MAKALAH BBDM 12 MODUL 2.2 SKENARIO 3
Disusun oleh:
Ilma Nafia Leksananda
22010116140096 22010116140096
Alifiyya Sarah Prameswari
22010116140099 22010116140099
Nadia Safaningrum
22010116140101 22010116140101
Nabilah Saniyya Wahyudi
22010116140109 22010116140109
Eriska Retno Indarti
22010116140111 22010116140111
M.Burhanuddin Yusuf Habibie
22010116140113 22010116140113
Riznadia Ramadhani
22010116140116 22010116140116
Endya Maharani P
22010116140 117
Hafidh Bagus Aji Prasetyo
22010116140118 22010116140118
Dimas Muhammad Ilham
22010116140120 22010116140120
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2017
Skenario 3 Nafas Berbunyi
Wati, 12 tahun. Sejak kecil sering menderita sesak nafas terutama setiap kali makan udang. Ayah Wati mempunyai riwayat asma. Beberapa bulan ini sering batuk-batuk. Bila malam ha ri sedang sesak nafas berat ia kesulitan mengeluarkan nafas dan suara ngik..ngik(mengi) terutama dalam posisi tidur. Sesak nafas berkurang bila dalam posisi duduk sambil membungkuk atau sambil berpegangan kursi/ meja, tepi tempat tidur. Kemudian oleh orang tua wati di bawa ke dokter dokter dan diagnosa asma. Kata kunci : sesak nafas setelah set elah makan udang, batuk, suara mengi
STEP 1 : TERMINOLOGI
1. Asma : jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. 2. Mengi :suara :s uara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit. Penyempitan ini dapat disebabkan oleh sekresi mukus yang terkurung di dalam saluran napas atau penyempitan otot saluran napas atau pengetatan di sekitar saluran napas. 3. Batuk : respons alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan saluran napas jika terdapat gangguan dari luar. Respons ini berfungsi membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi atau bahan iritan (seperti debu atau asap) agar keluar dari paru-paru
STEP 2 : RUMUSAN MASALAH 1. Adakah pengaruh posisi tubuh terhadap sesak nafas? 2. Mengapa nafas berbunyi? 3. Mengapa sesak nafas timbul di malam hari? 4. Apa hubungan sesak nafas setelah makan udang? 5. Apakah asma selalu disertai dengan suara mengi? 6. Apa saja jenis dan penyebab asma? 7. Apa hubungan faktor usia sama dengan asma?
STEP 3 : ANALISIS RUMUSAN MASALAH
1. Posisi terlentang terlalu lama dapat menyebabkan kelenjar mukus nya menutupi saluran nafas sehingga menimbulkan sumbatan. Posisi duduk bisa mengurangi sumbatan kelenjar mukus pada saluran nafas. 2. Mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan nafas yang menyempit. Mengi cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini disebabkan penyempitan jalan nafas terjadi bila tekanan paru lebih tinggi seperti pada ekspirasi. Mengi inspirasi menunjukan penyempitan jalan nafas yang berat. Mengi dapat berasal dari bronki dan bronkiolus yang kecil. Bunyi yang terdengar mempunyai puncak suara tinggi dan bersiul. Ronki berasal dari bronki yang lebih besar atau trakea dan mempunyai bunyi yang berpuncak lebih rendah dari sonor. Bunyi-bunyi tersebut terdengar pada klien yang mengalami penurunan sekresi. Mengi merupakan petunjuk yang buruk untuk menentukan berat ringannya obstruksi jalan nafas. Pada obstruksi jalan napas berat, mengi dapat menghilang karena ventilasi sangat rendah sehingga kecepatan aliran udara berkurang di bawah tingkat kritis yang diperlukan untuk menimbulkan bunyi napas. Obstruksi bronkus menetap seperti pada karsinoma paru, cenderung menyebabkan mengi terlokalisasi atau unilateral yang memiliki nada tunggal yang musikal (monofonik) dan tidak menghilang dengan batuk. Suatu dada yang sunyi pada pasien dengan serangan asma akut biasanya merupakan tanda buruk dan menunjukan beratnya obstruksi. 3. Ada beberapa penyebab kenapa sesak nafas sering timbul pada malam hari, diantaranya :
