OPTIMALISASI KERJA ALAT PEREMUK UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BATUBARA DI PT. TANJUNG ALAM JAYA KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P SKRIPSI
Oleh :
YALSRIMAN LANGGU 112040235
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA 2011
OPTIMALISASI KERJA ALAT PEREMUK UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BATUBARA DI PT. TANJUNG ALAM JAYA KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Universitas Pembangunan Nasional Nasio nal ”Veteran” Yogyakarta
Oleh :
YALSRIMAN LANGGU 112040235
Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pembimbing I,
(Ir. Untung Sukamto, MT.)
Pembimbing II,
(Ir. Gunawan Nusanto, MT.)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Universitas Pembangunan Nasional Nasio nal ”Veteran” Yogyakarta
Oleh :
YALSRIMAN LANGGU 112040235
Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pembimbing I,
(Ir. Untung Sukamto, MT.)
Pembimbing II,
(Ir. Gunawan Nusanto, MT.)
RINGKASAN
PT. Tanjun Tanjung g Alam Alam Jaya Jaya merupa merupakan kan salah salah satu satu perus perusaha ahaan an perta pertamba mbanga ngan n batu batuba bara ra yang yang terle terleta tak k di keca kecama matan tan Peng Pengar aron on,, kabu kabupa pate ten n Banj Banjar ar,, prop propin insi si
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Kalimanta Kalimantan n Selatan. Selatan. PT. Tanjung Tanjung Alam Jaya telah mengopera mengoperasikan sikan unit peremuk peremuk batu batuba bara ra seba sebag gai temp tempat at pros proses es pere peremu muka kan n batu batuba bara ra hasi hasill tamb tamban ang g untu untuk k menghasilkan ukuran produk batubara yang sesuai dengan permintaan konsumen. Batubara hasil tambang berukuran ± 600 mm direduksi ukurannya melalui
dua dua taha tahap p pere peremu muka kan n yaitu aitu pere peremu muka kan n pert pertam amaa ( primary primary crushing crushing)
yang
menghasilk menghasilkan an batubara batubara berukura berukuran n – 150 150 mm dan dan pere peremu muka kan n kedu keduaa ( secondary
– 50 mm. crushing ) yang menghasilkan produk batubara yang berukuran – 50
Sasaran produksi proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung
Alam Alam Jaya Jaya adal adalah ah sebe sebesa sarr 4.70 4.706 6 ton ton per per hari. hari. Berd Berdas asar arka kan n peng pengam amat atan an dan dan perhitungan dilapangan diketahui bahwa produksi nyata rata-rata proses peremukan batubara yang mampu dicapai saat ini adalah sebesar 3.063 ton per hari ( oversize
prod produk uk 21,3 21,3% % lebi lebih h besar besar dari dari tole tolera rans nsii yang yang diiji diijink nkan an sebe sebesa sarr 10 % ). Nila Nilaii kesediaan alat dari unit peremuk, mechanical availability (MA) 76,62%, 76,62%, phisycal
availibility (PA) 79,63%, use of availability (UA) 81,55%, effective effective utilization (Eut)
64,94%, 64,94%, waktu kerja efektif sebesar sebesar 779,3 menit per hari dan efisiensi efisiensi kerja 64,94%. 64,94%. Dari kondisi tesebut, sasaran produksi yang diinginkan belum terpenuhi.
Upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk perbaikan pada unit peremuk agar
sasaran produksi bisa terpenuhi antara lain dengan cara :
1. Menamb Menambah ah jumlah jumlah umpan umpan dari 236 ton per jam menjad menjadii 277 ton per jam akan memb membeerika rikan n
pen penamba ambah han
pengum ngump panan nan
seb sebesar sar
532,5 32,5
ton ton
perh perhaari, ri,
meningkatkan produksi dari 3.063 ton per hari menjadi 3595,5 ton per hari. 2. Pengu Penguran ranga gan n waktu waktu tunda tunda karen karenaa faktor faktor manusi manusiaa (non (non teknis teknis), ), mening meningkat katkan kan waktu kerja efektif dari 12,98 jam per hari menjadi 16,19 jam per hari akan meningkatkan produksi sebesar 757 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3.820 ton per hari.
3. Penggantian s econdary crusher dapat meningkatkan produksi sebesar 383,78 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3446,78 ton per hari. Penggabungan dari ketiga upaya-upaya tersebut memberikan peningkatan produktifitas unit peremuk dari 3.063 ton per hari menjadi 4.934 ton per hari sehingga terpenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan data hasil penelitian selama 2 bulan dari Agustus – Oktober 2008, di PT. Tanjung Alam Jaya, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Bapak Ajis, manager PT. Tanjung Alam Jaya
2.
Bapak Gusti Junizar, sebagai Pembimbing Lapangan di PT. Tanjung Alam Jaya.
3.
Bapak DR. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran” Yogyakarta
4.
Bapak Dr. Ir. Koesnaryo, MSc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral
5.
Bapak Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
6.
Bapak Ir. Untung Sukamto, MT, Dosen Pembimbing I.
7.
Bapak Ir. Gunawan Nusanto, MT, Dosen Pembimbing II.
8.
Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pengambilan data dan penyusunan skripsi ini di PT. Tanjung Alam Jaya.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 20 Juli 2011 Penyusun,
(Yalsriman Langgu)
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………
i
PENGESAHAN …………..……………………………………………………
iii
RINGKASAN …….……………………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
vii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...…
ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..…. ……
x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...……
xi
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P BAB I.
PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
1.6. 3 1.7.
II.
1
Latar Belakang ………………………………………………………. 1 Tujuan Penelitian …………………………………………………… 1 Perumusan masalah …………………………………………………. 2 Batasan Masalah …………………………………………………….. 2 Metode Penelitian ………………………………………………….… 2 Hasil Penelitian ………………………………………………..……. Manfaat Penelitian ………………………………………………..….. 3
TINJAUAN UMUM ……………………………………………………. 4
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Lokasi dan kesampaian daerah ………………………………………. 4 Keadaan Geologi Regional …………………………...……….……... 5 Keadaan Geologi Lokal ……………………………………………... 7 Iklim dan Curah Hujan……………………………………………….. 9
2.5. 2.6. 2.7. 2.8.
Genesa Batubara …………………………………………………….. 9 Kegiatan Penambangan………………………………………………. 12 Pengolahan Batubara ………………………………………………... 16 Pengangkutan dan Pengapalan ………………………………………. 16
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P III.
DASAR TEORI ………………………………………………...………. 17
IV.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peremukan …………………… 17 Peralatan Pada Unit Peremuk…………………..……...……………… 3.2. 18 3.3. Kesediaan Alat Peremuk ……..…………………………….………… 28 3.4. Efektifitas Penggunaan Peralatan ………………………………….. 30 PRODUKSI PEREMUK BATUBARA…………..…………………… 31 3.1.
4.1.
4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7.
V.
Proses Peremukan Batubara…………………………………………. 31 Peralatan-Peralatan Proses Peremukan ………….………………….. 33 Distribusi Ukuran ………….…………………….………………….. 34 Kesediaan Alat Pada Unit Peremuk ……………………………….. 36 Kapasitas Nyata Unit Peremuk ……………………..………………. 36 Efektifitas Penggunaan Peralatan Unit Peremuk …………………… 37 Waktu Produksi Efektif dan Hambatan Operasi ……..……………. 38
PEMBAHASAN ……………………………………………………..…
5.1. 5.2. 5.3.
43
Penilaian Kesediaan Alat pada Sistem Peremuk ………….………… 43 Penilaian Teknis Terhadap Produktifitas Alat Peremuk ……………. 44 Upaya Peningkatan Produksi ………………………………………... 46
5.4.
VI.
Produktifitas Unit Peralatan Peremuk Setelah Alternatif Perbaikan … 49
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 6.1.
Kesimpulan ………………………………………………………….. 53 Saran ………………………………………………………………… 54
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 6.2.
53
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..
55
LAMPIRAN …………………………………………………..………………..
56
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah ………………………………….…
2.2
Grafik Curah Hujan Rata-rata …………………………………………… 9
2.3
Pengupasan Top Soil ……………………………………………………. 13
2.4
Kegiatan Penggaruan Overburden ………………………………………. 14
5
……………………………………………………..15
2.5
Kegiatan pemboran
3.1
Grizzly Feeder …………………………………………………………... 20
3.2
Double roll crusher ……………………………………………………… 22
3.3
Bagian-Bagian Sabuk Berjalan………………………………………….. 25
3.4
Tumpukan Material pada Ban Ber jalan…………………………………. 28
4.1
Diagram Alir Proses Peremukan Batubara …………………………....... 32
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 5.1
Diagram Alir Material Sesudah Perbaikan …………………………...... 52
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1
Stratigrafi Regional …………………………………………………… 7
2.2
Stratigrafi Umum Daerah Penyelidikan …………………….………… 8
2.3
Kualiatas Batubara rata-rata PT. Tanjung Alam Jaya ………………… 12
3.1
Luas Penampang Melintang Material pada Sabuk Berjalan ….………. 27
4.1
Distribusi ukuran umpan ………………….……….…….…….……… 35
4.2
Distribusi Distribusi ukuran produk peremuk pertama dan undersize vibrating grizzly feeder ……………………………………...………. 35
4.3
Ditribusi ukuran produk akhir unit peremuk …………………………… 35
4.4
Efektifitas Penggunaan Peralatan Unit Peremuk …………….………. 37
4.5
Waktu Kerja per Shift ………………………………………………… 38
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 5.1
Ketersediaan Alat pada Unit Peremuk ……………………..………… 48
5.2
Kesediaan Unit Peremuk Batubara Sebelum dan Sesudah Perbaikan… 50
5.3
Peningkatan Efektifitas Peralatan Unit Peremuk …………………….. 50
5.4
Distribusi Ukuran Produk secondary crusher ………………………... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
A. LAMPIRAN CURAH HUJAN ……………………………………………
56
B. SPESIFIKASI TEKNIS HOOPER ………………………………………..
57
C. SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING GRIZZLY FEEDER…………….....
59
D. SPESIFIKASI TEKNIS PRIMARY CRUSHER …………………………..
61
E. SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING SCREEN ………………………….
63
SPESIFIKASI TEKNIS SECONDARY CRUSHER ……………………....
65
F.
G. SPESIFIKASI TEKNIS RADIAL STACKER CONVEYOR……………....
67
H. DISTRIBUSI UKURAN UMPAN DAN PRODUK PEREMUK …..…... .
69
I.
PENGAMATAN WAKTU HAMBATAN…...…………………………..
72
J.
PERBAIKAN WAKTU HAMBATAN ………………………………….
75
K. PERHITUNGAN TARGET PRODUKSI ………………………………..
78
L. NILAI KESEDIAAN UNIT PEREMUK …………………………………
79
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P M. SPESIFIKASI TEKNIS DAN PRODUKTIFITAS
WHEEL LOADER WA 500 ……………………………………………….
82
N. CHART …………………………………………………………………...
85
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang PT. Tanjung Alam Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertambangan batubara yang berada di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar,
Propinsi Kalimantan Selatan dan telah mengoperasikan unit peremuk batubara untuk memenuhi permintaan pasar dengan ukuran ≤50 mm. Unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan berbagai macam peralatan yang terangkai dalam satu rangkaian yang terdiri dari hopper, vibrating grizzly feeder, primary crusher , vibrating screen , secondary crusher , dan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
belt conveyor . Batubara hasil tambang dengan ukuran rata-rata 600 mm direduksi
melalui dua tahap yaitu peremukan pertama (primary crushing) dengan produk batubara ukuran -150 mm dan peremukan kedua ( secondary crushing) dengan produk batubara ukuran -50 mm, kemudian produk batubara akan dialirkan menuju tempat penimbunan produk batubara ( stockpile ) dengan radial stacker conveyor . Produksi nyata proses peremukan batubara PT. Tanjung Alam Jaya saat ini
mencapai rata-rata 3.063 ton per hari sedangkan produksi yang ingin dicapai adalah sebesar 1.600.000 ton per tahun atau sebesar 4.706 ton per hari dengan hari kerja 340 hari per tahun. Diperkiraan unit peremuk tidak beroperasi selama 25 hari karena hari libur dan kondisi alam. Waktu kerja 20 jam perhari yang terbagi dalam 2 shift. Mengacu pada kondisi tersebut, maka produktifitas unit peremukan batubara
saat ini belum memenuhi sasaran produksi yang diharapkan, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah optimalisasi terhadap proses peremukan batubara agar target produksi yang di harapkan perusahaan dapat tercapai.
1.2.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah mengoptimalkan kinerja
unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu untuk memenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
1.3.
Perumusan Masalah
Permasalahan – permasalahan yang ditemui pada unit peremuk batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah : 1. Produktifitas unit peremuk di PT. Tanjung Alam Jaya saat ini sebesar 3.063 ton per hari belum mencapai target produksi sebesar 4.706 ton per hari. 2. Persentase ukuran produk +50 mm cukup besar yaitu 21,3 %, sedangkan yang diinginkan adalah ≤10 % dari produk batubara hasil peremukan.
1.4.
Batasan Masalah 1. Penelitian dilakukan di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. 2. Penelitian hanya mencakup pada kendala teknis unit peremuk batubara.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
3. Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu hambatan pada proses peremukan batubara.
1.5.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggabungkan antara teori dengan data-data
yang diperoleh di lapangan, sehingga dari keduanya didapatkan pendekatan masalah. Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan pustaka maupun laporanlaporan yang berhubungan dengan masalah yang ada, antara lain: -
Kualitas batubara
-
Spesifikasi teknis alat peremuk
2. Pengamatan di lapangan:
Melakukan pengamatan di lapangan yang meliputi kinerja alat, kondisi alat, waktu produksi peremukan dan waktu hambatan pada proses peremukan.
3. Pengambilan data
Pengambilan data meliputi : a. Data primer, seperti :
Laju umpan batubara pada proses peremukan batubara Material conto pada sabuk berjalan Waktu edar alat muat Waktu tunda
b. Data sekunder, seperti :
Data produksi proses peremukan batubara
Kondisi alat
Data perawatan dan perbaikan ( maintenance) unit peremuk
Data curah hujan
Spesifikasi alat
4. Pengolahan data Pengolahan dilakukan secara matematis dengan menggabungkan data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder, dengan mengacu kepada teori yang diperoleh melalui literatur, kemudian dianalisa secara
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
kualitatif maupun kuantitatif sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Kesimpulan dan Saran
Setelah diperoleh korelasi antara hasil pengolahan data dan permasalahan yang ada, maka kesimpulan dan saran dapat diambil sesuai dengan keadaan dan kondisi di lapangan.
1.6.
Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam
Jaya site Batang Banyu selama bulan Agustus 2008 – Oktober 2008 diperoleh laju pengumpanan dan efektifitas dari unit peremuk yang belum maksimal serta efisiensi kerja yang masih rendah.
1.7.
Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya kajian teknis terhadap proses peremukan batubara pada
unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu ini, diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan untuk merencanakan
perbaikan secara teknis pada proses peremukan batubara sehingga target produksi yang diharapkan perusahaan sebesar 4.706 ton per hari dapat tercapai.
BAB II
TINJAUAN UMUM
PT. Tanjung Alam Jaya (PT. TAJ) secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan
Perjanjian
Karya
Pengusahaan
Pertambangan
Batubara
(PKP2B) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT Tanjung Alam Jaya, PT Tanjung Alam Jaya ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan dan Eksplorasi CBGAB3 di daerah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan luas 6.038 Ha berlokasi di Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
dan Kabupaten Tapin, sedangkan ijin eksploitasi berdasarkan kode wilayah KW 00PB0139 dengan luas 1.232 Ha sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 206.K/40.00/DJB/06. Untuk areal yang di eksplorasi ini telah disetujui oleh Komisi Amdal Pusat Departemen Pertambangan dan Energi pada tanggal 17 November 2000 dengan nomor 4773/28/SJN.T/2000, dengan kapasitas produksi sebesar 383.373 ton per tahun.
Seiring dengan permintaan pasar yang meningkat, maka PT Tanjung Alam
Jaya melakukan peningkatan produksi batubara sebesar 1.600.000 ton per tahun. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka PT Tanjung Alam Jaya melakukan revisi atas dokumen ANDAL, RKL, dan RPL yang telah disetujui sesuai Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 0174 Tahun 2004, tanggal 19 Mei 2004.
