BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.1,2 Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya). 2 Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. 3 Untuk itu, disusunlah referat ini yang bertujuan mengetahui lebih rinci tentang mastoiditis.
1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah definisi, etiologi dan patofisiologi mastoiditis? 2. Bagaimanakah gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding dan terapi mastoiditis?
1
1.3. Tujuan 1. Mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisologi dari mastoiditis. 2. Mampumen diagnosis mastoiditis berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta mampu menentukan terapi dengan tepat.
1.4.
Manfaat Memberikan informasi dan pengetahuan baik bagi penulis maupun pembaca
tentang diagnosis dan penatalaksanaan penyakit mastoiditis.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Dan Fisiologi Telinga
Gambar 1. Anatomi Telinga Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1 3
2.1.2. Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan. Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. 2
2.1.3
Telinga dalam
4
Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 1,2 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria 5
disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. 3,4
Gambar 3. Potongan melintang koklea Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. 2.1.4. Tulang Mastoid Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Ronggarongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. 4 Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.
6
Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya selsel pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior. 4,5,6
2.2.
Mastoiditis 2.2.1 Definisi Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media
(OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
7
peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.1,2 Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 7
Gambar 5. Tulang mastoid 2.1.4
Epidemiologi Epidemiologi masih belum diketahui secara pasti, tetapi biasanya terjadi
pada pasien-pasien muda dan pasien dengan gangguan sistem imun.2. Di Amerika Serikat sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20% dari pasien dengan OMA. Insiden mastoiditis telah menurun sejak berkembangnya antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat ini menurun sampai kurang dari 3% dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat atau negara-negara maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di tempat lain, terutama sebagai konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun insiden penyakit ini telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun masih merupakan infeksi yang signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi yang mengancam jiwa yang 8
menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam insiden mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini mungkin karena meningkatnya tingkat infeksi yang disebabkan oleh organisme yang tahan antibiotic, virulensi patogen yang meningkat dan penurunan penggunaan antibiotika untuk mengobati otitis media akut. Kejadian ini kemungkinan besar menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin pneumokokus terkonjugasi, yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada tahun 2000. 8 Internasional negara-negara berkembang dan negara-negara di mana OMA tidak diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh, insiden mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah untuk OMA, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per tahun. Di semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun. 9 2.1.5
Etiologi dan Patofisiologi Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. 10 Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius. Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit. 9,10 9
Telinga tengah biasanya steril. Gangguan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga terpapar dengan mikroba dan kontaminan pada saat menelan. Ini terjadi apabila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan dipermukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral leukosit polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar. Dengan demikian hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan sepsis bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga tengah menyerang jaringan dan menimbulkan nfeksi.(4) Nanah (pus) yang terbentuk akibat infeksi ditelinga tengah merupakan media yang sesuai bagi berbagai macam kuman untuk dapat tumbuh dan berkembang baik.(5) Apabila ada otitis media stadium supuratif penyakit berlanjut dan tidak dilakukan miringiotomi, maka membran timpani akan pecah sendiri biasanya dikuadran anteroinferior, tapi ada kalanya disetengah posterior membran timpani. Cairan yang keluar pada
mulainya
serosasangiosa, kemudian menjadi
