian barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya Letaknya antara 5°40' - 8°30' lintang lintang selatan dan antara 108 °30' - 111°30' bujur timur (termasuk Pulau P ulau Karimunjawa). Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km², secara administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang tersebar menjadi 573 kecamatan dan 8.576 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas 2.138,51 km², atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Kota Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil yaitu seluas 18,12 km². Secara topografi, wilayah Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan yang dibagi menjadi 4 (empat) kriteria : a. Ketinggian antara 0–100 m dari permukaan air laut, seluas 53,3%, yang daerahnya berada di sepanjang pantai utara dan pantai pa ntai selatan. b. Ketinggian antara 100–500 m dari permukaan air laut seluas 27,4%. c. Ketinggian antara 500–1.000 500–1.000 m dari permukaan air laut seluas 14,7%. d. Ketinggian diatas 1.000 m dari permuk pe rmukaan aan air laut seluas 4,6%. B. KEADAAN PENDUDUK 1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 32.382.657 32.382.657 jiwa, dengan luas wilayah wilayah sebesar 32.544,12 kilometer kilometer persegi (km²), rata-rata rata-rata kepadatan penduduk sebesar 995,04 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
4
adalah Kota Surakarta, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 11.341 jiwa per km². Wilayah terlapang adalah Kabupaten Blora, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 462 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di Jawa Tengah belum merata. Jumlah rumah tangga sebanyak 8.703.696, maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah 3,72 jiwa untuk setiap rumah tangga. Penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes 1.733.869 jiwa (5,35%) dan paling sedikit di Kota Magelang 118.227 jiwa (0,37%). Data mengenai kependudukan dapat dilihat pada lampiran Tabel 1.
2. Rasio Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Jawa Tengah 16.091.112 jiwa (49,69%) dan jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah 16.291.545 jiwa (50,31%). Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar 98,77 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan ada sekitar 98 atau 99 penduduk laki-laki. Data mengenai rasio jenis kelamin (sex (sex ratio ) dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.
3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurut kelompok umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 15–44 tahun. Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran Tabel 3. Perbandingan komposisi proporsi penduduk menurut usia produktif dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
5
Tabel 2.1 Persentase Kelompok Usia Produktif Jawa Tengah tahun 2006 – 2010 TAHUN
Kelompok Usia (Tahun)
2006
2007
2008
2009
2010
0 - 14
25,98 %
27,02 %
26,57 %
25,03 %
26,32 %
15 – 64
66,92 %
65,21 %
65,66 %
67,87 %
66,53 %
65 +
7,10 %
7,77 %
7,77 %
7,11 %
7,05 %
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi penduduk tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun 2009, kelompok usia produktif (15-64 tahun) mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia belum produktif (0-14 tahun) mengalami kenaikan. Hal ini berarti bahwa angka beban tanggungan menjadi bertambah.
C. KEADAAN EKONOMI 1. Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah ukuran kuantitatif dari kinerja perekonomian suatu wilayah selama satu periode waktu tertentu. PDRB merupakan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit-unit usaha yang beroperasi di wilayah domestik. Perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 6,0% dibanding tahun 2010. Berdasarkan hasil penghitungan triwulan I sampai dengan triwulan IV , PDRB Jawa Tengah tahun 2011 atas dasar harga berlaku meningkat sebesar Rp. 53,9 triliun, yaitu dari Rp. 444,7 triliun pada tahun 2010 menjadi menjadi sebesar Rp. 498,6 498,6 triliun pada tahun tahun 2011. Jika dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2011 mencapai Rp. 198,2 triliun, sedangkan pada tahun 2010 sebesar Rp. 187,0 triliun. triliun. Selama tahun 2011, semua sektor ekonomi yang membentuk PDRB mengalami
pertumbuhan.
Pertumbuhan
tertinggi
terjadi
pada
sektor
pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 8,6%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,5%, sektor jasa-jasa 7,5%, sektor industri
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
6
pengolahan 6,7%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan 6,6%, sektor konstruksi 6,3%, sektor pertambangan dan penggalian 4,9%, sektor listrik, gas dan air bersih 4,3%. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan terendah pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yaitu sebesar 1,3%. Selain itu dapat dilihat besarnya sumbangan (andil) masing-masing sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selam tahun 2011. Sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan 6,7% mampu memberikan andil terbesar terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,2%. Sumber pertumbuhan terbesar kedua adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 1,6%. Sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi, meskipun mengalami pertumbuhan terbesar yaitu 8,4%, sektor ini hanya mampu memberikan sumbangan 0,4% terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan kontribusi nilai tambah bruto sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap PDRB Jawa Tengah relatif kecil. PDRB per kapita merupaka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2011 angka PDRB per kapita atas dasar harga berlaku diperkirakan mencapai 15,4 juta dengan laju peningkatan sebesar 12,0% dibandingkan dengan PDRB per kapita tahun 2010 sebesar Rp. 13,7 juta. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2011 sebesar Rp. 6,1 juta atau secara riil meningkat sebesar 5,9% dibandingkan dengan tahun 2010 yan gsebesar Rp. 5,8 juta. Tabel 2.2 PDRB per Kapita Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011 (jutaan rupiah) Tahun
PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku
PDRB per Kapita atas dasar harga konstan
2008
11,124
5,142
2009
11,957
5,345
2010
13,732
5,774
2011
15,376
6,112
Sumber : PDRB Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
7
2. Angka Beban Tanggungan Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban tanggungan (dependency ratio ) penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 50,31. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2009 (51,43), berarti pada tahun 2010 setiap 100 penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 50 penduduk usia belum produktif (0–14 tahun) dan usia tidak produktif (65 tahun ke atas). D. KEADAAN PENDIDIKAN Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya. Dibandingkan dengan tahun 2009 secara umum telah terjadi peningkatan di bidang pendidikan. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SD, SMP dan Akademi/Perguruan Tinggi. Hal ini wajar terjadi mengingat semakin digalakkannya program sekolah gratis bagi jenjang SD dan SMP dan program-program pendidikan lainnya. Berikut ini disajikan tabel persentase jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2010. Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Usia 10 tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2010
2007
Blm/Tdk Pernah Sekolah 7,84
2008
9,33
23,03
32,01
16,58
14,64
4,41
100,00
2009
8,42
22,16
32,50
17,22
15,21
4,48
100,00
2010
8,13
18,91
34,55
18,11
10,48
4,93
100,00
Tahun
Tdk punya Ijazah SD/MI
SD/MI
SMP
SMU/SMK
DIPL/AK/ PT
Total
26,46
31,74
15,58
12,45
5,93
100,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
8
Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya pada tahun 2010 sebesar 91,02%, sedangkan yang buta huruf sebesar 8,98%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka penduduk laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan penduduk perempuan, angka melek penduduk laki-laki sebesar 94,28% dan perempuan sebesar 87,87%. Data mengenai angka melek huruf dapat dilihat pada lampiran Tabel 5. Demikian gambaran umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 secara ringkas dengan penyajian tentang kependudukan, perekonomian dan pendidikan. Faktor perekonomian dan pendidikan secara bersama-sama dengan kesehatan digunakan untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
9
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.
A. ANGKA KEMATIAN Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI dan Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas. 1. Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 10,62/1.000
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
10
kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup maka AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011. 11 10,5 10 9,5 9 8,5 AKB
2008
2009
2010
2011
9,27
10,25
10,62
10,34
Gambar 3.1 Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
Angka kematian bayi tertinggi adalah Kabupaten Rembang sebesar 21,97/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah adalah Kota Surakarta sebesar 3,63/1.000 kelahiran hidup. Kab.Rembang Kab.Temanggung Kab.Batang Kab.Banjarnegar Kab.Purw orejo Kab.Semarang Kab.Wonosobo Kab.Pemalang Kab.Blora Kab.Boyolali Kota Semarang Kab.Kendal Kab.Purbalingga Kab.Wonogiri Kab.Banyumas Kab.Jepara Kab.Klaten Kab.Cilacap Kab.Pati Kota Pekalongan Kab.Karanganyar Kab.Sukoharjo Kab.Kebumen Kab.Brebes Kab.Sragen Kab.Pekalongan Kab.Grobogan Kota Magelang Kab.Tegal Kota Salatiga Kab.Magelang Kab.Kudus Kab.Demak Kota Tegal Kota Surakarta
0,00
21,97 17,53 17,34 13,30 13,23 12,93 12,63 12,27 12,15 11,67 11,16 10,08 9,72 9,69 9,38 9,33 9,23 9,23 9,23 9,11 8,85 8,72 8,68 8,54 8,51 8,49 7,55 7,49 7,09 6,72 6,66 3,63
15,79 15,25
5,41
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Gambar 3.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
11
2. Angka Kematian Balita Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran hidup, menurun dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 12,02/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup, AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sudah melampaui target. Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011. 12,5 12 11,5 11 10,5 10 9,5 9 AKABA
2008
2009
2010
2011
10,12
11,6
12,02
11,5
Gambar 3.3 Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
AKABA tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 23,74/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah di Kota Surakarta sebesar 4,12/1.000 kelahiran hidup. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
12
Kab.Rembang Kab.Batang Kab.Temanggung Kab.Banjarnegar Kab.Purw orejo Kota Semarang Kab.Semarang Kab.Pemalang Kab.Boyolali Kab.Blora Kab.Wonosobo Kab.Kendal Kab.Purbalingga Kab.Wonogiri Kab.Karanganyar Kab.Banyumas Kab.Jepara Kab.Klaten Kab.Sukoharjo Kota Pekalongan Kab.Sragen Kab.Cilacap Kab.Pati Kab.Kebumen Kab.Pekalongan Kota Magelang Kab.Brebes Kab.Grobogan Kab.Tegal Kab.Demak Kab.Magelang Kota Salatiga Kab.Kudus Kota Tegal Kota Surakarta 0.00
4.12
5.78
14.85 14.42 14.25 13.88 13.83 13.68 12.95 12.42 11.81 10.98 10.80 10.79 10.57 10.39 10.36 10.20 10.14 9.86 9.70 9.66 9.55 9.26 9.12 8.36 8.16 7.94 7.85 7.44
5.00
10.00
15.00
19.02 18.87 17.46 16.55
20.00
23.74
25.00
Gambar 3.4 Angka Kematian Balita di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
3. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan
kesehatan
ibu
yang
berkualitas,
terutama
pelayanan
kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisii ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
13
banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun). Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berdasarkan laporan
dari
kabupaten/kota
sebesar
116,01/100.000
kelahiran
hidup,
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2010 sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup. Gambar 3.5 di bawah ini tren AKI di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. 120 115 110 105 100 95 AKI
2008
2009
2010
2011
114,42
117,02
104,97
116,01
Gambar 3.5 Angka Kematian Ibu Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
Jumlah kematian maternal terbanyak adalah di Kabupaten Tegal sebanyak 51 kematian. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah kematian maternal paling sedikit adalah Kota Magelang dengan 1 kematian. Kab.Tegal Kab.Pemalang Kab.Banyumas Kab.Brebes Kota Semarang Kab.Cilacap Kab.Kendal Kab.Demak Kab.Grobogan Kab.Jepara Kab.Pati Kab.Batang Kab.Blora Kab.Magelang Kab.Semarang Kab.Sragen Kab.Boyolali Kab.Pekalongan Kab.Kudus Kab.Wonosobo Kab.Purbalingga Kab.Temanggung Kab.Karanganyar Kab.Sukoharjo Kab.Banjarnegara Kab.Rembang Kab.Wonogiri Kab.Klaten Kab.Purw orejo Kota Tegal Kota Pekalongan Kab.Kebumen Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang
13 13 13 12 11 10 10 10
6 1
0
18 18 17 16 15 15
24 24 23 22 22 21
28 27 26 26
31
51
45
35 34
9 9 9
4
10
20
30
40
50
60
Gambar 3.6 Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
14
Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas sebesar 48,65%, kemudian pada waktu hamil sebesar 25,75% dan pada waktu persalinan sebesar 25,60%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar 65,12%, kemudian pada kelompok umur >35 tahun sebesar 28,89% dan pada kelompok umur <20 tahun sebesar 5,99%.
4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas Angka Kematian kecelakaan lalu lintas adalah jumlah kematian sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk dalam kurun waktu satu tahun. Kabupaten/kota yang melaporkan kejadian kecelakaan lalulintas pada tahun 2011 sebanyak 25 kabupaten/kota meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 19 kabupaten/kota. Angka kecelakaan lalulintas per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 94,80 sedangkan tahun 2010 sebesar 176,17 sementara Angka kematian kecelakaan lalu lintas tahun 2011 adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah. Dari 25 kabupaten/kota yang melaporkan, angka kematian kecelakaan lalu lintas tertinggi terjadi di Kota Magelang yaitu sebesar 21,99/100.000 penduduk.
B. ANGKA KESAKITAN 1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit “ Acute Flaccid Paralysis” (AFP) Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans AFP. Surveilans AFP merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis . Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut :
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
15
a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal. b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam. c. Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus (untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma Bandung) d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus polio liar didalamnya. e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada kelumpuhan atau tidak. Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di masyarakat. Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia <15 tahun. Target minimal penemuan penderita AFP tahun 2011 sebanyak 164 penderita. Pada tahun 2011 Jawa Tengah menemukan 215 penderita AFP, sehingga memenuhi target. Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, dari 215 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan virus polio liar).