2.1. Lokasi dan kesampaian daerah
Secara geografis, PT. Tanjung Alam Jaya terletak pada 115° 05’ 21” BT –
115° 11’ 45” BT dan 3°10’ 16” LS - 3° 19’ 04” LS.
Lokasi kesampaian daerah dari kota Banjarmasin ke lokasi pengamatan sekitar 82 km, dapat dicapai melalui jalan darat dari kota Banjarmasin – Banjarbaru – Martapura menuju ke arah Kalimantan Timur. Untuk ke lokasi pengamatan terdapat dua alternatif jalan yang bisa ditempuh yaitu :
Melalui jalan kilometer 69 (Simpang Empat Pengaron) belok ke Timur (jalan umum) menuju daerah pengamatan ± 16 km.
Melalui jalan kilometer 71 (jalan hauling) menuju daerah pengamatan ± 13 km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua menuju lokasi dengan waktu tempuh ± 1,5 jam.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Gambar 2.1
Peta lokasi dan kesampaian daerah
2.2. Keadaan Geologi Regional 2.2.1. Stratigrafi
Keadaan geologi dan struktur utama di Indonesia dipengaruhi oleh aktivitas lempeng
tektonik Eurasia termasuk di dalamnya adalah pulau Kalimantan. Cekungan-cekungan busur belakang, punggungan dekat kontinen biasanya terangkat seperti yang terjadi pada pegunungan Meratus di Kalimantan yang mengakibatkan cekungan busur belakang terpisah menjadi beberapa cekungan. Daerah penyelidikan terdapat pada area blok V yang termasuk pada Cekungan Barito. Sedimen-sedimen yang terdapat di bagian Barat Cekungan Barito menunjukkan karakteristik terendapkan dalam lingkungan paparan benua. Di sepanjang pinggiran bagian Timur Cekungan Barito, sedimen-sedimen mempunyai karakteristik terendapkan di lingkungan Geosinklin. Sedimen yang berumur Tersier mempunyai ketebalan
yang cenderung lebih tebal pada bagian Timurnya, tetapi fasies batuannya tidak banyak berubah. Di bagian Barat Cekungan Barito, sedimen-sedimen yang berumur Tersier mempunyai tebal beberapa ratus meter dan formasinya agak terlipatkan.Periode awal Paleogen transgresi pertama terjadi di Cekungan Barito. Air menggenangi bagian timur
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Cekungan yang merupakan penyusun sebagian besar batuan-batuan dasar Pra Tersier. Daerah ini menjadi laut dangkal dan lingkungan rawa dimana batubara yang terbentuk pada periode ini berumur Eosen. Selanjutnya daratan terdepresi dan terus menjadi dalam serta sedimen kalsium organik terus bertambah, sampai akhirnya Paleogen seluruh wilayah Kalimantan Selatan tergenangi air. Sedimentasi batugamping terumbu terendapkan pada lapisan atas periode ini.
Periode Tersier terjadi regresi skala besar, lingkungan ini menjadi terrestrial yang
membentuk Formasi Batubara Neogen. Berdasarkan umur geologi Batubara Neogen memiliki kualitas rendah, namun pada beberapa blok batubara lainnya dapat dikelompokkan pada Batubara kualitas subbitumen. Batuan dasar Pra Tersier tersebar luas di daerah sekitar penelitian. Kebanyakan batuan dasar berumur periode kapur, sedangkan beberapa batuan yang lainnya berupa batuan Metamorf Jura.
2.2.2. Struktur Regional
Terdapatnya zona sesar mengakibatkan lapisan batuan terangkat dan
menghasilkan struktur geologi sinklin. Pada akhir periode Tersier, jajaran
pegunungan mengalami tubrukan lempeng-lempeng tektonik mengakibatkan batuan dasar terangkat dan tersingkap membentuk banyak pegunungan dan blok-blok batuan dasar dengan ukuran-ukuran yang berbeda. Sebagai akibatnya banyak puncak
pegunungan dengan ketinggian lebih dari 2000 m terletak di sebelah timur laut Kalimantan dan sebelah tenggara barisan Meratus. Barisan Meratus yang membujur Utara-Selatan sekitar 300 km sedangkan lebarnya sekitar 70 km.
Tabel 2.1 Stratigrafi Regional
Umur
Formasi
Deskripsi
Kwarter
Aluvial (Q) Dahor Pliosen
(P)
Warukin
Neogen Miosen
(M)
Sedimen tidak kompak,sedimen detritus,konglomerat,lempung,dsb. Batuan detritus, konglomerat, serpih batubaraan,batu lempung
Formasi pembawa batubara (berkadar gambut atau di bawah lignit dalam rank batubara), batu-pasir,
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
serpih, perselingan batupasir-serpih,batu lempung.
Undivided
Neogen-
Miosen-
Paleogen
Oligosen
Tersier
Oligosen
Serpih, perselingan batu pasir dan serpih,
(EO)
Batu lempung dan marmer
Berai
Batu gamping, marmer, dan batu lempung
(O)
Batu gamping sebagai lapisan penentu
Undivided
Oligosen-
Paleosen
(EO)
Marmer, serpi dan batugamping
Eosen
Tanjung
Formasi pembawa batubara (Formasi sasaran),
batupasir, serpih, perselingan batu pasir dan serpih,
Eosen
Pra-tersi er
Kap ur Jura
seam batubara, konglomerat
Batuan
Batuan beku dasar, batu pasir silikaan, batuan
Dasar
klastis, hasil gunung api, batuan sedimen,batuan
(B)
metamorf
(Sumber : RKT-TL 2008 PT. Tanjung Alam Jaya)
2.3. Keadaan Geologi Lokal 2.3.1`. Stratigrafi Lokal
Berdasarkan pada reverensi Van Bemmellen Govenment Office The Hoque
1994 “The Geologi of Indonesia” Vol II dan N. Sikumbang, R. Haryanto “Peta Geologi Lembar Banjarmasin” P3G 1994 bahwa keberadaan batubara di lokasi penyelidikan masuk pada Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen.
Formasi Tanjung tersusun atas perselingan Sandstone (batupasir), Siltstone
(batulanau) dan Claystone (batulempung) dengan sisipan Coal (batubara). Secara umum urutan stratigrafi satuan batuan yang menyusun batuan Formasi Tanjung dari yang paling atas ke bawah seperti yang tertera dalam tabel 2.2.
2.3.2. Struktur Lokal Pada bagian utara lokasi penyelidikan tardapat sesar geser yang mengakibatkan terjadinya perubahan arah perlapisan dan kemiringan batuan yang
dapat dilihat dari perubahan bentuk sungai yang membatasi daerah penyelidikan dengan pit 1D. Tabel 2.2 Stratigrafi Umum Daerah Penyelidikan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P SIMBOL
SATUAN LITOLOGI
DESKRIPSI
Tanah penutup yang berasal dari lapukan batuan-
Soil (tanah penutup)
batuan sekitar, kecoklatan-kemerahan,berpasir
Perselingan Siltstone dan Claystone,
Siltstone (batualanau)
setempat sisipan Shally Coal/Coal dan
Abu-abu gelap, pasir lempungan, karbonan, keras
Sandstone
Batubara (seam A), tebal < 1 m, cenderung menjari
Perselingan Siltstone dan Sandstone,sisipan Claystone, ketebalan rata-rata 15-20 m
Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan
Claystone (batulempung)
Coklatkemerahan-abu-abu gelap, karbonan, keras Sandstone (batupasir)
Abu-abu cerah, butiran ha lus-sedang, membundar baik, pemilahan baik, mengandung kuarsa, setempat dijumpai oksida besi (konkresi)
Shally Coal/Coal (setempat), ketebalan ratarata 20-30 m
Batubara (seam B), tidak menerus akibat gejala washout, tebal 1.82-5.16 m
Shally Coal
Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan
Hitam-kecoklatan, karbonan, sisipan batubara tipis,
Shally Coal/Coal (setempat) ketebalan rata-
tebal < 1 m
rata 5-10 m
Batubara (seam C), tebal 1.96-2.67 m Perselingan Siltstone dan Claystone, ketebalan rata-rata 10-15 m
Batubara
Batubara (Seam D up), cenderung tidak
Hitam, cerah, khusus untuk batubara seam A dan B
menerus, tebal 0.3-1.78 m
dan D up cenderung tidak menerus sedangkan seam
Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan Sandstone, ketebalan rata-rata 1.5-5 m
C dan D menerus sepanjang strike dengan ketebalan relatif konstan
Batubara (Seam D) tebal 2.5-3.15 m Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan Sandstone (Sumber : RKT-TL 2008 PT. Tanjung Alam Jaya)
2.4. Iklim dan Curah Hujan
Keadaan iklim yang ada pada daerah – darah di Indonesia khususnya daerah Kalimatan Selatan yaitu beriklim tropis ,yang mempunyai dua iklim yaitu kemarau
dan musim hujan. Musim hujan di mana pada umumnya setiap tahun jatuh pada bulan Oktober sampai Maret, sedangkan musim kemarau umunnya jatuh pada bulan April sampai September.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Sumber : PT. KPP – PT.Tanjung Alam Jaya
Gambar 2.2
Grafik Curah Hujan Rata-rata(mm) Tahun 1998-2007
2.5. Genesa Batubara Batubara
merupakan
batuan
sedimen
yang
terbentuk
dari
hasil
pembatubaraan ( coalification) sisa-sisa tumbuhan purba yang terpadatkan oleh adanya pengaruh temperatur (T) dan gaya tekanan (P) yang berasal dari lapisan yang menimbunkannya dalam kurun waktu yang sangat lama.
Perbedaan karakteristik batubara diakibatkan oleh material pembentuknya,
keadaan dan intensitas mikrobiologi, lingkungan pengendapan, usia pengendapan, penyebab geografis batubara, komposisi kimia bahan rombakan dan kondisi, jumlah, serta distibusi pengotornya. Proses terbentuknya batubara secara umum dapat dikategorikan dalam : 1.
Proses Biokimia Proses ini merupakan penghancuran oleh bakteri anaerob terhadap jasad tumbuhan tersebut membusuk dan terbentuk suatu gel yang disebut gelly. Gel
tersebut akan terkumpul, terendap dan termampatkan hingga menjadi gambut atau peat. 2.
Proses Thermodinamika Proses ini merupakan proses perubahan gambut menjadi batubara oleh adanya tekanan, panas bumi dan proses dari luar seperti proses geologi.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Adapun urutan proses pembentukan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Gambut atau Peat
Merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan sifat fisik endapannya masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tanaman asal).
2.
Lignite atau Brown Coal
Pada fase ini endapan telah memperlihatkan gejala perlapisan dan stuktur kekar. Endapan ini dapat digunakan untuk pembakaran dengan temperatur rendah.
3.
Bituminous atau Black Coal
Endapan ini dicirikan dengan keadaan fisik yang telah padat dan berwarna hitam. Batubara jenis ini sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran temperatur sedang hingga tinggi.
4.
Antrasit
Dicirikan dengan sifat fisik keras, hitam, dan kilap tinggi. Nilai kalor tinggi, biasanya digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan pembakaran dengan temperatur yang tinggi.
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia pembentuk batubara.
Secara umum sifat fisik batubara adalah sebagai berikut : 1. Berwarna coklat sampai kehitaman 2. Berlapis menyerupai batuan sedimen 3. Padat 4. Mudah terbakar 5. Kedap cahaya 6. Berkilap, kusam, sampai cemerlang 7. Berat jenis 1,25 – 1,45
8. Kekerasan 0,5 – 2,5 9. Pecahan kasar sampai konkoidal Sifat kimia batubara dipengaruhi oleh faktor pembentuk, infiltrasi material asing selama dan sesudah pembentukan batubara, unsur kimia utama pembentuk batubara adalah karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Secara garis besar batubara terdiri dari zat organic ( carbonaceous material), air (moisture), dan bahan mineral (mineral matter).
Komponen-komponen yang terdapat di dalam batubara adalah : 1.
Air (moisture)
Air yang terkandung di dalam batubara dibedakan menjadi air bebas (free moisture) dan air kelengasan (inherent moisture).
Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada
permukaan dalam rekahan dan mempunyai tekanan uap normal, air jenis ini cenderung lebih mudah dihilangkan dari batubara. Sedangkan air kelengasan terikat secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara.
Semakin besar kadar air kelengasan dalam batubara, maka kualitas batubara akan semakin rendah.
2.
Abu (ash)
Abu yang terdapat dalam batubara pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu mineral matter bawaan (inherent mineral matter) dan mineral matter dari luar batubara (extraneous mineral matter). Inherent mineral matter merupakan mineral pengotor yang berasal dari tumbuhan asal pembentukan batubara. Abu jenis ini tidak dapat dihilangkan karena terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara. Sedangkan extraneous mineral matter terjadi pada saat terambil waktu penambangan ( parting).
3.
Zat terbang ( volatile matter ) Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti H 2O, CO, CH4, dan uap-uap yang mengembun seperti Tar, CO 2, dan H2O. Semakin rendah kadar zat terbang, maka semakin tinggi kualitas batubaranya.
4.
Karbon padat ( fixed carbon)
Karbon padat ialah karbon yang terdapat pada batubara dalam bentuk zat padat. Semakin tinggi kadar karbon padat, maka semakin tinggi pula kualitas batubaranya.
Kualitas batubara PT. Tanjung Alam Jaya dapat dilihat pada tabel 2.4.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Tabel 2.3
Kualitas Batubara Rata-Rata PT. Tanjung Alam Jaya
Parameter
Nilai
Total Moisture, %
5,5
Inherent Moisture, %
4,0
Ash, %
6,5
Volatile Matter, %
40,0
Fixed Carbon, %
47,8
Total Sulphur, %
1.26
Calorivic Value, kal
6700 (adb)
Hardgove Grindability Index (HGI)
2.6.
38
Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Tanjung Alam Jaya terdiri
atas beberapa tahap yaitu:
2.6.1. Pembersihan Lahan ( Land Clearing)
Pembersihan lahan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk
mempersiapkan medan kerja yang baik untuk kegiatan penambangan. Kegiatan pembersihan lahan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer Komatsu D85SS- 2 untuk membersihkan lahan, semak-semak dan pohon besar. Untuk pepohonan yang besar, penanganannya dipisahkan dari semak-semak dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan selanjutnya lebih mudah.
2.6.2. Pengupasan Lapisan Penutup : Top Soil dan Overburden
Setelah dilakukan land clearing proses berikutnya adalah pengupasan lapisan tanah penutup ( top soil) dengan tebal 30-100 cm, top soil ini kaya akan unsur hara (humus). Kegiatan penggusuran dikerjakan dengan bulldozer Komatsu D85SS-2, dan kemudian dipindahkan ke tempat tertentu yang nantinya akan digunakan kembali
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
untuk reklamasi pada lahan bekas tambang. Tempat penumpukan top soil ini dipisahkan dengan tempat penumpukan sub soil. Pada areal tertentu yang lapisan top soil nya tipis penangananya dilakukan sekaligus dengan sub soil, yaitu dengan
ditimbun dan ditempatkan bersamaan, hal ini dapat juga disebabkan karena medan kerja yang sulit (misalnya untuk daerah yang curam dan terjal) sehingga untuk memudahkan pekerjaan, top soil dan sub soil dipindahkan secara bersamaan tanpa membedakannya.
Penanganan tanah penutup berupa top soil dan sub soil berbeda dengan
penanganan lapisan tanah penutup ( overburden ), yang terdiri dari siltstone dan claystone . Lapisan tanah penutup ditangani dengan tiga metode, yaitu:
1. Dirrect Digging
PT. Tanjung Alam Jaya melakukan penggalian lapisan top soil menggunakan beberapa alat mekanis seperti back hoe Komatsu PC1250 ex-1005, back hoe Komatsu PC1250 ex-1018, back hoe Komatsu PC1250 ex-1027, dan back hoe Komatsu PC750.