Ritme Sirkadian merupakan perubahan fungsi tubuh yang terjadi secara berulang. Misalnya pada malam hari aktifitas organ tubuh akan berkurang karena biasanya pada malam hari lebih sering digunakan untuk beristirahat. Pada masa ini tubuh lebih rentan terserang sesak nafas Reaksi alergi terhadap benda tertentu. Sesak nafas pada malam hari juga dapat terjadi karena pengaruh alergen tertentu. Reaksi ini biasanya terjadi pada penderita asma kronis dan berpengaruh lambat. Mungkin saja seseorang terkena alergi pada sore harinya dan dampaknya terasa pada malam hari. Rhinosinusitis kronik dan postnasal drip keduanya dipercaya menjadi faktor yang berkontribusi pada asma yang muncul malam hari. Pada banyak orang dengan penyakit asma, saluran pernapasan menjadi lebih meradang pada malam harinya. Posisi berbaring. Ditemukan pengaruh antara posisi berbaring seseorang dengan kecenderungan sesak nafas pada malam hari. Penderita yang berbaring dalam posisi terlentang dalam waktu yang lama beresiko terserang sesak nafas pada malam hari. Asam Lambung atau GERD. Kondisi ini akan memburuk pada malam hari dikarenakan pada posisi tidur dengan berbaring katup lambung akan lebih mudah terbuka. Iritasi dan batuk yang sering dihasilkan dari kenaikan asam lambung ini dapat memicu gejala asma. Perubahan Suhu. Faktor terakhir penyebab sesak nafas pada malam hari ialah udara dingin pada malam hari. hal ini juga dipengaruhi oleh suhu tubuh yang cenderung menurun pada malam hari. Kedua alasan ini dapat menjadi pemicu sesak nafas pada malam hari.
4. Menurut para penelitian, pada udang ditemukan protein yang diberi nama tropomyosin pada daging udang dan seafood lainnya . protein itulah yang dapat memicu gejala alergi yang salah satunya berupa gejala penyakit asma. 5. Iya, karena suara mengi merupakan salah satu gejala dari asma. Namu tidak semua suara mengi disebabkan oleh asma. 6. Jenis- jenis asma -Asma Alergik : Asma yang disebabkan karena alergi Diperkirakan sekitar 75-80 % asma yang diderita disebabkan oleh alergi tertentu. Penyebab asma pada anak sama halnya yang di derita pada orang dewasa. Jika pada anak yang menderita asma cenderung karena memiliki alergi sejak lahir adanya faktor genetik dari orangtua. Di dalam tubuhnya akan ditemukan kadar tinggi dari antibodi alergi yakni Imunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE mudah mengenali alergen meski dalam jumlah paling kecil yang disebabkan oleh debu tungau yang kemudian bereaksi dan dilepaskan oleh histamin yang membuat anak menjadi bersin-bersin, pilek, mata berair dsb. -Asma Idiopatik : Asma yang disebabkan oleh olahraga yang berlebih Asma yang menyerang pada anak-anak biasanya dipicu oleh serangan asma apabila melakukan suatu jenis olahraga atau aktivitas berat seperti berolahraga renang, berlari atau bersepeda. Asma yang menyerang anak-anak masih dapat ditolong dan diatasi dengan melakukan olahraga atau kegiatan fisik yang ringan yang tidak menimbulkan alergi berlebih yang menganggu pernapasan pada anak-anak. -Asma Gabungan : asma alergik + asma idiopatik Faktor-faktor penyebab asma : Batuk. Batuk asma sering lebih buruk pada malam hari atau pagi, sehingga sulit untuk tidur. Mengi. Mengi adalah suara siulan yang melengking yang muncul ketika Anda bernapas. Dada sesak. Ini mungkin terasa seperti ada sesuatu menekan dada Anda. Sesak napas. Beberapa orang yang memiliki asma mengatakan mereka tidak bisa bernapas atau mereka merasa kehabisan napas. Anda mungkin merasa seperti Anda tidak bisa menghembuskan udara dari paru-paru Anda.
7. Asma dapat timbul dalam segala umur, 30 % penderita asma bergejala pada umur 1 tahun. Atopi/ alergi yang muncul pada usia dini terutama dalam 3 tahun pertama kehidupan memiliki potensi untuk berkembang menjadi asma. Pemberian antibiotik dalam sebelum usia 1 tahun merupakan resiki untuk terjadinya asma di masa yang akan datang.
