REFERENSI ARTIKEL
MOUTH ULCER
DISUSUN OLEH: LUCIA ANINDYA
G99162008
APRILLA D. UTAMI
G99172042
BAGAS MUHAMMAD
G99182004
Periode : 3 Desember – Desember – 14 14 Desember 2018
PEMBIMBING : Widia Susanti, drg., M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:
Leukoplakia
Hari, tanggal : Kamis, 6 Desember 2018
Oleh: Lucia Anindya
G99172008
Aprilla D. Utami
G99172042
Bagas Muhammad
G99182004
Mengetahui dan menyetujui, Pembimbing Referensi Artikel
Widia Susanti, drg., M.Kes
NIP.
6
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN PENGESAHAN ............................................... ..........................
1
DAFTAR ISI .............................................. .....................................................
2
PENDAHULUAN ........................................................ .......................................................................................... ..................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................... ...................................
5
A. Definisi & Etiologi ............................................... ..........................
5
B. Patofisiologi ……………………………………………………….. ……………………………………………………….. 7 C. Klasifikasi ………………………………………………………….
8
D. Diagnosis................ ………………………………………………..
10
E. Penatalaksanaan …………………………………………………… 12 DAFTAR PUSTKA ....................................................... ......................................................................................... ..................................
7
17
BAB I PENDAHULUAN
Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran lesi oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam praktik sehari-hari. Prevalensi ulkus di mukosa mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga 30%. Ulkus di mukosa mulut cenderung terjadi pada wanita dan usia di bawah 45 tahun. Ulkus tersebut paling sering terjadi pada usia 16-25 tahun dan lebih jarang pada usia diatas 55 tahun. Frekuensi terjadinya ulku s di mukosa mulut bervariasi, mulai dari empat episode setiap tahun (85% dari seluruh kasus) hingga lebih dari satu episode setiap bulan (10% dari seluruh kasus) termasuk orang-orang yang menderita recurrent aphthous stomatitis (RAS). Ulkus di mukosa mulut perlu dicermati secara teliti, karena bukan hanya dikarenakan gangguan lokal yang hanya terjadi di rongga mulut, namun juga dapat merupakan pertanda penyakit sistemik lain di dalam tubuh. Ulkus di mukosa mulut dapat disebabkan karena berbagai penyebab seperti trauma (baik trauma mekanik maupun kimia), infeksi (bakteri, virus, jamur, dan prtozoa), gangguan sistem imun (imunodefisiensi, penyakit autoimun, ataupun alergi), defisiensi zat makanan tertentu (seperti vitamin C, vitamin B12, zat besi, dan zinc), serta berbagai kelainan sistemik lainnya. Pada penegakkan diagnosis, perlunya pemahaman dasar mengenai prinsip anamnesis serta mengenali gambaran klinis yang akan ditemui pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut sehingga diagnosis ulkus di mukosa mulut dapat ditegakkan secara tepat.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Etiologi
Ulkus diartikan sebagai defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel. Hal ini penting mengingat penyakit-penyakit yang manifestasinya berupa ulkus seringkali salah didiagnosis dengan penyakit bermanifestasi erosi. Penyebab timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain karena berbagai infeksi atau gangguan sistemik lainnya, terutama kelainan darah, saluran pencernaan, atau kulit. Neoplasma ganas biasanya mulai sebagai pembengkakan atau benjolan, tetapi dapat bermanifestasi sebagai bisul. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau luka bakar, aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan.
B. Patogenesis
Ulkus pada mulut diartikan sebagai defek pada epitel dan dasar jaringan pengikat atau keduanya, dan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor (Mortazavi et al., 2016). Sebagian besar ulkus pada mulut menandakan trauma kronis pada mulut, beberapa menandakan adanya gangguan sistemik seperti gangguan pada saluran pencernaan, keganasan, abnormalitas sistem imun, atau penyakit subkutan (Siu et al., 2015). Ulkus pada mulut merupakan akibat dari inflamasi atau peradangan pada mukosa mulut, yang meliputi : 1.
Dilatasi arteriol yang kadang – kadang didahului vasokontriksi singkat.
2.
Aliran darah menjadi cepat dalam arteriol, kapiler, dan venula.
3.
Dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler.
4.
Eksudasi cairan yaitu keluarnya cairan radang melalui membran luka termasuk semua protein plasma seperti albumin, globulin, dan fibrinogen.
5.
Konsentrasi sel darah merah dalam kapiler. 9
6.
Stasis atau aliran darah menjadi lambat, kadang – kadang aliran darah berhenti atau yang disebut stagnasi komplit.
7.
Orientasi periferal sel darah putih pada dinding kapiler.
8.