Gambar 2.3 Pengupasan Top Soil
2. Ripping dan Dozing
Untuk overburden yang agak keras, maka dilakukan dahulu penggaruan (ripping) dengan menggunakan Giant Ripper Variable Type, kemudian dilakukan penggusuran material dengan bulldozer Komatsu D85SS-2 untuk menyelesaikan pekerjaan ini.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Gambar 2.4
Kegiatan Penggaruan (Ripping) Overburden
3. Pemboran dan peledakan (drilling and blasting)
Untuk overburden yang keras , dalam pembongkarannya menggunakan cara pemboran dan peledakan. Pemboran dilakukan terlebih dahulu untuk membuat lubang ledak, selanjutnya baru dilakukan peledakan.
a. Pemboran (drilling blast holes )
Kegiatan pemboran ini bertujuan untuk membuat lubang ledak untuk
peledakan yang menggunakan pola staggered pattern . Alat bor yang digunakan adalah Atlas Copco D-25KS yang termasuk jenis rotary drill .
Batang bor yang digunakan memiliki diameter 6” dan panjang 9 m. Di bawah batang bor terdapat sebuah bit sub dengan panjang 1 m, sehingga alat bor mampu melakukan pengeboran mencapai kedalaman 9 m. Sedangkan mata bor (drill bit) yang digunakan merupakan mata bor jenis tricone bit dengan tipe RB30J. Diameter mata bor yang dipakai adalah 6,73 “ (171 mm).
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Gambar 2.5
Kegiatan Pemboran
b. Peledakan ( blasting )
Di PT. Tanjung Alam Jaya, peledakan mengikuti pola perjenjangan ( bench
blasting ). Peledakan jenjang adalah peledakan yang memakai lubang bor tegak yang
diatur dalam satu baris atau beberapa baris yang sejajar ke arah bidang bebas ( free
face). Peledakan di PT. Tanjung Alam Jaya umumnya menggunakan material stemming hasil cutting dari kegiatan pemboran.
4. Pemuatan dan Pengangkutan Lapisan Tanah Penutup
Pemuatan lapisan tanah penutup di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan
alat muat back hoe Komatsu PC 1250 SP ( ex 1005, ex 1006, ex 1009) dan back hoe Komatsu PC 750.
Pengangkutan lapisan tanah penutup dilakukan dari front penambangan ke disposal dengan jarak angkut rata-rata 800 m menggunakan dump truck Komatsu HD 465. Jumlah dump truck yang digunakan disesuaikan dengan jarak angkut dan kondisi
jalan yang relatif hampir sama.
2.6.3. Pembongkaran dan Pemuatan Batubara Pembongkaran batubara di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan alat mekanis yaitu back hoe Komatsu PC 300 (ex 307, ex 311, ex 314) sedangkan back hoe Komatsu PC 200 digunakan untuk cleaning coal yaitu kegiatan membersihkan
batubara dari material pengotor, sedangkan untuk pengangkutan batubara dilakukan dari front penambangan ke stockpile dengan jarak jalan angkut sekitar 5-6 km menggunakan tronton hino fm 260 ps (22-25 ton) dengan jumlah truck yang digunakan untuk pengangkutan batubara sebanyak 5-10 unit per pit.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 2.7.
Pengolahan Batubara
Sebelum memasuki proses pengolahan terlebih dahulu truck hauling
memasuki jembatan penimbangan untuk mengetahui dan menghitung tonase batubara yang di angkut dari front penambangan.
Proses peremukan batubara diawali pencurahan batubara hasil penambangan
dengan ukuran rata-rata 600 mm kedalam hopper , dengan menggunakan wheel 3
loader tipe Komatsu WA 500 dengan kapasitas mangkuk sebesar 6 m .
Batubara yang berada pada hopper akan diumpankan oleh alat pengumpan
jenis vibrating grizzly menuju alat peremuk pertama jenis double roll crusher yang menghasilkan produk batubara berukuran -150 mm. Selanjutnya produk batubara dialirkan dengan belt conveyor BC-1 menuju vibrating screen. Batubara yang lolos ayakan menuju belt conveyor BC-2 dan diteruskan ke radial stacker conveyor , yang tidak lolos ayakan menuju ke alat peremuk kedua jenis double roll crusher .
Batubara yang telah direduksi menjadi ukuran -50 mm, kemudian dialirkan
dengan radial stacker conveyor menuju coal crushed stockpile. Produk batubara dari hasil crusher tadi yang telah dilakukan pencampuran ( blending ) kemudian diambil sampel untuk dianalisa kualitasnya oleh PT. Sucofindo.
2.8. Pengapalan
Produk batubara yang telah diremukkan ukurannya menjadi -50 mm diangkut
ke pelabuhan ( port ) menggunakan dump truck jenis tronton dengan kapasitas bak truck 25 – 30 ton dan selanjutnya dipindahkan ke kapal tongkang dengan kapasitas
5000-8000 ton menggunakan Barge Loading Conveyor. Proses pengisian ke dari Barge Loading Conveyor ke tongkang selama 8 - 9 jam pengisian.
BAB III DASAR TEORI
Peremukan batu pada prinsipnya bertujuan mereduksi material untuk
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
memperoleh ukuran butir tertentu melalui alat peremuk dan pengayakan. Dalam memperkecil ukuran pada umumnya dilakukan dengan 3 tahap (Currie, 1973), yaitu : 1)
Primary Crushing
Merupakan peremukan tahap pertama, alat peremuk yang biasanya digunakan pada tahap ini adalah Jaw Crusher dan Gyratory Crusher . Umpan material yang digunakan biasanya berasal dari hasil penambangan dengan ukuran berkisar 1500 mm, dengan ukuran setting antara 30 mm sampai 100 mm. Ukuran terbesar dari produk peremukan material tahap pertama biasanya kurang dari 200 mm.
2)
Secondary Crushing
Merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk yang digunakan adalah Jaw Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran kecil, Cone Crusher, Hammer
Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar 150 mm, dengan ukuran antara
12,5 mm sampai 25,4 mm. Produk terbesar yang dihasilkan adalah 75 mm.
3)
Fine Crushing
Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills dan Ring Mills. Umpan material yang biasanya digunakan kurang dari 25,4 mm.
3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peremukan
Faktor-faktor yang mempengaruhi peremukan oleh Roll Crusher antara lain :
1). Kuat tekan batuan Ketahanan batuan dipengaruhi oleh keterepasan ( friability) dan kerapuhan (brittlenes ) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral yang sangat halus biasanya lebih tahan dari pada batuan yang berstruktur kasar. 2). Ukuran umpan material batuan Ukuran umpan material batuan
untuk mencapai produk yang baik pada
peremukan adalah kurang dari 85 % dari ukuran bukaan dari alat peremuk.
3). Reduction Ratio Nisbah reduksi ( Reduction ratio) sangat menentukan keberhasilan suatu peremukan, karena besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh kemampuan alat peremuk untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk. Untuk itu harus dilakukan pengamatan terhadap tebal material umpan maupun tebal material
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P produk.
Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan ukuran
terbesar produk. Pada primary crushing besarnya reduction ratio adalah 4 – 7 dan pada secondary crushing besarnya reduction ratio adalah 7 – 20 (Curie,1973). Besarnya reduction ratio merupakan batasan agar kerja alat efektif. RL =
...................................................................................................(3.1)
dimana :
RL = limiting reduction ratio tF = tebal umpan (cm)
tP = tebal produk (cm) wF = lebar umpan (cm)
wP = lebar produk (cm)
Selain faktor – faktor di atas, faktor yang berpengaruh juga terhadap peremukan
adalah cuaca, karena apabila hujan maka batubara pada ban berjalan akan tergelincir sehingga kegiatan peremukan bisa berhenti serta peremukan material batuan akan lebih lambat.
3.2. Peralatan pada Unit Peremuk 3.2.1. Hopper
Hopper merupakan salah satu alat bantu dari unit peremuk yang berfungsi
sebagai tempat penampungan sementara dari material umpan batuan, selanjutnya material tersebut diumpankan ke alat peremuk oleh alat pengumpan feeder . Hopper ini terbuat dari beton yang dilapisi oleh lembaran baja pada dinding-
dindingnya dengan tujuan agar terhindar dari keausan akibat gesekan dan benturan dinding dengan material.
Kapasitas hopper dihitung dengan rumus berdasarkan volume trapesium yang terpancung, yaitu : Vh=
1 3
t L atas L bawah L atas x L bawah ………..…………..…(3.2)
Setelah volume hopper diketahui, maka kapasitas hopper tersebut adalah :
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
K = V h x Bi …………………….…………………………………....….(3.3) Di mana :
K = Kapasitas hopper (ton) 3
Vh = Volume hopper (m )
3
Bi = Bobot isi material berai (ton/m )
3.2.2 Pengumpan ( Feeder)
Feeder adalah alat pengumpan material dari hopper ataupun dari ROM ke
unit peremuk atau ke atas belt conveyor dengan kecepatan konstan.
Penggunaan alat pengumpan bertujuan agar proses pengumpanan dari hopper menuju ke alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang konstan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan batubara atau tidak ada umpan di dalam hopper ataupun pada alat peremuk.
3.2.2.1. Bentuk – Bentuk Pengumpan ( Feeder )
Macam – macam feeder yang sering digunakan dalam industri pertambangan
batubara antara lain : 1.
Apron Feeder, pengumpan yang berupa lembaran baja, masing-masing
dihubungkan oleh roller chain (rantai berputar), feeder ini dirancang untuk memindahkan material yang berat dan besar dari hooper menuju ban berjalan atau ke unit peremuk.
2.
Vibrating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang didesain untuk
memisahkan batubara dari debu-debu halus hasil penambangan. Pengumpan tipe ini terdiri dari lembaran baja bergelombang dengan jarak tertentu, cara kerjanya adalah berdasarkan getaran yang ditimbulkan oleh motor penggerak.
3.
Belt Feeder,merupakan pengumpan yang terdiri dari belt (sabuk) karet yang
dihubungkan dengan pulley seperti pada belt conveyor. 4.
Reciprocating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang cara kerjanya adalah
mendorong material yang ada di dalam hopper dengan kecepatan teratur, pengumpan tipe ini terdiri dari alat pendorong yang terletak pada rel (jalur)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
yang dapat bergerak maju mundur secara teratur. Pengumpan ini biasanya dipakai pada alat peremuk sekunder.
5.
Chain Curtain Feeder/Ross Feeder adalah pengumpan yang menggunakan
rantai yang menjulur di bawah hopper yang ditahan oleh lembaran baja, fungsinya adalah mengontrol pengumpanan pada alat peremuk primer dengan efek berat dari rantai tersebut.
6.
Grizzly Feeder, pengumpan yang dirancang untuk memindahkan material
yang cara kerjanya lebih selektif, dimana material yang lolos ( undersize) langsung masuk ban berjalan sedangkan yang tidak lolos ( oversize) akan masuk ke alat peremuk.
Gambar 3.1
Grizzly feeder
7.
Chain and Flight Feeder, adalah pengumpan yang terdiri dari rangkaian flight
(batangan baja) dengan ketebalan tertentu dan jarak tertentu yang berfungsi sebagai pendorong material menuju alat peremuk. Flight (batangan baja) tersebut dihubungkan dengan rangkaian rantai ( chain) serta lantai yang berupa lembaran baja sebagai penahan material ( plate).
3.2.2.2. Perhitungan Kapasitas Teoritis Pengumpan ( Feeder) Kapasitas teoritis pengumpan ( feeder ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan CEMA ( Conveyor Equipment Manufactures Association ), Belt Conveyor For Bulk Materials, second edition 1979 ) sebagai berikut :
Q
= V x T x L x d x 60 ………………………………………………….…(3.4)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Dimana :
Q
= Kapasitas feeder , ton/jam
V
= Kecepatan angkut feeder , m/menit
T
= Tinggi tumpukan material di atas feeder , m
L
= Lebar feeder , m
d
= Densitas lepas material, ton/m
3
3.2.3. Alat Peremuk
Pada unit peremuk batubara jenis alat peremuk yang biasa digunakan antara
lain : Rotary Breaker, Roll Crusher, Hammer Mill atau Impact Breaker (Mc.Nally,1979).
1. Rotary Breaker adalah tabung yang dilengkapi dengan lubang-lubang dengan ukuran tertentu yang sekaligus berfungsi sebagai screen, digerakkan oleh suatu motor penggerak, biasanya mempunyai kecepatan rendah. Cara kerja rotary breaker adalah perputaran rotary breker itu memberikan efek benturan
pada material yang berada di dalamnya (baik dengan dinding rotary breaker maupun dengan material itu sendiri). Batubara yang telah hancur akan lolos pada lubang-lubang screen tersebut sedangkan batubara yang tidak lolos akan mengalami proses penghancuran kembali. Pengumpanan dilakukan dengan memasukkan material batubara dari satu sisi tabung.
2. Roll Crusher/Roll Breaker adalah roll (tabung) yang pada peremukannya memiliki gigi runcing ( pick breaker). Cara kerjanya adalah kombinasi antara tekanan ( compression ) dan membelah ( shear). Sledging rolls dapat berupa single atau double roll crusher. Tipe roll crusher ini terdiri dari roll (tabung)
yang dilengkapi pick breaker, yang dihubungkan dengan fly wheel yang terhubung dengan mesin penggerak. Roll crusher mampu menangani umpan batubara hasil tambang dan mereduksinya sampai berukuran 2 inchi.
3. Double roll crusher, permukaan dari roll (tabung) berupa permukaan berpola / bertekstur ( pattern surface) atau permukaan bergigi ( toothed) untuk batubara. Alat ini terdiri dari dua buah silinder dan masing-masing dihubungkan pada as (poros) sendiri-sendiri (gambar 3.2).
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Gambar 3.2 Double Roll Crusher
4. Hammer Mill/Impact Breaker adalah alat peremuk yang berupa rotor yang dilengkapi hammer. Cara kerjanya adalah umpan yang masuk mengalami putaran yang dilakukan rotor dan hammer dan sebagai media penghancurnya adalah breaker plate. Batubara yang telah terhancurkan akan melewati grade bar (batangan baja yang berfungsi sebagai screen ) sebagai produk sedangkan
yang tidak lolos akan kembali mengalami proses penghancuran.
3.2.4 Ban Berjalan (Belt Conveyor)
Ban berjalan ( belt conveyor ) adalah suatu alat angkut material yang berupa
karet dan dapat bekerja secara kesinambungan pada kemiringan tertentu maupun mendatar (CEMA, CBI Publishing Co.Inc, Second Edition, 1979). Sabuk dibuat dengan menyatukan beberapa jenis anyaman kapas, atau nilon, rayon, dan kabel baja, menjadi kontruksi tulangan yang memberikan kekuatan untuk menahan tarikan dalam sabuk. Lapisan itu ditutup dengan perekat yang terbuat dari karet yang kemudian menggabungkannya menjadi struktur yang menyatu (Peurifoy, 1988). Sabuk berjalan digerakkan oleh motor penggerak yang dipasang pada head
pulley. Sabuk akan kembali ke tempat semula karena dibelokkan oleh pulley awal
dan pulley akhir. Material yang didistribusikan melalui pengumpan akan dibawa oleh sabuk berjalan dan berakhir pada head pulley. Pada saat proses kerja di unit peremuk dimulai, sabuk berjalan harus bergerak terlebih dahulu sebelum alat peremuk bekerja. Hal ini
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P bertujuan mencegah terjadinya kelebihan muatan pada sabuk.
Pemakaian sabuk berjalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : sifat fisik,
keadaan material, jarak pengangkutan, dan produksi. a.
Sifat Fisik dan Kondisi Material Batuan
Kemampuan sabuk berjalan dalam mengangkut material sangat berhubungan dengan material yang diangkutnya.
Kondisi material tersebut antara lain : Ukuran dan bentuk material
Sabuk berjalan dapat digunakan untuk mengangkut material yang mempunyai ukuran tidak terlalu besar. Hal ini disesuaikan dengan bentuk sabuk berjalan yang mempunyai penampang melintang yang kecil. Ukuran material yang kecil akan memudahkan dalam pengangkutan dan tidak mudah tumpah keluar dari sabuk. Agar memenuhi persyaratan tersebut maka material hasil penambangan perlu diperkecil ukurannya.