STEP IV : SKEMA
Faktor Pencetus
Alergen
Stress
Emosi
Mengeluarkan Mediator Inflamasi
Permeabilitas kapiler
Edema Mukosa
Kontraksi Otot Polos
Obstruksi Saluran napas
STEP V : SASARAN BELAJAR
1. Anatomi
: Nares sampai dengan Pulmo
2. Histologi
: Jaringan Limfonodi dan sistem imun pada mukosa bronkus dan paru(MALT)
3. Fisiologi
: Proses yang terjadi pada proses alergi
4. Biokimia
: Proses Biokimia imunitas pada reaksi alergi
STEP VI : BELAJAR MANDIRI 1. Anatomi
: Nares sampai dengan Pulmo
Sistem respirasi terdiri dari hidung, faring , laring , trakea, bronkus, dan paru-paru. Hidung Hidung dibagi menjadi bagian eksternal dan internal. Hidung eksternal merupakan bagian dari hidung yang terlihat pada wajah dan terdiri dari kerangka penunjang tulang dan kartilago hialin yang dilingkupi dengan otot dan kulit, dan dibatasi oleh membrane mukosa. Rangka tulang hidung eksternal dibentuk dari tulang frontalis, tulang nasale, dan maksilae. Rangka kartilago hidung eksternal terdiri dari kartilago septi nasi yang membentuk bagian anterior septum nasalis, kartilago nasi lateralis yang terletak inferior ke tulang nasale, dan kartilago ala nasi yang membentuk dinding nostril. Di permukaan inferior hidung terdapat dua pintu masuk yang disebut nares atau nostril.
Struktur inferior hidung eksternal memiliki 3 fungsi, yaitu:
Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk Mendeteksi stimulus olfaktori Memodifikasi vibrasi suara ketika melewati ruang yang besar beresonasi. Anatomi Hidung Potongan Sagital
Hidung internal merupakan suatu rongga besar di anterior tulang yang membentang inferior ke os nasale dan superior mulut. Secara anterior, hidung internal berbatasan dengan hidung eksternal, dan di posterior berhubungan dengan faring melalui dua pintu bernama nares internal atau choana. Sinus paranasalis adalah rongga-rongga di tulang cranium dan wajah tertentu yang dibatasi membrane mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung. Sinus ini terdiri dari sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maksilaris. Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui pasti; sinus meringankan tulang tengkorak dan menambah resonansi suara. Lantai hidung dibentuk oleh palatum yang memisahkan rongga hidung dari rongga mulut di bawahnya. Di anterior, di mana palatum disokong oleh processuss maksilaris dan tulang palatum, dinamakan palatum durum ( hard palate). Di posterior yang tidak disoking adalah otot palatum molle (soft palate).
Faring Faring atau tenggorokan adalah sebuah pipa muskulomembranosa, panjang 12-14 cm, membentang dari basis crania sampat setinggi vertebra C6 atau tepi bawah kartilago cricoidea. Faring membentang posterior dari rongga hidung dan mulut, superior dari laring, dan anterior vertebra cervicalis. Dindingnya terdiri dari otot rangka dan dibatasi membrane mukosa. Kontraksi otot rangka membantu menelan. Fungsi laring sebagai jalan untuk udara dan makanan, memberika ruang resonansi untuk suara, dan tempat tonsil yang berperan dalam reaksi imunologis melawan benda asing. Faring dapat dibagi menjadi 3 daerah anatomis:
1. Nasofaring Nasofaring merupakan bagian superior dari faring, membentang posterior dari rongga hidung dan meluas ke palatum molle. Terdapat 5 bukaan pada dindingnya, yaitu dua nares internal, dua bukaan ke tuba auditorius (tuba eustachius), dan bukaan ke orofaring. Nasofaring dan orofaring berhubungan melalui isthimus praringeum yang dibatasi tepi palatum molle dan dinding posterior faring. Sewaktu proses menelan dan ebrbicara, isthimus pharingeum akan terturup oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal faring. Dinding posteriornya terdiri dari tonsil faringeal (adenoid). 2. Orofaring Orofaring merupakan bagian tengah dari faring, membentang dari posterior rongga mulut dan meluas dari palatum molle inferior ke tulang hyoid. Orofaring hanya memiliki 1 bukaan, yaitu faucium (isthimus orofaringeum), bukaan dari mulut. Bagian faring ini memiliki fungsi respirasi dan digestif, terdapat dua pasang tonsil, yaitu tonsila palatine dan lingual. 3. Laringofaring Laringofaring adalah bagian inferior dari faring, dimulai dari tulang hyoid. Pada ujung inferiornya, laringofaring terbuka ke esophagus di posterior dan laring di anterior. Laringofaring juga sebagai jalur respirasi dan digesti. Laring Laring atau kotak suara adalah jlur pendek yang menghubungkan laringofaring dengan trakea. Dia membentang di midline leher anterior ke esophagus dan vertebra C4-C6. Dinding laring dibentuk dari 9 cartilago. Terdiri dari kartilago thyreoidea, kartilago cricoidea, dan kartilago epiglottis yang masing-masing satu buah; serta kartilago arytaenoidea, kartilago cuneiforme, dan kartilago corniculatum yang masing-masing sepasang.
