BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahap terpenting dalam proses pemulihan jaringan yang mengalami inflamasi adalah pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah jaringan penghubung yang baru terbentuk dan pembuluh darah kecil berasal dari permukaan luka dalam proses penyembuhan. Secara histologis jaringan granulasi ditandai dengan proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan fibroblas. Rekrutmen dan stimulasi fibroblas dikendalikan oleh banyak faktor pertumbuhan, meliputi platelet-derived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan transforming growth factor-beta (TGF-β), sitokin (interleukin 1) dan tumor necrosis factor (TNF) yang disekresikan oleh leukosit dan fibroblas. Secara khusus makrofag merupakan unsur sel yang penting pada pembentukan jaringan granulasi. Selain membersihkan debris ekstraseluler dan fibrin pada tempat jejas, makrofag juga mengelaborasi suatu penjamu mediator yang menginduksi proliferasi fibroblas dan produksi matriks ekstraseluler (ECM). Sintesis kolagen oleh fibroblas dimulai sejak awal proses penyembuhan (hari ke-3 hingga ke-5) dan berlanjut selama beberapa minggu tergantung pada luas penyembuhan. Pada daerah radang juga terdapat sel mast, dan dengan lingkungan kemotaksis yang sesuai limfosit dapat muncul. Tiap-tiap sel ini dapat turut berperan langsung ataupun tidak langsung terhadap proliferasi dan aktivasi fibroblas. Pembentukan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan. Pembentukan neovaskularisasi berfungsi untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblas untuk memaksimalkan pembentukan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan radang. Beberapa faktor yang menginduksi neovaskularisasi adalah basic epithelial growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
1
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diambil rumusan masalah adalah Bagaimana proses pembentukan jaringan granulasi dalam penyembuhan luka/radang. 1.3 Tujuan Dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan jaringan granulasi dalam penyembuhan luka ataupun radang dan penyembuhan luka itu sendiri.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Penyembuhan Jaringan Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi barangkali paling mudah dilikuskan pada kasus luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penangan luka oleh tubuh seperti insisi pembedahan, diman pinggir luka dapat saling didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam itu disebut penyembuhan primer atau healing by first intention. Segera setelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah itu terjadilah reaksi peradangan akaut pada luka itu, dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkannya. Dekat reaksi peradangan eksudatif ini, terjadi pertumbuhan ke dalam oleh jaringan granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian maka dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan granulasi yang disiapkan agar matang menjadi parut. Sementara proses berlangsung, maka sel epitel permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi, dan dalam waktu beberapa hari bermigrasi lapisan epitel di atas permukaan luka. Waktu jaringan parut dibawahnya menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang didekatnya. Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali kulit dan dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya terlihat sebagai sati garis yang menebal. Banyak luka dikulit yang sembuh dengan cara yng sama seperti ini tanpa perawatan medis. Pada luka lainnya, diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi terjadinya penyembuhan. Jahitan dapat dilepas jika sudah terjadi organisasi dan regenerasi epitel pada saat di mana tepi luka tidak akan membuka lagi, jika benang dilepas. Jadi, pada daerah kulit dimana secara relatif terdapat tegangan yang kecil, maka benang bedah dapat dilepaskan dalam beberapa hari, lama sebelum kekuatan maksimal jaringan parut tercapai, dan sebelum diletakkannya kolagen dalam jumlah yang cukup. Pada daerah lain dimana terdapat regangan, benang bedah harus
3
dibiarkan ditempatkan lenih lama untuk menahan jaringan sampai dapat dapat terbentuk jaringan parut yang kuat. Bentuk penyembuhan kedua terjadi sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi. Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan yang diuraikan diatas. Perbedaaannya hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk, dan biasanya tebentuk jaringan parut yang lebih besar. Tentu saja, seluruh proses memerlukan waktu yang lama dari penyembuhan primer. Pada luka besar yang terbuka semacam itu, sangat sering dapat terlihat jaringan garnulasi yang menutupi dasr luka sebagai sebuah karpet yang lembut, yang mudah berdarah bila disentuh. Pada keadaan lain, jaringan granulasi tumbuh nyata dibawah keropeng, dan terjadi regenersi epitel