210 205 200 195 190 185 180 175 170 165 160 Kasus AFP
2006
2007
2008
2009
2010
191
207
187
193
178
Gambar 3.7 Penemuan Kasus AFP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
16
2. Prevalensi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly
Observed
Treatment
Short-course)
sebagai
strategi
dalam
penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective) , yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OATyang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 74,52. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan (205,5 per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (20,06 per 100.000 penduduk).
3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA(+) Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB ada lah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2011 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 100%. Meskipun masih dibawah target yang ditentukan, capaian CDR tahun 2011 sebesar 59,52% meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (55,38%). CDR tertinggi di Kota Pekalongan sebesar 132,78% dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 33,04%. Terdapat empat kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100% yaitu Kota Surakarta
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
17
(101,31%), Kabupaten Pekalongan (103,12), Kota Tegal (116,99%) dan Kota Pekalongan (132,78%). 60 50 40 30 20 10 0 CDR TB
2008
2009
2010
2011
47,97
48,15
55,38
59,52
Gambar 3.8 Angka Penemuan TB Paru (CDR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Untuk meningkatkan cakupan CDR dan angka kesembuhan, pada tahun 2011
telah dilakukan berbagai upaya seperti peningkatan SDM, baik tenaga
medis, paramedis dan laboratorium, pertemuan jejaring antar unit pelayanan kesehatan dan asistensi ke rumah sakit. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dievaluasi untuk menilai apakah hasil kegiatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan sekaligus mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan untuk selanjutnya disusun rencana tindak lanjut perbaikan.
4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA(+) Evaluasi pengobatan pada penderita TB paru BTA(+) dilakukan melalui pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah menyelesaikan pengobatan, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
18
pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA(+) yang diobati disebut keberhasilan pengobatan (Succes Rate ). Angka kesembuhan (Cure Rate ) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila dibandingkan tahun 2009 (85,01%). Angka kesembuhan tertinggi di Kabupaten Karanganyar sebesar 98,17%, sedangkan terendah di Kota Tegal sebesar 47,13%. 86 85,5 85 84,5 84 83,5 83 82,5 82 CR TB
2008
2009
2010
83,9
85,01
85,15
Gambar 3.9 Angka Kesembuhan TB Paru (CR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2010
5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) . Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 yang sebesar 40,63%. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 sebesar 100%. Berikut ini ditampilkan persentase penemuan pneumonia balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
19
Pada tingkat kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase cakupan diatas 100% yaitu Kota Magelang (179,6%), sementara kabupaten dengan persentase cakupan terendah adalah Kabupaten Rembang (1,9%). 45 40 35 30 25 20 Pneumonia Balita
2008
2009
2010
2011
23,63
25,96
40,63
25,5
Gambar 3.10 Persentase Penemuan dan Penanganan Penderita P neumonia pada Balita P rovinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang a da di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT), sero survey dan Survei Terpadu Biologis dan perilaku (STBP). Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, sebagian besar didapat dari hasil VCT di rumah sakit. Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) sebanyak 521 kasus dari laporan VCT rumah sakit, laporan rutin AIDS kab/kota serta Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM). Peningkatan infeksi HIV dan kasus AIDS ini dikarenakan upaya penemuan atau pencarian kasus yang semakin intensif melalui VCT di rumah sakit dan upaya penjangkauan oleh LSM peduli AIDS di kelompok risiko tinggi. Kasus HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es, artinya kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil yang ada di masyarakat. Jumlah kematian karena AIDS di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 89 kasus.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
20
755
800 700 600 500
430 373
400 300
521
501
259 170
200
143 56
100
160 104
89
0 2008
2009 HIV
AIDS
2010
2011
Meninggal
Gambar 3.11 Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian karena AIDS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Gambar 3.11 menunjukan bahwa kecenderungan (trend ) kasus HIV maupun AIDS selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Penemuan kasus HIV tahun 2011 meningkat sangat tajam hampir 2 kali lipat lebih dibanding tahun 2010. Jumlah kasus baru HIV/AIDS tertinggi adalah di Kota Semarang (189/59 kasus), jumlah kematian karena AIDS terbanyak di Kabupaten Banyumas sebanyak 10 kasus.
Perempuan 37%
Laki-laki 63%
Gambar 3.12 Persentase Kasus Baru AIDS menurut Jenis Kelamin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya Penyakit Menular Seksual (PMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS meliputi Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, dan lain-lain. Infeksi Menular
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
21
Seksual (IMS) yang diobati adalah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan sindrom dan etiologi serta diobati sesuai standar. Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini sebanyak 10.752 kasus. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di p opulasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar.
8. Donor Darah Diskrining terhadap HIV Selain melakukan kegiatan serosurvei HIV dan surveilans/ pengamatan kasus AIDS, Dinas Kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil skrining/penapisan darah donor melalui UTDD PMI Jawa Tengah. Tujuan skrining ini adalah untuk mengamankan darah donor supaya bebas dari beberapa penyakit seperti Hepatitis C, Sifilis, Malaria, DBD termasuk juga bebas dari virus HIV. Pada tahun 2011 diketahui jumlah pendonor sebanyak 346.269 orang, kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828 (93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415 sampel (0,13) yang positif HIV. Tabel perkembangan jumlah sampel yang diperiksa dan hasil yang positif HIV dari tahun 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut : Tabel 3.1 Persentase Donor Darah Diskrining terhadap HIV Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011
Tahun
Jumlah Sample Diperiksa
Jumlah Positif HIV
Positif HIV
2008
348.795
520
1,49
2009
312.793
275
0,09
2010
309.731
510
0,16
2011
324.828
415
0,13
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
22
9. Kasus Diare Ditangani Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2010 (44,48%). Pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan diare tertinggi di Kota Tegal (144,2%) dan terendah di Kabupaten Purworejo (19,8%). Ada 3 kota yang mempunyai cakupan di atas 100% yaitu Kota Salatiga (106%), Kota Pekalongan (121,4%) dan Kota Tegal (144,2%). 60
55
50
45
40
2008
2009
2010
2011
47,8
48,5
44,48
57,9
Cakupan
Gambar 3.13 Cakupan Penemuan dan Penanganan diare Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
10.Prevalensi Kusta Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae . Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut: a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa, b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot,
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
23
c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif) Pada tahun 2011, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 1.873 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk. Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2011 sebesar 13,32%. Sedangkan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2011 sebesar 10,14%.
11.Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat Cakupan program kusta diukur berdasarkan angka penderita kusta tipe Pauci Baciller (PB) dan Multy Baciller (MB) selesai diobati. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2010 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 85% lebih rendah dari target 90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita baru tahun 2009 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 76% lebih rendah dari target 95%. Cakupan selama 3 tahun terakhir kusta tipe PB cenderung naik dan mulai menurun pada tahun 2009 sedangkan tipe MB cenderung menurun mulai tahun 2007 (tabel 12). 100 ) % ( e s a t n e s r e p
80 60 40 20 0
2008
2009
2010
2011
PB
92,48
85,27
91,21
85
MB
90,98
87,5
87,61
76,46
Gambar 3.14 Persentase Penderita Kusta selesai diobati Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
24
Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak penderita yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai diobati (Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru pengobatan untuk penderita default . Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 9 bulan sudah dianggap default . Ketentuan lama penderita disebut default kalau 3 bulan berturut-turut tidak minum obat. Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 18 bulan sudah disebut default . Ketentuan lama penderita MB berturut-turut 6 bulan tidak berobat baru dikatakan default . 12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk. Angka ini jauh menurun bila dibandingkan tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kota Semarang sebesar 317,17/100.000 penduduk, terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar 4,29/100.000 penduduk . Setiap penderita DBD yang dilaporkan dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di lapangan serta upaya pengendalian. Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty yang cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten/kota.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
25
70
50
30
10
2008
2009
2010
2011
IR DBD
59.2
57. 4
59.8
15.27
Target
20
20
20
20
Gambar 3.15 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Angka kesakitan DBD di kabupaten/kota hampir semuanya lebih dari 20/100.000 penduduk. Ada 6 kabupaten/kota dengan angka kesakitan kurang dari
2/100.000
penduduk
yaitu
Kabupaten
Wonogiri
(4,29),
Kabupaten
Wonosobo (9,71), Kabupaten Magelang (9,72), Kabupaten Kebumen (9,95), Kabupaten Semarang (13,95) dan Kabupaten Pemalang (16,03). 13. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar 0.93%, lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%). 1.5
1.25
1
0.75 CFR DBD
2008
2009
2010
2011
1.19
1.42
1.29
0.93
Gambar 3.16 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2 008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
26
Angka kematian tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan sebesar 6,5% dan terendah atau tidak ada kematian di 18 kabupaten/kota. Sedangkan kabupaten/kota
dengan
angka
kematian
lebih
dari
1%
sebanyak
12
kabupaten/kota.
Jepara Jepara Pati
J A B A R
Brebes
Kota Tegal
Tegal
Kudus
Kota Pekalongan Kendal
Batang Pekalongan Bata ng Pemalang
Demak Kota Semarang Kab Semarang
Rembang
Blora Grobogan
Temanggung Purblg Cilacap
Salatiga Wonosobo Bj negara
Sragen Kab. Mgl Boyolali
Banyumas
Kota Mgl Kebumen
Purworejo Magelan g
CFR DBD 0 <1 >1
Surakarta Kr.anyar
Klaten Sukoharjo
J A T I M
DI. Yogyakarta Wonogiri
Gambar 3.17 Peta CFR DBD kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
14. Angka Kesakitan Malaria Penyakit malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Saat ini masih ditemukan desa High Case Incidence (HCI) sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 Kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen, Purbalingga, Banyumas dan Jepara. Angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence -API) merupakan indikator untuk memantau perkembangan penyakit malaria. Jumlah kasus tahun 2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 (3.300 kasus) dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰, sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 (0.10‰). Perkembangan insidens malaria sejak tahun 2008 dilihat pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
27
0.15
0.1
0.05
0 API
2008
2009
2010
2011
0.05
0.05
0.1
0. 11
Gambar 3.18 Angka Kesakitan Malaria Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008– 2011
Penderita malaria tahun 2011 ditemukan di 25 kabupaten, terbanyak di Kabupaten Purworejo (1.001 penderita) dan paling sedikit di Kabupaten Karanganyar (1 penderita).
15. Angka Kematian Malaria Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar 0.03%. Angka kematian tertinggi adalah di Kota Semarang (25,0%) dan terendah atau tidak ada kematian di 30 kabupaten/kota.
Jepara Jepara Pati
J A B A R
Brebes
Kota Tegal
Tegal
Kudus
Kota Pekalongan Kendal
Batang Pekalongan Bata ng Pemalang
Demak Kota Semarang Kab Semarang
Rembang
Blora Grobogan
Temanggung Purblg Cilacap
Salatiga Wonosobo Bj negara
Banyumas
Sragen Kab. Mgl
Boyolali
Kota Mgl
Surakarta Kr.anyar
Kebumen
Purworejo Magelan g
Klaten Sukoharjo
J A T I M
DI. Yogyakarta Wonogiri
Gambar 3.19 Peta CFR Malaria kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
28
16.Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Jumlah kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537 penderita. Tahun 2011 ada 141 kasus baru yang ditemukan di 9 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5 kasus), Kota Semarang (2 kasus), Kabupaten Semarang (2 kasus), Kabupaten Brebes (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1 kasus), Kabupaten Batang (1 kasus) dan Kabupaten Pemalang (1 kasus).
17.Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Yang
termasuk dalam PD3I
yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non
Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut: a. Difteri Jumlah kasus Difteri di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus yang tersebar di 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas (1 kasus), Kabupaten Boyolali (2 kasus), Kabupaten Sukoharjo (1 kasus), Kabupaten Grobogan (2 kasus), kabupaten Temanggung (1 kasus) dan Kota Semarang (1 kasus). Jumlah kasus Difteri pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit bila dibandingkan dengan tahun 2010 (14 kasus). Hal ini dimungkinkan karena pencapaian cakupan imunisasi yang meningkat (>85%). Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
29
35 30 25 20 15 10 5 0 Kasus Difteri
2008
2009
2010
2011
28
30
14
8
Gambar 3.20 Penemuan kasus Difteri Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
b. Pertusis Jumlah kasus Pertusis di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 4 kasus yang Berasal dari kabupaten Kudus. Jumlah kasus Difteri pada tahun 2011 menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus Pertusis tahun 2010 (24 kasus). Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 30 25 20 15 10 5 0
2008
2009
2010
2011
3
0
24
4
Kasus Pertusis
Gambar 3.21 Penemuan kasus Pertusis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
c. Tetanus (Non Neonatorum) Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Blora (4 kasus), Kabupaten Rembang (1 kasus), Kabupaten Kudus
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
30
(3 kasus) dan Kabupaten Pemalang (5 kasus). Jumlah kasus Tetanus pada tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (3 kasus). CFR Tetanus tahun 2011 sebesar 53,8% atau dari 13 kasus yang dilaporkan 7 diantaranya meninggal. Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 15
10
5
0 Kasus Tetanus Non Neonatorum
2008
2009
2010
2011
7
6
3
13
Gambar 3.22 Penemuan kasus Tetanus Non Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
d. Tetanus Neonatorum Jumlah kasus Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Rembang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang dan Kabupaten Brebes. Sedangkan 31 kabupaten/kota lainnya tidak ada kasus. Jumlah kasus Tetanus pada tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (3 kasus). CFR Tetanus tahun 2011 sebesar 75% atau dari 4 kasus yang dilaporkan 3 diantaranya meninggal Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
31
12
8
4
0
2008
2009
2010
2011
Kasus
10
10
6
4
Mati
6
5
4
3
Gambar 3.23 Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
e. Campak Jumlah kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 1.873 kasus, mengalami penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 3.664 kasus. Kasus terbanyak terdapat di Kota Semarang (285 kasus). Ada 5 Kabupaten yang tidak terdapat kasus campak yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Tegal. Penemuan kasus campak selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 4000 3000 2000 1000 0 Campak
2008
2009
2010
2011
2498
3614
3664
1873
Gambar 3.24 Kasus Campak yang dilaporkan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
32
f. Polio Jumlah kasus Polio di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 0 kasus, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebanyak 1 kasus.
