Arsitektur Dan Perilaku Perilaku
Abstrak
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku peri laku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku s eseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan kedokteran, serta dalam arsitektur. Manusia mempunyai keunikan tersendiri, keunikan yang dimiliki setiap individu akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, keunikan lingkungan juga mempengaruhi perilakunya. Karena lingkungan bukan hanya menjadi wadah bagi manusia untuk beraktivitas, tetapi juga menjadi bagian integrasi dari pola perilaku manusia.
A.
Hubungan Lingkungan dan Perilaku Manusia
Perilaku manusia akan mempengaruhi dan membentuk setting fisik lingkungannya Rapoport, A, 1986, Pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1.
Environmemntal Determinism, menyatakan bahwa lingkungan menentukan tingkah laku masyarakat di tempat tersebut.
2.
Enviromental Posibilism, menyatakan bahwa lingkungan fisik dapat memberikan kesempatan atau hambatan terhadap tingkah laku masyarakat.
Arsitektur Dan Perilaku
3.
Enviromental probabilism, menyatakan bahwa lingkungan memberikan pilihan-pilihan yang berbeda bagi tingkah laku masyarakat. Pendekatan Perilaku, menekankan pada keterkaitan yang ekletik antara ruang
dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan ruang atau menghuni ruang tersebut. Dengan kata lain pendekatan ini melihat aspek norma, kultur, masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan wujud ruang yang berbeda (Rapoport. A, 1969 ),adanya interaksi antara manusia dan ruang, maka pendekatannya cenderung menggunakan setting dari pada ruang. Istilah setting lebih memberikan penekanan pada unsur-unsur kegiatan manusia yang mengandung empat hal yaitu : Pelaku, Macam kegiatan, tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan. Menurut Rapoport pula, kegiatan dapat terdiri dari sub-sub kegiatan yang saling berhubungan sehingga terbentuk sistem kegiatan.
B.
Setting Perilaku / Behavior Setti ng
Menurut Roger Barker, tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling menentukan dan tidak dapat dipisahkan. Dalam istilah Barker, hubungan tingkah laku dengan lin gkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau interdependensi ekologi. Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah adanya setting perilaku yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Setting perilaku adalah pola tingkah laku kelompok (bukan individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu). Misalnya jika suatu ruangan terdapat pintu, beberapa jendela, serta dilengkapi dengan papan tulis dan meja tulis yang berhadapan dengan sejumlah bangku yang berderet, maka setting perilaku yang terjadi pada ruang tersebut adalah rangkaian dari tingkah laku murid yang sedang belajar di ruang kelas. Jika ruang kelas tersebut berisikan perabotan kantor, maka orang - orang yang berada di dalamnya akan berperilaku sebagaimana lazimnya karyawan kantor. Menurut Roger Barker, setting perilaku adalah konsep kunci bagi analisis perilaku manusia dalam arsitektur. Berdasarkan karya Barker ini, suatu setting perilaku dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan ar sitektur sebagai unit dasar analitis interaksi lingkungan. Perilaku yang meliputi empat kekhususan berikut ini :
Arsitektur Dan Perilaku
1.
Suatu pola perilaku tetap atau suatu tipe perilaku yang berulang kali, seperti berhenti berbicara jika melalui seorang teman.
2.
Aturan - aturan dan tujuan - tujuan sosial yang menentukan yang dapat ditafsirkan sebagai norma - norma yang menentukan perilaku yang dapat ditafsirkan sebagai norma - norma yang berlaku. Pembicaraan pembicaraan panjang lebar merupakan norma bagi orang - orang yang lebih tua dan konvensi sosial, memperkenankan, menyentuh dan berdekatan akrab sementara berbicara.
3.
Ciri - ciri fisik kritis dari pelataran setting yaitu unsur dan lingkungan fisik yang terjalin tak terpisahkan dengan perilaku, seperti ukuran dan bentuk ruang sosial perumahan untuk kaum tua dimana percakapan percakapan terjadi.
4.