Eksudat dari sel darah putih dari dalam pembuluh darah ke fokus radang. Sel darah putih yang pertama keluar adalah polimorfonuklear, kemudian monosit, limfosit dan sel plasma. Urutan kejadian pada pembuluh darah ini merupakan proses yang kompleks dan dinamis, sehingga sering perubahan di atas terjadi bersamaan. Oleh karena itu, proses radang dikelompokkan dalam tiga kejadian yang saling berhubungan, yaitu perubahan pada pembuluh darah atau perubahan hemodinamik, eksudasi cairan atau perubahan permeabilitas, dan eksudasi seluler atau perubahan sel leukosit. Setiap ada cidera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radan g tersebut. Walaupun belum diketahui secara pasti, tetapi salah satu zat yang dimaksud adalah histamin. Selain itu ada pula zat lainnya misalnya, serotonin atau 5−hidroksitritamin, globulin tertentu, nukleosida, dan nukleotida. Zat – zat ini akan tersebar di dalam jaringan dan menyebabkan dilatasi pada arteriol
C. Klasifikasi
Klasifikasi lesi ulkus di mukosa mulut: 1. Lesi Multipel Akut a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) Suatu gingivitis yang dikaitkan dengan sejumlah besar organisme Fusosipirochaeta. Penyakit ini dimulai dari satu reaksi akut d imana keadaannya didominasi oleh lesi ulseratif yang sangat sakit, nekrotik, dan lesi membranosa sampai infeksi kronis dengan sedikit gejala. Sering ditemukan pada remaja dan dewasa muda. Penyakit 10
ANUG biasa dijumpai pada oral higiene yang buruk, namun dapat juga terjadi pada oral higiene yang relatif baik. Faktor predisposisi penyakit ini antara lain:8 1) Faktor Sistemik a) Nutrisi yang tidak memadai b) Penyakit hematologi c) Istirahat yang tidak cukup d) Kebiasaan merokok 2) Faktor Lokal a) Perikoronitis b) Margin restorasi yang berlebihan c) Gingivitis marginalis Manifestasi Klinik ANUG yaitu: 1) Timbul tiba-tiba, rasa sakit, sensitifitas tinggi, hipersalivasi, perdarahan spontan dari jaringan gusi, kadang timbul kegoyangan gigi. Tanda-tanda yang sering terjadi adalah perdarahan gusi dan tumpulnya papilla interdental. 2) Lesi yang khas terdiri dari: ulserasi yang dangkal d a n nekrotik, paling sering timbul pada papila interdental dan margin gusi. Dapat terjadi pula pada bibir, pipi, dan lidah dimana jaringan ini berkontak dengan lesi gingival atau setelah terjadinya trauma. 3) Lesi ulseratif dapat berkembang dan melibatkan prosesus alveolar disertai dengan sekuestrasi dari gigi dan tulang. Bila perdarahan gusi merupakan gejala yang paling menonjol maka gigi dapat terwarnai superfisial dengan warna coklat disertai bau mulut.
11
4) Nodus limfe regional biasanya sedikit membesar, kadang ditemukan limfadenopati yang mencolok, terutama pada anakanak. 5) Demam
merupakan
manifestasi
sistemik
yang
dapat
menyertainya. b. Eritema Multiformis Merupakan suatu penyakit akut dari kulit dan membran mukosa yang dapat menyebabkan beberapa jenis lesi kulit. Gambaran khas terdapat lesi pada mulut, vesikel khas yang cepat pecah dan terdapat bula. Etiologi: 1) Deposisi imun kompleks pada mikrovaskular supe rfisial dikulit dan mukosa. 2) Deposisi IgM dan C3 di pembuluh darah superfisialis. 3) Infeksi jamur, bakteri, dan virus. 4) Dikaitkan dengan leiomyoma dari lambung dan uterus fibroma dari ovarium. 5) Penyakit Crohn dari usus besar, penyakit addison, sarkoides, dan karsinoma berhubungan pula dengan eritema multiformis. 6) Faktor stress dan emosional serta idiopatik. Manifestasi Klinik: 1) Sering ditemukan pada anak kecil dan orang dewasa muda. 2) Penyakit ini memiliki suatu serangan akut atau eksplosif. Seorang pasien mungkin saja tidak bergejala dan dalam waktu kurang dari 24 jam akan memperlihatkan lesi yang eksplosif di kulit dan mukosa. 3) Bentuk paling ringan adalah makula serta papula dengan diameter 0,5 - 2 cm. Bentuk vesiko bulosa muncul pada penyakit yang lebih berat dapat menyebabkan pengelupasan 12