mukopurulen. Mukosa jelas menebal dan berwarna merah dengan corakan banyak neokapiler. Proses ini terjadi pada seluruh telingan tengah dan mastoid sehingga menyumbat sel-sel mastoid yang kecil-kecil, mukosa yang menebal dapat menutup aditus ad antrum sehingga drainase mastoid terganggu. Setelah telinga mengeluarkan cairan keluhan nyeri akan hilang karena penekanan pada membran timpani hilang, gejala toksemia dan demam mulai berkurang, kini perubahan mukosa menyebabkan pendengaran jelas berkurang, bila mukopus tertahan di mastoid akan terasa nyeri serta nyeri tekan di bagian belakang telinga. Pada pemeriksaan tampak sekret mukopurulen yang sering berpulsasi, keluar melalui perforasi pars tensa membran timpani, bila tampak terlihat mukosa menebal, berwarna merah dan lembut seperti bludru, pada perforasi yang kecil tampak mukosa edem menonjol keluar melalui lubang perforasi dan sekret keluar dari tengahnya hal ini disebut perforasi puting susu, dan disebut mastoiditis akut. Stadium Komplikasi, komplikasi utama mastoiditis dengan perluasan sekunder ke sinus venosus meningen atau labirin timbul karena drainase yang tidak adekuat melewati aditus ad antrum akibat mukosa atik yang menebal,
10
akibatnya mastoid terisi oleh mukosa granuler yang edem serta sekret mukopus yang mempunyai tekanan, kemudian proses ini akan menyebabkan absrobsi dinding tulang mastoid yang tipis meluas sepanjang alur vena ke perifer merusak periosteum mastoid. Pada proses stadium awal bersifat reversibel sedang yang lanjut memerlukan tindakan pembedahan untuk memeperbaiiki drenase sebelum terjadi perluasan ke sinus lateral atau meningen. Gejala keluarnya cairan dari telinga, keluahan nyeri menghilang untuk sementara waktu kemudian gejala ringan timbul kembali, terjadi demam subfebris dan toksisitas yang disertai oleh rasa nyeri daerah mastoid, hal ini terjadi walaupun sekret dari telinga tengah sudah berkurang. Tanda klinis terdapat nyeri tekan dan penebelan periosteum korteks mastoid kemudian berlanjut menjadi masaa yang berfluktuasi bila terjadi abses subperiosteum, pada pemeriksaan tampak dinding posterosuperior liang telinga menggantung (sagging), gambaran membran timpani tidak jelas berbeda dengan sebelumnya, gambaran radiologis menjukan sel-sel mastodi berselubung dan terlihat penipisan (rarefaction) serta batas-batas sel mastoid hilang. Stadium resulusi pada stadium ini infeksi mereda dan terjadi penyembuhan telinga, sekret telinga kering, penebalan mukosa dan edem akan berkurang perlahan-lahan namun bila sudah kembali normal makan peradangan lambat laun akan kembali normal. Perforasi membran timpani yang kecil dapat cepat menyembuh, biasanya tampak terbentuk jaringan parut, tetapi kadangkadang terbentuk parut atrofi kecil, ini merupakan titik lemah dari membarn timpani yang sewaktu-watu dapat terinfeksi kembali dan mengeluarkan sekret telinga. Penimbunan sedikit cairan steril aka tetap ada untuk beberapa tahun dalam daerah coalescent di rongga mastoid tanpa menimbulkan gejala, hal ini kadang dapat terlihat secara radiologik sebagai area radiolusen.
2.2.4. Manifestasi Klinis 9 tanda dari mastoiditis adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nyeri ketuk pada mastoid Bengkak, abses Fistel di retroaurikula CAE discharge mukopurulen berbau Granulasi di CAE Kolesteatoma 11
7. 8. 9.
Cairan keluar terus dari telinga Segging (dinding atap runtuh) Perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal
Gambar 6. Mastoiditis
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik
maka
kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. 9 Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati dapat terjadi ketulian yang berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.
12
Membran
timpani
menonjol
keluar,
dinding
posterior
kanalis
menggantung, pembengkakan post aurikula mendorong pinna keluar dan
ke
depan, dan nyeri tekan pada mastoid, terutama di posterior dan sedikit di atas liang telinga (segitiga Macewen). 10 Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses. Biasanya gejala muncul dalam waktu 2 minggu atau lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian dalam dari prosesus mastoideus. 2.3.
Pemeriksaan Fisik Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan periosteal,
abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti puting) dari membran timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal memerlukan perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak-anak-anak). Tonjolan nipplelike dari membran timpani sentral mungkin ada, ini biasanya disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten ( mastoiditis tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi telinga persisten. Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan komplikasi lain. 11
2.4. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala,
hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Rontgen
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30° cephalo-caudad. Pada posisi ini perluasan
13
pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis. 8
CT Scan
14
Gambar 7. Mastoiditis dan CT scan mastoiditis CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Pemeriksaan
radiologis
pada
mastoiditis
mengungkapkan
adanya
opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh. 11 Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis media akut. 12 Laboratorium a. Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam. Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil. Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan bukan saluran eksternal. Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik.