Kandungan air
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi kondisi sabuk berjalan. Material dengan kandungan air tinggi tidak dapat diangkut dengan sabuk berjalan yang memiliki kemiringan besar. Sebaliknya bila kandungan air terlalu sedikit, maka material yang terlalu kecil akan beterbangan.
Agar kandungan air tetap tidak bertambah yang diakibatkan oleh adanya air hujan, maka sabuk berjalan harus dilengkapi dengan penutup, sehingga dengan demikian kandungan air tetap.
Komposisi material Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi juga tersisipi oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material besar, tanah akan menjadi lengket. Apabila kondisi demikian maka dapat menyebabkan
material lengket atau menempel pada return idler , sehingga jalannya sabuk akan bergelombang dan daya motor akan semakin bertambah besar. b. Keadaan Topografi Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan sabuk berjalan. Daerah dengan karakteristik berbukit-bukit dimana kemiringan pada daerah tersebut
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
cukup besar, maka dibandingkan dengan penggunaan lori atau truck dalam mengangkut material, sabuk berjalan lebih memungkinkan untuk digunakan karena dalam mengatasi kemiringan kemampuan sabuk berjalan lebih besar, yaitu dapat mencapai 30% - 35%. Hal ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan suatu alat angkut.
c.
Jarak Pengangkutan
Sabuk berjalan dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat maupun
jarak jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh sabuk berjalan dibuat dalam beberapa unit.
Hasil kerja pengangkutan material dengan sabuk berjalan berlangsung berkesinambungan, sehingga dengan demikian dapat menghasilkan produksi sabuk berjalan yang besar, tetapi jika pada suatu saat sabuk berjalan mengalami kerusakan, maka produksi akan menjadi sangat menurun atau bahkan tidak bisa berproduksi sama sekali. Dengan demikian pertimbangan terhadap kemungkinan ini perlu dilakukan dalam penggunaan sabuk berjalan.
3.2.4.1. Bagian-bagian Sabuk Berjalan (Belt Conveyor)
Sabuk berjalan (Gambar 3.3.) terdiri dari ban yang menggelindingi roda gerak
awal dan roda gerak ujung yang menghampar di atas roll.
Bagian-bagian terpenting dari sabuk berjalan dapat dibagi kedalam dua
kelompok bagian, yaitu: a.
Bagian-bagian yang bergerak 1. Pulley adalah suatu roll atau silinder yang berputar pada sumbunya dan terletak pada ujung dari rangka sabuk berjalan. 2. Sabuk atau ban, berfungsi untuk membawa material
yang diangkut dari
suatu tempat ke tempat lain. Sabuk tersebut terbuat dari campuran karet dan beberapa lapis tenunan benang kapas ( ply).
3. Motor Penggerak ( Drive Unit ), berfungsi untuk menggerakkan drive pulley dan biasanya dilengkapi dengan sistem perpindahan roda gigi. 4. Idler , berfungsi untuk menahan dan menyangga sabuk. Pemilihan terhadap diameter, ukuran bearing dan shaft mendasarkan pada : perawatan, kondisi operasi, muatan , serta kecepatan ban.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P b. Bagian-bagian Yang Tetap
1. Kerangka ( frame), berfungsi untuk menyangga rangkaian
sabuk sehingga
muatan dapat diangkut dengan aman.
2. Penegang ( Take-Up), berfungsi untuk membentuk sabuk sehingga muatan diatas idler dapat berjalan dengan baik serta untuk menghindari terjadinya selip antara ban dengan pulley penggerak
3. Centering device, berfungsi untuk mencegah agar sbuk tidak meleset dari roller sehingga sabuk tetap berjalan pada alur alur dengan baik..
4. Loading Skirt, digunakan untuk mencegah muatan jangan sampai tercecer pada loading point.
5. Belt Cleaner atau Scraper, digunakanuntuk membersihkan material lengket yang menempel pada sabuk dan dipasangkan pada permukaan sabuk setelah head pulley.
6. Chute atau Corong, adalah alat yang digunakan untuk menumpahkan material dan mengarahkan ke tempat tertentu.
Gambar 3.3 Bagian-bagian Sabuk Berjalan
3.2.4.2. Kapasitas Produksi Teoritis Sabuk Berjalan ( Belt Conveyor) Kapasitas teoritis sabuk berjalan sangat dipengaruhi oleh luas penampang melintang material yang terangkut sabuk berajalan, kecepatan sabuk berjalan, dan bobot isi material yang terangkut.Luas penampang melintang akan tergantung pada lebar sabuk, dalamnya cekungan sabuk, sudut lereng alam ( angle of repose)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
material terangkut dan sejauh mana sabuk itu mampu dimuati sampai batas kemampuannya, sedangkan sudut lereng alami material diatas sabuk berjalan dipengaruhi oleh jenis dan kondisi material yang diangkut.
Dengan mengetahui luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan
maka kapasitas teoritis dari sabuk berjalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
A = K (0,9 B – 0,05)2……………………………………………...…..….(3.5)
Dimana :
3
A
= luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan (m )
K
= koefisien dari luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan, dimana harganya tergantung dari harga trrough of angle () dan harga angle of repose ().
B
= Lebar sabuk berjalan (m)
Harga koefisien luas penampang (K) melintang pada sabuk berjalan dapat dilihat dalam tabel 3.1.
Kapasitas teoritis sabuk berjalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Reference book, Kurimoto. Ltd Crushing and Screening) :
Qt = 60 x A x V x Bi x S ……………………………………...………..………..(3.6) Dimana : 3
Qt = Kapasitas teoritis sabuk berjalan (m /jam) 3
A = Luas penampang muatan di atas sabuk berjalan (m ) V = Kecepatan sabuk berjalan (m/menit) 3
Bi = Bobot isi material (ton/m ) S
= Koefisien pengaruh kemiringan sabuk
3.2.4.3. Kapasitas Produksi Nyata Sabuk Berjalan ( Belt Conveyor) Rumus umum yang digunakan dalam menghitung kapasitas produksi nyata adalah (Reference book, Kurimoto. Ltd Crushing and Grinding) :
P
60 x V x G
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 1.000 x L
………………………………………………………...…..(3.7) dimana : P
= Produksi nyata sabuk berjalan (ton/jam)
V = Kecepatan sabuk berjalan (m/menit) G = Berat material conto (kg)
L = Panjang pengambilan conto pada sabuk (m) Tabel 3.1.
Luas penampang melintang material pada sabuk berjalan
o
30
Trough of angle ()
o
o
o
10
20
30
400
1,20
1,43
1,69
450
1,57
1,86
2,22
500
2,10
2,50
2,96
600
1,00
3,57
4,22
750
4,88
5,81
6,87
900
7,21
8,60
10,14
1050
10,04
11,92
14,08
1200
13,24
15,79
18,64
1400
18,27
21,79
25,76
1600
24,11
28,75
33,94
1800
30,76
36,68
43,31
2000
38,22
45,57
53,81
Constan (K)
0,1248
0,1488
0,1757
Angle of repose ()
Lebar sabuk berjalan (mm)
Keterangan :
= Angle of repose = Trough ofangle
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Gambar 3.4
Tumpukan material pada ban berjalan
3.2.4.4. Sudut Kemiringan Sabuk Berjalan (Belt Conveyor)
Bila sabuk berjalan dipakai untuk mengangkut material dengan kemiringan
tertentu maka sudut kemiringan maksimumnya tergantung dari : a.
Bentu Bentuk k materi material, al, bentuk bentuk yang yang cenderu cenderung ng mudah mudah mengg menggeli elindi nding, ng, maka maka o
o
hanya bisa diangkut dengan sudut-sudut kecil, yaitu 10 – 12 – 12 .
b.
Kesina Kesinambu mbunga ngan n aliran aliran umpan, umpan, umpan umpan yang yang berkes berkesina inambu mbunga ngan n akan akan menyebabkan penggumpalan atau penutupan pada ujung bawah sabuk, sehingga memperbesar kemungkinan meluncurnya material.
c.
Ukuran Ukuran butir, butir, ukuran ukuran seragam seragam akan lebih mudah mudah menggeli menggelincir. ncir.
d.
Kandun Kandunga gan n air, air, bila terlalu terlalu banyak banyak akan akan menye menyebab babkan kan materi material al mudah mudah meluncur.
3.3. Kesediaan Alat Peremuk
Ada Ada bebe bebera rapa pa peng penger ertia tian n yang yang dapa dapatt menu menunj njuk ukka kan n kead keadaa aan n pera perala lata taan an
sesungguhnya dan efektifitas pengoperasiannya (Partanto, 1993), antara lain : a.
Mechanical Mechanical Availability (MA) Mechanical Mechanical Availability Availability adal adalah ah suat suatu u cara cara untu untuk k meng menget etah ahui ui kond kondisi isi
peralatan yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan. Persamaannya dalah : MA
W W R
x 100 % …………………………………..…………(3.8)
dimana : W=
Jumlah Jumlah jam kerja, kerja, yaitu yaitu waktu waktu yang dibeba dibebanka nkan n kepada kepada suatu suatu alat yang yang dalam dalam kondis kondisii yang yang dapat dapat diope dioperas rasika ikan, n, artiny artinyaa tidak tidak rusak. rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan ( delay time) yang ada.
R=
Jum Jumlah lah jam jam untuk perbaikan dan waktu yang ang hila ilang karen rena
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
menunggu menunggu saat perbaikan perbaikan termasuk termasuk juga waktu waktu untuk penyediaan penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan prefentif.
b.
Physical Availability Availability (PA)
Physical Availability Availability adalah adalah catatan catatan ketersedi ketersediaan aan mengenai mengenai keadaan keadaan fisik
dari alat yang sedang dipergunakan.
Persamaannyaa dalah : W S
PA
W R S dimana : S
x 100 % ……………………………….………….(3.9)
= Jumlah Jumlah jam sua suatu tu alat alat yang yang tidak tidak dapat dapat dipe dipergu rgunak nakan, an, akan akan tetapi tetapi alat tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan .
c.
Use of Availability (UA)
Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan suatu ukuran seberapa baik pengelolaan pemakaian peralatan.
Persamaannya adalah : UA
d.
W
W S
x 100 % ………………………………………………(3.10)
Effective Effective Utilization (Eut)
Effective Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen dari
selur seluruh uh waktu waktu kerja kerja yang yang tersed tersedia ia yang yang dapat dapat dimanf dimanfaa aatka tkan n untuk untuk kerja kerja produktif. Persamaannya adalah : Eut
W W R S
x 100 %
...…………………………………(3.11)
3.4. Efektifitas Penggunaan Peralatan Efektif Efektifita itass alat alat perem peremuk uk berhub berhubung ungan an denga dengan n produk produksi si yang yang dihas dihasilk ilkan an dari dari peral peralata atan n terseb tersebut. ut. Efektif Efektifita itass diguna digunakan kan untuk untuk menge mengetah tahui ui sampa sampaii sejau sejauh h mana mana tingkat tingkat pengguna penggunaan an dan kemampua kemampuan n yang dicapai peralatan peralatan tersebut yaitu dengan membandingkan antara kapasitas yang dicapai saat ini dengan kapasitas desainnya
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P dan dinyatakan dalam persen.
Perhitungan efektifitas pemakaian peralatan menggunakan persamaan :
Ep =
x 100% ……………………………………………(3.12)
BAB IV PRODUKSI PEREMUK BATUBARA PADA UNIT PEREMUK BATUBARA PT. TANJUNG ALAM JAYA
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Proses peremukan batubara yang dioperasikan oleh PT, Tanjung Alam Jaya
bertujuan untuk menghasilkan produk batubara yang
sesuai dengan permintaan
konsumen. Produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya saat ini dipasarkan ke luar negeri, seperti Jepang, Korea, Filipina, Malaysia, dan India. Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah sebesar 4.706 ton perhari dengan waktu operasi yang tersedia 20 jam perhari, sedangkan produksi nyata saat ini adalah sebesar 3.063 ton per hari.
4.1. Proses Peremukan Batubara
Proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya
dilakukan dalam dua tahap peremukan yaitu peremukan pertama yang menghasilkan produk batubara berukuran -150 mm dan peremukan kedua dengan produk batubara berukuran -50 mm. Proses peremukan batubara diawali dengan pencurahan batubara hasil penambangan dengan ukuran rata-rata 600 mm yang diangkut dengan
menggunakan wheel loader ke dalam hopper . Wheel loader yang digunakan tipe 3
Komatsu WA 500 dengan kapasitas bucket sebesar 6 m .
Batubara yang berada pada hopper akan diumpankan oleh alat pengumpan
jenis vibrating grizzly feeder menuju alat peremuk pertama ( primary crusher ) jenis double roll crusher menghasilkan produk batubara berukuran -150 mm, selanjutnya
produk batubara dialirkan dengan belt conveyor BC-1 menuju vibrating screen dengan lubang bukaan 50 mm. Batubara yang lolos ayakan menuju belt conveyor BC-2, sedangkan yang tidak lolos ayakan menuju ke alat peremuk kedua ( secondary crusher ) jenis double roll crusher . Di sini batubara direduksi menjadi ukuran -50
mm, kemudian dialirkan dengan belt conveyor menuju coal crushed stockpile. Diagram alir proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu dapat dilihat pada gambar 4.1.
ROM
Umpan 236 tpj
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P HOPPER 600 mm
Undersize
VIBRATING GRIZZLY FEEDER
-150 mm
Kapasitas 300 tpj ( ef 78,66%)
150 mm
Oversize
-600 +150 mm
PRIMARY CRUSHER 150 mm
Belt Conveyor BC-1
VIBRATING SCREEN 50 mm ; 236 ton (ef 78,66%)
236 tton
Undersize -50 mm
Oversize ; 188,86 ton
SECONDARY CRUSHER
50 mm ( eff 62,95%)
Belt Conveyor BC-2
Belt Conveyor BC-3
Radial Stacker
PRODUK
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Peremukan Batubara PT. Tanjung Alam Jaya
4.2. Peralatan – Peralatan Proses Peremukan Proses peremukan batubara pada unit peremuk batubara didukung oleh peralatan mekanis yang terangkai menjadi satu rangkaian peralatan yang saling berhubungan dalam operasi tersebut. Secara umum peralatan peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya adalah sebagai berikut : hopper ,
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
pengumpan ( feeder ), alat peremuk ( crusher ), dan alat pencurah batubara ( radial stacker conveyor ) dengan penjelasan sebagai berikut :
4.2.1. Hopper
Hopper adalah alat pelengkap pada rangkaian unit peremuk yang berfungsi
sebagai tempat penerima material umpan yang berasal dari lokasi penambangan sebelum material tersebut masuk ke dalam alat peremuk. Hopper terbuat dari
lembaran-lembaran baja yang digabungkan dengan cara pengelasan, sehingga tahan terhadap gesekan dan benturan dengan bongkah batubara. Hopper yang digunakan 3
pada unit peremuk PT.Tanjung Alam Jaya mempunyai volume 26,23 m . spesifikasi teknis hopper dapat dilihat pada lampiran B.
4.2.2. Pengumpan ( Feeder)
Feeder adalah alat yang berfungsi untuk mengumpankan batubara pada
hopper menuju alat peremuk. Pengumpan yang digunakan adalah vibrating grizzly
feeder yang mempunyai kapasitas desain 300 ton/jam dengan lubang bukaan 150
mm, terdiri dari rangkaian batangan baja berbentuk balok panjang dengan dimensi panjang 5500 mm, lebar 1300 mm.
Cara kerja alat ini adalah mengumpan batubara yang berada di hopper ke alat
peremuk,dimana batubara yang berada di atas feeder masuk ke roll crusher karena getaran dari feeder . Spesifikasi teknik feeder dapat dilihat pada lampiran C.
4.2.3. Alat Peremuk (Crusher) Alat peremuk yang digunakan pada proses pengecilan ukuran batubara di unit peremukan batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah double roll crusher. Double roll crusher merupakan alat peremuk yang terdiri dari dua buah roll yang masing-masing
dihubungkan dengan as (poros). Roll pada alat peremuk pertama (primary crusher),
memiliki dimensi panjang 1.500 mm, diameter 1092 mm, permukaan dilengkapi dengan gigi runcing ( chiesel tooth) yang mempunyai panjang 165 mm. Umpan dari peremuk pertama adalah oversize dari vibrating grizzly feeder yaitu batubara dengan ukuran +150. Setting yang ditetapkan untuk alat peremuk ini adalah 150 mm dengan kapasitas desain sebesar 300 ton/jam. Spesifikasi teknis alat-alat tersebut dapat
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P dilihat pada lampiran D.