Kartilago thyreoidea (Adam’s apple) merupaka tulang rawan laring terbesar, terdiri dari dua lamina kartilago hyaline yang menyatu yang membentuk dinding anterior laring, membuat bentuk segitiga. Ini terdapat pada laki-laki dan perempuan, tetapi biasanya lebih besar pada laki-laki karena pengaruh hormone seks laki-laki saat pertumbuhan selama pubertas.
Kartilago thyreoidea (Adam’s apple) merupaka tulang rawan laring terbesar, terdiri dari dua lamina kartilago hyaline yang menyatu yang membentuk dinding anterior laring, membuat bentuk segitiga. Ini terdapat pada laki-laki dan perempuan, tetapi biasanya lebih besar pada laki-laki karena pengaruh hormone seks laki-laki saat pertumbuhan selama pubertas. Epiglottis merupakan kartilago elastic berbentuk daun yang ditutupi dengan epitel. Batang epiglottis meruncing ke inferior yang menempel ke tepi anterior kartilago thyroid dan tulang hyoid. Daun superior epoglotis tidak menempel dan bebas maju ke atas dan bawah. Selama menelan, faring dan laring terangkat. Elevasi faring memperluas faring untuk menerima makanan, sedangkan elevasi laring menyebabkan epiglottis bergerak ke bawah dan menutupnya. Glottis terdiri dari sepasang lipatan membrane mukosa, lipatan vocal ( true vocal cords) di laring, dan ruang antara mereka yang disebut rima glottidis. Kartilago cricoids merupakan cincin kartilago hyaline yang membentuk dinding inferior laring. Kartilago ini merupakan tanda untuk membuat jalan napas darurat bernama tracheotomy. Kartilago arytenoids berbentuk triangular yang sebagian besar kartilago hyaline. Dia berlokasi di batas posterior, superior dari kartilago cricoids. Kartilago corniculatum yang merupakan kartilago elastic berbentuk tanduk, berlokasi di apeks dari tiap kartilago arytenoids. Cartilago cuneiforme merupakan kartilago elastic di anterior kartilago curniculatum, menyokong lipatan vocal dan epiglottis lateral.
Trakea Trakea atau pipa udara adalah suatu jalur tubular untuk udara sepanjang 12 cm dan berdiameter 2,5 cm. trakea berlokasi di anterior esophagus dan meluas dari laring ke batas superior vertebra T5, di mana dibagi menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Lapisan dinding trakea dari dalam ke luar adalah mukosa, submukosa, kartilago hyaline, dan adventisia. Trakea memiliki 16-20 cincin tulang rawan hyaline yang masing-masing membentuk gambaran huruf U, yang membatasi 2/3 bagian anterior.
Karena elemen elastiknya, trakea dapat cukup fleksibel untuk meregang dan bergerak inferior selama inspirasi dan recoil selama ekspirasi, tetapi cincin kartilago mencegahnya kolaps dan menjaga jalan napas paten walaupun tekanan berubah selama bernapas. Bagian posterior yang terbuka dari cincin kartilago yang berbatasan dengan esophagus dihubungkan dengan serat otot polos dari otot trakealis dan dengan jaringan ikat lunak. Karena bagian dinding trakea sebelah sini tidak rigid, esophagus dapat mengembang ke anterior ketika menelan makanan yang melaluinya.