g. Hepatitis B Jumlah kasus Hepatitis B di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebanyak 117 kasus. Kasus Hepatitis B terdapat di 9 kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Temanggung (40 kasus), Kabupaten Pekalongan (28 kasus), Kabupaten Pemalang (21 kasus), Kabupaten Purworejo (19 kasus), Kota Semarang (16 kasus), Kota Tegal (16 kasus), Kabupaten Pati (11 kasus), Kabupaten Cilacap (8 kasus), Kabupaten Banjarnegara (4 kasus), Kota Salatiga (4 kasus) dan Kabupaten Boyolali (3 kasus). Penemuan kasus Hepatitis B selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 200 150 100 50 0 Hepatitis B
2008
2009
2010
2011
57
74
117
170
Gambar 3.25 Kasus Hepatitis B Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
18. Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular (PTM) yang diintervensi meliputi jantung koroner, dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, diabetes mellitus, kanker serviks, kanker payudara, kanker hati, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
33
bronkiale, dan kecelakaan lalu lintas. Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common underlying risk factor) . Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat diubah (unchanged (unchanged risk factor) , dan sebagian besar berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah (change risk factor ) antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak seimbang, makanan yang mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan. kesehatan. Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini menjadi serba terbatas aktivitasnya, aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bisa dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan penyakit menular. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun 2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Hampir semua kelompok Penyakit Tidak Menular pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah kasus, kecuali penyakit Asma bronkial dan Psikosis yang jumlah kasusnya lebih rendah dibanding tahun 2010. 2010. Kasus tertinggi tertinggi Penyakit Tidak Tidak Menular pada tahun 2011 2011 adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari total 1.409.857 kasus yang dilaporkan dilaporkan sebesar 62,43% (880.193 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Untuk lebih jelasny je lasnya a dapat dilihat d ilihat pada gambar berikut ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
34
Asma Bronkial
Psikosis Neoplasma 1% 5%
13%
DM 17%
PPOK 2%
Jantung & PD 62%
Gambar 3.26 Persentase Kasus Penyakit Tidak Menular Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis, hipertensi, hipertensi, stroke, penyakit jantung rematik, dan lain-lain. Kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2011 pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi Esensial, yaitu sebanyak 634.860 634.860 kasus (72,13 %).
1) Hipertensi Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi terjadi
peningkatan tekanan tekanan darah yang memberi memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara penyakit tidak menular lainnya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
35
sekunder yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti hipertensi ginjal, hipertensi kehamilan, dll. Prevalensi kasus hipertensi essensial di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 1,96% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 2,00%. Terdapat tiga kota dengan prevalensi sangat tinggi di atas 10% yaitu Kota Magelang (22,41%), Kota Salatiga (10,18%) dan Kota Tegal (10,36%). 3
2.5
2
1.5
1 Prevalensi
2008
2009
2010
2011
2.65
2.13
2
1.96
Gambar 3.27 Prevalensi P revalensi Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Penyakit Hipertensi Essensial pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, namun pada tahun 2011 terlihat mulai ada kenaikan jumlah kasus. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini. 900000 800000 700000 600000 500000 Hipertensi Hipertensi Essensia l
2008
2009
2010
2011
865204
698816
562117
634860
Gambar 3.28 Tren Peningkatan Pening katan Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
36
2) Stroke Stroke adalah suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi secara mendadak dan cepat yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang mengalir ke otak, atau terkadang menyebabkan pendarahan di otak. Stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan stroke non hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2011 adalah 0,03% sama dengan angka tahun 2010. Prevalensi tertinggi tahun 2011 adalah di Kota Magelang sebesar 1,34%. Sedangkan prevalensi stroke non hemorargik pada tahun 2011 sebesar 0,09%, sama dengan prevalensi tahun 2010. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar 3,45%. 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
2008
2009
2010
2011
Hemoragik
0.04
0.05
0.03
0.03
Non Hemoragik
0.13
0.09
0.09
0.09
Gambar 3.29 Prevalensi Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
3) Dekompensasio Kordis Dekompensasio kordis merupakan kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau istilah lain adalah payah jantung. Gambaran klinis dekompensasio kordis kiri adalah sesak nafas: dyspnoe d’effort dan ortopne, pernafasan cheynes stokes ,
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
37
batuk-batuk mungkin hemoptu, sianosis, suara serak, ronchi basah halus tidak
nyaring,
gambaran
tekanan
klinis
vena
jugularis
dekompensasio
kordis
masih kanan
normal.
Sedangkan
adalah
gangguan
gantrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, meteorismus dan rasa kembung di epigastrum. Selain itu terjadi pembesaran hati yang mulamula lunak, tepi tajam, nyeri tekan, lama kelamaan menjadi keras, tumpul dan tidak nyeri. Dapat juga terjadi edema pretibial, edema presakral, asites dan hidrotoraks, tekanan jugularis meningkat. Prevalensi kasus dekompensasio kordis tahun 2011 sebesar 0,12% mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar 1,88%. 0.2
0.15
0.1
0.05
0 Prevalensi
2008
2009
2010
2011
0.18
0.14
0.11
0.12
Gambar 3.30 Prevalensi Dekompensasio Kordis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
b. Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang. (Perkeni 2002)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
38
WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima golongan klinis, yaitu DM Tergantung Insulin (DMTI), DM Tidak Tergantung Insulin (DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). Di Indonesia, yang terbanyak adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini baru muncul pada usia di atas 40 tahun. DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma, kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan fungsi hati, luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi hingga akhirnya harus diamputasi terutama pada kaki. DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul dengannya. Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol teratur. Gejala khas berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi (sering haus), Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala lain seperti Lelah/lemah,
berat
badan
menurun
drastis,
kesemutan/gringgingan,
gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis vulva hingga keputihan pada wanita, luka tdk sembuh-sembuh, dll. Kelompok Faktor Risiko Tinggi antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat Keluarga/ada keturunan, kurang olah raga, umur Lebih dari 40th, obesitas, hipertensi, kehamilan dengan berat bayi lahir > 4 kg, kehamilan dengan hiperglikemi, gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata kabur, keputihan, gatal daerah genital, dan lain-lain. Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,08%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Semarang sebesar 0,97%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,70% menjadi 0,63% pada tahun 2011. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar 7,99%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
39
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
2008
2009
2010
2011
DMTI
0.16
0.19
0.08
0.09
DMTTI
1.25
0.62
0.7
0.63
Gambar 3.31 Prevalensi Penyakit Diabetes Mellitus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
c. Neoplasma Neoplasma atau kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan abnormal dari sel-sel tubuh, yang tumbuh tanpa kontrol dan tujuan yang jelas, mendesak dan merusak jaringan normal. Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita penduduk yakni kanker rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit, dan kanker rektum. Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 13.277 kasus, terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus (35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus (48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%), dan Ca. paru 954 kasus (4,86%). 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0
2008
2009
2010
2011
Ca Servik
0,03
0,028
0,013
0,021
Ca Mamae
0,05
0,037
0,022
0,029
Ca Hepar
0,01
0,006
0,004
0,007
0,005
0,002
0,003
0,003
Ca Paru
Gambar 3.32 Prevalensi Penyakit Kanker di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
40
Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : kanker serviks sebesar 0,021% dan tertinggi di Kota Semarang sebesar 0,33%; kanker payudara sebesar 0,029% dan tertinggi di Kota Magelang sebesar 0,89%; kanker hati sebesar 0,007% dan tertinggi di Kota tegal sebesar 0,39%; kanker paru 0,003% dan tertinggi di Kota Magelang sebesar 0,07%.
d. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible sebagian dan progresif yang berhubungan dengan respon inflamsi abnormal dari paru terhadap paparan partikel atau gas berbahaya. (Global Obstructive Lung Disease 2003). Faktor risiko pencetus terjadinya PPOK adalah perokok aktif/pasif, debu dan bahan kimia, polusi udara di dalam atau di luar ruangan, infeksi saluran nafas terutama waktu anak-anak, usia, genetik, jenis kelamin, ras, defisiensi alpha-1 antitripsin, alergi dan autoimunitas. Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun 2010 menjadi 0,09% pada tahun 2011 dan tertinggi di Kota Salatiga sebesar 4,04%.
0.2 0.15 0.1 0.05 0 Prevalensi
2008
2009
2010
2011
0.2
0.12
0.08
0.09
Gambar 3.33 Prevalensi PPOK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
41
e. Asma Bronkial Asma Bronkial terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel dalam waktu singkat oleh karena mukus kental, spasme, dan edema mukosa serta deskuamasi epitel bronkus/bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang berlebihan. Serangan asma bronkhiale sering dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan rangsangan yang bersifat antigen/allergen antara lain: -
Inhalan yang masuk ketubuh melalui alat pernafasan misalnya debu rumah, serpih kulit dari binatang piaraan, spora jamur dll.
-
Ingestan yang masuk badan melalui mulut biasanya berupa makanan seperti susu, telur, ikan-ikanan, obat-obatan dll.
-
Kontaktan yang masuk badan melalui kontak kulit seperti obat-obatan dalam bentuk salep, berbagai logam da lam bentuk perhiasan, jam tangan dll. Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar
0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 0,64% dan prevalensi tertinggi di Kota Tegal sebesar 2,29%. 1.2 0.9 0.6 0.3 0 Prevalensi
2008
2009
2010
2011
1.07
0.66
0.64
0.55
Gambar 3.34 Prevalensi Asma Bronkial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011
C. STATUS GIZI 1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
42
hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan, ataupun lahir kurang kurang bulan.
Bayi yang yang lahir lahir dengan dengan berat badan rendah rendah perlu perlu
penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi. Jumlah bayi berat berat lahir rendah (BBLR) (BBLR) di Jawa Tengah Tengah pada tahun 2011 2011 sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR tahun 2011 sebesar 3,73%, meningkat bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%. 4 3 2 1 0 Prevalensi
2008
2009
2010
2011
2,08
2,81
2,69
3,73
Gambar 3.35 Persentase BBLR Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011
Persentase BBLR yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2010 seluruh Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota sudah memenuhi target dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah sebesar 70%. 2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. ba lita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi menjad i penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
43
bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menetukan klasifikasi klasifikasi statu s tatuss gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference .
Baku antropometr antropometrii yang sering digunakan digunakan di Indonesia
adalah World Health Organization –National –National Centre for Health Statistic (WHONCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight , termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished . Ketiga, Gizi kurang untuk under untuk under weight yang mencakup mild dan mild dan moderat , PCM (Protein Calori Malnutrition) . Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,35%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota Tegal (50,98%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (0,38%). 3. Persentase Balita dengan Gizi Buruk. Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi konfirmas i status gizi dengan menggunaka menggunakan n
indikator berat badan menurut
tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
44
Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Demikian pula persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.
Jepara Jepara Pati
J A B A R
Brebes
Kota Tegal
Tegal
Kudus
Kota Pekalongan Kendal
Batang Pekalongan Bata ng Pemalang
Demak Kota Semarang Kab Semarang
Rembang
Blora Grobogan
Temanggung Purblg Cilacap
Salatiga Wonosobo Bj negara
Banyumas
Sragen Kab. Mgl
Boyolali
Kota Mgl Kebumen
Surakarta Kr.anyar
Purworejo Magelan g
Klaten Sukoharjo
J A T I M
DI. Yogyakarta Wonogiri
Keterangan : Kasus Gizi Buruk (>150 kasus)
Gambar 3.36 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
45
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN
A. Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan Kesehatan Ibu a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1 Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal, pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2011 sebesar 98,72%. Ada 11 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Blora, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Cakupan terendah Kabupaten Rembang 92,98%.
b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4) Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC) Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 93,71% meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (92,04%) tetapi masih dibawah target SPM 2015 (95%). Cakupan tertinggi (101,81 %) di Kabupaten Pekalongan dan terendah (83,36%) di Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
46
Kabupaten Klaten. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 42,86% yang telah melampaui target cakupan K4. 100 95 90 85 80
2007
2008
2009
2010
2011
Cak. K4
86,92
90,14
93,39
92,04
93,71
Target
95
95
95
95
95
Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011
c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Tengah
tahun
2011
sebesar
96,79%
mengalami
Provinsi Jawa
peningkatan
bila
dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (93,62%). Kabupaten/Kota yang sudah melampaui target SPM 2015 sebanyak 35 ( 100%). Data cakupan mulai tahun 2007 sampai dengan 2011 secara keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut : 100 95 90 85 80 Cak. Linakes
2007
2008
2009
2010
2011
86,6
90,98
93,03
93,62
96,79
90
90
90
90
90
Target
Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
47
Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan dan Kota surakarta (100%) dan terendah adalah Kabupaten Banyumas (86,05%) Dengan
semakin
naiknya
angka
cakupan
pertolongan
persalinan
menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik dari ibu, suami maupun dukungan keluarga. d. Cakupan Pelayanan Nifas Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus. Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2011 yaitu 93,97% naik bila dibandingkan tahun 2010 (93,24%) dan sudah melampaui target SPM tahun 2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Pekalongan dan Kota Magelang. Kabupaten yang terendah capaiannya adalah Kota Semarang (64,68%). Dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target SPM ada 4 Kabupaten/Kota (11,43%).
e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang D itangani Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Komplikasi dalam kehamilan diantaranya
(a) Abortus, (b) Hiperemesis
Gravidarum , (c) Perdarahan per vaginam,
(d) Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu,
(f) ketuban pecah
dini. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
48
Komplikasi
dalam
persalinan
diantaranya
(a)
Kelainan
letak/presentasi janin, (b) Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e) Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan ganda. Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). Jumlah komplikasi kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 126.440 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%. Perlu diketahui bahwa tahun-tahun sebelumnya yang dihitung hanya cakupan komplikasi pada ibu hamil yang ditangani. Pencapaian cakupan tahun ini masih dibawah target SPM tahun 2015 (80%), tetapi diharapkan target tersebut bisa tercapai sebelum tahun 2015.