yang ekstensif dari kulit dan menyebabkan ketidakmampuan yang hebat atau kematian akibat infeksi sekunder atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 4) Daerah di kulit yang paling sering terserang adalah tangan, kaki, dan permukaan ekstensor dari siku serta lutut. 5) Lesi eritema multiformis dapat mengambil banyak bentuk, tetapi target patognomonik harus dicari dalam penyakit ini. Lesi ini terdiri dari sebuah bula sentral atau daerah yang pucat dilelilingi oleh edema dan pinggiran kemerahan. Kadangkadang lesi ini mengandung beberapa pinggiran merah yang konsentris. 6) Lesi dalam mulut biasanya muncul bersama lesi kulit. Bila lesi mulut ini dominan sekali dan tidak terdapat lesi target di kulit maka harus dapat dibedakan dengan infeksi herpes simpleks primer. 7) Gambaran histologik dari eritema multiformis di mulut tidak dianggap spesifik, akan tetapi adanya infiltrat limfositik perivaskular dan edema epitilial serta hiperplasia dianggap cukup untuk mencurigai adan ya suatu eritema multiformis 8) Serangan lesi cepat dimulai, diawali bula dengan dasar kemerahan, mudah pecah menjadi ulkus yang tidak teratur. Lesi eritema multiformis lebih sering terjadi pada bibir dan jarang mengenai gingival. c. Stomatitis Alergika Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai substansi yang meliputi gigi tiruan dari bahan krom, kobalt, restorasi inlay, bahan soft lining gigi tiruan, permen karet, tambalan amalgam, gigi tiruan dari akrilik, jembatan cekat sementara, pasta gigi, dan elastik orthodontis. Alergi kontak terhadap amalgam biasanya disebabkan 13
oleh merkuri yang dibebaskan selama proses kondensasi. Alergi kontak dengan pasta gigi jarang ditemui tetapi bisa terjadi. Alergi ini diduga disebabkan oleh minyak kayu manis (cinnamon Oil ) yang terdapat dalam pasta gigi. Gambaran kliniknya meliputi pembengkakan, pecah-pecah, dan fisura di bibir, deskuamasi perioral serta edema, cheilitis angular, pembengkakan dari gusi, dan ulkus di mulut. Biasanya semua lesi menghilang dalam 1 minggu setelah penghentian pemakaian pasta gigi. Alergi terhadap akrilik biasanya akibat monomer bebas yang lazim dijumpai pada dokter gigi dan teknisi gigi. Gambaran klinisnya sulit dibedakan dari trauma, eritema, edema, dan kasus-kasus berat. Tetapi, tanda khas dari penyakit ini adalah ulserasi di lokasi kontak. Keluhan yang khas yang terjadi pada kulit adalah gatal-gatal. Sedangkan pada mukosa mulut keluhan yang biasa dirasakan adalah rasa terbakar. d. Stomatitis Viral Akut 1) Infeksi virus herpes simpleks primer Riwayat penyakit dapat membantu dalam membedakan lesi infeksi HSV primer dari jenis yang lain. Suatu lesi multipel akut dalam mukosa mulut pasien yang memiliki gejala prodormal selama 1- 2 hari dapat membedakan infeksi virus ini dari stomatitis alergika atau eritema multiformis. Riwayat tingkah laku seksual yang buruk untuk herpes labialis rekuren atau yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien yang menderita herpes primer atau herpes rekuren juga sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Kira-kira dalam waktu 1 sampai 2 hari setelah gejala prodormal, vesikel kecil akan muncul pada mukosa mulut. Vesikel ini cepat pecah dan menghasilkan suatu ulkus diskret yang bulat dan dangkal yang 14
dikelilingi oleh peradangan. Lesi-lesi ini terjadi pada semua bagian mukosa. Seiring dengan berkembangnya penyakit, beberapa lesi akan berkumpul, membentuk beberapa lesi iregular yang lebih besar. Suatu kriteria penting adalah gambaran gingivitis marginal akut diseluruh mulut. Seluruh gingiva mulut edematous dan meradang. Beberapa ulkus gingival yang kecil sering dijumpai. 