surat oleh Wajib Pajak digunakan untuk pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara. Pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau tempat lain yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran pajak oleh Direktur Jenderal Pajak. Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak dianggap valid apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran pajak atau telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara. Tata cara pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online dan penyampaian SPT dalam bentuk digital telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 383/Pj./2002 Tanggal 14 Agustus 2002. Pengaturan – pengaturan tersebut meliputi : 1. Pembayaran pajak umumnya menggunakan sarana SSP, tetapi Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002. Wajib Pajak wajib melakukan pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online terhitung 1 Januari 2003. Sistem pembayaran online ini adalah pembayaran setoran pajak melalui PT Pos Indonesia atau Bank Persepsi/Devisa persepsi online. 2. Penyampaian SPT dapat dilakukan dalam bentuk digital terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002. Penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai ke Kantor Pelayanan Pajak secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak dia tur dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
SANKSI KETERLAMBATAN TERUTANG
PEMBAYARAN
DAN
PENYETORAN
PAJAK
Menteri Keuangan mempunyai kewenangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang sebagai batas waktu untuk suatu saat atau masa pajak masing – masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Keterlambatan dalam pembayaran setoran pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% pebulan dari tanggal jatuh pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. Demikian pula untuk STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menambah jumlah pajak terhutang kepada Direktur Jenderal Pajak Pengaturan tentang angsuran dan penundaan pembayaran pajak dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 Tahun 2007. Pengaturan – pengaturan tersebut meliputi : 1. Permohonan harus diajukan paling lama 9 hari kerja setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon, diangsur, atau ditunda. 2. Bila ternyata batas waktu 9 hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya. 3. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputuasan atas permohonan berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak, paling lama 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonannya. 4. Bila jangka waktu tersebut pada butir 3 telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. 5. Surat Keputusan yang menerima seluruhnya atau sebagian, dengan jangka waktu masa angsuran atau penundaan tidak melebihi 12 bulan dengan mempertimbangkan kesulitan likuiditas atau keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak. 6. Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan surat keputusan dimaksud tidak dapat lagi diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran.
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN Jika terjadi kesalahan dalam penyampaian Surat Pemberitahuan sehingga Wajib Pajak kekurangan atau kelebihan membayar pajak, maka Wajib Pajak berhak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan. Pengaturan tentang pembetulan Surat Pemberitahuan dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pembetulan Tata cara pembetulan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan yaitu dengan menyampaikan pernyataan tertulis. Pernyataan tertulis tersebut dengan cara memberikan tanda pada tempat yang telah disediakan dalam Surat Pemberitahuan yang menyatakan Wajib Pajak membetukan Surat Pemberitahuan. Apabila Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan tetapi belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadarannya sendiri dapat
mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya sehingga mengakibatkan : 1. 2. 3. 4.
Pajak – pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau l ebih keil. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil, dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
Wajib Pajak yang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sendiri dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan atas pajak yang kurang dibayar terhitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran. Namun jika dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak mengakui ketidak benaran dalam pembayaran pajak maka dikenai sanksi berupa denda 150% dari pajak yang belum dibayar.
SANKSI ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA TERKAIT SPT DAN NPWP Kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang – undang sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana. 1. Apabila Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan atau batas waktu perpanjangan Surat Pemberitahuan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp. 100.000,- untuk SPT Masa lainnya, dan Rp. 1.000.000.000,- untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan serta Rp. 100.000,- untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Pasal 38 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang – Undang KUP, didenda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun. Kealpaan tersebut dimaksudkan tidak sengaja, lalai, tidak hati – hati atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 3. Pasal 39 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Untuk mencegah adanya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai pidana lebih berat yaitu ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana yang diatur diatas. 4. Setiap orang yang melakukan percobaan untu melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Paja k atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf b Undang – Undang KUP atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar at au tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang – Undang KUP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
TEMPAT PELAYANAN TERPADU Tempat Pelayanan Terpadu ini dimaksudkan sebagai tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi ada Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan sistem informasi perpajakan atau sistem administrasi perpajakan terpadu. Pada tanggal 3 Februari 2003 Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Keputusan Nomor Kep 27/Pj./2003 tentang Tempat Pelayanan Terpadu pada Kantor Pelayanan Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut : 1. Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dengan menetapkan suatu tempat pelayanan yang terpadu untuk setiap Kantor Pelayanan Pajak, sehingga dapat memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak tanpa harus mendatangi masing – masing seksi. 2. Memudahkan pengawasan terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Sistem aplikasi dan informasi perpajakan yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak terdiri atas hal – hal sebagai berikut : 1. Sistem informasi perpajakan yaitu sistem informasi dalam administrasi perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kecuali Knwil Wajib Pajak Besar dan KPP Wajib Pajak Besar dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang berhubungan dalam satu jaringan kerja. 2. Sistem administrasi perpajakan terpadu yaitu sistem informasi administrasi perpajakan yang diterapkan pada KPP Wajib Pajak Besar, Kanwil Wajib Pajak Besar, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dengan jaringan kerja.