dibawah keropeng. Akhirnya pada keadaan ini keropeng lalu
dibuang lalu dibuang setelah penyembuhan sempurna. Kebanyakan orang tidak sabar menunggu keropeng itu terlepas, keadaan ini terjadi kira-kira terjadi pada tahap yang terlihat, pelepasan keropeng pada tahap ini menimbulkan perdarahan kecil sebesar ujung jarum pada jaringan garanulasi dimana regenerasi epitel masih belum lengkap. Walaupun dalam banyak hal identik dengan penyembuhan primer, penyembuhan sekunder kurang disukai karena memerlukan waktu yang lebih lama dan jaringan parut yang dihasilkan berbentuk sangat buruk. Sebenarnya penyembuhan pada setiap jaringan tubuh terjadi dengan proses yang berjalan sejajar dengan digambarkan untuk kulit, dengan variasi-variasi lokal yag bergantung pada kemampuan jaringan untuk melakukan regenrasi, dan sebagainya. Sebutan proses peradangan adalah akut, subakut atau kronik mencerminkan lamanya perbaikan. Peradangan akut menurut definisinya tidak mempunyai segi-segi perbaikan, proses peradangan ini hanya terdiri dari gejala radang eksudatif. Pada radang subakut atau kronik ada permulaan pertumbuhan ke arah dalam jaringan garanulasi dan mungkin permulaan regenerasi. Pada peradangan kronik ada bukti
4
perbaikan lanjut yang berdampingan dengan berlanjutnya eksudasi. Bukti perbaikan lanjut mencakup poliferasi regeneratif yang luas dan pembentukan parut yang luas disertai kolagen. 2.1 Jaringan Granulasi Jaringan granulasi adalah jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan darah sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, sampai matang menjadi jaringan parut. Jaringan granulasi terjadi saat proses inflamasi yang akan berakhir dengan pemulihan jaringan yang dibagi dalam regenerasi dan pergantian dengan jaringan penyokong. Jaringan granulasi ini secara patogenesis secara perlahan-lahan akan menutup luka, untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Secara mikroskopis jaringan granulasi terdiri dari proliferasi fibroblas dan endotel kapiler, sel radang, neovaskularisasi, dan proliferasi endotel.
Jaringan granulasi adalah salah satu dari macam-macam reaksi dan lokalisasi jaringan yang terjadi pada radang kronik atau proliferatif ditandai dengan oleh proliferasi fibroblas membentuk jaringan ikat muda dengan banyak pembuluh darah baru, yang keadaan morfologinya dapat khas mencerminkan pengaruh penyebab
5
jejas tertentu, prosesnya disebut radang granulomatik atau spesifikatau khas; leukosit sel radang khusunya sel-sel monomorfologinuklir (limfosit, sel plasma dan histiosit). Granulasi dapat terjadi pada proses penyembuhan luka bakar. 2.3 Pembentukan Jaringan Granulasi Jaringan granulasi sebagian besar terdiri dari kapiler dan fibroblas dan berbentuk granular yang kemerah-merahan. Setelah luka, tejadi reaksi peradangan akut
dan kemudian bekas luka
dilenyapkan oleh makrofag seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Migrasi dan poliferasi fibroblast dan tunas vaskuler dari sekeliling jaringan penghubung kemudian membentuk jaringan granulasi. Tunas kapiler tumbuh diluar pembuluh darah di tepi luka dengan susunan baru, migrasi dan poliferasi dari sel endotel yang ada. Tunas kapiler pada umumnya berbentuk padat pada mulanya, tetapi kemudian mencair. Tunas yang vaskuler membentuk jerat yang menyatu satu sama lain atau dengan kepiler yang telah membawa darah. Kapiler yang baru dibentuk lebih permiable dibandingkan yang normal dan yang dapat mengalirkan banyak protein ke dalam jaringan. Beberapa pembuluh membentuk lapisan muskular dan membedakan antara arteri dan vena. Asal dari sel muskular tidak diketahui. Sel muskular mungkin muncul dengan differensiasi sel mesencymal atau migrasi dari pembuluh darah yang ada. Secara
simultan
dengan
mengembangkan
kapiler
baru,
fibroblast
mengeluarkan molekul kolagen yang dapat larut agar dikumpulkan ke dalam fibril. Fibroblast juga dipercaya untuk mengahasilkan
mucopoly sakarida unsur dari
jaringan. Setelah 2 minggu produksi kolagen menurun, tetapi proses perubahan bentuk kembali tetap berlangsung. Secara acak mengarahakn fibril kolagen kecil untuk diatur kembali kembali ke dalam ikatan yang tebal, yang memberikan kekuatan yang lebih besar kepada jaringan.