2. Pelayanan Kesehatan Anak a. Cakupan Kunjungan Neonatus Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/ Th. 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi menjadi 3, yaitu: KN 1 adalah kunjungan pada 0-2 hari ,KN 2 adalah kunjungan 2-7 hari dan KN 3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN-1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 98,01%, dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar 95,19%. Dari 35 kabupaten/kota, cakupan KN-3 rata-rata sudah lebih dari 90%, namun masih ada Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90 % yaitu Kabupaten Wonogiri (87,56%) dan Kota Semarang (89,84%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
49
Untuk
meningkatkan
Kunjungan
Neonatus
di
Kabupaten/Kota,
pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan neonatus di Jawa Tengah pada tahun 2007-2011 dapat digambarkan sebagai berikut: 100 98 96 94 92 90 KN
2007
2008
2009
2010
2011
94,33
94,66
99,37
94,86
95,19
Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Secara keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu juga adanya upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA serta meningkatnya pengetahuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk bayinya.
b. Cakupan Kunjungan Bayi Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
50
secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 92,64%, menurun apabila dibandingkan tahun 2010 (93,73%). Cakupan kunjungan bayi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2011 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten Boyolali 44,19%, Wonogiri 73,22% dan Kabupaten Pekalongan 70,77%. Adapun grafik cakupan bayi 2007 - 2011 dapat digambarkan sebagai berikut: 97 96 95 94 93 92 91 90 Kunjungan Bayi
2007
2008
2009
2010
2011
92,76
96,04
95,07
93,73
92,64
Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan komplikasi. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
51
Tahun 2011 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 89.336 bayi. Jumlah perkiraan tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang pelayanan kesehatan sebesar 47.569 bayi (53,25%). Cakupan Neonatus Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target cakupan sebesar 80%. Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan. Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal resiko tinggi seharusnya 15 % dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum semua kabupaten/kota mempunyai persepsi / pemahaman yang sama.
d. Cakupan Pelayanan Anak Balita Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan. Tidak hanya bayi yang harus mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi maupun kesehatannya, karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas dan kuat. Jumlah balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 2.204.187, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.785.864 (81,02). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Brebes. Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Boyolali 34,03%.
e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
52
sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah. Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100 % mendapatkan pemantauan kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit. 100 80 60 40 20 0 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
51,59
43,77
43,8
52,61
81,02
Gambar 4.5 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar 78,72%,
meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).
Angka cakupan terendah di Kabupaten Boyolali (15,55%) dan tertinggi (100%) dicapai oleh 7 kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Pati, Kabupaten Sragen,
Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Purbalingga dan Kota Surakarta.
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak. Yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar 1.074.831 (42,84%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Rembang (1,70%) dan tertinggi (100%) dicapai oleh 4 kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
53
3. Pelayanan Gizi a.
Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. Berdasarkan
data
yang
yang
diperoleh
dari
profil
kesehatan
kabupaten/kota, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebesar 99.08%, lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%. Cakupan tersebut sudah melampaui target SPM sebesar 95%. Sebagian besar kabupaten/kota telah melampaui target, hanya ada 1 kabupaten yang masih di bawah target yaitu Kabupaten Pemalang (82,46%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi selama 5 tahun terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
100 99 98 97 96 95 94 93 92 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
94,74
98,52
98,11
96,84
99,08
Gambar 4.6 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi dan Balita Tahun 2007 – 2011
b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
54
pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar 98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%). Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%). Cakupan tertinggi (>100%) sudah dapat dicapai oleh 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Kendal, Kota Magelang dan Kota Semarang. Sedangkan yang masih di bawah target yaitu Kabupaten Jepara (88,62%) dan Kabupaten Pemalang (91,00%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita selama 5 tahun terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
100 95 90 85 80 75 70 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
82,6
95,14
82,44
96,76
98,45
Gambar 4.7 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
55
c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (92.78%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai oleh Kabupaten Magelang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Klaten, Kota Magelang dan Kota Surakarta. Sementara cakupan terendah di Kabupaten Temanggung sebesar 84,36%.
100 95 90 85 80 75 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
82,73
92,94
87,31
92,78
96,43
Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat Kapsul Vit. A di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya: 1) Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi. 2) Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait. 3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
56
4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak. 5) Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau. 6) Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll) 7) Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul. d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 89,39% lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (90,25%), dan belum mencapai target SPM 2010 (90%). Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Pekalongan 101,53% dan terendah Kabupaten Kendal 53,12%. 100 95 90 85 80
2007
2008
2009
2010
2011
Fe 1
92,98
93,94
92,59
95,92
95,43
Fe 3
85,91
87,06
85,62
90,25
89,39
Gambar 4.9 Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1 dan cakupan Fe 3 sudah cukup baik dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
57
e.
Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satusatunya,
dalam
keadaan
sakit
mungkin
merupakan
hadiah
yang
menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun. Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan
telah
ditetapkan
dalam
SK
Menteri
Kesehatan
No.
450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding ) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang
yang jauh lebih besar untuk menderita
hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes d ll. Berdasarkan
data
yang
diperoleh
dari
profil
kesehatan
kabupaten/kota tahun 2011 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 45,18%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (37,18%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
58
Cakupan tertinggi adalah Kabupaten Klaten 77,55%. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Rembang 6,41%. Hanya 6 kabupaten/kota saja yang telah mencapai pemberian ASI eksklusif di atas 60% yaitu Kabupaten Purworejo, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Blora, Kabupaten Pati dan Kabupaten Temanggung. 50 40 30 20 10 0 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
27,35
28,96
40,21
37,18
45,36
Gambar 4.10 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Tahun 2007 – 2011
Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya adalah: 1). Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar. 2). Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan. 3). Faktor sosial budaya. 4). Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja. 5). Gencarnya pemasaran susu formula.
Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu: 1)
Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian
Air
Susu
Ibu
(PP-ASI)
tertulis
yang
secara
rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
59
2)
Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3)
Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4) Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini). Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar. 5)
Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.
6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. 7)
Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
8)
Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9)
Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan. f.
Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 624 bulan Keluarga Miskin. Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan pendamping ASI baik makanan lokal maupun pabrikan. Jumlah anak usia 623 bulan dari keluarga miskin dari 21 kabupaten/kota sebanyak 145.724 anak, yang mendapatkan makanan tambahan ASI (MP-ASI) sebanyak 55.831 (38,31%). Kabupaten yang
cakupannya sudah mencapai 100%
adalah Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kota Salatiga dan Kota Pekalongan. Cakupan terendah adalah Kabupaten Brebes 0,40%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
60
g. Jumlah Balita Ditimbang Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit). Partisipasi
masyarakat
dalam
penimbangan
di
posyandu
tersebut
digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2011 sebesar 78,32% menurun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (89,49%). Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Sragen 88,35% dan terendah Kabupaten Pemalang 61,43%.
100 80 60 40 20 0 Balita ditimbang
2007
2008
2009
2010
2011
71,63
76,47
75,89
89,49
78,32
Gambar 4.11 Cakupan Balita Yang Ditimbang Tahun 200 7 – 2011
Kabupaten/kota yang belum dapat mencapai target partisipasi masyarakat sebesar 80% sebanyak 15 kabupaten/kota. Banyak hal dapat mampengaruhi penimbangan
tingkat di
pencapaian
posyandu
antara
partisipasi lain
tingkat
masyarakat
dalam
pendidikan,
tingkat
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
61
perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya. h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan
(BB/TB).
Skrining
pertama
dilakukan
di
posyandu
dengan
membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera
dilakukan perawatan gizi buruk
sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. 20000 15000 10000 5000 0 Jml Balita Gibur
2007
2008
2009
2010
2011
18106
5528
5249
3514
3187
Gambar 4.12 Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
62
Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 menurun apabila dibandingkan tahun 2010 (3.514). Tetapi persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 (93,28%).
i.
Desa dengan Garam Beryodium yang Baik Persentase desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik, menggambarkan identitas mutu garam beryodium yang dikonsumsi penduduk di suatu desa/kelurahan, dimana pada tahun 2011 sebanyak 53,42% menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).
100 80 60 40 20 0 % Desa dg garam beryodium
2007
2008
2009
2010
2011
58,83
55,93
48,81
80,15
53,42
Gambar 4.13 Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik Tahun 2007 – 2011
Berdasarkan laporan yang masuk dari 33 kabupaten/kota, yang cakupannya mencapai 100% adalah Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Sedangkan kabupaten dengan konsumsi garam beryodium terendah adalah Kabupaten Demak 9,68%.
4. Pelayanan Keluarga Berencana a. Peserta Keluarga Berencana Baru Peserta Keluarga Berencana (KB) baru adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat dan/atau PUS yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah mereka berakhir masa kehamilannya.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
63
Jumlah PUS Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 6.549.125 lebih sedikit dibanding tahun 2010 (6.561.243). Peserta KB baru pada tahun 2011 (13,7%), menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (15,20%). Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi sebagai berikut: 1) MKJP: Tahun 2011 IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant (12,2%). Sedangkan tahun 2010: IUD (5,99%), MOP/MOW (2,23%) dan Implant (8,97%). 2) NON MKJP: Tahun 2011 Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom (5,8%), sedangkan tahun 2010 : Suntik (58,13%), PIL (19,46%) dan Kondom (5,24%),
PIL 18,4%
IUD 6,9%
Kondom 5,8%
MOP 0,4%
MOW 2,0% Implant 12,2%
Suntik 54,2%
Gambar 4.14 Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sebagian besar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi non MKJP yang membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Proporsi pemakai kontrasepsi suntikan cukup besar yaitu 54,2%, hal tersebut dapat difahami karena akses untuk memperoleh pelayanan suntikan relatif lebih mudah, sebagai akibat tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga dekat dengan tempat tinggal peserta KB. Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,4%) dan kondom (hanya 5,8%), karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri), sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
64
b. Peserta KB Aktif Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB aktif dengan PUS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara PUS. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,8%, mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (78,57%). Angka ini sudah mencapai target (70%). Cakupan tertinggi di Kota Magelang (89,5%) dan terendah di Kabupaten Tegal (44,2%). Terdapat 13 Kabupaten/kota yang telah melampaui target yaitu Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten
Jepara,
Kabupaten
Semarang,
Kabupaten
Temanggung,
Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, dan Kota Surakarta. 81 80 79 78 77 76 75 74 Cakupan Target
2007
2008
2009
2010
2011
77,79
78,09
78,37
78,57
76,8
80
80
80
80
80
Gambar 4.15 Cakupan Peserta KB Aktif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
5. Pelayanan Imunisasi a. Persentase Desa yang Mencapai “Universal Child Immunization” (UCI) Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
65
jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%) mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%). Hasil pencapaian UCI desa tahun 2010 yang mencapai target (100%) sebanyak 18 kabupaten/kota
yaitu
Kabupaten
Banyumas,
Kabupaten
Kebumen,
Kabupaten Magelang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan dan Kota Tegal. Sedangkan kabupaten yang pencapaian UCI desa terendah di Kabupaten Batang (66,1%). Faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
tidak
tercapainya
pencapaian UCI desa di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, pada umumnya disebabkan karena penghitungan sasaran (denominator) yang melebihi dengan kondisi riil jumlah sasaran di lapangan.