2) Infeksi virus coxsackie Penyakit ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu A dan B. Jenis infeksi klinis di regio mulut biasanya disebabkan oleh kelompok Coxsackie virus A adalah herpangina, penyakit tangan, kaki dan mulut, serta faringitis limfonodular akut. Herpangina adalah penyakit yang mayoritas mengenai anakanak, tetapi pada orang dewasa muda juga pernah dilaporkan. Infeksi dimulai dari gejala umum berupa demam, menggigil, dan anoreksia. Selain itu pasien juga akan mengeluh sakit tenggorokan, disfagia, dan kadang-kadang sakit di mulut. Pemeriksaan dari mulut serta dinding faringeal posterior menunjukkan vesikel kecil, diskret, dan bilateral yang kebanyakan menyerang daerah faring posterior, tonsil, pilar pilar fausia, dan palatum lunak. Lesi jarang ditemukan pada mukosa bukal, lidah, dan palatum keras. Dalam waktu 24 – 48 jam vesikel akan pecah, membentuk ulkus kecil berdiameter 12 mm. Penyakit ini biasanya ringan dan akan sembuh tanpa diberi terapi dalam waktu 1 minggu. Penyakit kaki, tangan, dan mulut adalah penyakit yang ditandai dengan demam ringan, vesikel dan ulkus dimulut, dan makula non pruritus. Papula dan vesikel terutama pada permukaan ekstensor dari tangan dan kaki. Lesi mulutnya lebih ekstensif 15
dibandingkan dengan herpangina. Biasanya lesi terdapat di palatum keras, lidah serta mukosa bukal. 3) Infeksi virus varicella zoster Manifestasi klinik ditandai dengan suatu erupsi yang sangat gatal di seluruh tubuh dan akan berkembang dengan cepat menjadi vesikel dengan dasar kemerahan yang dengan cepat pula mengalami ulserasi. Lesi herpes zoster mungkin hanya terbatas pada daerah mulut dan wajah. Semua daerah pada mukosa mulut dapat terkena. Lesi tidak terasa sakit. Periode prodormal selama 2-4 hari. e. Ulkus oral karena kemoterapi kanker Obat-obat kemoterapi sering digunakan untuk mencapai remisi pada tumor-tumor yang solid maupun keganasan hematologi. Empat jenis obat anti kanker utama yaitu: alkilating agen, antimetabolit, antibiotik, dan alkaloid. Salah satu dari efek samping yang biasa terjadi adalah ulserasi mulut multipel, baik secara langsung maupun tidak langsung. Obat yang menyebabkan stomatitis secara tidak langsung akan mendepresi sumsum tulang dan respon imun yang menyebabkan suatu infeksi invasif pada mulut. Jenis obat lainnya seperti methotrexate menyebabkan ulserasi mulut melalui efek langsung pada replikasi dan pertumbuhan dari sel-sel epitel mulut dengan menghambat sintesa protein dan asam nukleat sehingga mengakibatkan penipisan serta ulkus pada mukosa mulut. Ulkus di mulut mungkin merupakan tanda dini dari toksisitas obat dan dalam beberapa kasus dapat memaksa dilakukannya reduksi atas dosis obat-obat tersebut atau penghentian total dari terapinya. Lesi di mulut sebagai akibat tidak langsung dari obat kemoterapi tersebut ditandai dengan ulkus nekrotik yang besar d an dalam yang 16
sangat khas, tanpa disertai kerusakan jaringan, dasarnya mengalami peradangan minimal yang dapat menyerang semua permukaan mukosa. Lesi-lesi tersebut dapat dibedakan secara klinis dari jenis yang lain, suatu ulkus multipel yang akut dengan riwayat baru mendapatkan kemoterapi dan melalui gambaran klinis dari lesilesinya. Semua ulkus harus dikultur karena ulkus tersebut sering terinfeksi dengan basilus gravidarum dan dapat menyebakan septikemia yang fatal. Ulkus harus dibiopsi bila dicurigai telah terjadi infeksi jamur yang kronis. Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kumurkumur
dengan
anestesi
topikal
seperti
dyclonina
atau
diphenhidramine hydrochloride f.
Ulkus traumatik Ulkus karena trauma (traumatic ulcer ) biasanya terjadi karena adanya tekanan dari dasar atau sayap gigi tiruan yang tidak pas atau dari kerangka gigi tiruan sebagian. Bentuk ulkus sesuai dengan penyebabnya, yaitu memanjang, biasanya soliter dan ukurannya bervariasi.
Permukaannya
biasanya
tertutup
selaput
putih
kekuningan dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dan keras pada perabaan. Prevalensi traumatic ulcer karena peranti ortodonti cekat sebesar 15 dari 26 pasien pemakai peranti orthodontis cekat, komponen bracket merupakan komponen peranti ortodonti cekat yang paling banyak menyebabkan traumatic ulcer. Mukosa labial kanan merupakan regio terbanyak terjadinya traumatic ulcer karena piranti ortodonti cekat. 2. Ulkus Oral Rekuren a. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
17
Merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan ulkus yang rekuren dan terbatas pada mukosa mulut. RAS diklasifikasikan dalam 3 kelompok menurut ukurannya yaitu: 1) Aphtae minor berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa disertai pembentukan jaringan parut. 2) Aphtae mayor berdiameter lebih dari 1 cm dan membentuk jaringan parut jika sembuh 3) ulkus
herpetik
formis
bermanifestasi
sebagai
suatu
kumpulan ulkus kecil rekuren yang banyak yang timbul di seluruh mulut Etiologinya tidak diketahui, tetapi dicurigai disebabkan oleh faktor psikologis, herediter, defisiensi nutrisi. Manifestasi klinis RAS paling sering dimulai saat dekade kedua dari kehidupan seseorang. Lesinya terbatas pada mukosa mulut, dimulai dengan gejala prodormal, dan rasa terbakar setiap waktu mulai dari 2 - 48 jam sebelum munculnya ulkus. Setelah itu diikuti sakit hebat selama beberapa hari Diagnosis RAS didapat dari riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis yang teliti, yang tidak meliputi lesi di kulit, konjungtiva, genetalia, atau rektum. Tes laboratorium perlu dilakukan jika dicurigai terdapat kelainan darah. b. Sindrom Behcet’s Penyakit ini digambarkan sebagai suatu trias gejala yang meliputi: ulkus mulut rekuren, ulkus genital rekuren, dan lesi di mata. Etiologinya diperkirakan karena kompleks imun yang bersirkulasi menyebabkan vaskulitis pembuluh darah yang berukuran kecil dan medium, kompleks imun tersebut telah berhasil dideteksi di bagian penyakit yang aktif. Penyelidikan mengenai abnormalitas imun yang dikaitkan dengan penyakit ini meliputi sama dengan pada 18
pasien RAS. Selain itu penyakit ini dicurigai berhubungan dengan polusi lingkungan. Manifestasi lokasi yang paling sering terserang adalah lokasi di dalam mulut. Lesi ini tidak dapat dibedakan dari RAS. Daerah genital merupakan tempat kedua yang paling sering terserang. Terdapat lesi pada skrotum dan penis pada pria dan ulkus labium pada wanita. Lesi di mata terdiri dari vaskulitis retina, atrofi optik, konjungtivitis, dan keratitis. Kriteria diagnosis meliputi: 1) Lesi mulut rekuren, ulkus genital rekuren, lesi di mata, dan kulit. 2) Kiteria diagnosis tambahan meliputi lesi gastrointestinal, vaskuler, kardiovaskuler, arthritis gangguan pada SSP, dan riwayat keluarga yang positif. c. Infeksi virus herpes simpleks rekuren Infeksi pada mulut terjadi pada pasien yang memiliki riwayat infeksi herpes simpleks yang memiliki proteksi serum antibodi terhadap infeksi primer eksogenus lainnya. Pada individu yang sehat infeksi ini terbatas pada suatu bagian dari kulit atau membran mukosa.
Herpes
simpleks
rekuren
cenderung
membentuk
kelompok vesikel berulserasi. Vesikel tersebut berkembang dengan cepat pada daerah yang sama mengikuti penyebaran dari saraf yang terinfeksi. Kekambuhan pada tepi vermilion bibir secara klinis lebih jelas daripada kekambuhan intraoral. Manifestasi klinik berupa: Herpes Labialis Rekuren (RHL), Common Cold Sore ( Fever Blister ) dapat dicetuskan oleh keadaan umum, menstruasi, sinar ultra violet, dan emosional stress. Lesi ini didahului dengan suatu periode prodormal dan akan timbul gejala terbakar dan perih. Gejala ini disertai dengan edema di tempat lesi, disusul dengan pembentukan kelompok vesikel kecil. Lesi herpes 19
intraoral rekuren memiliki kemiripan dengan lesi herpes labialis rekuren, akan tetapi vesikelnya cepat pecah dan membentuk ulkus. Lesi ini khas, merupakan kelompok dari vesikel kecil-kecil pada satu bagian mukosa yang berkeratinisasi tebal dari gingival palatum dan alveolar ridge. 3. Lesi Multipel Kronik a. Pemphigus Vulgaris Pemphigus merupakan suatu penyakit bulosa yang berpotensi untuk berakibat fatal pada kulit dan mukosa. Pemphigus vulgaris merupakan bentuk yang paling sering terjadi. Lesinya terjadi akibat destruksi dalam lapisan sel spinosum. Lesi berbentuk bula berdinding tipis pada kulit atau mukosa normal. Bula ini dengan cepat akan pecah dan terus meluas di bagian perifernya dan akhirnya akan menghasilkan suatu daerah yang luas dan terkelupas dari kulit tersebut. Tanda khas dari pemphigus vulgaris adalah terdapatnya nicolsky. Lesi pada mulut dimulai dengan suatu bula dengan dasar yang tidak meradang, cepat pecah. Sering ditemukan padamukosa bukal, palatum, dan gingival. b. Pemphigus Vegetan Merupakan