6
2.4 Kompilikasi Penyembuhan Komplikasi penyembuhan luka dapat timbul akibat abnormalitas komponen dasar pada proses perbaikan 3 grup kelainan/komplikasi: 1. Pembentukan jararingan granulasi dan parut yang inadekuat ↓ Wound dehiscence, eviceration & ulceration 2. Pembentukan komponen proses perbaikan yg berlebihan ↓ Hypertrophic scars & keloid 3. Kontraktur Hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
2.4.1 Komplikasi Dini 1. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. 2. Perdarahan Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
7
itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan. 3. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
Gambar: Dehisence Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4–5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi 8
luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka. 2.4.2 Komplikasi Lanjut Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak. Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut. Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.
9
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cederaJaringan granulasi adalah jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan darah sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, sampai matang menjadi jaringan parut. Penyembuhan luka terdiri dari dua fase yaitu Penyembuhan Primer dan Penyembuhan Sekunder. (1) Penyembuhan primer adalah jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penangan luka oleh tubuh seperti insisi pembedahan, diman pinggir luka dapat saling didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. (2) Penyembuhan sekunder adalah jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan yang diuraikan diatas. Perbedaaannya hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk, dan biasanya tebentuk jaringan parut yang lebih besar, kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi. Jaringan granulasi terjadi saat proses inflamasi yang akan berakhir dengan pemulihan jaringan yang dibagi dalam regenerasi dan pergantian dengan jaringan penyokong. Komplikasi penyembuhan luka dapat timbul akibat abnormalitas komponen dasar pada proses perbaikan 3 grup kelainan/komplikasi (1) Pembentukan jararingan granulasi dan parut yang inadekuat, (2) pembentukan komponen proses perbaikan yg berlebihan (3)Kontraktur. Komplikasi Penyembuhan ini terdiri dari komplikasi dini yaitu infeksi, perdarahan, dan dehiscence dan eviscerasi serta komplikasi lanjut yaitu dengan pembentukan keloid. 3.2
Saran
10
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas penulis dapat memberikan beberapa saran, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam proses penyembuhan luka harus
11
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, J. Prianto L. & Sumatri, Frirtz. (1997). Atlas Mikroskopis dan Makroskopis Patologi Anatomi. Jakarta. Trisakti University Press. Muir, Bernice L. (1988). Pathophysiology: an introdution to the mechanisms of disease second edition. New York (USA). A Willey-Medical publication. Prawiro, Andoko. (1990). Album Patologi Anatomi. Surabaya (Indonesia): Airlangga University Press. Pringgoutomo, Sudarto. & Himawan, Sutisna. & Tjarta, Achmad. (2002). Buku Ajar: Patologi (Umum) Ed. 1. Jakarta. Sagung Seto. Robbins, Stanley L. & Kumar, Vinay. Basic Pathology Part II. Surabaya (Indonesia). Airlangga University Press.
12