99 94 89 84 79 74 UCI
2007
2008
2009
2010
2011
83,64
86,83
91,95
94,58
96,4
Gambar 4.16 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Kabupaten/kota yang belum mencapai target imunisasi dasar lengkap pada bayi disebabkan antara lain : 1) Adanya perbedaan jumlah
dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal
ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka estimasi jumlah penduduk, bukan dari hasil pendataan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
66
2) Belum semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi secara rutin (bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain. 3) Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk melengkapi
status
imunisasi
pada
daerah-daerah
yang
cakupan
imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya atau tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain. 4) Masih ada sebagian kecil orang tua yang menolak anaknya untuk diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain. b. Cakupan Imunisasi bayi Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin maupun program tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB). Selain
pemberian
imunisasi
rutin,
program
imunisasi
juga
melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen yaitu Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia kelas II dan III SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status imunisasi). Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian tiap tahun cenderung menurun. Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2011 adalah 592.712 meningkat disbanding tahun 2010 sebanyak 579.494. Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2011 adalah Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
67
sebagai berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3 (94,0%) dan Campak (93,6%). Hal ini mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 dengan BCG (100,29%), DPT1+HB1 (99,95%), DPT3+HB3 (98,08%), Polio 3 (96.95%) dan Campak (96,29%). ) % ( e s a t n e s r e p
110 100 90 80 BCG
DPT1+Hb1 DPT3+Hb3
Polio 4
Campak
2007
100,78
100,84
98,24
97,28
96,5
2008
103,77
102,5
99,69
99,35
99,18
2009
102,05
100,89
99,04
99,14
96,67
2010
100,29
99,95
98,08
96,95
96,29
Gambar 4.17 Cakupan Imunisasi Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2011 DO tingkat Jawa Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan dibanding tahun 2010 (3,67%). Sebanyak 11 kabupaten/kota (31,42%) yang DO-nya lebih dari 5% atau (-5%) yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kendal, Kabupaten Brebes, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Tegal.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
68
d. WUS Mendapat Imunisasi TT Imunisasi TT WUS adalah pemberian imunisasi TT pada WUS (usia 15-39 th) sebanyak lima dosis dengan interval tertentu yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Data kegiatan imunisasi TT WUS saat ini akurasinya masih sangat kurang sehingga belum dapat dinalisis, hal ini disebabkan : 1) Pencatatan dan pelaporan status imunisasi lima dosis belum berjalan dengan baik karena pelaksanaan skrining status TT belum optimal. 2) Penggunaan format pelaporan yang berbeda antara kabupaten/kota ke provinsi dan puskesmas ke kabupaten/kota terutama untuk TT ibu hamil dan non ibu hamil. Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198, yang mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar 28,4%, TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak 114,8. 6. Pelayanan Kesehatan Gigi a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat adalah bila tumpatan gigi tetap semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh seorang pasien. Tahun 2011 jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2011 sebanyak 127,274, sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 156.08. Data tersebut menandakan bahwa motivasi masyarakat dalam mempertahankan gigi geliginya belum maksimal, oleh karena itu masih diperlukan penyuluhan yang terus menerus agar masyarakat memeriksakan giginya secara teratur. Melalui pemeriksaan gigi ini dapat mengontrol fungsi kunyah gigi agar tetap baik, sehingga sistim pencernaan semakin bagus, yang pada akhirnya Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
69
kesehatan secara umum akan meningkat dan diharapkan di tahun-tahun mendatang jumlah pencabutan gigi tetap trennya semakin menurun. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi tetap tahun 2010 sebesar 0,82, mengalami peningkatan dibanding tahun 2010 yaitu 0,81. Hal menunjukan bahwa masih banyak
masyarakat
yang
melakukan
pencabutan
gigi
dibandingkan
melakukan tumpatan gigi tetap. Beberapa kabupaten/kota yang pencabutan giginya jauh lebih banyak dibandingkan
tumpatan
giginya
(rasio
rendah),
menandakan
bahwa
masyarakat di kabupaten yang bersangkutan masih kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulut dan kemungkinan frekuensi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap lini, baik yang dilakukan didalam maupun diluar gedung masih sangat minim. Kabupaten dengan rasio terendah
adalah Kabupaten Rembang 0,06
(tumpatan 267, pencabutan 4.607). Kabupaten/kota yang rasionya tinggi (penumpatan lebih banyak dibandingkan dengan pencabutan) yaitu Kota Tegal (2,95). 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Rasio
2007
2008
2009
2010
2011
0,62
0,71
0,71
0,81
0,82
Gambar 4.18 Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
yang merupakan upaya promotif dan
preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
70
yang perlu perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang memerlukan. Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%) lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%). Beberapa kabupaten mempunyai cakupan sangat rendah, seperti Kabupaten Sragen (6,96%) dan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan datanya. Kabupaten yang mempunyai cakupan 100% adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kendal dan Kota Salatiga. 40 30 20 10 0 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
31,4
33,22
36,31
37,59
37,9
Gambar 4.19 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut Cakupan
perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2010 (53,83%). 65 60 55 50 45 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
56,12
62,95
54,75
53,83
55,3
Gambar 4.20 Cakupan Perawatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
71
7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010 sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut tahun 2010 (70%). Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah Kabupaten banjarnegara (102,60%) dan terendah adalah Kabupaten Klaten (1,76%). 80 60 40 20 0 Cakupan Target
2007
2008
2009
2010
2011
30,51
29,36
42,27
52,61
51,96
70
70
70
70
70
Gambar 4.21 Pelayanan Kesehatan Usia lanjut Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut dan sedikitnya kabupaten/kota yang mencapai target pelayanan kesehatan usia lanjut tahun 2011, menggambarkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah belum memperhatikan pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila yang merupakan kelompok usia berisiko. Upaya-upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah sbb : 1) Pertemuan koordinasi program kesehatan usila Provinsi Jawa Tengah, dengan kesepakatan identifikasi kelompok pra usila di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/ kota dan memberikan dukungan kegiatan dan pelayanan kesehatan. 2) Advokasi ke SKPD provinsi dengan pengembangan model kelompok pra usila percontohan dan fasilitasi pelayanan kesehatan.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
72
8. Pelayanan Dawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa a. Pelayanan Gawat Darurat Level I yang Harus Diberikan Pelayanan Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat merupakan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral– Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support/BLS ) dan Bantuan Hidup Lanjut (ALS). Sarana kesehatan yang dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan rumah sakit baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus. 100,5 100 99,5 99 98,5 98 97,5 Gawat Darurat (%)
RSU
RSJ
RS Khusus
Pusk RI
98,88
100
98,46
100
Gambar 4.22 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang Dapat Diakses Masyarakat Provinsi Jawa TengahTahun 2011
Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 291 puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak 100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
73
b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar B iasa yang Ditangani <24 Jam Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa/kelurahan dalam jangka waktu tertentu. Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah. Tingginya frekuensi KLB seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Acute Flacid Paralisys (AFP ) , Keracunan Makanan, Difteri, Campak, Diare, bencana serta munculnya penyakit baru seperti Avian Influenza (Flu Burung), disamping menimbulkan korban kesakitan dan kematian juga berdampak pada situasi sosial ekonomi masyarakat secara umum (keresahan masyarakat, produktivitas menurun). Kondisi tersebut menuntut upaya atau tindakan secara cepat dan tepat (kurang dari 24 jam) untuk menanggulangi setiap KLB serta melaporkan kepada tingkat administrasi kesehatan. 1500 1000 500 0 Desa/kel terkena KLB
2007
2008
2009
2010
2011
1286
543
536
579
353
Gambar 4.23 Distribusi Frekuensi KLB menurut Jumlah Desa yang Terserang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Gambar 4.42 di atas diketahui bahwa jumlah desa/kelurahan yang terkena KLB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 – 2011 mengalami fluktuasi yaitu dari 1286 desa/kelurahan pada tahun 2007 meningkat menurun menjadi 543 desa/kelurahan pada tahun 2008, tahun 2009 mengalami penurunan kembali menjadi 536 desa/kelurahan, tahun 2010 menjadi 579 desa/kelurahan dan mengalami penurunan lagi menjadi 353 desa/kelurahan pada tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
74
Data frekuensi KLB penyakit menular, keracunan makanan dan bencana
selama
tahun
20011
sebanyak
28
jenis
kejadian
di
32
Kabupaten/Kota, 292 kecamatan dan 353 desa/kelurahan yang terkena KLB mendapatkan penanganan kurang dari 24 jam oleh Puskesmas bekerjasama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. 100,5 100 99,5 99 98,5 98 97,5 Ditangani <24jam (%)
2007
2008
2009
2010
2011
99,84
99,63
100
98,45
100
Gambar 4.24 Grafik Distribusi Frekuensi Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Gambar 4.24 di atas diketahui bahwa pada tahun 2011 persentase desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam mengalami kenaikan menjadi 100% dibanding dengan tahun 2010 (98.45%).
Gambar 4.25 Kejadian KLB Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sebaran KLB tahun 2011 menunjukkan bahwa 3 kabupaten/kota dengan frekuensi KLB terbanyak adalah Kabupaten Klaten (49 kejadian), Kabupaten Karanganyar (28 kejadian) dan Kabupaten Temanggung (24 kejadian). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
75
Gambar 4.26 Jenis KLB Menurut Desa/Kelurahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Tahun 2011 sejumlah 353 desa yang terkena KLB, frekuensi tertinggi adalah keracunan (105 desa/kelurahan) tersebar pada 96 kecamatan.
c. Jumlah Penderita dan Kematian pada Kejadian Luar Biasa Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848 jiwa. Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut sebanyak 3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar 33,21%. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24 orang (case fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam berdarah dengue/DBD 72,73% dan KLB Tetatus Neonatorum 75%. 9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dibagi menjadi penyuluhan kelompok dan penyuluhan massa. Penyuluhan kelompok pada tahun 2011 sebanyak 206.344 kali, dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten Kendal yaitu 92.132 kali dan paling sedikit dilakukan di Kota Tegal sebanyak 115 kali. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
76
Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Kab.Brebes Kab.Tegal Kab.Pemalang Kab.Pekalongan Kab.Batang Kab.Kendal Kab.Temanggung Kab.Semarang Kab.Demak Kab.Jepara Kab.Kudus Kab.Pati Kab.Rembang Kab.Blora Kab.Grobogan Kab.Sragen Kab.Karanganyar Kab.Wonogiri Kab.Sukoharjo Kab.Klaten Kab.Boyolali Kab.Magelang Kab.Wonosobo Kab.Purworejo Kab.Kebumen Kab.Banjarnegara Kab.Purbalingga
115 2578 495 1582 2109 1588
11307 9080 10045 32517
5385 9161 3336 3203 2989 413 3807 799 4668 10341
18309
62571
8179 5937 11710 9397 11240 1561 4357 16733 9706 12279
Gambar 4.27 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Kelompok yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sedangkan penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali, paling banyak dilakukan oleh Kabupaten Demak yaitu 1.565 kali dan paling sedikit di Kabupaten Sukoharjo satu kali. Secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut.
3000 2402
2500
2000
1500
1565
1429
1414 1080
1000
500 35 0
538 387 297 127145
1071
784
711 622
405 225231 1
0
0
79 45 5
183
149 0
174 3
22 23
i n o r i r n n a g t i s a a s g a a k g g l o o g l n g l p a g j i a e a r n a s a g r n e n t a n n d a e u r a n n a e j a b n r l g b e y g a t o c m g a d a a g g a a g a a r u o l P a r e a l o l l m n g m o n . p r t a a n e s u a o g n b l k B h l o y u i T e a e e e r a a r a n b e i y l e u . . o K g o b a K o J g g o . k o g S . l n K m a B D B a b w . C b b n m n . . o a e K b b . m a . a e a . a r . n r e r o a B b u W n r . u b b b e b a b b a b k u a a r j K a K R . r a G P K a M S a a S . . . W M a B . b K a . b K a a K S a K . K b a K . m K K e . K . u n b P
Gambar 4.28 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Massa yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
77
B. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan 1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola pembayaran yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan dan pelayanan kesehatan yang diterima secara komprehensif. Namun disadari sampai saat ini perkembangan peserta jaminan kesehatan sedikit agak menggembirakan. Data terakhir di Provinsi Jawa Tengah menggambarkan
perkembangan
kepesertaan
jaminan
kesehatan
saat
ini
mencapai 36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin), meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%). Penduduk maskin yang belum terjamin dengan pelayanan kesehatan sebesar 63,82%. Perkembangan kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan dan pada tahun 2007 merupakan titik antiklimak kepesertaan jaminan kesehatan. Tiga tahun terakhir peserta jaminan kesehatan kembali mengalami peningkatan sedikit demi sedikit. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) kemungkinan memberikan dampak negatif pada kepesertaan JPK Pra Bayar. Peserta JPK dengan Premi/Pra Bayar banyak yang mengundurkan diri dengan adanya program Jamkesmas yang membebaskan anggotanya dari segala beban iur biaya. Penurunan jumlah penduduk yang masuk dalam katagori non maskin ditengarahi akibat dampak negatif Program Jamkesmas. Masyarakat yang dulunya merasa non miskin beramai-ramai mengaku miskin supaya dapat masuk dalam Program Jamkesmas.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
78
40 30 20 10 0 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
19.01
18.09
19.37
21.59
36.18
Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Kepesertaan program jaminan kesehatan penduduk non maskin yang diperinci menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan angka yang bervariasi mulai dari cakupan 30,2% (Kabupaten Klaten) hingga 104,3% (Kota
Salatiga).
kabupaten/kota
Selain yang
jamkesmas,
pada
menyelenggarakan
tahun
jamkesda
2011
sudah
dengan
banyak
tujuan
agar
masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda. Kepesertaan jamkesda pada tahun 2011 sebesar 7,46% dari total penduduk di Jawa Tengah. Cakupan terbesar di Kota Surakarta 35,53% dan terendah di Kabupaten Brebes 0,24%. Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (13,04%), Jamsostek (3,06%), Askeskin/Jamkesmas (66,57%), Jamkesda (13,73%) dan lain-lain (3,60%). 3.6
13.04 3.06
13.73
66.57
Askes Jamsostek Askeskin/Ja Jamkesda Lainnya
Gambar 4.30 Cakupan Kepesertaan Program JPK Pra Bayar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
79
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan “Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Saat ini Kota Surakarta yang sudah mencapai cakupan 147,8%.
2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien. Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang medik, serta pelayanan tindakan dan operasi. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak 13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687 (57,17%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 438.493 (3,37%).