Tempat waktu, kerangka waktu di mana perilaku terjadi, untuk berbagai perilaku yang memiliki ritme harian, mingguan, bulanan, dan musiman. Setiap pelaku kegiatan akan menempati setting yang berbeda, sesuai
dengan karakter kegiatannya. Batas behavior setting dapat berupa batas fisik, batas administrasi atau batas simbolik. Penentuan jenis batas ini tergantung dari pemisahan yang dibutuhkan antara beberapa behavior setting. Sistem kegiatan sebagai suatu rangkaian perilaku yang sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang. Pada pengamatan ini dapat dilakukan analisis melalui beberapa cara yaitu : 1.
Menurut Michelson dan Reed 1975 dalam Joyce 2005 : 184 dalam behavior setting juga dilakukan analisis dengan Time Budget yaitu memungkinkan orang menguraikan /mengkomposisikan suatu aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan atau musiman ke dalam seperangkat behavior setting yang meliputi hari kerja atau gaya hidup.
2.
Menurut Sommer1980 dalam Haryadi 1995 : 72 – 75 dalam Behavior Mapping digambarkan dalam bentuk sketsa atau diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan berbagai kegiatannya. Tujuannya adalah untuk menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang
Arsitektur Dan Perilaku
spesifik. Pemetaan perilaku ini dapat dilakukan secara langsung pada saat dan tempat dimana dilakukan pengamatan kemudian berdasarkan catatan-catatan yang dilakukan. Terdapat dua cara melakukan pemetaan perilaku yakni: a. Place-centered mapping Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau seketompok
manusia
memanfaatkan,
menggunakan
dan
mengakomodasikan Jurnal RUAS, Volume 11 N0 2, Desember 2013, ISSN 1693-3702 4 perilakunya dalam suatu waktu pada tempat tertentu. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada teknik ini a dalah:
Membuat sketsa tempat / setting yang meliputi seluruh unsur fisik yang diperkirakan mempengaruhi perilaku pengguna ruang.
Membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan simbol / tanda sketsa setiap perilaku.
Kemudian dalam kurun waktu tertentu, peneliti mencatat bcrbagai perilaku yang terjadi di tempat tersebut dengan menggunakan simbol - simbol di peta dasar yang telah disiapkan.
b. Person-centered mapping Teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada periode waktu tertentu, dimana teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi akan tetapi beberapa tempat / lokasi. Pada teknik ini peneliti berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati.
Langkah-langkah yang dilakukan pada teknik ini
adalah :
Menentukan jenis sampel person yang akan diamati (aktor / pengguna ruang secara individu).
Menentukan waktu pengamatan (pagi, siang, malam)
Mengamati aktivitas yang dilakukan dari masing-masing individu.
Mencatat aktivitas sampel yang diamati dalam matrix.
Membuat alur sirkulasi sampel di area yang diamati mengetahui kemana orang itu pergi.
Arsitektur Dan Perilaku
C.
Sistem Setting dan Komponen-Komponennya
Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya, setting mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas) berada (tanah,air,ruangan,udara,pohon,makhluk hidup lainnya) yaitu untuk mengetahui tempat dan situasi dengan apa mereka berhubungan sebab situasi yang berbeda mempunyai tata letak yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan atas setting fisik dan setting kegiatan/ aktifitas. Berdasarkan elemen pembentuknya, setting dapat dibedakan atas : (Rapoport, 1982) 1.
Elemen fixed, merupakan elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya
jarang.
Secara
spasial
elemen-elemen
ini
dapat
di
organisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan dan susunan. Tetapi dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa dilengkapi oleh elemn-elemen yang lain, meliputi : bangunan dan perlengkapan jalan yang melekat. 2.
Elemen semi fixed, merupakan elemen-elemen agak tetap tapi tetap berkisar dari susunan dan tipe elemen, seperti elemen jalan, tanda iklan, etalase toko dan elemen-elemen urban lainnya. Perubahannya cukup cepat dan mudah. Meliputi : PKL, Parkir dan sistem penanda.
3.
Elemen non Fixed, merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tingkah laku atau perilaku yang di tujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap, seperti posisi tubuh dan postur tubuh serta gerak anggota tubuh. Meliputi, pejalan kaki, pergerakan kendaraan motorise dan non motorise. Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditujukan mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut di butuhkan adanya (Widley dan scheid dalam Weisman, 1987) 1.
Kenyamanan, Menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indra
2.
Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan t idak menyulitkan pemakai.
Arsitektur Dan Perilaku
3.
Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya dalam suatu lingkungan yang menyebabkan orang tersebut menemukan arah atau jalan.