varian
yang
relatif
jinak
daripada pemphigus
vulgaris dimana pasien menunjukkan kemampuan sembuhnya pada daerah yang sudah mengalami denudasi. Ada 2 bentuk pemphigus vegetan yang sudah dikenal, yaitu jenis Neumann dan jenis Hallopeau. Jenis Neumann lebih sering dan lesi yang dini akan terlihat mirip dengan lesi yang dijumpai pada pemphigus vulgaris dengan bula yang besar dan daerah yang mengalami denudasi. Daerah tersebut akan berusaha untuk sembuh dengan membentuk vegetasi dari jaringan granulasi heperplastik. Dalam jenis hallopeau, lesi dininya 20
berbentuk pustula bukan bula. Pustula ini disusul dengan verukosa, vegetasi hiperplastik. Manifestasinya berupa lesi mulut yang sering dijumpai pada kedua bentuk dari pemphigus vegetan dan mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit. Lesi gingival digambarkan sebagai ulkus seperti kisi-kisi dengan permukaan purulen dengan dasar yang merah. Lesi gingivanya memiliki gambaran granular atau batu kerikil. Lesinya dapat juga terdapat pada mukosa bukal dan sublingual. Lesi tersebut memiliki dasar kemerahan dan memiliki suatu permukaan yang kusut dengan bercak-bercak putih. Seperti pemphigus vulgaris, sifat kronis dari lesi yang multipel ini memberikan kesan sebagai pemhigus sehingga harus dilakukan biopsi. c. Pemphigoid Bulosa Terutama terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan pada orang dewasa diatas 60 tahun. Penyakit ini bersifat self limiting dan jarang yang bertahan lebih dari 5 tahun. Pada pemphigoid, defek pertamanya lebih cenderung di diregio subepitelial membrana basalis. Tidak akan ada tolisis dan tidak ada tanda-tanda nikolsky. Penyakit ini jarang mengancam kehidupan karena bulanya tidak meluas pada tepi-tepinya untuk membentuk daerah denudasi yang besar seperti pada pemphigus yang lain. Lesi pemphigoid bulosa ini tetap setempat dan akan sembuh spontan. Etiologi tidak diketahui, akan tetapi antibodi dalam sirkulasi yang melawan antigen zona membrana basalis dapat dideteksi pada diri penderitanya. Tidak ada predisposisi seksual ataupun ras dalam penyakit ini. Manifestasi mulut jarang terjadi pada pemphigoid bulosa. Lesi mulut paling sering terjadi pada mukosa bukal. Lesinya lebih kecil, terbentuk lebih lambat, dan tidak begitu sakit dibandingkan den gan 21
lesi yang dijumpai dalam pemphigus vulgaris. Lesi gingivanya terdiri dari edema yang menyeluruh, peradangan, dan deskuamasi disertai dengan pembentukan vesikel yang diskret. d. Pemphigoid Sikatrik Lesi mulut merupakan tanda yang paling sering ditemukan dan mulut mungkin merupakan satu-satunya tempat yang terserang. Diawali dengan erosi non spesifik yang mirip dengan pemphigus atau sebagai vesikel yang utuh. Tidak jarang dijumpai erosi pada pipi dan vesikel pada palatum. Merupakan penyakit yang terjadi lebih lambat dibanding pemphigus dan lesinya lebih kecil dan jarang yang meluas. Lesi gingival digambarkan sebagai suatu bentuk gingivitis deskuamatif. e. Lichen Planus Bulosa Erosif Lichen planus erosif ditandai oleh adanya vesikel, bula, atau ulkus yang dangkal yang tidak beraturan. Lesi ini biasanya terdapat selama berminggu-mingu sampai berbulan bulan.Penyakit ini sulit dibedakan dari pemphigoid sikatrik kecuali bila terdapat lesi papula putih yang khas atau lesi yang berlekuk-lekuk (seperti renda) 4. Ulkus Tunggal a. Histoplamosis Disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum. Infeksi terjadi akibat terhirupnya debu yang telah terkontaminasi oleh tinja terutama dari burung atau kelelawar yang terinfeksi. Serangan di mulut biasanya merupakan akibat tidak langsung dari serangan pada pulmonal yang terjadi pada pasien dengan histoplasmosis yang menyebar. Lesi mukosa mulut dapat terlihat sebagai suatu papula, nodul, ulkus, atau vegetasi. Jika dibiarkan tanpa dirawat maka lesi ini akan berkembang dari suatu papula yang keras menjadi sebuah nodul, yang akan mengalami ulserasi dan 22