3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805, mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1 sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak 431.544 (3,3%). 4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan Kesehatan Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
80
waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan akumulasi sampai dengan tahun 2011 di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 105,4%. Penurunan cakupan kunjungan rawat jalan tersebut mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan kunjungan rawat jalan di pelayanan kesehatan. Kunjungan rawat jalan tersebut, berdasarkan definisi operasional yang ada, merupakan kunjungan baru dimana seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan, dalam satu tahun hanya d ihitung satu kali meskipun ia datang berkali kali dalam tahun tersebut. Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%.
5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa. Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa. Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
81
6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross Death Rate (GDR) Rata-rata Mutu Pelayanan Rumah Sakit di Jawa Tengah menunjukkan masih dalam taraf baik, dapat dilihat dari Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun 2011 rata rata sebesar 34,01 sedangkan angka yang dapat ditolerir maksimum 45. Dari 181 RS yang melapor, sebanyak 28 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka yang dapat ditolerir (kurang baik).
b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death Rate (NDR) Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 17,07, berarti masih berada dalam kisaran yang bisa ditolerir. Dari 181 rumah sakit yang melapor, sebanyak 13 rumah sakit mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Data NDR dan GDR tersebut masih diperlukan tindak lanjut dengan diupayakan seluruh RS mempunyai NDR dan GDR di bawah angka yang dapat ditolerir.
7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit,
indikator yang
digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah penduduk. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan kepemilikannya adalah sebagai berikut :
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
82
Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan pemilikan Tahun 2011
Jenis RSU RSJ RSB RSK lainnya JML :
Pem Pusat 2 1 0 3 6
Pem Prov 7 3 0 0 10
Pemilikan/Pengelola Pem TNI/Polri BUMN Kab/Kota 41 10 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 41 10 1
Swasta
Jml
118 0 10 51 179
179 4 10 54 247
a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR) BOR merupakan prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di Jawa Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal. Tetapi masih terdapat 120 RS (56,60%) tingkat pemanfaatannya masih kurang dan 53 RS (21,46%) tidak mengirimkan laporan.
b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/ Average Length of Stay (ALOS) Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/ Average Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6–9 hari. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS tahun 2010 sebesar 3,85. Angka tersebut masih berada dibawah nilai ALOS yang ideal.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
83
Dari 194 RS yang melapor, 10 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal yaitu RSJ Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RS Sejahtera Bakti Salatiga, RSKJ Puri Waluyo Surakarta, RSJD Surakarta, RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten, RSU Jati Husada Karanganyar, RSUD Kudus, RSU Purbowangi Kebumen dan RS Nurussyifa Kudus. Sedangkan 131 rumah sakit lainnya masih mempunyai nilai ALOS di bawah 6.
c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval (TOI) TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah RS yang lapor, menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010 sebesar 3,77. Hal ini menggambarkan penurunan terhadap penggunaan tempat tidur dan TOI Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 mendekati angka ideal. Dari 194 RS yang melapor, ada 99 rumah sakit yang mempunyai nilai TOI di atas 3. Yang sudah mempunyai nilai TOI ideal sebanyak 84 RS.
C. Perilaku Hidup Masyarakat 1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di rumah tangga merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS
dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya,
mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga. Adapun 16 indikator PHBS tatanan Rumah tangga tersebut meliputi : a.
Variabel KIA dan GIZI
: Persalinan Nakes; ASI Eksklusif; Penimbangan
Balita; Gizi seimbang
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
84
b.
Variabel KESLING : Air bersih; Jamban; Sampah;Kepadatan hunian;lantai rumah.
c.
Variabel GAYA HIDUP : Aktifitas fisik; Tidak merokok; Cuci tangan;Kesehatan gigi dan mulut; Miras/Narkoba
d.
Variabel
UPAYA
KESEHATAN
MASYARAKAT
:
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2011 dari 8.728.629 rumah tangga yang ada, diperiksa 3.674.663 rumah tangga meningkat
apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah rumah
tangga 8.703.696 dan yang diperiksa sejumlah 2.496.361 rumah tangga. Pencapaian persentase rumah tangga sehat yaitu yang diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna telah mencapai 74,68% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 (68.63%). Cakupan tertinggi (100%) dicapai oleh 6 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan, Kota Salatiga, Banyumas, Karanganyar, Demak dan Kendal. Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Banjarnegara 49,45%. Perubahan perilaku tidak dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi memerlukan proses yang panjang termasuk
didalamnya
perlu
upaya
pemberdayaan
masyarakat
yang
berkesinambungan. Berikut ini adalah Grafik persentase rumah tangga sehat berdasarkan strata Utama dan Paripurna di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 s/d 2011.
80 60 40 20 0 Cakupan
2007
2008
2009
2010
2011
43.79
57.91
63.68
68.63
74.68
Gambar 4.31 Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 s/d 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
85
D. Keadaaan Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi : (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2). Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3). Pengendalian Dampak Risiko Lingkungan (4). Pengembangan Wilayah Sehat. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat. Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dan Dinas Kesehatan). 1. Persentase Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah haruslah
sehat
dan
nyaman
agar
penghuninya
dapat
berkarya
untuk
meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain. Pada Tahun 2011 sebanyak 3.878.945 (46,35%) rumah diperiksa dan yang memenuhi syarat rumah sehat sebesar 2.441.984 (62,95%) lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 65,01%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
86
66 64 62 60 58 56 54 Rumah Sehat
2007
2008
2009
2010
2011
64,84
58,83
65,12
65,01
62,95
Gambar 4.32 Cakupan Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
2. Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiks Jentik Nyamuk Aedes Jumlah rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 8.366.601 diperiksa jentik nyamuknya sebanyak 3.390.087 (40,53%), yang bebas jentik nyamuk Aedes aegypti sebanyak 2.615.175 rumah (77,14%) lebih banyak dibandingkan tahun 2010 (73,43%). Cakupan angka bebas jentik ini masih dibawah target 95%. Oleh karena itu gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Plusnya adalah Mencegah Gigitan Nyamuk), bila memungkinkan pemakaian ulang kaleng, ban untuk pot dan lain - lain harus selalu digerakkan secara optimal, mengingat kasus Demam Berdarah yang cenderung meningkat dan bertambah luasnya wilayah
yang
terjangkit.
3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang d ibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, masyarakat,
peningkatan upaya
sumber
peningkatan
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
daya
manusia,
penyehatan
kampanye
lingkungan,
kesadaran
pengembangan 87
kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari – hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No. 7 Tahun 2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas. Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam mendapatkan akses pada air minum. Walaupun terdapat program – program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Jumlah keluarga yang diperiksa akses air bersih sebanyak 4.081.313 (46,89%) dari 8.703.696 KK dan yang telah memiliki akses sarana air bersih sebanyak 3.668.185 (89,88%). Keluarga yang telah akses air bersih tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur gali (45,63%).
Gambar 4.33 Akses Air Bersih Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
88
4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902 (40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%). Keluarga yang telah menggunakan sumber
air
minum
terlindung
tersebut,
terbanyak
memanfaatkan
sumur
terlindung (33,20%).
5. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Jumlah KK yang telah memiliki jamban sehat 2.057.124 (71,29 %), tempat sampah sehat 2.029.734 (69,58%) dan pengelolaan air limbah sehat 1.508.325 (63,57%). 100
50
0 Jamban
Tempat Sampah
Air Limbah
2007
70,9
79,51
61,66
2008
65,34
62,2
45,06
2009
68,95
72,93
55,51
2010
71,44
75,67
73,1
Gambar 4.34 Cakupan Sanitasi Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Dalam mendukung perubahan sanitasi total khususnya buang air besar di sembarang
tempat,
telah
dilakukan
pemicuan
Community
Led
Total
Sanitation (CLTS ) di 30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk mendukung pencapaian wilayah stop buang air besar di sembarang tempat dan penurunan penyakit berbasis lingkungan, khususnya Diare. Melalui CLTS terjadi perubahan perilaku tidak buang air besar di sembarang tempat tanpa ada stimulan, pembiayaan tidak ada subsidi dan jamban adalah private good .
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
89
6. Persentase Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Tempat – tempat umum dan Pengelolaan Makanan adalah kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Risiko dari pengelolaan makanan mempunyai peluang yang besar dalam penularan penyakit karena jumlah konsumen relatif banyak dalam waktu yang bersamaan. Tempat-tempat
umum
dan
Pengelolaan
Makanan
meliputi
hotel,
restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan tempattempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2011 meliputi hotel 84,53%, restoran/rumah makan 73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya (67,44%). Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan seluruhnya yang diperiksa sebanyak 55.457 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan 37.829 (68.21%). 7. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan, instalasi pengolahan air minum, sarana ibadah, perkantoran dan sarana lain dititik beratkan pada aspek hygiene sarana sanitasi yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan institusi tersebut. 100 80 60 40 20 0 2011
Sarkes
Pendidikan
Ibadah
Kantor
81.51
64.11
61.88
72.11
Sarana Lain Inst Kelola 47.67
58.56
Gambar 4.35 Cakupan Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
90
Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana pelayanan kesehatan 81,51%, sarana pendidikan 64,11%, instalasi pengolahan air minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11% dan sarana lainnya 47,67%. Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan di insitusi adalah: a. Pengendalian faktor risiko lingkungan institusi terhadap penyakit berbasis lingkungan. b. Pembinaan kesehatan lingkungan di institusi sekolah dan pondok pesantren.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
91
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
A. SARANA KESEHATAN 1. Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota, stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet dengan pemakaian rata-rata perbulan 2.834.674 tablet, sedangkan stock obat yang paling sedikit adalah OAT Katagori 3 sebanyak 523 paket dengan pemakaian rata-rata perbulan 43 paket. Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250 mg (50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 50 bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9 bulan. Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah adalah OAT Kategori 2 (52,09%).
Gambar 5.1 Tingkat Kecukupan obat di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
92
2. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus lainnya, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Pustu, Puskesling, RB, BP/Klinik, Praktek Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan dan Praktek Pengobatan Tradisional. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2011 sebanyak 13.142 unit, yang terbagi dalam 6 kepemilikan yaitu, Pusat sebanyak 6 (0,05%), Provinsi sebanyak 10 (0,08%), Kabupaten/kota sebanyak 3734 (28,41%), TNI/POLRI sebanyak 41 (0,31%),
BUMN sebanyak 3 (0,02%) dan
Swasta sebanyak 9.348 (71,13%). Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari Rumah Sakit Umum sebanyak 179 unit , Rumah Sskit Jiwa sebanyak 4 unit, Rumah Sakit Bersalin sebanyak 10 unit, RS Khusus lainnya sebanyak 54 unit, Puskesmas Perawatan sebanyak 291 unit, Puskesmas Non Perawatan sebanyak 576 unit, Puskesmas Keliling sebanyak 948 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Rumah Bersalin sebanyak 249 unit, Balai Pengobatan/Klinik sebanyak 888 unit , Praktik Dokter Bersama sebanyak 57 unit, Praktik Dokter Perorangan sebanyak 4.158 unit, Praktik Pengobatan Tradisional sebanyak 3.901, Pos Kesehatan Desa (PKD) sebanyak 5.209 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 47.276 unit, Apotek sebanyak 2.866 unit, Toko Obat sebanyak 367 unit, Gudang Farmasi Kesehatan (GFK) sebanyak 35 unit,
Industri Obat Tradisional sebanyak 14 unit dan
Industri Kecil Obat Tradisional sebanyak 285. Sarana Kesehatan dengan presentase tertinggi adalah Posyandu 68,32% dan terendah adalah RSJ dan RSB keduanya 0,01%. Sedangkan menurut kepemilikannya, sarana kesehatan dengan presentase tertinggi adalah swasta 71,14% dan terendah adalah BUMN 0,02%.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan Memiliki 4 Spesialis Dasar Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam waktu tertentu.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
93
Kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dimaksud adalah upaya pelayanan penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik, untuk menegakkan diagnosis dokter di rumah sakit. 120 100 80 60 40 20 0 Laboratorium Kesehatan
RSU
RSJ
RS Khusus
Puskesmas
98,32
100
95,31
70,36
Gambar 5.2 Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,39% dengan perincian untuk RSU 98,32%, RS Jiwa 100%, RS Khusus 95,31%, dan Puskesmas 70,36%. Rumah Sakit Umum (RSU) di Provinsi Jawa Tengah (179 RSU) baik pemerintah maupun swasta sudah 135 RSU (75,42%) yang memiliki minimal empat spesialis dasar, dimana hal ini berkaitan dengan disyaratkannya penyelenggaraan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar pada perizinan pendirian sebuah rumah sakit. Sebanyak 24,58% RSU lainnya hanya memiliki kurang dari 4 (empat) pelayanan dasar.
4. Posyandu menurut Strata Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya lima program prioritas
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
94
yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan diare dan ISPA) dengan tujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Dasar penghitungan Strata/penilaian tingkat perkembangan posyandu yang selama ini digunakan adalah: a. Manajemen
ARRIF
dengan
penimbangan; Rerata kader
8
indikator
yang
meliputi
: Frekuensi
bertugas pada hari buka Posyandu; Rerata
cakupan D/S; Cakupan kumulatif KB; Cakupan kumulatif KIA; Cakupan kumulatif imunisasi; Ada tidaknya program tambahan dan Cakupan dana sehat b.
Penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif berdasar Surat Gubernur Jawa Tengah nomor 411.4/05768, tanggal 20 Februari 2007 tentang Pedoman teknis penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif yang dinilai meliputi: 1) Variabel Input: kepengurusan, kader,sarana, prasarana dan dana. 2) Variabel Proses : pelaksanaan program pokok, program pengembangan dan administrasi 3) Variable Output: D/S; N/S; K/S; cakupan K4; pertolongan persalinan oleh nakes; Cakupan peserta KB, Imunisasi; dana sehat; Fe; Vit A; pemberian ASI eksklusif dan frekuensi penimbangan. 60 40 20 0 2007
2008
2009
2010
2011
Pratama
16,85
16,87
15,94
15,29
12,93
Madya
41,61
39,24
38,69
36,77
34,15
Purnama
32,79
33,85
32,79
34,86
36,84
Mandiri
8,76
10,05
12,58
13,08
16,08
Gambar 5.3 Persentase Posyandu Berdasarkan Strata Tahun 2007 s/d 2 011
Berdasarkan laporan Kabupaten/kota, jumlah posyandu tahun 2011 menurun dari 47.882 pada tahun 2010 menjadi 47.276 posyandu. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
95
49500 49000 48500 48000 47500 47000 46500 46000 45500 Posyandu
2007
2008
2009
2010
2011
46823
47285
49096
47882
47276
Gambar 5.4 Jumlah Posyandu Tahun 2007 s/d 2011
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Posyandu 2011 mengalami penurunan, namun dalam 3 (tiga) tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Meskipun kenaikan secara kualitatif (strata purnama dan strata mandiri) relatif kecil. a)
Posyandu Purnama Posyandu
Purnama
adalah
Posyandu
yang
sudah
dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai Strata Purnama pada tahun 2011 sebanyak 17.417 (36,84%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Tegal (64,31%) dan terendah di Kabupaten Blora (15,14%). Cakupan tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun 2010 sebesar 34.94%. Sebanyak 13 kabupaten/kota (37,14%) telah berhasil mencapai target diatas 40%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
96
38 37 36 35 34 33 32 31 30 Posyandu Purnama
2007
2008
2009
2010
2011
32,79
33,85
32,79
34,94
36,84
Gambar 5.5 Cakupan Posyandu Purnama Tahun 2007 – 2011
Kegiatan revitalisasi posyandu masih perlu mendapat perhatian dari semua
sektor/pihak
terkait.
Termasuk
didalamnya
adalah
dengan
mengoptimalkan fungsi Posyandu maupun Pokjanal Posyandu yang sudah terbentuk baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan serta Pokja Posyandu di tingkat desa/kelurahan.
b) Posyandu Mandiri Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai Strata Mandiri tahun 2011 sejumlah 7.603 buah (16,08%), meningkat dibandingkan dengan nilai tertinggi di Kota Surakarta (82,70%). 2010 (13,90%). Pencapaian cakupan tersebut sudah melampaui target SPM 2010 (> 2%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
97
20 15 10 5 0 Posyandu Mandiri
2007
2008
2009
2010
2011
8,76
10,05
12,58
13,9
16,08
Gambar 5.6 Cakupan Posyandu Mandiri Tahun 2007 – 2011
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 terjadi kenaikan persentase pencapaian strata mandiri, hal tersebut dapat terjadi seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan Posyandu yang sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan yang sesuai dengan karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K). Sehingga secara tidak langsung kegiatan integrasi tersebut dapat mempengaruhi pencapaian indikator proses maupun indikator output posyandu. 5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan Posyandu. Total UKBM tahun 2011 adalah 61.061 buah. UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar 47.276 (77,42%). Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) adalah wujud upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang merupakan Program Unggulan di Jawa Tengah dalam rangka mewujudkan desa siaga. PKD merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa. Dengan dikembangkannya Polindes menjadi PKD maka fungsinya menjadi tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
masyarakat,
sebagai
tempat
untuk
melakukan
pembinaan
kader/pemberdayaan masyarakat, forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, memberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana dan untuk deteksi dini serta penanggulangan pertama kasus gawat darurat.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
98
Pengembangan PKD dimulai sejak tahun 2004. Jumlah PKD pada tahun 2011 sebanyak 5.209 buah. Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalahmasalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah Desa Siaga
pada
tahun
2011
adalah
8.576
buah,
mengalami
peningkatan
dibandingkan dengan jumlah Poskesdes tahun 2010 sebanyak 8.572.
6. Data Dasar Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas}, yang pengelolaannya ada di bawah dinas kesehatan kabupaten/kota adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pengembangan
kesehatan
di
suatu
wilayah
kerja
(Departemen Kesehatan RI, 2004). Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 867 (termasuk 291 Puskesmas Rawat Inap). Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2011 sebesar 0,80 berarti bahwa jumlah puskesmas belum tercukupi. Sedangkan rasio tertinggi di Kota Tegal (1,28) dan rasio terendah masih tetap di Kabupaten Sukoharjo (0,44). Dengan rasio
0,80 maka tahun 2011 jumlah puskesmas masih
mengalami kekurangan, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun 2011 masih tetap sama dengan tahun 2010 sebanyak 1.827. Pada tahun 2011 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit, menurun dibandingkan tahun 2010. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas pada tahun 2011 adalah 1,09. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling dapat dilihat pada gambar 5.1.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
99
2000 1600 1200 800 400 0
Puskesmas
Pusk. RI
Pustu
Pusling
2007
851
256
1843
963
2008
861
267
1846
1020
2009
867
283
1850
1130
2010
864
281
1827
1138
867
291
1827
948
Gambar 5.7 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
B.
TENAGA KESEHATAN Tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 58.167 tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi, dan kesehatan
masyarakat.
Jumlah
tenaga
kesehatan
tersebut
meningkat
bila
dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan tahun 2010 sebanyak 54.774 tenaga. Peningkatan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 6,19%, berpengaruh terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Kebutuhan tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat kabupaten/kota dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalannya kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penempatan tugas tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam menentukan kebutuhan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota. Kekurangan lain disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga yang pensiun, baik di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dan makin kompleksnya masalah-masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan. Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan tersebut, pemerintah membuka penerimaan CPNS baru baik secara swakelola maupun tenaga pusat yang ditempatkan di daerah. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
100
pengangkatan Dokter Tidak Tetap, Bidan Tidak Tetap dan diupayakan dapat mengangkat tenaga kesehatan lain sebagai pegawai tidak tetap disamping sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL).
Pengangkatan PTT tersebut dilakukan masa bakti
selama 3 tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing kabupaten/kota. Persentase penempatan tenaga kesehatan pada tahun 2011 adalah sebagai berikut, rumah sakit sebesar 59,11 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (52,89%), puskesmas sebesar 30,35% lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2010 (40,28%),
dinas
kesehatan
kabupaten/kota
sebesar
2,71%
lebih
banyak
dibandingkan dengan tahun 2010 (2,42%), sarana kesehatan lain sebesar 5,07% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (2,99%), institusi diklat/diknakes sebesar 2,04% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (1,41%), dan dinas kesehatan provinsi sebesar 0,72% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (0,55%). 1. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan a. Dokter Spesialis Jumlah tenaga dokter spesialis yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 2.253 orang sehingga rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 6,96 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (6,63). Rasio tersebut berada di atas standar WHO sebesar 6/100.000 penduduk. Rasio dokter spesialis tertinggi di Kota Magelang (71,05%) dan rasio terendah di Kabupaten Banjarnegara (0,00) dan Kabupaten Sragen (0,00). 10 8 6 4 2 0 Rasio dokter spesialis
2007
2008
2009
2010
2011
4,86
4,96
8
6,63
6,96
Gambar 5.8 Rasio Dr. Spesialis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
101
b. Dokter Umum Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011, jumlah tenaga dokter umum sebanyak 4.224 orang, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 3.963 sehingga rasio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 12,96 meningkat dibanding tahun 2010 (11,13). Rasio tersebut masih di bawah target nasional 40 per 100.000 penduduk. Rasio terbesar adalah Kota Magelang 76,97 dan terendah adalah Kabupaten Klaten sebesar 5,22. 14 12 10 8 6 4 2 0 Rasio dokter umum
2007
2008
2009
2010
2011
11.21
10.41
11.35
11.13
12.96
Gambar 5.9 Rasio Dr. Umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
c. Dokter Gigi Jumlah tenaga dokter gigi di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.058, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 1.021 sehingga rasio dokter gigi di Provinsi Jawa Tengah per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 3,27 meningkat dibanding tahun 2010 (2,91). Rasio tersebut masih di bawah target nasional 11 per 100.000 penduduk. Rasio terendah adalah Kabupaten Banjarnegara 0,69 dan tertinggi adalah Kota Magelang 16,92. 4 3 2 1 0 Rasio dokter gigi
2007
2008
2009
2010
2011
3.06
2. 72
3.14
2.91
3.27
Gambar 5.10 Rasio Dr. Gigi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
102
2. Jumlah dan Rasio Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan a. Perawat Tenaga perawat di Provinsi Jawa tengah sebanyak 24.472, sebagian besar bekerja di sarana kesehatan sebanyak 23.947 sehingga rasio tenaga perawat per 100.000 penduduk adalah 73,95 menurun dibandingkan tahun 2010 (76,55). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 749,41 dan terendah adalah Kabupaten Tegal 22,94.
100 80 60 40 20 0 Rasio perawat
2007
2008
2009
2010
2011
62.14
60.45
65.76
76.55
73.95
Gambar 5.11 Rasio Tenaga Perawat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
b. Bidan Jumlah Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah 13.100 orang, sebagian besar bekerja di sarana kesehatan (12.812 orang). Rasio Tenaga Bidan per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 39,56 meningkat dibanding tahun 2010 (38,47). Rasio
tertinggi
adalah Kota
Magelang 127,72 dan terendah Kabupaten Banjarnegara 7,25.
50 40 30 20 10 0 Rasio bidan
2007
2008
2009
2010
2011
31.71
34.43
36.69
38.47
39.56
Gambar 5.12 Rasio Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
103
3. Jumlah dan Rasio Tenaga Kefarmasian di Sarana Kesehatan Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi, dan Asisten Apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah 4.376 didominasi oleh tenaga perempuan sebanyak 2.959 orang, yang sebanyak 4.090 orang bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk adalah 12,63 meningkat dibanding tahun 2010 (11,23). Rasio tertinggi Kota Surakarta 1,88 dan terendah Kabupaten Wonosobo 0,11 dan Kabupaten Batang 0,11. Sedangkan rasio tenaga apoteker dan sarjana farmasi per 100.000 penduduk sebesar 4,55 dibawah target nasional 10 per 100.000 penduduk.
15
10 5
0 Rasio tenaga kefarmasian
2007
2008
2009
2010
2011
9,06
9,15
8,97
11,23
12,63
Gambar 5.13 Rasio Tenaga Kefarmasian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
4. Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan Tenaga gizi terdiri dari D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Jumlah tenaga gizi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah 1.549 orang, yang sebanyak 1.454 bekerja di sarana kesehatan.