Roll pada peremuk kedua ( secondary crusher ), memiliki dimensi panjang
800 cm, diameter 584 mm, permukaan dilengkapi dengan gigi runcing ( chiesel tooth) yang mempunyai panjang 60 mm. Umpan dari peremuk kedua adalah oversize dari vibrating screen yaitu batubara dengan ukuran -150 +50. Setting yang ditetapkan
untuk alat peremuk ini adalah 50 mm dengan kapasitas desain sebesar 300 ton/jam (lampiran F).
4.2.4. Vibrating Screen
Umpan yang masuk ke vibrating screen berasal dari undersize vibrating
grizzly feeder dan produk primary crusher dengan ukuran -150 mm. Rangkaian vibrating screen mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam. ukuran lubang bukaan
untuk vibrating screen adalah 50 mm. Spesifikasi teknis vibrating screen tersebut dapat dilihat pada lampiran E.
4.2.5. Belt Conveyor
Belt conveyor sebagai salah satu bagian dari alat transportasi, digunakan
untuk mengangkut material yang lolos dari ayakan getar dan produk dari peremuk kedua ke radial stacker (Lampiran G).
4.3. Distribusi Ukuran
Distribusi ukuran umpan batubara pada vibrating grizzly feeder dapat diketahui dengan melakukan pengambilan conto pada material yang masuk ke hooper yaitu diambil dari ROM stockpile. Sedangkan untuk mengetahui distribusi produk batubara vibrating grizzly feeder yang sekaligus menjadi material umpan untuk primary crusher dilakukan dengan pengambilan
conto pada material umpan dari ROM.
Untuk umpan secondary crusher , pengambilan conto dilakukan pada produk primary
crusher sekaligus undersize dari vibrating grizzly feeder . Untuk produk dari secondary crusher , pengambilan conto dilakukan pada stockpile. Berdasarkan data
tersebut, didapatkan distribusi umpan sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi ukuran umpan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Ukuran umpan(mm)
% berat
% kumulatif
-700 +600
18,4
100
-600 +300
25,1
81,6
-300 +150
22,1
56,5
-150 + 100
19,8
34,4
-100
14,6
14,6
Tabel 4.2
Distribusi ukuran produk peremuk pertama dan undersize vibrating grizzly feeder (umpan vibrating screen) ( setting 150 mm)
Ukuran Produk (mm) -300 +150 -150 + 100 -100 + 50
% berat 19,7 24,4 25,5
%kumulatif 100 80,3 55,9
-50 + 32 -32
20,6 9,9
30,4 9,9
Tabel 4.3
Ditribusi ukuran produk akhir unit peremuk ( setting 50 mm) Ukuran Produk (mm)
% berat
%kumulatif
-100+50
21,3
100
-50 + 32 -32 + 10
37,8 20,8
78,7 40,9
-10 + 2 -2
12,6 7,5
20,1 7,5
4.4. Kesediaan Alat Pada Unit Peremuk Untuk mengetahui kondisi baik secara fisik, mekanis, kesediaan penggunaan, dan penggunaan efektif dari peralatan yang digunakan pada unit peremuk batubara maka perlu diketahui kesediaan alatnya. Alat yang digunakan antara lain adalah peremuk pertama , ayakan getar, peremuk
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P kedua, dan ban berjalan .
Untuk mengetahui kondisi dari alat-alat tersebut maka dihitung nilai kesediaan
alatnya (Lampiran L ).
Kesediaan alat pada unit peremuk batubara mempunyai nilai Mechanical
Availability (MA) 76,62%, Phisycal Availability (PA) 79,63 %, Use of Availability
(UA) 81,55 %, dan Effective Utilization (Eut) 64,94 %
4.5.
Kapasitas Nyata Unit Peremuk
Penilaian terhadap hasil kerja peralatan sistem peremuk batubara di PT.
Tanjung Alam Jaya dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dari peralatan pada saat ini, dengan demikian perlu diketahui sampai sejauh mana tingkat produksi hasil kerja peralatan terhadap sistem produksi yang sedang diterapkan.
Berdasarkan pengukuran distribusi ukuran yang dilakukan di lapangan, diperkirakan:
4.5.1.Produksi Nyata Vibrating Grizzly
Material dari ROM diangkut menuju hopper menggunakan wheel loader,
kemudian diumpankan oleh vibrating grizzly feeder menuju alat peremuk pertama ( primary crusher ) untuk direduksi menjadi ukuran ± 150 mm . Material yang
berukuran - 150 mm sebesar 34,4 % atau sebesar 81,43 ton per jam akan langsung diloloskan menuju ban berjalan, sedangkan material yang berukuran lebih besar dari 150 mm sebesar 65,6% atau 154,57 ton, akan dihancurkan oleh primary crusher.
4.5.2. Produksi Nyata Primary Crusher Material yang tidak lolos dari vibrating grizzly berukuran +150 mm akan dihancurkan oleh primary crusher sebesar 65,6 % atau sebesar 154,57 ton per jam.
4.5.3. Produksi Nyata Vibrating Screen Produk dari peremuk umpan akan menuju ke vibrating screen, yang mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam dengan lubang bukaan sebesar 50 mm. Jumlah umpan yang lolos atau undersize dari vibrating screen sebesar 30,5 % atau sebesar 47,14 ton per jam.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 4.5.4. Produksi Nyata Secondary Crusher
Produksi nyata dari secondary crusher sebesar 188,86 ton per jam.
4.5.5. Produksi Nyata Ban Berjalan
Ban berjalan yang digunakan pabrik pengolahan PT.Tanjung Alam Jaya
mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam. Produksi nyata dari ban berjalan sebesar 236 ton per jam.
4.6.
Efektifitas Penggunaan Peralatan Unit Peremuk
Efektifitas penggunaan disini maksudnya adalah perbandingan antara kapasitas
yang dicapai pada saat ini dengan kapasitas desainnya. Dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat penggunaan peralatan unit peremuk dan kemampuan yang bisa dicapai peralatan tersebut.
Tabel 4.4.
Efektifitas penggunaan peralatan unit peremuk site Batang Banyu
No
Nama Alat
Kapasitas Desain
Produksi Nyata
Kapasitas
ton/jam
Efektif %
ton/jam
1
Vibrating Grizzly
300
236
78,66
2
Primary Crusher
300
154,57
51,52
3
Vibrating screen
300
236
78,66
4
Secondary crusher
300
188,86
62,95
5
Stacker conveyor
300
236
78,66
4.7. Waktu Produksi Efektif Dan Hambatan Operasi Sistem operasi proses peremukan batubara pada unit peruk batubara PT. Tanjung Alam Jaya dibagi dalam 2 gilir kerja (shift) yaitu shift I dn shift II dengan satu kali waktu istirahat untuk masing – masing waktu gilir kerja. Pembagian waktu operasi proses peremukan dapat dilihat pada table 4.5.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Tabel 4.5.
Jadwal Waktu Kerja Per Shift Waktu pukul
Kegiatan
Masuk Kerja Kerja Produksi Istirahat Kerja Produksi Selesai
Lamanya menit
Shift I
Shift II
Shift I
Shift II
07.00 07.00-12.00 12.00-13.00 13.00-18.00 18.00
19.00 19.0-00.00 00.00-01.00 01.00-06.00 06.00
300 60 300 -
300 60 300 -
Dalam pelaksanaannya dari total waktu yang tersedia belum sepenuhnya
digunakan secara efektif, hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor gangguan produksi. Hambatan yang disebabkan oleh faktor alat biasanya terjadi karena
kerusakan pada unit alat peremuk, sehingga mengakibatkan terhentinya operasi.
4.7.1. Hambatan yang dapat dihindari
Hambatan yang dapat dihindari merupakan hambatan yang menyebabkan
waktu produksi efektif berkurang, hambatan ini disebabkan karena faktor kerusakan alat ( faktor teknis) dan faktor manusia (operator). Berdasarkan pengamatan di lapangan, hambatan hambatan yang dapat dihindari dapat digolongkan sebagai berikut: a.
Hambatan karena faktor alat (faktor teknis)
Hambatan yang disebabkan karena faktor alat (teknis), adalah waktu hambatan yang terjadi karena kerusakan alat, sehingga alat berhenti beroperasi dan membutuhkan waktu untuk perbaiakan. Terjadinya hambatan. Terjadinya hambatan ini menyebabkan pengurangan dalam waktu kerja sehingga menurunkan waktu produksi efektif alat yang menyebabkan efisiensi kerja alat rendah. Dari hasil
pengamatan di lapangan, hambatan teknis pada proses peremukan dapat dikelompokkan menurut urutan alat yang digunakan pada unit peremuk. Alat terhenti atau tidak beroperasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1.
Gangguan pada vibrating grizzly Gangguan yang terjadi pada vibrating grizzly antara lain kerusakan dan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P perbaikan pada cut grizzly. Besar waktu hambatan rata-rata yang
disebabkan karena kerusakan dan perbaikan vibrating grizzly adalah sebesar 6,7 menit per hari (Lampiran I).
2.
Gangguan pada primary crusher
Gangguan pada primary crusher terjadi karena kerusakan mekanik dan perbaikan pada cut primary crusher yang menyebabkan terganggunya proses peremukan. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan karena kerusakan dan perbaikan primary crusher adalah sebesar 34,3 menit per hari (Lampiran I).
3.
Gangguan pada vibrating screen
Gangguan pada vibrating screen antara lain; terjadi kerusakan pada net screen, kerusakan dan penggantian v-belt yang menyebabkan terganggunya
proses peremukan Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan karena kerusakan dan perbaikan vibrating screen adalah sebesar 23,7 menit per hari (Lampiran I).
4.
Gangguan pada secondary crusher
Gangguan pada secondary crusher paling sering terjadi seperti: kerusakan dan perbaikan pada cut secondary, gigi peremuk, panel induk, dan pada motor penggerak sehingga proses peremukan terganggu serta distribusi ukuran produk tidak sesuai dengan yang diinginkan. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan kerusakan dan perbaikan secondary crusher adalah rata-rata sebesar 97,5 menit per hari (Lampiran I).
5.
Gangguan pada radial stacker conveyor Gangguan yang sering terjadi pada radial stacker conveyor berupa terjadinya selip dan putus pada belt sehingga menyebabkan sistem transportasi terhenti dan kerusakan sekaligus perbaikan pada radial stacker. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan karena kerusakan
dan perbaikan radial stacker conveyor adalah sebesar 22,6 menit per hari (Lampiran I). Waktu total hambatan rata-rata yang terjadi karena faktor alat pada unit peremuk batubara adalah sebesar 244,5 menit b.
Hambatan karena faktor operator (non teknis)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Merupakan hambatan yang sering terjadi karena perilaku dari operator yang
kurang disiplin yang menyebabkan menurunnya waktu produktif yang
tersedia.gangguan atau hambatan non-teknis yang sering terjadi, antara lain: 1. Terlambat awal
Hambatan yang terjadi karena tertundanya produksi yang disebabkan keterlambatan memulai kegiatan pada awal shift kerja. Secara umum
hambatan ini terjadi karena adanya waktu yang terbuang yang disebabkan terlambatnya operator berkumpul, terpakainya waktu untuk pengarahan kerja oleh supervisor dan waktu yang digunakan untuk pengecekan alat pada awal shift. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 18,2 menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 16,2 menit untuk shift II (giliran kerja kedua).
2. Istirahat kerja lebih awal
Waktu hambatan karena kebiasaan dari operator untuk menghentikan
pekerjaan untuk istirahat sebelum waktunya. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 8 menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 10 menit untuk shift II (giliran kerja kedua).
3. Terlambat awal kerja setelah istirahat
Terlambat awal kerja setelah istirahat, disebabkan keterlamabatan memulai pekerjaan kembali setelah waktu istirahat tiap shift kerja. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 5,5 menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 8 menit untuk shift II (giliran kerja kedua)
4. Mengakhiri kerja lebih awal Hilangnya waktu produksi karena operator terburu-buru atau menghentikan kegiatan sebelum waktu kerja yang ditetapkan selesai. Umumnya terjadi karena berebutan angkutan untuk kembali ke mesh. Besarnya waktu
hambatan ini rata-rata adalah sebesar 8,6menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 10,4 menit untuk shift II (giliran kerja kedua)
4.7.2. Hambatan yang tidak dapat dihindari Hambatan yang tidak dapat dihindari adalah hambatan yang menyebabkan tidak
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
dapat beroperasinya unit peremuk meskipun kondisi alat dalam keadaan baik dan siap beroperasi. Hambatan ini antara lain disebabkan karena proses pemeliharaan alat ( preventive maintenance), faktor alam (cuaca dan bencana), atau dihentikannya operasi karena pertimbangan faktor keselamatan kerja. a.
Pemeliharaan alat
Waktu pemeliharaan alat merupakan waktu yang dipergunakan untuk
melakukan perawatan terhadapa peralatan dan perlengakapan pada unit peremuk batubara, dimana waktu ini telah direncanakan oleh bagian maintenance perusahaan. Pengamatan di lapangan dan data dari divisi maintenance PT. Tanjung Alam Jaya diketahui waktu rata rata yang digunakan untuk perawatan alat adalah sebesar 59,7 menit per hari. b.
Standby
Standby adalah waktu hambatan yang terjadi pada proses operasi peremukan
yang menyebabkan sistem tidak dapat beroperasi atau terhenti, padahal sistem dalam kondisi siap (tidak terjadi kerusakan). Hal ini terjadi karena pertimbangan faktor keamanan dan kelancaran pelaksanaan operasi dank arena adanya kondisi khusus, seperti yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan, bertepatan dengan bulan
Ramadhan. Dari pengamatan besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah 90,97
menit per hari.
Dengan mengetahui waktu hambatan maka waktu produksi efektif : We = 1200 – 420,7 = 779,3 menit
Jadi, rata-rata waktu produksi efektif setiap hari yang diperoleh adalah 779,3 menit atau 12,98 jam. Waktu produksi efektif yang diperoleh digunakan untuk menghitung efisiensi kerja dengan persamaan : E =
We Wt
x 100 %
Di mana : We = Waktu produksi efektif per hari
= 779,3 menit
Wt = Waktu kerja yang tersedia per hari
= 1200
E
menit
We
x 100 % Wt 779,3 x 100 % 1200 64,94 %
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Hasil perhitungan memperoleh nilai efisiensi waktu kerja rata-rata per hari sebesar 64,94 %.
BAB V PEMBAHASAN PT. Tanjung Alam Jaya mempunyai target produksi batubara sebesar 1.600.000 ton per tahun atau 4.706 ton per hari, sedangkan kemampuan produksi yang ada pada
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
saat ini pada site Batang Banyu adalah sebesar 236 ton per jam atau 3.063 ton per hari dengan waktu kerja efektif sebesar 12,98 jam per hari dari waktu kerja yang ada yaitu sebesar 20 jam per hari dengan 2 kerja shift.
Sasaran produksi yang diinginkan oleh perusahaan sebesar 4.706 ton per hari
belum tercapai, untuk memperoleh produksi yang optimum maka perlu dilakukan penelitian dan penilaian terhadap sistem produksi pada unit peremuk site Batang Banyu.
Penelitian ini membahas mengenai kapasitas nyata, kapasitas desain, ukuran
produk, dan waktu produksi efektif unit alat peremuk.Berdasarkan pengamatan tersebut
maka
dapat
dilakukan
perbaikan-perbaikan
untuk
meningkatkan
produktifitas unit peremuk.
5.1. Penilaian Kesediaan Alat Pada Sistem Peremuk
Tujuan dilakukannya penelitian terhadap peralatan pada unit peremuk batubara
PT. Tanjung Alam Jaya adalah untuk mengetahui kemampuan peralatan pada proses peremukan batubara dan sampai sejauh mana kemampuan tersebut dapat ditingkatkan. Ketersediaan alat dikatakan baik apabila persen kesediaan alat bekisar antara 83 – 92 %, dikatakan sedang apabila bekisar antara 75 – 83 %, dikatakan kurang baik apabila bekisar antara 67 – 75 % dan dikatakan buruk (kecil) apabila kurang dari 67 % (PTM, Partanto, 1995).