membesar dengan perlahan. Nodus limfe bagian servikal membesar dan keras. b. Blastomikosis Merupakan suatu infeksi jamur yang disebakan oleh Blastomyces dermatitidis. Lesi mulut jarang yang menjadi tempat primer dari infeksi ini. Bila lesi mulut dilaporkan sebagai tanda pertama dari blastomikosis maka lesi yang paling lazim berbentuk suatu ulkus yang verukosa, tidak sakit, dan tidak spesifik dengan tepi-tepi yang mengeras pada rongga mulut. Lesi-lesi mulut lainnya yang pernah dilaporkan meliputi nodul dan lesi radiolusen di rahang.dapat terjadi pada pasien dengan gejala paru yang ringan. Sebagian besar dari kasus yang menyerang mulut akan menunjukkan suatu lesi paru- paru secara bersamaan pada rontgen dada c. Mucormikosis Disebut juga phycomycosis. Disebabkan oleh suatu infeksi dengan jamur saprofitik yang biasanya terjadi di dalam tanah dan sebagai suatu jamur pada makanan yang sudah basi. Tanda dalam rongga mulut yang paling sering adalah ulserasi pada palatum yang terjadi akibat nekrosis oleh invasi jamur ke pembuluh darah palatal. Lesi besar dan dalam serta dapat menyebabkan denudasi dari tulang dibawahnya. Ulkus juga dapat terjadi pada gingival, bibir dan alveolaris. d. Infeksi virus herpes simplex kronis Dibagi menjadi bentuk primer dan rekuren. Pasien imunosupresi dapat menderita bentuk kronis dari infeksi herpes. Bentuk kronis ini merupakan variasi dari infeksi virus herpes simpleks rekuren. Lesilesi dari herpes kronis dapat terjadi di bibir dan mukosa intraoral. Lesi mulut biasanya menyerupai lesi yang kecil, bulat, dan simetris. Dapat juga berupa sebuah lesi yang dalam dan besar. Lesi ini 23
bertahan mulai dari beberapa minggu sampai beberapa bulan dan bisa mencapai diameter beberapa sentimeter. Jika lesi tidak terdiagnosis atau dirawat secara tidak benar dapat mengakibatkan suatu penyebaran penyakit yang fatal
Gambar 2. Ulkus mulut akibat trauma
Gambar 3. Ulkus akibat herpes zoster
24
Gambar 4. Ulkus kecil dan simetris dari herpangina pada palatum molle
25
D. Diagnosis
Gambar Diagnosis Ulkus Single
26
Gambar Diagnosis Ulkus Multiple
27
E. Tatalaksana
Terapi stomatitis khususnya yang rekuren tidak memuaskan dan tidak ada yang pasti. Terapi dilakukan secara siptomatik. Telah banyak obat yang dicoba menanggulangi stomatitis namun tidak ada yang efektif. Penatalaksanaan stomatitis aftosa rekuren ditujukan untuk mengurangi rasa sakit, atau mencegah timbulnya lesi baru. Rasa sakit dapat dikurangi dengan cara menghindari makanan yang berbumbu, asam, atau minuman beralkohol. Anastetikum topikal merupakan obat yang umumnya digunakan dalam pengobatan stomatitis. Pengolesan anastetikum sebelum makan dapat mengurangi rasa sakit. (Gallo, 2009). Pentalaksanaan pada ulkus mulut tergantung pada penyebabnya. 1. Ulkus mulut karena trauma Terapi yang digunakan yaitu kortikosteroid topikal untuk mengurangi peradangan, obat kumur mengandung anti septik seperti klorheksidin gluconat 0,2 % atau benzidamin hidroklorid, diklonin. Sediaan kimiawi (farmakologis) yang beredar dipasaran saat ini adalah sediaan bahan yang mengandung PVP (polivinilpirolidon) yang berfungsi membentuk suatu lapisan tipis diatas ulkus sehingga menutupi dan melindungi akhiran saraf yang terbuka. Lapisan tipis ini dapat mengurangi rasa nyeri dan mencegah iritasi pada ulkus, akan tetapi sediaan obat ini di kontra indikasikan pada penderita ulkus yang hipersensitif terhadap komponen obat tersebut (Sunarjo dan Rimbyastuti, 2016). 2. Recurrent aphthous stomatitis (RAS) a. Vitamin Mengkombinasikan antara vitamin B1 (Tiamin) dan vitamin B6 (phyridoxine) b. Obat Kumur Klorheksidin
glukonat,
carbenoxolone disodium. c. Kortikosteroid topikal 28
benzydamine
hidrochloride
dan
Diantara kortikosteroid topikal yang dipakai adalah hidrokortison hemisuksinat,
triamcinolone
acetonide,
fluocinonide,
bethamethasone sodium phosphate, betamethasone valerate dan sebagainya.