Bronkus Di batas superior vertebra T5, trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan yang masuk ke paru kanan, dan bronkus utama kiri yang masuk ke paru kiri. Bronkus utama kanan lebih vertikal, lebih pendek, dan lebih luas dibandingkan dengan yang kiri. Seperti trakea, bronkus utama terdiri dari cincin kartilago yang tidak komplit. Pada titik di mana trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan dan kiri, terdapat carina yang dibentuk dari proyeksi posterior dan inferior kartilago trakea terakhir. Membrane mukosa carina merupakan salah satu area paling sensitive dari seluruh laring dan trakea untuk memicu refleks batuk.
Paru-paru Paru-paru merupakan sepasang organ berbentuk kerucut di rongga toraks. Keduanya dipisahkan oleh hati dan struktur lain di mediastinum. Setiap paru ditutup dan dilindungi oleh membrane serosa lapis dua bernama membrane pleura. Lapisan superficial disebut pleura parietal yang berbatasan dengan rongga toraks, lapisan dalam disebut pleura visceral yang menutupi paru-paru. Di antara pleura parietal dan visceral terdapat ruang kecil bernama rongga pleura yang mengandung sedikit cairan lubrikan yang disekresikan oleh membrane. Cairan pleura ini mengurangi friksi antara membrane.
Setiap lobus menerima bronkus sekunder, jadi bronkus utama kanan memberi 3 bronkus sekunder (bronkus superior, media, dan inferor), dan bronkus utama kiri memberi 2 bronkus sekunder (bronkus superior dan inferior). Di dalam paru, bronkus sekunder bercabang menjadi bronkus tersier/segmentorum (terdapat 10 bronkus tersier di tiap paru) yang masingmasing bercabang lagi menjadi segmen bronkopulmonalis. Selanjutnya, masing-masing bronkus segmentorum memberikan 20-25 percabangan dan akhirnya menjadi bronkus terminalis. Masing-masing bronkus terminalis bercabang banyak menjadi bronkiolus respirasi dan masing-masing bronkiolus respirasi mempercabangkan 2-11 duktus alveolaris. Masingmasing duktus alveolaris mempercabangkan 5-6 saccus alveolaris.
2. Histologi : Jaringan Limfonodi dan sistem imun pada mukosa bronkus dan paru(MALT)
Terbagi atas:
Spesifik Non Spesifik
Jaringan Limfoid merupakan komponen utama sistem Imun. kumpulan sel yg berperan dalam sistem imun SISTEM LIMFOID
-Timus -Limfonodi -Limpa/Lien -Tonsil -Limfonodulus/Nodulus -Limfatikus/Nodulus Malpighi
TIMUS
Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum di depan pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung, yang termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama pada embrio sesudah mendapat sel induk dari saccus vitellinus. Limfosit yang terbentuk mengalami proliferasi tetapi sebagian akan mengalami kematian, yang hidup akan masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami diferensiasi menjadi limfosit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Geminal centers tidak terdapat di organ ini. Lokasi: Bagian proximal mediastinum dan sebelah ventral dari pembuluh besar yang meninggalkan jantung Makroskopik: - Merupakan masa pipih, warna abu-abu - Terdiri dari 2 Lobus Komponen Selluler: -
Limfosit T Sel Retikuler Makrofag
LIMFONODI
Limfonodus = Limfoglandula = Nodus Limfatikus = kelenjar limfe Bergerombol, pada : axilla; inguinal; sepanjang pembuluh2 besar leher, thorax & abdomen. Ukuran : + sebesar kacang (panjang 2 cm). Bentuk : seperti ginjal, dg permukaan cembung & cekung (hilus). Di bagian cembung, masuk pembuluh limfe afferens. Di bagian cekung (hilus) : arteri, vena & p l. efferens .Dibungkus kapsula fibrosa, + jaringan lemak. Kaps fibrosa trabekula : menyokong & jln. pbl. darah. Terdapat ruang-ruang tempat penampungan cairan limfe :
Sinus Marginalis / Sinus Subkapsularis Sinus Trabekularis Sinus Medularis
Limpa/Lien
Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritoneum. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi hemoglobin, metabolisme Fe, tempat persediaan trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit. a) Pulpa alba Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi terdiri atas jaringan limfoid difus dan noduler.Pulpa alba membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid sheats/PALS) di sekitar arteri yang baru meninggalkan trabecula, selubung tersebut mengikuti arteri sampai bercabang-cabang menjadi kapiler. Sepanjang perjalanannya pada beberapa tempat selubung tersebut mengandung germinal center. PALS dan germinal center merupakan jaringan limfoid, tetapi PALs sebagian besar mengandung limfosit Tdan germinal center mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anyaman longgar serabut retkuler dan sel retikuler. Di tengah pulpa alba terdapat arteri sentralis . dalam celah-celah anyaman terdapat limfosit kecil dan sedang, kadang ditemukan plasmasit. Pada waktu adanya rangsangan antigen di daerah PALS banyak terdapat limfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda banyak sekali.
b) Pulpa rubra Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang tidak teratur sebagai sinus renosus dan jaringan yang mengisi diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna merah pulpa rubra disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus venosus dan jaringan diantaranya.