4.
Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teritori dan membatasi suatu ruang.
5.
Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat. Pola tingkah laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar (Holahan,1982 dalam Hartanti 1997)
6.
Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari dalam maupun dari luar. Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas di upayakan untuk memenuhi
kemungkinan kebutuhan yang diperlukan manusia, yang artinya menyediakan ruang yang memberikan kepuasan bagi pemakainya. Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga dengan mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi dalam suatu ruang akan teridentifikasi pula sistem settingnya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang. (Rapoport,1991)
D.
Sistem Aktivitas
Sistem of Activity atau sistem aktivitas diartikan sebagai suatu rangkain perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang. Contohnya adalah rangakaian persiapan dan pelayanan di dalam suatu restoran atau rangkaian upacara perkawinan sesuai prosesi adat. Sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah setting perilaku. Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasilan, kompetensi, dan nilainilai budaya yang bersangkutan. Dengan mengetahui sistem aktivitas inilah maka arsitek mulai merancang dan mengolah bentuk batas-batas setting perilaku; berupa batas fisik yang jelas atau batas simbolik atau kombinasi keduanya; menata stiap setting dalam rangkaian sistem aktivitas.
Arsitektur Dan Perilaku
E.
Hubungan Antara Setting dan Perilaku Manusia
Perilaku manusia dalam hubungannya terhadap suatu setting fisik berlangsung dan konsisten sesuai waktu dan situasi. Karenanya pola perilaku yang khas untuk setting fisik tersebut dapat diidentifikasikan. Dari data yang didapat pada riset perilaku tidak dimaksudkan bahwa asumsi itu hanya sebagian benar, tapi yang lebih penting adalah keyakinan bahwa hal tersebut menyederhanakan pengertian hubungan antara perilaku manusia dan setting fisiknya. Kita dapat menyaksikan bahwa kamar tidur itu secara tetap digunakan untuk bersosial dan makan selain hanya untuk tidur. Ruang makan tidak hanya untuk makan tapi juga untuk membentuk pola berinteraksi sosial. Hal ini membawa J.B. Watson (1878-1958) memandang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku karena perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat, dan diukur. Perilaku mencakup perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis, memasak, melihat, bekerja, dan Perilaku yang tidak kasatmata, seperti fantasi, motivasi, dan proses yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak. Sebagai objek studi empiris, perilaku mempunyai ciriciri sebagai berikut. 1.
Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung mungkin tidak dapat diamati.
2.
Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereoti p, perilaku kompleks seperti perilaku sosial manusia, perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses mental biologis yang lebih tinggi.
3.
Perilaku bervariasi klasifikasi : kognitif, afektif dan psikomotorik yang menunjuk pada sifat rasional, emosional dan gerakan fisik dalam berperilaku.
4.
Perilaku bisa disadari dan juga tidak disadari. Dalam perjalanan perkembangan ilmu perilaku-lingkungan ini banyak
dilakukan penelitian dan pengembangan teori. Akan tetapi, tidak ada satu pun teori yang dianggap dapat menjawab semua permasalahan dalam psikologi lingkungan. Berbagai model ditawarkan untuk menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dengan lingkungannya.
Arsitektur Dan Perilaku
F.
Kesimpulan
Setting perilaku adalah pola tingkah laku kelompok (bukan individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu). Setting perilaku secara gamblang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria antara lain terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behaviour), tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu berkaitan dengan pola perilaku, membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy) dan dilakukan pada priode waktu tertentu. Selanjutnya yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas untuk menjadi sebuah behaviour setting yakni aktivitas, penghuni, kepemimpinan, populasi, ruang, waktu, objek, dan mekanisme pelaku. Setting perilaku terdiri dari 2 macam yakni System of setting (sistem tempat atau ruang), sebagai rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu. Dan system of activity (sistem kegiatan), sebagai suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa or ang.
Arsitektur Dan Perilaku
DAFTAR PUSTAKA
Haryadi & Setiawan, B. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Jakarta Laurens, J.M.. 2005. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Grasindo; Jakarta Sarwono, S. W.. 1995. Psikologi Lingkungan. Universitas Indonesia: Jakarta Bell, P. A., Jeffrey D. F., & Ross J. L. 1978. Environmental Pychology. W. B. Saunders Company; Philadelphia