Penelitian
baru-bari
ini
menyatakan
topical
cyclosporine cukup efektif untuk pengobatan SAR. d. Antimikroba Yang biasa dipakai tetrasiklin secara topikal. e. Imunomodulator Penggunaan
levamisole,
faktor
transfer,
colchicine,
gammaglobulin, dapsone dan thalidomide dianjurkan untuk ulserasi yang sangat serius. 3. Ulkus mulut pada herpes simpleks a. Obat sistemik Obat antivirus untuk gingivostomatitis herpetika primer adalah acyclovir 200 mg, sedangkan untuk Herpes Simpleks rekuren adalah famcyclovir dan valacyclovir. b. Obat topikal Untuk pasien Herpes Simpleks Rekuren (herpes Labialis ) beberapa obat topikal yang digunakan adalah topikal acyclovir krem 5 %. Panciclovir krem 1% mulai diberikan pada saat gejala awal timbul atau dengan Docosanol krem 10 % . c. Untuk mengeringkan luka baik pada gingivostomatitis herpetika primer dan herpes simpleks rekuren dapat diberikan zat pengering antiseptik seperti povidoniodine. d. Terapi suportif
Pemberian aspirin atau asetaminofen dalam dosis yang adekuat pada serangan primer untuk mengatasi demam dan mengurangi rasa sakit
29
Pemberian cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis yaitu dengan pemberian infus ringer laktat
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan pemberian vitamin
Bayi dan anak-anak yang tidak mau makan dan minum karena mengalami rasa sakit pada mulut harus mendapat perhatian dan dirujuk
ke
dokter
spesialis
anak
untuk
memelihara
keseimbangan cairan, elektrolit dan meningkatkan daya tahan tubuh
Istirahat
4. Ulkus mulut karena kandidiasis a. Menghindari faktor predisposisi Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan daerahdaerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering dan penghentian pemakaian antibiotik. b. Terapi topikal 1) Larutan ungu gentian ½-1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari 2) Nistatin, berupa krim, salap, emulsi 3) Amfoterisin B 4) Grup azol antara lain :
Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
- Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
- Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
- Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
- Antimikotik lain yang berspektrum luas
30
c. Terapi sistemik 1) Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna Pemberian nistatin melalui mulut tidak diabsorpsi, tetap dalam usus dan tidak mempunyai efek pada infeksi Candida sistemik. 2) Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik Amfoterisin B yang disuntikkan secara intravena, merupakan usaha pengobatan efektif yang telah diterima untuk sebagian besar bentuk kandidiasis yang mengenai organ dalam. Amfoterisin B diberikan dalam kombinasi dengan flusitosin melalui mulut untuk menambah efek pengobatan pada kandidiasis diseminata (Mayvira, 2009). 3) Ketokonazol
bersifat
fungistatik
Ketokonazol
menimbulkan respons terapeutik yang jelas pada beberapa penderita
infeksi
Candida
sistemik,
terutama
pada
kandidiasis mukokutan. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan
untuk
pengendalian
jangka
panjang
untuk
kandidiasis mukokutan kronik. Anti jamur grup azol menghambat pembentukan ergosterol dengan mem blok aksi 14-alpha-demethylase (Hasibuan, 2008). 5. Ulkus mulut pada gingivostomatitis a. Debridement b. Antibiotik Obat kumur dianjurkan untuk mengurangi rasa sakit atau den gan air garam (satu setengah sendok teh garam dalam satu cangkir air) atau obat kumur over-thecounter seperti hidrogen peroksida atau mungkin Xylocaine. Diet harus seimbang
31
dan
bergizi.
Lunak,
lembut
(non-pedas)
makanan
dapat
mengurangi
ketidaknyamanan selama makan (Robert, 2009) Tindakan
pencegahan
timbulnya
ulkus
rekuren
dapat
dilakukan
diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. Ulkus rekuren juga dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi. (Gallo, 2009) Pemberian terapi topikal dan terapi sistemik jika diperlukan , terapi topikal yang dapat diberikan : 1. Kortikosteroid topikal 2. Antimikrobial agent 3. Anestetik topikal, lidokain topikal, benzokain topikal 4. Agen imunomodulator, ex: retinoid, cyclosphorin dll
32
DAFTAR PUSTAKA
Gallo Cde B, Mimura MA, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent aphthous stomatitis. Clinics (Sao Paulo). 2009. 64(7):645-8. [Medline]. Gandolfo, Sergio dkk. Oral Medicine. Ed ke -2. Churchill Livingstone: Elsevier; 2006: 1, 26-29 Hscbusiness.hscni.net. (2018). Minor Ailments Scheme Algorithms & Information Sheets.
[online]
Available
at:
http://www.hscbusiness.hscni.net/pdf/MAS _ Mouth_Ulcers_Oct12_3.pdf [Accessed 28 Nov. 2018]. Lehman,
J.S.
and
Rogers
III,
R.S.,
2016.
Acute
oral
ulcers. Clinics in
dermatology, 34(4), pp.470-474. M.A. Lynch, Vernon J. Brightman, dan Martin S. Greenberg. Burket: Ilmu penyakit mulut . Ed ke-8. Jakarta: Binarupa Aksara; 2004. Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health. 7th ed. 2003. Stomatitis. Philadelphia: W.B. Saunders. Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M. and Rahmani, S., 2016. Diagnostic features of common oral ulcerative lesions: an updated decision tree. International journal
of dentistry, 2016 .
Muñoz‐Corcuera, M., Esparza‐Gómez, G., González‐Moles, M.A. and Bascones‐ Martínez, A., 2009. Oral ulcers: clinical aspects. A tool for dermatologists. Part I. Acute ulcers. Clinical and Experimental Dermatology: Clinical dermatology, 34(3), pp.289-294. Muñoz‐Corcuera, M., Esparza‐Gómez, G., González‐Moles, M.A. and Bascones‐ Martínez, A., 2009. Oral ulcers: clinical aspects. A tool for dermatologists. Part II. Chronic ulcers. Clinical and Experimental Dermatology: Clinical dermatology, 34(4), pp.456-461. Roberts G, 2009. Traumatic ulcers. University of arkansas Fort Smith, College of Health Sciences. http://www.zhub.com/pathology/listings/34.html 33