BAB I PENDAHULUAN
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Preputium penis merupakan lipatan kulit yang menutupi glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan
terjadi proses proses
keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.
1,2
Di Jepang, fimosis ditemukan pada 88% bayi yang berusia 1 hingga 3 bulan dan 35% pada balita berusia 3 tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Beberapa penelitian mengatakan kejadian Phimosis saat lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.1,2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Penis
Gambar 1. Anatomi penis
Penis terdiri dari corpus penis, glans penis, sulcus coronal glans penis, dan preputium. Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.3-6 Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kara kavernosa ini diliputi oleh jaringan
2
ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck .1-7 Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid. Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid
berhubungan
dengan
venula
(sistem
pembuluh
balik)
yang
mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh. 4,5 Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Syaraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersyarafi otototot polos Syaraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan syaraf-syaraf lain yang membentuk nervus pudendus. Syaraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersama sama melalui syaraf-syaraf di atas akan menghasilkan ereksi penis.1-7 Vaskularisasi untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteria penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami
3
relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi. Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari Corpora Cavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar.1-7
2.2 Definisi Fimosis
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis, preputium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air kecil. 1-5
2.3 Klasifikasi Fimosis
2-4
a. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo phimosis) timbul sejak lahir. Fimosis ini bukan disebabkan oleh kelainan anatomi melainkan karena adanya faktor perlengketan antara kulit pada penis bagian depan dengan glans penis sehingga muara pada ujung kulit kemaluan seakan-akan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.
4
b. Fimosis didapat (fimosis patologik , fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Fimosis Patologis didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis (preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis Xerotica Obliterans (BXO).5
5
Fimosis Fisiologis
Fimosis Patologis
2.4 Patofisiologi
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara spontan akan hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten, jadi seiring dengan bertambahnya usia (masa puber) phimosis fisiologis akan hilang. Higienitas yang buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau balanophostitis berulang yang mengarah terbentuknya scar pada orificium preputium, dapat mengakibatkan fimosis patologis. Retraksi preputium secara
6
paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada orificio preputium yang dapat mengarah ke scar dan berlanjut phimosis. Pada orang dewasa yang belum berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder karena kehilangan elastisitas kulit.3-7 Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena “balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi.3-6 Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan
kotoran-kotoran
pada
glans penis sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang.1-7 Pada
lapisan
dalam
prepusium
terdapat
kelenjar
sebacea
yang
memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel
mati
dan
bakteri.
Bila
tidak
terjadi fimosis,
kotoran
ini
mudah
dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan
prepusium
dengan
glans penis,
debris
dan
sel
mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan. 4 Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium. 5,6
7
2.5 Manisfestasi Klinis
1-7
1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (“balloning” ) 2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit. 3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. 4. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidakdapat diduga 6. Bisa juga disertai demam 7. Iritasi pada penis.
1-7
2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih dan Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
8
Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak dapat diretraksi melewati gland penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial orifice tidak ada luka dan terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat jaringan fibrus berwana putih yang melingkar. 5,6
2.7 Penatalaksanaan
4-6
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,050,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun. Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Prosedur Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius. 1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi 2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril 3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah ventral 4. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan mencubitkan pinset
9
5. Bila didapati phimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium, lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan. 6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal)
7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kirakira ½ sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’). Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju
10
frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali ) 9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan. 10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada di frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12), dengan patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6). Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.
5
2.7 Komplikasi
Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
11
Infeksi saluran kemih
1-7
2.8 Diagnosis Banding
Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan menimbulkan jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Warna gland penis akan semakin berwarna pucat dan bengkak. Seiring perjalanan waktu keadaan ini akan mengakibatkan nekrosis sel di gland penis, warnanya akan menjadi biru atau hitam dan gland penis akan terasa keras saat di palpasi.4,5,6
Gambar Parafimosis
12
2.9 Prognosis
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan ditangani.
13
BAB III KESIMPULAN
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada f imosis terjadi penyempitan pada ujung prepusium. Kelainan ini menyebabkan bayi atau anak sulit berkemih, sehingga prepusium menggelembung seperti balon . Hal ini dapat menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis). Fimosis tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang di paksakan karena dapat menimbulkan luka dan terbentuknya sikatrik pada ujung prepusium. fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsis.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2009. 2. Santoso
A.
Fimosis
dan
Parafimosis.
Tim
Penyusun
Panduan
Penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2005. 3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801 4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition. USA: Appleton and Lange; 2004. 5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for phimosis and other medical indications in Western Australian boys". Med.
J.
Aust.
178
(4):
155 – 8;
2003.
Diunduh
dari
URL:
http://www.mja.com.au/public/issues/178_04_170203/spi10278_fm.html 6. Hina Z, Ghory MD. Phimosis and Paraphimosis. Diunduh dari URL: (http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview) 7. Brunicardi FC, et al. Schwartz’s Principle of Surgery Eight Editi on Volume 2. USA: Mc Graw Hill.
15