Hasil kultur yang
dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi definitif. Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba empiris.
15
13
b. Kultur darah harus diperoleh. c. Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi efektivitas terapi seterusnya. d. Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke intrakranial. 5 2.4.
Diagnosis Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.1,6 Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CTscan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. 2
16
2.6. Tatalaksana Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang paling tepat. Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka terapi segera diberikan dengan antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila terdapat kuman yang tidak sesuai, dengan adanya sekret antibiotik topikal dapat diberikan untuk mengobati mukosa telinga tengah dan melindungi kulit liang telinga dari otitis eskterna sekunder. Perwatan umum seperti istirahat baring, pemberian dekongestan dapat diberikan. Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi. meliputi dua hal penting :
Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret) Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman, resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang pola mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya sangat penting.
Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah diobati maka penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena keadaan ini stadium lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada stadium ini dilakukan tindakan mastoid untuk draenase abses. Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak. 5,6 Modalitas Terapi yang bisa dilakukan apabila perlu terapi pembedahan adalah : 1. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze).
17
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannnya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi, pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi Radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruanggan. Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dari dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah membuang
semua
jaringan
patologik
dari
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Gambar 9. Mastoidektomi 2.3. KOMPLIKASI
18
rongga
mastoid
dan
Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada struktur di sekitarnya. 11 Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi. 11 Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa saluran nafas yang mampu melokalisasi dan mengatasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. 13
Gambar 10. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di sekitarnya Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal. Tetapi bila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis fasialis atau labirintis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural,
19
tromboflebitis sinus lateralis, meningitis atau abses otak. Pada kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama
yang kronis,
penyebaran biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus interna, dusktus perilimfatik atau duktus endolimfatik. 13
Complications in acute mastoiditis. Extension of the infectious process beyond the mastoid system leads to intracranial and extracranial suppurative complications, including : - subperiosteal abscess (A), - epidural abscess (B), - subdural empyema (C), - brain abscess (D), - meningitis (E), - lateral sinus thrombosis (F), - carotid artery involvement (G), - apical petrositis (H).
Gambar 11. Komplikasi dari mastoiditis Beberapa pola penyebaran penyakit : 14
Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya : 1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh 2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal 3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah,
sehingga disebut juga mastoidits hemoragika. Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila : 20
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit 2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen 3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan
lunak yang terbuka biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui bila : 1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit 2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirintis supuratif. 3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.
21
BAB III KESIMPULAN 1. Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga). Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan adalah bakteri gram negative dan Streptococcus aureus. Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien muda dengan imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. 2. Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. 3. Tatalaksana mastoiditis dapat berupa antibiotik, miringotomi, mastoidektomi sederhana sesuai dengan kondisi pasien dan indikasi. 4. Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada struktur di sekitarnya.
22
DAFTAR PUSTAKA 1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 2. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta: Hipokrates. 1996. 3. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005 4. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta:FKUI. 2005 5. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang. 2005. 6. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000. 7. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959;73:573–588. 8. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000. 9. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of otitis
media. in: C.D.
Bluestone,
S.E.
Stool
(Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003 10. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol. Laryngol. 2000. 11. Kelompok Studi
Otologi.
Guideline
Penyakit
THT
di
Indonesia.
Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007 p. 55 12. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their Complications
in
Children.
International
Journal
of
Pediatric
Otorhinolaryngology (2006) 70, 1175—1182 13. Wicker AM, Mohundro BL. Management of Pediatric Otitis Media. US Pharm 2010;35(3):44-9
23
14. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year retrospective study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2002; 66 :143-8
TUGAS 1.
Mengapa antibiotik golongan kuinolon tidak boleh untuk anak-anak?
24
Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain : E. Coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan menghambat subunit A dari Enzim DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi DNA terhenti. Pada anak apabila ada infeksi sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas terlebih dahulu, agar nantinya tidak terbiasa dengan antibiotik spesifik dan mencegah terjadinya resistensi saat dewasa nantinya.
25