Berdasarkan perhitungan kesediaan alat pada sistem peremuk (lampiran L) diperoleh harga-harga persamaan yang memberikan pengertian sebagai berikut : a.
Kesediaan Mekanis ( Mechanical Availability ) Kesediaan Mekanis ( Mechanical Availability) adalah cara untuk mengetahui kondisi alat yang sesungguhnya dari alat yang sedang digunakan. Kesediaan mekanis pada peremuk umpan, ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan adalah
sebesar 76,62 % yang berarti bahwa waktu yang diperlukan untuk perbaikan karena kerusakan pada alat sebesar 23,38 % dari waktu kerja alat. b.
Kesediaan Fisik ( Physical Availability ) Kesediaan Fisik ( Physical Availability ) adalah untuk menunjukan ketersediaan keadaan fisik alat yang sedang digunakan. Kesediaan fisik pada peremuk umpan,
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan adalah sebesar 79,63 %, yang berarti bahwa waktu yang hilang karena berbagai alasan, baik karena kerusakan alat atau hambatan lainnya yaitu sebesar 20,37 % dari waktu kerja yang dijadwalkan. Kesediaan Pemakaian ( Use of Availability )
c.
Kesediaan Pemakaian ( Use of Availability) adalah persen waktu yang
digunakan alat untuk beroperasi pada saat alat dapat digunakan. Kesediaan pemakaian pada peremuk umpan, ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan adalah 81,55 %, sehingga tingkat penggunaan alat pada saat alat tersebut dapat bekerja sedang, atau alat tidak bekerja yang mana seharusnya dapat bekerja adalah sebesar 18,45 %
d.
Penggunaan Efektif ( Effective Utilization )
Penggunaan Efektif ( Effective Utilization) adalah untuk mengetahui tingkat
penggunaan alat peremuk dan kemampuan yang bisa dicapai. Penggunaan efektif merupakan cara yang paling efektif untuk menyatakan efesiensi kerja dari alat berdasarkan data-data kerja dari alat yang ada dilapangan, dan alat tersebut dapat digunakan sebesar 64,94 % dari waktu kerja yang ada, atau sebesar 35,06 % dalam keadaan tidak digunakan.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi mekanik dan fisik peralatan peremukan
dalam kondisi sedang, sedangkan penggunaan efektifnya buruk (kecil). Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa peralatan proses peremukan batubara pada unit peremuk masih dapat ditingkatkan guna mencapai sasaran produksi perusahaan yang diinginkan.
5.2. Penilaian Teknis terhadap Produktifitas Unit Peremuk 5.2.1.
Produksi vibrating grizzly Proses pengumpanan material kedalam hopper dilakukan oleh wheel loader , 3
dengan kapasitas sebesar 6 m . Kapasitas desain vibrating grizzly adalah 300 ton per
jam (Lampiran C), dengan besarnya kapasitas unit peremuk tersebut dan besar kapasitas wheel loader yang digunakan maka untuk memenuhi kapasitas dari peremuk umpan diperlukan pengumpanan material batubarasebanyak 60 kali per jam, jika waktu efektif yang ada sebesar 12,98 jam per hari maka jumlah pengumpanan material batubara oleh wheel loader sebanyak 779 kali dalam satu hari
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P kerja.
Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya sebesar 4.706 ton per hari,
sehingga untuk setiap jamnya sebesar 236 ton per jam , dengan sasaran produksi tersebut maka diperlukan pengumpanan material batubara oleh wheel loader sebesar 48 kali setiap jamnya, sehingga dalam satu harinya diperlukan pengumpanan sebanyak 960 kali.
Data hasil pengamatan dilapangan, produksi nyata unit peremuk sebesar 236
ton per jam dengan cycle time wheel loader 42.19 detik sehingga wheel loader dapat melakukan pengumpanan sebanyak 85 kali per jamnya dan 1.107 kali setiap harinya untuk 12,98 jam kerja efektif. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa produktifitas wheel loader dapat
memenuhi pengumpanan untuk vibrating grizzly sesuai yang ditargetkan yaitu 48 kali per jam.
Dari hasil perhitungan, mechanical avaibility (MA) dari vibrating grizzly
sebesar 100 %, sehingga dapat disimpulkan vibrating grizzly dengan kapasitas 300 ton per jam memadai.
5.2.2. Produksi primary crusher
Produk dari vibrating grizzly akan menuju ke primary crusher , yang
mempunyai kapsitas desain 300 ton per jam dengan setting -150 mm. Pengamatan dan perhitungan menunjukkan gambaran kondisi dari primary crusher , antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 95,78 %, phisycal availability (PA) sebesar
96,59 %, utility availability (UA) sebesar 67,24 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %.
5.2.3. Produksi vibrating screen Produk dari primary crusher akan menuju ke vibrating screen, yang mempunyai kapsitas desain 300 ton per jam dengan lubang bukaan sebesar 50 mm.
Pengamatan dan perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari vibrating screen , antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 97,05 %, phisycal availability (PA) sebesar 97,47 %, utility availability (UA) sebesar 66,63 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %.
5.2.4. Produksi secondary crusher
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Kapasitas desain secondary crusher sebesar 300 ton/jam dengan setting -50
mm. Pengamatan dan perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari secondary crusher , antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 88,88 %, phisycal availability (PA) sebesar 91,32 %, utility availability (UA) sebesar 71,11 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %.
5.2.5. Produksi radial stacker conveyor
PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan ban berjalan dimana ban berjalan
memiliki kapasitas teori yang sama, yaitu sebesar 300 ton/jam. Pengamatan dan perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari belt conveyor secara umum, antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 97,19 %, phisycal availability (PA) sebesar
97,56 %, utility availability (UA) sebesar 66,56 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %.
5.3. Upaya Peningkatan Produksi.
Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya, site Batang Banyu adalah
sebesar 4.706 ton per hari dengan waktu kerja perusahaan adalah 20 jam,dengan sistem dua shift kerja, yaitu antara pukul 07.00 – 18.00 WIB dan pukul 19.00 – 06.00 WIB, tetapi waktu kerja efektif adalah 12,98 jam sehari. Data yang ada menunjukkan
produktifitas unit peremuk pada saat ini
sebesar236 ton/jam, dengan waktu kerja efektif 12,98 jam, sehingga dapat dihitung produktifitas unit peremuk sebesar 3.063 ton per hari, dengan tingkat produktifitas saat ini maka belum dapat memenuhi target dari sasaran produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk memenuhi sasaran produksi yang telah ditetapkan perusahaan tersebut maka perlu diupayakan langkah-langkah perbaikan pada sistem rangkaian unit peremuk. Melalui pengamatan dan hasil pengukuran pada unit peremuk, dan
perhitungan terhadap kinerjanya, maka dapat disarankan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut : 1. Meningkatkan Laju Pengumpanan Kondisi saat ini dengan waktu efektif 12,98 jam, kapasitas pengumpanan yang digunakan adalah 236 ton per jam. Kapasitas desain alat mampu menampung
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
300 ton batubara per jam, Dengan demikian, penambahan jumlah pengumpanan dapat meningkatkan produktifitas unit peremuk yang ada saat ini.
Laju pengumpanan sebesar 236 ton/jam yang selama ini dilakukan
menggunakan 78,66% dari kapasitas desain unit peremuk yaitu 300 ton/jam, sehingga produktifitas (Q) per harinya :
Q = 236 ton/jam x 12,98 jam = 3.063 ton
Apabila dilakukan penambahan jumlah umpan sebesar 41 ton atau 17,37% dari 236 ton, maka produk per hari unit peremuk menjadi : Q =( 236 ton + 41 ton)/jam x 12,98 jam = 3595,5 ton
Penambahan ini akan memberikan peningkatan jumlah produksi per hari sebesar: F = 3.595,5 ton – 3063 ton = 532,5 ton 2. Mengurangi waktu tunda
Efisiensi waktu kerja rata-rata per hari sebesar 64,94 %, menunjukkan bahwa
waktu yang terbuang sebesar 35,06% atau 7,02 jam/harinya,sehingga peningkatan dalam pemanfaatan waktu kerja sangat dibutuhkan.
Langkah-langkah yang diambil dalam pengurangan waktu tunda,antara lain :
1. Pengurangan waktu tunda akibat faktor non-teknis sebanyak 85,3 menit. 2. Perawatan dan pengisian bahan bakar dilakukan pada waktu istirahat, sebanyak 142,7 menit. Dari data waktu hambatan (Lampiran I), diperoleh gambaran bahwa rata-rata
waktu tunda akibat faktor non teknis dan stanby adalah sebesar 192 menit per hari atau 3,2 jam per hari. Peningkatan pengawasan di lapangan dapat meningkatkan waktu produksi sebesar 3,2 jam, sehingga waktu efektif kerja meningkat menjadi :
We
= 779,3 menit/hari +192 menit/hari = 971,3 menit/hari = 16,19 jam/hari
Efisiensi kerja (E) menjadi: E
We
x 100 % Wt 971,3 x 100 % 1200 80,94 %
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Dengan demikian, produksi perhari proses peremukan batubara akan
meningkat menjadi:
Q = 236 ton/jam x 16,19 jam/hari =3.820 ton/hari,
sehingga diperoleh peningkatan produksi sebesar 757 ton/hari. 3. Peningkatan Efisiensi secondary crusher
Tabel 5.1
Ketersediaan alat pada unit peremuk
V.
Secondary
Screen
C.
95,78
97,05
88,88
97,19
99,44
96,59
97,47
91,32
97,56
UA
65,30
67,24
66,63
71,11
66,56
Eut
64,94
64,94
64,94
64,94
64,94
Grizzly
Primary C.
MA
99,15
PA
Belt C.
Berdasarkan hasil perhitungan data ketersediaan alat peremuk pada tabel 5.1
dan data waktu perbaikan unit peremuk ( lampiran J), mechanichal availability (MA) terendah terdapat pada secondary crusher, sebesar 88,88%, dengan waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan secondary crusher 97,5 menit atau 8,125 % dari waktu kerja yang tersedia. Berdasarkan perhitungan di atas maka disarankan penggantian pada alat secondary crusher , sebagai upaya untuk mengurangi waktu tunda akibat proses
perbaikan dan meningkatkan keseragaman ukuran sesuai dengan ketentuan ukuran
produk yang diharapkan. Penggantian ini diperkirakan dapat meningkatkan waktu efektif kerja unit peremuk sebesar 97,5 menit atau 1,625 jam. Produktifitas perhari unit peremuk setelah penggantian, sebesar : Q
= 236 ton/jam x (12.98 jam +1,625 jam)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P = 3.446,78 ton
Waktu efektif kerja meningkat menjadi : We
= 779,3 menit/hari +97,5 menit/hari = 876.8 menit/hari = 14,6 jam/hari
Efisiensi kerja (E) menjadi: E
We
x 100 % Wt 876,8 x 100 % 1200 73,06 %
5.4.
Produktifitas Unit Peremuk Setelah Alternatif Perbaikan
Produktifitas unit peremuk di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu saat
ini yang mampu dicapai adalah sebesar 3.063 ton per hari dengan waktu efektif 12,98
jam sedangkan target produksi yang ingin dicapai sebesar 4.706 ton per hari dengan waktu kerja yang direncanakan 20 jam, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan produktifitas dari unit peremuk agar target produksi yang ditetapkan dapat terpenuhi.
Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan antara lain : 1.
Alternatif 1, meningkatkan laju pengumpanan Penambahan kapasitas umpan sebesar 17,37% atau 41 ton meningkatkan laju pengumpanan dari 236 ton per jam menjadi 277 ton per jam.
2.
Alternatif 2, mengurangi waktu tunda
Menambah waktu kerja sebesar 192 menit dari 779,3 menit per hari menjadi 971,3 menit per hari 3.
Alternatif 3, peningkatan efisiensi secondary crusher Penggantian secondary crusher meningkatkan waktu efektif kerja unit peremuk sebesar 97.5 menit per hari.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Akumulasi
dari
upaya-upaya
perbaikan
yang
dilakukan
memberikan
peningkatan produktifitas dari unit peremuk menjadi sebesar: Q
= 277 ton /jam x (16,19 jam + 1,625 jam) / hari = 4934,75 ton/hari
Hasil ini menunjukkan bahwa target produksi sebesar 4706 ton per hari telah tercapai. Peningkatan produktifitas unit peremuk ini dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan pada grafik 5.4.
Kondisi ketersediaan unit peremuk sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Kesediaan unit peremuk batubara sebelum dan sesudah perbaikan MA
PA
UA
Eut
Sebelum
76,62
79,63
81,55
64,94
sesudah
92,45
92,73
96,05
89,06
Tabel 5.3
Peningkatan Efektifitas Peralatan Unit Peremuk
No
Nama Alat
1
Vibrating Grizzly
Kd ton/jam 300
Kn ton/jam 236
Kp ton/jam 277
En (%) 78,66
Ep (%) 92,33
2
Primary Crusher
300
154,57
174,23
51,52
58,08
3
Vibrating Screen
300
236
277
78,66
92,33
4
Secondary Crusher
300
188,86
212,86
62,95
70,95
5
Radial Stacker
300
236
277
78,66
92,33
Keterangan : Kd = Kapasitas desain, ton/jam Kn = Kapasitas nyata sebelum peningkatan, ton/jam Kp = Kapasitas nyata setelah peningkatan, ton/jam En = Efektifitas sebelum peningkatan, %
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Ep = Efektifitas setelah peningkatan, %
Distribusi ukuran produk peremuk secondary crusher setelah penggantian dapat
digambarkan seperti pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Ditribusi ukuran produk secondary crusher (setting 1 1/4 inchi) Ukuran Produk (mm)
% berat
% kumulatif
+50
10
100
-50 + 32
15
90
-32 + 10
48
75
-10 + 2
18,5
27
-2
8,5
8,5
Dari data yang ditunjukkan tabel 5.4 mengenai distribusi ukuran produk peremuk batubara, target ukuran batubara yang diharapkan sesuai dengan target perusahaan untuk dipasarkan, dapat tercapai.
Umpan 277tpj
HOPPER 600 mm
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Undersize -150 mm
VIBRATING GRIZZLY FEEDER 150 mm
Kapasitas 300 tpj,eff 92,33%
Oversize
-600 +150 mm
PRIMARY CRUSHER 150 mm
Kapasitas 300 tpj,eff 58,08%
Belt Conveyor BC-1
VIBRATING SCREEN 50 mm;277ton,eff 92,33%
Undersize -50 mm
Oversize ;223,7 ton -
SECONDARY CRUSHER
50 mm,212,86ton,eff 70,95%
Belt Conveyor BC-2
Belt Conveyor BC-3
Radial Stacker 277ton, eff 92,33%
PRODUK
Produk 277
50 mm
Gambar 5.1 Diagram Alir Material Sesudah Perbaikan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada unit peremuk PT. Tanjung
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Alam Jaya site Batang Banyu, diambil kesimpulan dan diajukan saran sebagai berikut :
6.1.
Kesimpulan
Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Alternatif 1, penambahan umpan sebesar 41 ton menjadi 277 ton per jam. Penambahan kapasitas ini disesuaikan dengan kapasitas pengumpanan satu unit wheel loader , memberi tambahan produk perhari sebesar 532,5 ton, meningkatkan produksi dari 3.063 ton per hari menjadi 3.595,5 ton per hari. Alternatif ini belum dapat mencapai target yang diinginkan perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
2. Alternatif 2, pengurangan waktu tidak efektif karena faktor manusia atau non teknis, menambah waktu kerja sebesar 3,2 jam yang dapat meningkatkan waktu kerja efektif dari 12,98 jam per hari menjadi 16,19 jam per hari, meningkatkan produksi sebesar 757 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3.820 ton per hari. Alternatif ini belum dapat mencapai target perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
3. Alternatif 3, penggantian secondary crusher dapat menghemat waktu kerja yang hilang untuk perbaikan pada secondary crusher sebesar 1,625 jam meningkatkan produksi unit peremuk sebesar 383,78 ton per hari dari 3.063 ton per hari menjadi 3.446,78 ton per hari. Alternatif ini belum mencapai target yang diharapkan perusahaan sebesar 4.703 ton per hari. Penggantian secondary crusher mengurangi persentase ukuran -150 +50 pada produk dari 21,3 % dari total produk 236 ton per jam atau sebesar 50,27 ton menjadi ≤ 10% dari produk 277 ton per jam atau lebih kecil dari 27,7 ton setelah dilakukan penggantian, sehingga memenuhi kriteria ukuran produk
batubara yang ditargetkan perusahaan sesuai permintaan konsumen sebesar 50 mm dengan toleransi ≤ 10%. 4. Penggabungan dari semua upaya perbaikan yang dilakukan memberikan peningkatan produktifitas unit peremuk menjadi sebesar 4.934 ton per hari sehingga terpenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 6.2.