Di dalam celah pulpa terdapat sel-sel bebas seperti makrfag, semua jenis sel dalam darah dengan beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofa g dapat dengan mudah ditemukan sebagai sel besar dengan sitoplasma yag kadang-kadang mengandung eritrosit, netrofil dan trombosit atau pigmen. Bagian tepi pulpa alba terdapat daerah peralihan dengan pulpa rubra sebesar 80100 mikron, daerah ini dinamakan zona marginalis yang mengandung sinus venosus kecil. Zona marginais merupakan pulpa rubra yang menerima darah arterial sehingga merupakan tempat hubungan pertama antara sel-sel darah dan partikel dengan parenkim lien.
Tonsilla
Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di daerah ini membran mukosa tractus digestivus banyak mengandung kumpulan jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil diseluruh bagian di daerah tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid dengan batas-batas nyata.
Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi: a. Tonsila Lingualis Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi(crypta) yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelil ingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai detritus. Kadang-kadang dalam crypta bermuara kelenjar mukosa. Dalam jaringan limfoid tampak adanya nodus lymphaticus.
b. Tonsila Palatina Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat ua buah jaringan limfoid dibawah membrane mukosa yang masing-masing disebut tonsilla palatine. Epitel bersama jaringan pengikat yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20 buah. Pada dasar crypta, batas antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel. Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius. Terdapat nodulus lymphaticus sebesar 1 -2 mm dengan germinal centernya tersusun berderet dalam jaringan limfoid yang difus. Antara nodulus lymphaticus yang satu dengan yang lain dipis ahkan oleh jaringan pengikat (capsula) yang mengandung limfosit, mast sell dan plasmasit. Apabila ditemukan granulosit, hal ini menunjukkan adanya radang.
c. Tonsila Pharyngealis Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan tonsilla pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tractus respiratorius ialah epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk crypta tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit, dibawah epitel terdapat nodulus lymphaticus yang mengikuti lipatanlipatan. Jaringan limfoid ini dipisahkan oleh capsula tipis jaringan pengikat dan diluar capsula terdapat kelenjar-kelenjar campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan bermuara didalam saluran lipatan epitel.
Sistem Imun pada Mukosa •
Epitel mukosa : barier tubuh dg lingkaran luar, garis pertahanan I.
Termasuk dalam MALT adalah : - NALT : Nasal associated lymphoid tissues. - BALT : Bronchial associated lymphoid tissues. - GALT : Gut associated lymphoid tissues. - Lymphoid tissues in urogenital tract. - Tonsil.
Komponen selulernya terdiri dari : - Limfosit intraepitel (mayoritas sel T) - Di lamina propria tdp Limfosit (sel T, sel B & sel plasma), makrofag, eosinofil & mastosit. - Folikel limfoid : di usus halus ( Peyer’s patches), appendix, kolon, saluran nafas. - M (membranous/microfold) cells : diantara sel epitel, tidak punya mikrofili, aktif pinositosis utk membawa molekul (Ag) dari lumen ke bawah epitel Ab yg dihasilkan terutama IgA.
Pengumpulan AG oleh sistem Limfoid
Respon Imun di Limfa dan Limfonodi
Jalur Resirkulasi Limfosit
3. Fisiologi : Proses yang terjadi pada proses alergi
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA. Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu: Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara berlebihan. Alergi obat : reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat tertentu. : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia, atau Dermatitiskontak substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain. Penyebab alergi yaitu : 1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE. 2.
Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3.
Faktor genetik.
4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis makanan dan zat
Reaksi Hipersensitivitas Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV.