Rasio tenaga gizi per 100.000
penduduk pada tahun 2011 sebesar 4,49 menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 (4,55). Angka tersebut masih di bawah target nasional 22 per 100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 34,68 dan terendah adalah Kabupaten Pati 1,85.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
104
5 4 3 2 1 0
2007
2008
2009
2010
2011
3,86
3,56
3,8
4,55
4,49
Rasio tenaga gizi
Gambar 5.14 Rasio Tenaga Gizi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
5. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Sarana Kesehatan a. Kesehatan Masyarakat Jumlah tenaga kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 1.758 orang, yang 958 orang bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 2,96 menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (4,30). Rasio tertinggi adalah Kota Tegal (19,62) dan terendah adalah Kabupaten Klaten (0,71). 5 4 3 2 1 0 Rasio tenaga kesmas
2007
2008
2009
2010
2011
3,37
3,61
4,14
4,3
2,96
Gambar 5.15 Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
b. Tenaga Sanitasi Tenaga sanitasi terdiri dari D-III sanitasi dan D-I sanitasi. Jumlah Tenaga Sanitasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah 1.230 orang, yang 1.036 diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga sanitasi per 100.000 penduduk sebesar 3,20 turun dibandingkan dengan tahun 2010
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
105
(3,74). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang (27,07) dan terendah adalah Kabupaten Demak (0,38). Rasio tenaga sanitasi dapat dilihat pada gambar 5.10. 5 4 3 2 1 0 Rasio tenaga sanitasi
2007
2008
2009
2010
2011
4,63
3,59
3,45
3,74
3,2
Gambar 5.16 Rasio Tenaga Sanitasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011
6. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis dan Fisioterapis di Sarana Kesehatan a. Teknisi Medis Tenaga
teknisi
medis
terdiri
dari
analis
laboratorium,
teknik
elektromedik, penata rontgent dan penata anestesi. Tenaga teknisi medis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 3.442 orang, yang 3.315 orang diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga teknisi medis per 100.000 penduduk sebesar 10,24 menurun dibandingkan dengan 2010 (10,56). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 90,50 dan
tahun
terendah
adalah Kabupaten Karanganyar 3,69. 12 10 8 6 4 2 0 Rasio tenaga teknisi medis
2007
2008
2009
2010
2011
8,76
8,85
8,99
10,56
10,24
Gambar 5.17 Rasio Tenaga Tehnisi Medis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
106
b. Tenaga Fisioterapi Jumlah tenaga fisioterapi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 615 orang, 575 orang diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga fisioterapi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 1,78, tertinggi adalah Kota Semarang 0,31 dan
terendah adalah Kabupaten
Rembang 0,01 dan Kabupaten Demak 0,01 Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih belum tercukupi dan belum merata sesuai kebutuhan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi dan pemerintah daerah (kabupaten/kota) telah berusaha mencukupi kebutuhan tenaganya melalui pengangkatan tenaga baru seperti CPNS, PHL maupun PTT. Mobilitas tenaga atau distribusi tenaga kesehatan yang tersebar di wilayah pelayanan kesehatan diupayakan dengan peningkatan sarana-sarana kesehatan yang ada, seperti peningkatan akreditasi rumah sakit, peningkatan puskesmas menjadi puskesmas rawat inap dan peningkatan pemberian insentif oleh Kementrian Kesehatan bagi tenaga medis yang melaksanakan masa bakti di daerah terpencil maupun sangat terpencil.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN 1. Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten/Kota Pada tahun 2011 jumlah total anggaran kesehatan kabupaten/kota se Jawa Tengah Rp.2.637.573.975.657 dengan kontribusi terbesar sebesar 79,84% berasal dari APBD kabupaten/kota. Kontribusi terendah 0,06% adalah sumber dari pemerintah lain. Kontribusi anggaran kesehatan APBD kabupaten/kota meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 (51,73%). APBD provinsi yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di kabupaten/kota tahun 2011 sebesar 1,39%, mengalami meningkat dibandingkan tahun 2010 (0,25%). Kontribusi DAK bidang kesehatan di kabupaten/kota sebesar 7,85%, Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah/desentralisasi, terdapat pembagian peran dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam pembangunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
107
kesehatan, pemerintah pusat dan daerah menyediakan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), pemerintah pusat memberikan anggaran pada daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Jumlah anggaran untuk askeskin sebesar 5,80% pada tahun 2011. Anggaran kesehatan bersumber PHLN tahun 2011 mencapai 0,12% dari keseluruhan anggaran kesehatan menurun dibandingkan tahun 2010 (0,39%). Kontribusi anggaran kesehatan bersumber dana lain meningkat dari 0,93% pada tahun 2010 menjadi 3,55% pada tahun 2011 Anggaran belanja bersumber APBD kabupaten/kota yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan tahun 2011 sebesar 79,84% dari total APBD kabupaten/kota, meningkat dibandingkan tahun 2010 (51,73%). Hal ini merupakan respon pemerintah yang positif terhadap pembangunan bidang kesehatan di kabupaten/kota. Total
angaran
kesehatan
kab/kota
tahun
2011
sebesar
Rp.2.637.573.975.657 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar Rp.3.428.234.362.358,-. Anggaran kesehatan perkapita menurun dari Rp.105.866,- pada tahun 2010 menjadi Rp.81.450,- pada tahun 2011.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
108
BAB VI KESIMPULAN
A. Derajat Kesehatan 1. Mortalitas/Angka Kematian a. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 10,34/1.000
kelahiran
hidup,
sudah
melampaui
target
Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (17/1.000 kelahiran hidup). b. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 11,50/1.000
kelahiran
hidup,
sudah
melampaui
target
Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (23/1.000 kelahiran hidup). c. Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2010 yang sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup. d. Angka kematian kecelakaan lalu lintas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk. 2. Morbiditas/Angka Kesakitan a. Pada tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 215 penderita AFP, sehingga sudah memenuhi target (164 kasus). Dari hasil pemeriksaan laboratorium, 215 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan virus polio liar). b. Prevalensi Tuberkulosis tahun 2011 per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 74,52. c. Case Detection Rate (CDR) atau angka penemuan penderita TB paru BTA (+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 59,52%, meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (55,38%). d. Angka kesembuhan (Cure Rate ) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila dibandingkan tahun 2009 (85,01%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
109
e. Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 (40,63%). f.
Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) sebanyak 521 kasus dengan jumlah kematian karena AIDS sebanyak 89 kasus.
g. Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini sebanyak 10.752 kasus. h. Jumlah pendonor pada tahun 2011 diketahui sebanyak 346.269 orang, kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828 (93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415 sampel (0,13) yang positif HIV. i.
Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2010 (44,48%).
j.
Jumlah kasus baru tipe Multi Basiler yang dilaporkan sebanyak 1.873 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2011 sebesar 13,32%, sedangkan proporsi anak di antara penderita baru sebesar 10,14%.
k. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2010 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 85% lebih rendah dari target 90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita baru tahun 2009 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 76% lebih rendah dari target 95%. l. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk, menurun bila dibandingkan tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target nasional yaitu <20/100.000 penduduk. m. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar 0.93%, lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
110
n. Jumlah kasus tahun 2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 (3.300 kasus) dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰, sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 (0.10‰). o. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar 0.03% dan tersebar di 5 kabupaten/kota. p. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537 penderita, dimana untuk tahun 2011 ini ada 141 kasus baru. q. Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Jumlah kasus Difteri pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit bila dibandingkan dengan tahun 2010 (14 kasus). Jumlah kasus Pertusis sebanyak 4 kasus yang b erasal dari Kabupaten Kudus. Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) sebanyak 13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah kasus Tetanus Neonatorum sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah kasus Campak sebanyak 1.873 kasus, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010 (3.664 kasus). Jumlah kasus Polio sebanyak 0 kasus, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 (1 kasus). Jumlah kasus Hepatitis B sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan
tahun
2010
(117
kasus)
dan
terdapat
di
9
kabupaten/kota. r. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun 2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Kasus tertinggi PTM adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 62,43% (880.193 kasus). Kasus tertinggi PTM pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi Esensial, yaitu
sebanyak 634.860 kasus
(72,13 %). Prevalensi stroke hemoragik tahun 2011 adalah 0,03%. Prevalensi stroke non hemorargik sebesar 0,09%. Prevalensi kasus dekompensasio
kordis
tahun
2011
sebesar
0,12%
meningkat
bila
dibandingkan tahun 2010 (0,11%). Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin sebesar 0,09%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (0,08%). Prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin menurun dari 0,70% menjadi 0,63% pada tahun 2011. Kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
111
19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (13.277 kasus), terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus (35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus (48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%), dan Ca. paru 954 kasus (4,86%). Prevalensi kasus PPOK mengalami peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun 2010 menjadi 0,09% pada tahun 2011. Prevalensi kasus asma sebesar 0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 (0,64%).
3. Status Gizi a. Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR sebesar 3,73%, meningkat bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%. b. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,35% c. Balita Gizi Buruk (BB/TB) tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.
B. Upaya Kesehatan 1. Pelayanan Kesehatan a. Cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 98,72%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (98,27%). b. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 tahun 2011 sebesar 93,71%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (92,04%) tetapi belum memenuhi target SPM 2015 (95%). c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011 sebesar 96,79%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (93,59%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
112
d. Cakupan pelayanan pada ibu nifas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 93,97%, meningkat bila dibandingkan cakupan tahun 2010 (93,24%). e.
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (78,10) tetapi belum mencapai target SPM 2015 (80%).
f.
Cakupan kunjungan neonatus di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 98,01%, meningkat bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (94,86%).
g.
Cakupan kunjungan bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 92,64%, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2010 (93,73%).
h.
Cakupan neonatus risti tertangani Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 53,25% mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (44,70%).
i.
Cakupan pelayanan anak balita tahun 2011 sebesar 81,02%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 55,35%. Cakupan tersebut masih dibawah target SPM (95%).
j.
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar 78,72%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).
k.
Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak. Yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar 1.074.831 (42,84%).
l.
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebesar 99.08%, lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%. Cakupan tersebut sudah melampaui target SPM sebesar 95%.
m. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar 98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%). Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%). n.
Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (92.78%)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
113
o.
Cakupan pemberian Fe3 pada ibu hamil di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 90,25%, lebih besar bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (90,25%). Angka tersebut sudah mencapai target SPM (90%).
p.
Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 45,18%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (37,18%).
q.
Cakupan Pemberian Makanan Tambahan ASI (MP-ASI) tahun 2011 sebesar 38,31% menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (53,87%).
r.
Cakupan
balita
ditimbang
tahun
2011
sebesar
78,32%
menurun
dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (89,49%). s.
Cakupan balita gizi buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 (93,28%).
t.
Cakupan desa dengan garam beryodium tahun 2011 sebanyak 53,42% menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).
u.
Jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebanyak 895.120 (13,7%), menurun apabila dibanding tahun 2010 (997.174) atau 15,20% dari jumlah PUS (6.549.125).
v.
MKJP Tahun 2011: IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant (12,2%). NON MKJP: Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom (5,8%).
w. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,8%, mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (78,57%). Walaupun menurun, sudah mencapai target (70%). x.
Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%) mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%), angka tersebut sudah melampaui target SPM (90%).
y.
Cakupan masing-masing jenis imunisasi bayi tahun 2011 adalah sebagai berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3 (94,0%) dan Campak (93,6%). Kesemuanya sudah di atas target minimal nasional (85%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
114
z. Angka Drop Out (DO), sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2011 DO tingkat Jawa Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan dibanding tahun 2010 (3,67%). aa. Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198, yang mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar 28,4%, TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak 114,8. bb. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi tetap di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 0,82, mengalami peningkatan bila dibandingkan rasio tahun 2010 (0,81). cc. Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%) lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%). dd. Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2010 (53,83%). ee. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010 sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut SPM (70%). ff. Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 291 puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak 100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%. gg. Pada tahun 2011 persentase desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam mengalami kenaikan menjadi 100% dibanding dengan tahun 2010 (98.45%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
115
hh. Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848 jiwa. Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut sebanyak 3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar 33,21%. ii.
Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24 orang (case fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam berdarah dengue/DBD yaitu terdapat (72,73%%) dan KLB Tetatus Neonatorum (75,00%).
jj.
Penyuluhan kelompok pada tahun 2011 sebanyak 206.344 kali, Sedangkan penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali.
2. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan a. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar tahun 2011 mencapai 36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin), meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%). b. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak 13.033.805
orang.
Masyarakat
miskin
yang
mendapatkan
pelayanan
kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687 (57,17%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 438.493 (3,37%). c. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805, mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1 sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak 431.544 (3,3%). d. Cakupan kunjungan rawat jalan di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 105,4%, meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (36,69%). Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,1% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 (4,98%). e. Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
116
f. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun 2011 rata rata sebesar 34,01 sedangkan angka yang dapat ditolerir maksimum 45. g. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di Jawa Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal. h. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS tahun 2010 sebesar 3,85. i.
Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah RS yang lapor, menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010 sebesar 3,77.
3. Perilaku Hidup Masyarakat a. Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu yang diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna sebesar 74,68%, meningkat bila dibandingkan tahun 2010 (68,63%).
4. Keadaan Lingkungan a. Cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 62,95%, menurun bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (65,01%). b. Cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 77,14%, meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (73,43%). c. Cakupan keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih meningkat dari 87,79% pada tahun 2010 menjadi 89,88% pada tahun 2011. d. Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902 (40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
117
e. Cakupan keluarga yang memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan di Provinsi Jawa Tengah turun dari 72,95% pada tahun 2010 menjadi 71,29% pada tahun 2011. f.
Cakupan keluarga yang memiliki tempat sampah memenuhi syarat kesehatan di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 67,02% pada tahun 2010 menjadi 69,58% pada tahun 2011. Sedangkan cakupan keluarga memiliki sarana pengelolaan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 50,76% pada tahun 2010 meningkat menjadi 63,57% pada tahun 2011.
g. Cakupan
pengawasan
tempat-tempat
umum
yang
memenuhi
syarat
kesehatan tahun 2011 meliputi hotel 84,53%, restoran/rumah makan 73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya (67,44%). h. Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana pelayanan
kesehatan
81,51%,
sarana
pendidikan
64,11%,
instalasi
pengolahan air minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11% dan sarana lainnya 47,67%.
C. Sumber Daya Kesehatan 1. Sarana Kesehatan a. Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota, stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet dan paling sedikit adalah OAT Katagori 3 (523 paket). b. Pemakaian obat rata-rata perbulan terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg (2.834.674 tablet) dan terendah adalah OAT katagori 3 (43 paket). c.
Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250 mg (50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 50 bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9 bulan.
d.
Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah adalah OAT Kategori 2 (52,09%).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
118
e. Jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 854 unit pada tahun 2010 menjadi 867 pada tahun 2011. Bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja puskesmas, dengan sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk per puskesmas, maka jumlah puskesmas per 30.000 penduduk tahun 2011 sebesar 0,80. Ini berarti bahwa jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah masih kurang. Sedangkan puskesmas perawatan dari 281 buah pada tahun 2010 naik menjadi 291 pada tahun 2011, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Puskesmas Keliling sebanyak 948 unit dan Poliklinik Kesehatan Desa sebanyak 5.209 unit. f.
Rumah sakit umum di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berjumlah 179 buah yang terdiri dari RSU pemerintah sebanyak 50 buah ( 2 RSU milik Departemen Kesehatan, 7 RSU milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan 41 milik pemerintah kabupaten/kota), RSU milik TNI/POLRI sebanyak 10 RS, RSU milik BUMN sebanyak 1 RS dan RSU milik swasta sebanyak 118 buah.
g. Rumah sakit khusus pemerintah dan swasta di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 68 RS terdiri dari 4 RS Jiwa milik pemerintah, 10 RS Bersalin milik swasta dan 54 RS Khusus lainnya (3 milik pemerintah dan 51 milik swasta) h. Unit Pelaksana Tehnis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah terdiri dari: Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) sebanyak 5 unit dan 1 Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM).
2. Tenaga Kesehatan a. Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 6,96. b. Rasio tenaga dokter umum per 100.0000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 12,24. c. Rasio tenaga dokter gigi per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,15. d. Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 17,42. e. Rasio tenaga gizi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 4,49.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
119