Saran
Upaya-upaya yang disarankan untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi
permasalahan yang ada pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu, yaitu :
1. Meningkatkan kapasitas pengumpanan menjadi 277 ton per jam.
2. Meningkatkan pengawasan kerja sebagai upaya untuk mengurangi jumlah waktu tunda.
3. Melakukan kegiatan pengisian bahan bakar, pemeliharaan, dan perbaikan ketika waktu istirahat unit peremuk atau ketika pergantian shift, sehingga
jumlah waktu kerja untuk unit peremuk dapat ditingkatkan
4. Penggantian alat peremuk kedua atau secondary crusher untuk meningkatkan kinerja dari unit peremuk secara keseluruhan, dan untuk mencapai tingkat keseragaman ukuran produk seperti yang ditargetkan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brown. G.J, O.B.E., Mech.E.(1963), Principle And Practice Of Crushing And Screening.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 2.
Currie John. M. (1973), Unit Operation In Mineral Processing CSM Press Columbia.
3.
Edgar Thomas. F. (1983) Coal Processing And Pollution Control , Gulf Publushimg Company, Houston, Texas
4.
Indonesianto.Y,(2007), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
5.
Kurimoto, Crushing And Grinding, Kurimoto LTD, Minato-ku, Tokyo, Japan.
6.
Mudd Seely. W. Series (1968) Coal Preparation, Third Edition , The American Institute of Mining, Metallurgical and Petroleum Engineers, Inc, New York.
7.
Prodjosumarto. P, (1995), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung.
8.
_____ CEMA (Conveyor Equipment Manufactures Association), 1980, Belt Conveyor For Bulk Materials, Second Edition, CBI Publishing Company, Inc,
Boston, Massachusetts.
LAMPIRAN A DATA JUMLAH CURAH HUJAN BULANAN (MM) DI DAERAH PENELITIAN TAHUN 1998 -2007
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Curah Hujan (mm)
hu Jan 998
210.30
999
197.20
000
177.50
001
187.60
002
75.90
003
175.60
004
237.00
005
177.00
006
169.57
007
87.96
a-rata
169.56
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
245.60
178.90
234.10
145.30
87.20
45.70
33.10
5.00
84.50
113.90
192.50
1576.1
190.70
166.40
134.90
112.50
54.70
46.20
12.50
55.80
115.20
134.00
188.10
1408.2
230.40
247.10
221.50
118.70
76.80
92.30
44.60
12.60
99.10
120.80
152.50
1593.9
174.90
148.20
121.30
98.00
67.30
102.50
41.60
20.30
55.90
99.60
184.70
1301.9
213.40
244.20
198.60
172.30
75.20
49.70
30.10
17.30
84.50
177.00
196.50
1534.7
203.40
221.70
145.30
92.10
76.50
55.80
32.40
20.20
68.70
148.90
215.20
1455.8
168.00
220.00
102.50
70.70
64.20
12.50
10.60
4.50
89.20
123.50
158.70
1261.4
170.20
145.00
112.80
99.00
31.90
37.00
20.20
9.00
97.30
163.50
179.80
1242.7
96.35
185.40
40.47
120.56
249.20
0.44
0.00
19.88
0.00
80.21
201.04
1163.1
185.08
226.80
225.60
122.51
89.56
175.59
8.79
8.12
107.56
114.52
213.58
1565.6
187.80
198.37
153.71
115.17
87.26
61.77
23.39
17.27
80.20
127.59
188.26
rah huja rata - rata per tahun
Total
1410.
LAMPIRAN B SPESIFIKASI TEKNIS HOPPER B.1. Spesifikasi Hopper Bahan yang digunakan
= Plat baja
Panjang atas
=4m
Lebar atas
=4m
Panjang bawah
= 1.9 m
Lebar bawah
= 1.2 m
Tinggi
=3m
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P B.2. Volume Hopper Vh
1
3
L atas L bawah
L atas x L bawah xTinggi
Dari data diketahui : Panjang atas
=4m
Lebar atas
=4m
Panjang bawah = 1.9 m Lebar bawah
= 1.2 m
Tinggi
=3m
Luas atas
=4mx4m = 16 m
Luas bawah
2
= 1.9 x 1.2 m 2
= 2.28 m
V1 = 4 x4 x0.5 = 8m
V2 =
1 3
3
16 2.28
= 17.43 m
3
V3 = 1.9 x1.2 x 0.35 = 0.8 m
3
16 x 2.28 x 2 .15
Maka volume hopper, adalah Vh = V1 +z V2 +V3 = 8+17.43 + 0.8 = 26.23 m
3
B.3. Kapasitas Hopper
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P K = V h x Bi Di mana :
K = Kapasitas hopper (ton) 3
Vh = Volume hopper (m )
3
Bi = Bobot isi material berai (ton/m ) Maka :
K = 26.23 x 0.88 = 23 ton
LAMPIRAN C SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING GRIZZLY FEEDER Type
= Vibrating Grizzly Feeder
Kapasitas Desain
= 300 ton/jam
Panjang total feeder
= 5500 mm
Lebar
= 1500 mm
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P A. Body Frame
1. Plate
: tebal 10 mm
2. Plate
: tebal 16 mm
3. Plate
: tebal 25 mm
4. Hardox plate
: tebal 10 mm
5. UNP
: 150 x 75 mm
6. Siku
: 60 x 60 mm
B. Bearing Housing 1. Type
: 22322 FAG
2. Lubrication Seal Noc
: 115 x 140 x 15
3. H-Beam
: 250 x 250 mm
4. INP
: 100 x 50 x 4,5 x 2,7 mm
5. Plate
: tebal 16 mm
6. Siku
: 60 x60 mm
7. UNP
: 100 x 50 mm
8. Olie
: Castrol Alfa 220
C. Exentrik Pulley and Shaft
1. Souble Drive Shaft
: 16 inch
2. Contol weight
: diameter 500 x tinggi 200 mm
D. Chute Hopper Plate
: tebal 5 mm
E. Plate Grade 1. Stell bar
: 100 x 16 mm
2. Stell bar
: 75 x 12 mm
3. UNP
: 100 x 50 mm
F. Power Drive
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 1. Power motor
: 20 HP / 15 KW / 380 V/50 Hz
2. Rpm motor
: 1500 rpm
3. Motor manufacture
: siemens
G. Power Transmission Drive 1. T ype of pulley
: V-belt pulley
2. Double gear
: diameter 400 x tinggi 100 mm
3. Pulley V-belt
: diameter 10 inch x B4
LAMPIRAN D SPESIFIKASI TEKNIS PRIMARY CRUSHER Kapasitas desain
: 300 ton/jam
Jenis
: double roll crusher
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P A. Dimention 1. Width
: 2110 mm
2. Length
: 4000 mm
3. Height
: 900 mm
B. Type 36 x 60 RB
1. Input lump size
: 600 mm
2. Output lump size
: 150 mm
C. Cover Body Ship Plate
: tebal 8 mm
D. Bearing Housing 1. SKF
: 32230 zz
2. Housing
: diameter 45 x 60 x 250
3. Screw bolt & nut
: diameter 25 x panjang 150
E. Pulley Crusher 1. Pulley
: diameter 900 x tinggi 120 x 1200
2. Lubication seal nok
: 115 x 140 x 15
3. Olie
: Castrol alfa 220
F. Base Frame
1. H-Beam
: 250 x250 mm
2. UNP
: 100 x 50 mm
3. Siku
: 60 x 60 mm
4. Plate
: tebal 16 mm
G. Power Drive 1. Power motor
: 50 HP / 37 KW / 380 V/50 Hz
2. Rpm motor
: 1500 rpm
3. Motor manufacture
: siemens
H. Power Transmission Drive 1. T ype of pulley
: V-Belt pulley
2. Double gear
: diameter 400 x tinggi 100 mm
3. Pulley V-Belt
: diameter 10 nich x B4
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
LAMPIRAN E SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING SCREEN Kapasitas desain
:300 ton/jam
Width
: 1500 mm
Length
: 5000 mm
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P A. Body Frame 1. Plate
: tebal 10 mm
2. Plate
: tebal 16 mm
3. Pipa
: diameter 4 inch
4. Hardox palte
: tebal 10 mm
5. UNP
: 150 x 75 mm
6. Siku
: 60 x 60 mm
B. Bearing Housing 9. Type
: 22324 CCW 33
10. Lubrication Seal Noc
: 115 x 140 x 15
11. . Olie
: Castrol Alfa 220
C. Bearing Housing 1. H-Beam
: 250 x 250 mm
2. UNP
: 100 x 50 mm
3. Siku
: 60 x60 mm
D. Excentrik Pulley & Shaft 1. Double drive shaft
: 8 inch
2. Control weight
: diameter 600 x tinggi 600 mm
E. Chute Hopper Plate
: tebal 5 mm
F. Deck Screen Flat top mesh
: 50 mm
G. Power Drive 4. Power motor
:40 HP / 30 KW / 380 V/50 Hz
5. Rpm motor
: 1500 rpm
6. Motor manufacture
: siemens
H. Power Transmission drive
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 1. T ype of pulley
: V-Belt pulley
2. V-Belt
: V-Belt B3 x 32 inch
3. Pulley V-Belt
: diameter 10 inch x D4
4. Pulley V-Belt
: diameter 18 inch x D4
LAMPIRAN F SPESIFIKASI TEKNIS SECONDARY CRUSHER Kapasitas desain
: 300 ton/jam
Jenis
: double roll crusher
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P I.
J.
K.
Dimention 4. Width
: 1380 mm
5. Length
: 2400 mm
6. Height
: 900 mm
Type 36 x 60 RB
3. Input lump size
: 150 mm
4. Output lump size
: 50 mm
Cover Body Ship Plate
L.
M.
N.
O.
: tebal 8 mm
Housing Double Bearing 4. SKF
: 30324
5. Housing
: diameter 45 x 45 x 250 ~ 2 unit
6. Screw bolt & nut
: diameter 25 x panjang 150
Pulley Crusher 4. Pulley
: diameter 900 x tinggi 20 x 1200
5. Lubication seal nok
: 115 x 140 x 15
6. Olie
: Castrol alfa 220
Base Frame
5. H-Beam
: 250 x250 mm
6. UNP
: 100 x 50 mm
7. Siku
: 60 x 60 mm
8. Plate
: tebal 16 mm
Power Drive 4. Power motor
: 50 HP / 37 KW / 380 V/50 Hz
5. Rpm motor
: 1500 rpm
6. Motor manufacture P.
: siemens
Power Transmission Drive 4. T ype of pulley
: V-Belt pulley
5. Double gear
: diameter 400 x tinggi 100 mm
6. Pulley V-Belt
: diameter 10 inch x B4
7. Pulley V-Belt
: diameter 18 inch x B4
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Q.