1. Tipe I : Reaksi Anafilaksis Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada selmast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. 2. Tipe II : reaksi sitotoksik Hipersensitivitas tipe II diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen target pada permukaan sel atau komponen jaringan lainnya. Respon hipersensitivitas disebabkan oleh pengikatan antibodi yangdiikuti salah satu dari tiga mekanisme bergantung antibody 3.Tipe III : reaksi imun kompleks Hipersensitivitas tipe III diperantarai oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi (imun), diikuti dengan aktivitas komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear. Kompleks imun dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus, atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ). 4.Tipe IV : Reaksi tipe lambat Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Hipersensitivitas tipe IV diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi dan dibagi lebih lanjut menjadi dua tipe dasar: (1) hipersensitivitas tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+, dan (2) sitotoksisitas sel langsung, diperantarai olehsel T CD8+.
Reaksi alergi ini memerlukan waktu yang disebut dengan proses sensitisasi yaitu masa sejak kontak dengan alergen sampai terjadinya reaksi alergi. Reaksi dapat terjadi kalau kadar imunoglobulin E sudah cukup banyak. Pada awal kontak dengan alergen mulai timbul perlawanan dari tubuh yang mempunyai bakat atopik yaitu terbentuknya antibodi atau imunoglobulin yang spesifik. Bila kontak terhadap alergen ini berlangsung terus menerus, kadar imunoglobulin E yang spesifik terhadap alergen makin banyak sampai suatu saat dapat menimbulkan reaksi alergi bila kontak dengan alergen itu lagi.
4. Biokimia : Proses Biokimia imunitas pada reaksi alergi
Sistem imun adalah gabungan sel yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Respon imun adalah reaksi yang dikordinasikan sel-sel terhadap mikroorganisme dan bahan lainnya. Sistem imun dibedakan menjadi 2 yaitu : sistem imun alamiah / non spesifik dan sistem imun didapat / spesifik
A.Sistem Imun Alamiah / Non Spesifik
Berupa komponen normal tubuh yang selalu drtemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroorganisme masuk dalam tubuh. Jumlahnya dapat meningkat oleh infeksi. Non spesifik karena tidak ditunjukan terhadap mikroorganisme tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme.
Pertahan fisik / mekanik
Kulit, selaput lender, silia saluran nafas, batuk, bersin dan lain-lain
Pertahanan biokimia
PH asam pada keringat, lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susu ibu.
Pertahanan humoral
1. KomplemenAntibodi dan komplemen menghancurkan dinding sel bakteri proteksi terhadap infeksi. 2. Interferon Glikoprotein Mempunyai sifat antivirus, karena dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus.
Pertahanan Seluler
1. Fagosit : monosit, granulosit
2. Makrofage sel kupffer : makrofage dalam hati sel langerhans dikulit dapat hidup lebih lama, bergranul dan melepas berbagai bahan (lisozim) 3. Sel NK (Natural Killer Cell) limfosit terdiri dari sel B dan sel T fungsi : imunitas non spesifik 4. Sel Mast Berperan dalam reaksi alergi dan pertahan tubuh B. Sistem Imun Didapat / Spesifik
Sistem imun spesifik mempumyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Spesifik berarti hanya dapat menghancurkan / menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Benda asing pertama, segera dikenali kemudian terjadi sensitasi system imun tubuh. Benda asing kedua, akan dike nal lebih cepat kemudian dihancurkan.
Sistem Imun Spesifik Humoral
Limfosit B atau sel B berasal dari sumsum tulang. Jika ada benda asing, sel B dirangsang oleh benda asing kemudian terbentuk antibody sebagai pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan sebagainya.
Sistem Imun Spesifik Seluler
Limfosit T atau sel T berasal dari sumsum tulang tetapi deferensiasinya terjadi didalam kelenjar timus. Fungsinya : sebagai pertahanan terhadap bakteri, virus, keganasan dan sebagainya.
Kerjasama Antara Sistem Imun Non Spesifik Dan System Imun Spesifik.
Saling berinteraksi dalam menghadapi imfeksi. Non spesifik diperlukan untuk merangsang aistem imun spesifik. Mikroba masuk mengaktifkan komplemen kemudian merangsang sel yang diinfeksi untuk melepaskan interferon dan mengaktifkan sel NK serta mengaktifkan sel T untuk memberikan bantuan ke sel NK untuk menghancurkan benda asing tersebut.
Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Antigen Yang Masuk
Mekanisme sistem pertahanan tubuh bisa diibaratkan dengan pertempuran. Pertempuran yang dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh kita terdiri atas tiga tahapan penting, yaitu : 1. Aksi pertama, yaitu pengenalan musuh yang dihadapi. Dalam hal ini musuh yang dihadapi adalah antigen (mikroorganisme), bisa berupa bakteri ataupun virus. 2. Aksi yang kedua, perang habis-habisan yang dilancarkan oleh pasukan sebenarnya. dalam hal ini perang dilakukan oleh organ-organ system imun. 3. Aksi terahir adalah kembali ke keadaan normal. Sistem pertahanan tubuh harus bisa mengenali dengan jelas musuhnya sebelum memulai perlawanan, karena setiap kejadian berbeda satu sama lainnya bergantung pada jenis musuhnya. Lebih dari itu, jika pengetajuan ini tidak ditangani dengan tepat, system pertahanan kita dapat berbalik menyerang sel tubuh sendiri. Fagosit, yang dikenal sebagai sel pemulung dalam system pertahanan, melancarkan aksi pertama. Mereka bertempur satu lawan satu dengan musuh. Mereka seperti apsukan infantry yang bertempur dengan bayonetnya melawan satuan musuh. Kadang-kadang fagosit tidak dapat mengatasi jumlah musuh yang terus menerus bertambah. Pada tahap ini sel fagosit besar, makrofag, mengambil alih. Kita dapat mengumpamakan makrofag sebagai pasukan kafaleri yang memotong jalan ketengah musuh. Pada saat yang sama makrofag menyekresikan suatu cairan, yang menyalakan alarm untuk meningkatkan suhu tubuh. Makrofag masih memiliki karakteristik penting lainnya. Saat menangkap dan menelan virus, makrofag merobek bagian tertentu pada virus, yang kemudian dibawanya seperti bendera. Bendera ini berlaku sebagai tanda dan informasi bagi elemen-elemen lain pada sistem pertahanan. Kumpulan informasi ini diteruskan kepada sel T penolong, yang menggunakan untuk mengenali musuh. Begitu informasi sampai, maka tugas pertama yang harus dilakukan adalah segera menyiagakan sel T pembunuh dan merangsangnya untuk memperbanyak diri. Dalam waktu singkat, sel T pembunuh yang terstimulasi akan menjadi pasukan yang kuat. Fungsi sel T penolong juga mereka memastikan lebih banyak fagosit didatangkan kemedan perang, sementara mereka mentransfer informasi mengenai musuh kepada limfa dan nodus limfa. Setelah nodus limfa menerima informasi, sel B yang telah menunggu gilirannya, teraktifkan. (sel B dibuat di sumsum tulang, kemudian berimigrasi ke nodus limfa, menunggu giliran untuk melaksanakan tugas). Sel B yang telah teraktifkan harus melalui beberapa tahapan. Setiap sel B yang telah terstimulasi mulai memperbanyak diri. Proses memperbanyak didri berlanjut sampai ribuan sel identik terbentuk. Selanjutnya, sel B mulai membelah diri dan berubah menjadi sel plasma. Sel plasma juga menyekresikan antibody sebagai senjata selama bertempur dengan musuh. Senjata ini sangat berguna. Mereka cukup mampu berikatan dengan musuh terlebih dahulu, lau memusnahkan struktur biologis musuh (antigen). Jika virus menembus sel, antibody tidak dapat menangkap virus. Pada tahap ini, sel T pembunuh berperan lagi. Dengan bantuan molekul KSU, ia mengenali virus yang ada
didalam sel, lalu membunuhnya. Namun kalau virus telah terkamuflase dengan baik dan dapat menghindar dari perhatian sel T pembunuh, maka “sel pembunuh alamiah” atau disingkat PA datang beraksi. Sel PA membunuh sel yang ditempati virus dan tidak dapat dikenali oleh sel lain. Setelah perang dimenangkan, sel T penekan menghentikan perang. Meskipun perang telah berakhir, perang tidak akan dilupakan. Sel pengingat telah menyimpan musuh didalam ingatannya. Dengan tetap tinggal didalam tubuh selama bertahun-tahun, sel ini membantu pertahanan menjadi lebih cepat dan lebih efektif jika musuh yang sama menyerang lagi.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1.
Murray, Robert K. Biokimia Harper Edisi 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2016
2.
Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Juncqueira Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2011
3.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2014
4.
J. Staubesand. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2012
5.
Gabriel, J.F. Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Denpasar : 1988