Spring VI B Feeder Spring
: diameter 125 x tinggi 350 ~ 2 pcs
LAMPIRAN G SPESIFIKASI TEKNIS RADIAL STACKER CONVEYOR A. Conveyor System 1. Conveyor length
: 30.000 mm
2. Design capacity
: 250 to 300 tph
3. Design velocity
: 2 m/ second
4. Conveyor lift
: 9633 mm
5. Conveyor inclination
: 18 derajat
6. Drive pulley length
: 1100 mm
7. Diameter drive pulley
: 16 inch
8. Type of lagging
: diamond
9. Tail pulley length
: 1100 mm
10. Diameter tail pulley
: 14 inch
11. Snub pulley length
: 1100 mm
12. Diameter snub pulley
: 6 inch
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P B. Frame Cremona System 1. UNP
:80 x 45 mm
2. Siku
: 70 x 70 mm
3. Siku
:60 x 60 mm
C. Roller
1. Carry roller length
: 370 mm
2. Diameter carry roller
: 114 inch
3. Pitch carry roller
: 1000 mm
4. Quantity carry roller
: 99 unit
5. Carry roller inclination
: 35 deajat
6. Return roller langth
: 1100
7. Diameter return roller
: 114 inch
8. Pitch return roller
: 2000 mm
9. Quantity return roller
: 16 unit
10. Return roller inclination
: 0 derajat
D. Support 1. UNP
: 100 x 55 mm
2. Siku
: 70 x 70 mm
3. WF
: 150 x 75 mm
E. Bearing 1. Plummer block
: SKF 516
2. Pillow block
: SKF 206
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P F. Rubber Belt 1. Belt length
: 61.000 mm
2. Belt width
: 1000 mm
3. Number of ply
: 3 ply
4. Grade & type of ply
: EP 300
5. Number of splice
: 1 splice
6. Endless type
: cold endless
7. Manufacture
: continental
G. Power Drive 1. Power motor
: 20 HP/15 KW/380 V?50 Hz
2. Rpm motor
: 1500 rpm
3. Motor manufacture
: siemens
H. Power Transmission Drive 1. Type of pulley
: V-Belt pulley
2. Pulley V-Belt
: C-3 x diameter 10 inch
3. Pulley V-Belt
: C-3 x diameter 8 inch
4. V-Belt
: C-2200
I. Radial Stacker 1. WF
: 250 x 175 mm
2. WF
: 150 x 75 mm
3. UNP
: 80 x 45 mm
4. Plate
: tebal 6 mm
5. Plummer block 6. Sprocket & cahin
: diameter as 90 mm
7. Tire ring
: diameter 110 mm
8. Gear motor
: 5 HP/3Ph/380 V/50Hz
LAMPIRAN H DISTRIBUSI UKURAN UMPAN DAN PRODUK PEREMUK
Tabel H.1. Distribusi ukuran umpan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P persen berat (%)
Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
30 % B ratarata
+600 (mm) 15.4 17.2 20.6 13.4 18.9 16.8 21.3 15.5 14.6 22.5 14.3 23.4 14.6 18.9 25.4 22.6 17.2 15.6 13.9 18.4 21.3 18.2 16.6 15.4 23.8 22.4 20.7 19.1 14.5 18.6
+600 -300 (mm) 26.2 27.6 25.3 24.5 21.5 24.8 22.6 25.3 25.7 24.1 26.2 25.3 24.5 24.8 25.7 23.9 25.2 27.1 26.8 24.6 24.5 23.4 25.8 26.1 22.6 24.6 26.8 27.1 25.6 24.3
+300 -150 (mm) 24.6 15.5 16.3 24.8 33.6 27 30.7 24.2 26.9 13.9 16 9 26.7 19 14.9 24.2 25.3 25.6 25.2 19.7 10.1 28.5 27.1 30.9 24.3 13.5 10.4 24.3 22.8 27.6
+150 -100 (mm) 21.5 24.1 23.5 18.7 15.4 13.8 14.9 18.6 20.3 25.7 28.6 23.7 18.9 25.9 21.3 18.5 16.7 15.6 20.6 23.5 27.4 15.4 18.2 16.7 13.5 20.1 23.4 14.1 19.5 15.7
-100 (mm) 12.3 15.6 14.3 18.6 10.6 17.6 10.5 16.4 12.5 13.8 14.9 18.6 15.3 11.4 12.7 10.8 15.6 16.1 13.5 13.8 16.7 14.5 12.3 10.9 15.8 19.4 18.7 15.4 17.6 13.8
18.4
25.1
22.1
19.8
14.7
Tabel H.2. Distribusi ukuran umpan vibrating screen
persen berat (%) pengamatan
+150
+150 -100
+100 -50
+50 -32
- 32
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P (mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
1
19.8
23.2
23.4
22.1
11.5
2
24.2
22.2
22.6
21.9
9.1
3
22.5
22.4
25.8
22.1
7.2
4
18.3
22.6
26.5
18.7
13.9
5
22.6
25.3
26.9
16
9.2
6
19.8
20.7
28.7
23.4
7.4
7
20.2
24.5
26.3
21.8
7.2
8
9.5
23.9
25.1
32.9
8.6
9
13.8
21.8
24.3
34.3
5.8
10
10.4
23.5
28.1
30.6
7.4
11
23.6
27.1
26.7
14.3
8.3
12
22.4
28.3
25.2
13.5
10.6
13
22.2
22.5
22.8
26.4
6.1
14
23.7
26.7
23.5
13.7
12.4
15
19.1
23.8
26.1
25.4
5.6
16
22.5
27.6
24.3
7.3
18.3
17
15.6
25.1
23.8
25.9
9.6
18
17.3
28.2
25.2
16.5
12.8
19
16.4
21.5
26.3
22.6
13.2
20
18.2
22.6
23.1
30.7
5.4
21
18.7
24.7
28.9
19.5
8.2
22
22.1
25.1
27.1
10.8
14.9
23
14.6
23.6
26.4
24.9
10.5
24
25.6
24.7
24.6
7.6
17.5
25
20.8
25.8
26.5
14.2
12.7
26
21.3
23.1
23.8
21.7
10.1
27
19.8
21.8
22.9
28.7
6.8
28
20.2
28.7
29.8
14.2
7.1
29
21.8
26.4
27.2
15.9
8.7
30 % B ratarata
23.1
23.9
21.4
21.4
10.2
19.7
24.4
25.4
20.6
9.9
Tabel H.3. Distribusi ukuran produk akhir unit peremuk
pengamatan
persen berat (%) +50 +50 -32
+32 -10
+10 - 2
-2
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 1
(mm) 17.7
(mm) 40.9
(mm) 19.2
(mm) 13.6
(mm) 8.6
2
22.1
36.6
20.1
13.4
7.8
3
18.4
38.7
20.7
12.9
9.3
4
23.2
34.2
22.1
12.6
7.9
5
22.8
34.4
22.9
13.1
6.8
6
30.7
33.4
19.2
12.3
4.4
7
20.6
40.1
19.7
11.3
8.3
8
21.9
37.7
18.4
13.1
8.9
9
20.9
36.9
20.5
12.4
9.3
10
24.2
35.7
24.1
8.6
7.4
11
18.1
38.2
25.8
11.3
6.6
12
17.8
37.2
22.2
15.1
7.7
13
23.4
37.2
22.1
8.9
8.4
14
20.6
36.7
21.9
11.4
9.4
15
22.3
39.1
20.9
12.1
5.6
16
16.9
40.3
22.2
13.9
6.7
17
21.5
38.1
21.0
14.2
5.2
18
17.8
38.4
20.6
13.6
9.6
19
25.4
36.6
18.9
10.3
8.8
20
17.1
40.6
22.1
12.8
7.4
21
17.6
40.1
19.6
14.1
8.6
22
20.1
38.8
21.8
11.6
7.7
23
25.8
39.1
17.4
11.3
6.4
24
18.8
36.1
20.2
15.6
9.3
25
17.9
40.2
20.2
14.4
7.3
26
18.5
36.5
24.5
12.7
7.8
27
27.2
35.3
21.4
8.3
7.8
28
20.6
41.6
15.2
15.7
6.9
29
32.3
37.2
13.8
13.3
3.4
30 % B ratarata
17.6
38.4
24.9
13.6
5.5
21.3
37.8
20.8
12.6
7.5
LAMPIRAN I PENGAMATAN WAKTU HAMBATAN
Tabel I.1.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Pengamatan waktu hambatan karena faktor non teknis (menit)
no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 jumlah rata-rata
a 27 25 27 17 15 26 22 13 14 19 10 23 15 16 20 15 25 16 22 21 10 21 12 24 20 10 13 15 19 15
547 18.2
b 5 9 7 11 3 8 5 12 10 12 3 9 7 4 3 8 13 7 10 10 8 11 9 13 10 5 8 4 9 7
c 5 3 7 5 15 7 6 7 5 9 3 3 6 3 2 5 5 4 4 2 5 3 3 2 7 10 8 6 8 7
240 8.0
d 10 8 9 6 9 7 10 7 3 9 11 2 9 9 10 5 2 5 10 15 10 5 12 8 10 9 13 11 10 15
165 5.5
e 20 21 11 15 10 12 13 20 20 9 13 25 15 24 12 15 17 20 23 20 15 12 24 22 5 15 15 10 14 20
259 8.6
f 5 10 13 5 12 10 9 8 10 13 12 10 11 5 12 9 11 7 12 11 8 10 11 13 4 11 10 7 14 18
487 16.2
g 7 5 10 4 9 15 3 4 9 7 6 11 13 14 8 6 7 6 9 7 5 10 15 4 8 9 5 10 7 8
301 10.0
h 9 10 8 9 11 12 10 9 7 12 13 9 10 11 10 12 9 13 11 10 11 8 9 12 9 9 14 10 12 20
241 8.0
319 10.6
Keterangan : a. b. c. d.
Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja pertama Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir pertama Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja pertama Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja pertama
e. f. g. h.
Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja kedua Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir kedua Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja kedua Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja kedua
Tabel I.2.
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Hambatan karena faktor alat (menit)
no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 jumlah rata-rata
a 43 32 33 36 30 35 28 32 40 37 45 25 35 43 32 25 42 30 31 34 40 20 30 33 35 30 44 32 40 30 1022 34.1
b
0 0 0 0 0 0 126 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0 0 0 201 6.7
c 225 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 342 0 0 0 0 125 0 0 0 247 0 90 0 0 0 0 0 0 1029 34.3
d 0 0 0 0 0 156 0 0 0 0 0 0 0 0 0 175 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 167 0 0 213 711 23.7
Keterangan : a. b. c. d.
Cek rutin crusher Perbaikan pada vibrating grizzly feeder Perbaikan pada primary crusher Perbaikan pada vibrating screen
e 0 0 0 334 0 251 0 85 247 0 220 0 0 0 286 180 0 0 0 241 175 0 0 0 140 352 0 210 0 204 2925 97.5
f 0 0 0 0 158 0 0 0 0 0 128 0 0 0 0 0 215 0 0 0 0 0 0 176 0 0 0 0 0 0 677 22.6
g 20 22 30 30 35 25 20 26 30 23 21 25 25 34 24 27 26 22 20 30 27 25 24 28 30 20 23 22 35 20 769 25.6
e. Perbaikan pada secondary crusher f. Perbaikan pada belt conveyor g. Pembersihan crusher
Tabel I.3 Hambatan karena waktu tunda yang direncanakan (menit)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
jumlah rata-rata
Isi bbm 25 37 38 24 28 27 34 35 25 38 24 36 27 37 27 24 28 37 41 30 29 27 36 30 35 25 30 33 37 25 929 31.0
Sholat 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 240 8.0
Sahur 0 0 0 0 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1560 52.0
LAMPIRAN J PERBAIKAN WAKTU HAMBATAN Tabel J.1. Pengamatan waktu hambatan karena faktor non teknis (menit)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
a 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
b 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
c 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
d 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
e 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
f 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
g 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
h 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
300 10
90 3
60 2
60 2
150 5
120 4
90 3
210 7
Keterangan : i. Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja pertama j. Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir pertama k. Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja pertama
l. m. n. o. p.
Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja pertama Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja kedua Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir kedua Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja kedua Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja kedua
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Tabel J.2.
Hambatan karena faktor alat (menit)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
a 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b
0 0 0 0 0 0 126 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0 0
0 201 6,7
c 225 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 342 0 0 0 0 125 0 0 0 247 0 90 0 0 0 0 0 0 1.029 34,3
d 0 0 0 0 0 156 0 0 0 0 0 0 0 0 0 175 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 167 0 0 213 711 23,7
e 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
f 0 0 0 0 158 0 0 0 0 0 128 0 0 0 0 0 215 0 0 0 0 0 0 176 0 0 0 0 0 0 677 22,6
g 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : h. i. j. k. l. m. n.
Cek rutin crusher Perbaikan pada vibrating grizzly feeder Perbaikan pada primary crusher Perbaikan pada vibrating screen Perbaikan pada secondary crusher Perbaikan pada belt conveyor Pembersihan crusher
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Tabel J.3
Hambatan karena waktu tunda yang direncanakan (menit)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
Isi bbm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sholat 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 240 8
Sahur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
LAMPIRAN K PERHITUNGAN TARGET PRODUKSI PT. Tanjung Alam Jaya memiliki target produksi sebesar 1.600.000 ton per tahun. Dengan jumlah hari dalam satu tahun sebanyak 365 hari dan jumlah hari libur 25 hari, maka jumlah hari kerja dalam satu tahun adalah : Jumlah hari kerja dalam 1 tahun
= 365 hari – 25 hari = 340 hari
Untuk memenuhi target produksi tesebut, maka produktifitas unit peremuk batubara per hari yang dibutuhkan adalah sebesar :
1.600.000 ton / tahun 340 hari / tahun
4.706 ton / hari Waktu operasi yang tersedia = 20 jam per hari Dengan demikian target produksi per jamyang diinginkan adalah sebesar :
l a i r T 2 ! e t a e r
4.706 ton / hari
236 ton / jam
m o c . t f o s n a c s . w w w
20 jam / hari
LAMPIRAN L NILAI KESEDIAAN UNIT PEREMUK e.
Mechanical Availability (MA) Mechanical Availability adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi peralatan
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan. Persamaannya adalah :
MA
W
W R
x 100 %
dimana : W=
Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat yang
dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan (delay time) yang ada.
R=
Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat
perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan prefentif.
f.
Physical Availability (PA)
Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang dipergunakan. Persamaannya adalah :
W S
PA
W R S
x 100 %
dimana : S
= Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi alat
tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan.
g.
Use of Availability (UA)
Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan suatu ukuran seberapa baik pengelolaan pemakaian peralatan. Persamaannya adalah :
UA
W W S
x 100 %
h.
Effective Utilization (Eut) Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Persamaannya adalah :
W
Eut
W R S
x 100 %
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P
Berdasarkan pengamatan waktu operasi unit peremuk batubara PT. Tanjung Alam
Jaya, diperoleh nilai ketersediaan alat unit peremuk sebagai berikut : Dikeahui :
W = 779,3 menit R = 244,.5 menit
S = ( 90,97 + 85,3 = 176,27 menit
Maka :
1. Kesediaan mekanis ( mechanical availability) MA
MA
W
x 100 %
W R
779,3
779,3 244,5
x 100 %
= 76,12 %
2. Kesediaan fisik ( physical availability)
PA
PA
W S
W R S
x 100 %
779,3 176,27 779,3 244,5 176,27
x 100 %
= 79,63 %
3. Kesediaan penggunaan alat ( use of availability) UA
W W S
x 100 %
UA
779,3 779,3 176,27
x 100 %
= 81,55 %
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P 4. Penggunaan efektif ( effective utilization )
Eut
Eut
W
W R S
x 100 %
779,3
779,3 244,5 176,27
= 64,94 %
x 100 %
LAMPIRAN M SPESIFIKASI TEKNIS DAN PRODUKTIFITAS WHEEL LOADER WA 500 Tabel M.1. Spesifikasi Wheel Loader WA 500
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Item
Model
OPERATING WEIGHT FLYWHEEL HORSEPOWER:
( kg/lb )
WA 500
SAE DIN Bucket capacity
HP(kW)/Rpm PS (kW)/Rpm m3 (cu.yd)
315 (235)/2100 319 (235)/2100 6 (7,8)
Performance : Travel speeds: Forward 1st 2nd 3rd 4th Reverse 1st 2nd 3rd 4th
km/h(MPH)
7.1 (4.4) 12.6 (7.8) 21.2 (13.2) 34.8 (21.6) 7.9 (4.9) 14.1 (8.6) 23.5 (14.6) 38.1 (23.7)
DIMENSIONS :
Overall length Overall width Overall height Wheelbase Treads(front and rears) Articulation angle (each)
mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) degree
9105 (29'10") 3400 (11'2") 3860 (12'8") 3600 (11'10") 2400 (7'10") 40
ENGINE :
Model No. of cylinders.-bore X stroke
mm(in)
Piston displacement
ltr (cu.in)
CUMMINS N 14 6-140 x 152 (5.5 x 6.0) 14 (855)
ltr ( U.S.gal)
465 (122.9)
CAPACITY : Fuel tank
Perhitungan produksi alat muat wheel loader WA 500 dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut : Q=qx
x E1 x E 2
Dimana: 3
Q
= produktifitas teoritis wheel loader , m /jam (ton/jam)
q
= produksi per siklus (cycle), m (ton)
3
= kapasitas bucket x bucket fill factor x densitas batubara
= 6 x 0,9 x 0,88 = 4,75 ton Ct
= cycle tim time, menit = 0,42 detik = 0,7 menit ( lampiran M.2)
E1
= efisie isien nsi kerja = 0,80 (Partanto P.)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P E2
= Efisiensi waktu
= 0,85 (Partanto P.)
Dari data-data di atas, maka produktifitas wheel loader WA 500 adalah :
Q = 4,75 4,75 x
x 0,80 0,80 x 0,85 0,85
= 276,86 ton per jam ≈ 277 ton per jam
Jumlah pengumpanan oleh wheel loader tiap jamnya adalah
=
60 menit/ it/jam jam : 0,7 menit
=
85 kali per jam
Tabel M.2. Waktu Edar (Cycle Time ) Alat Muat
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P No
T1
T2
T3
T4
Ct
1
10
18
2
14
44
2
3
17
1
14
35
3
6
17
2
14
39
4
8
16
2
15
41
5
7
16
2
16
41
6
10
17
1
14
42
7
9
17
3
15
44
8
9
17
2
15
43
9
8
19
3
13
43
10
7
17
2
13
39
11
8
19
3
16
46
12
7
17
2
13
39
13
8
18
2
14
42
14 15
7
18
2
15
42
7
18
2
15
42
16
6
18
2
14
40
17
8
19
2
14
43
18
8
18
2
16
44
19
10
18
3
14
45
20
7
18
2
14
41
21
7
20
1
13
41
22
7
19
2
16
44
23
6
18
1
14
39
24
8
17
1
16
42
25
6
17
2
15
40
26
8
21
2
16
47
27
7
19
1
16
43
28
10
18
1
16
45
29
7
20
1
16
44
30
6
18
1
15
40
32
9
20
1
17
47
32
7
19
1
16
43
rata-rata
7.53
18.06
1.78
14.81
42.19
Keterangan : Ct
: Waktu edar (cycle time) alat muat, detik
T1
: Wa Wak ktu peng enggalia alian n (digging time), detik
T2
: Wa Wakt ktu u peng pengan angk gkut utan an (traveling load time), detik
T3
:Wak :Waktu tu penum enumpa paha han n (dumping time), detik
T4
: Wa Wakt ktu u kemb kembal alii koso kosong ng ( traveling empty time), detik
LAMPIRAN N Two-Roll Crusher Estimated Gradation Chart Percent Passing (Open Circuit)
l a i r T 2 m ! o c . e t f t o s a n a e r w s . c C w w F D P Product size
Crusher Closed Side Setting
1/4"
3/8”
1/2"
5/8”
3/4"
7/8”
1”
1 ¼”
10” 9” 8” 7” 6” 5” 4”
3 ½” 3”
2 ¾”
2 ½”
100
2 ¼” 2”
100
95
1 ¾”
98
90
100
92
82
100
93
86
75
100
90
81,5
73
62
100
92
86
75
66
56
1 ½” 1 ¼” 1”
7/8” 3/4”
100
92
85,1
75
65
55
47
5/8”
96
88
76,1
67
58,4
49,5
42,5
1/2”
100
90
78
65,5
56
48,9
41,5
35.5
3/8”
97
78
58
50
42
36,7
31
27
5/16”
92
72,4
53
45,5
38
33,2
29
24
1/4"
79
60,9
43
37,2
31,5
27,5
23
20
4M
56
45,7
35,5
28,2
24
21
17,5
15