TEKNIK PENGOLAHAN DAGING: SOSIS CRISPY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Sosis mempunyai nilai gizi yang tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi. Dalam pembuatan sosis seringkali pembungkus atau cassing sosis susah dilepaskan dari sosisnya sendiri, dan kadang hal ini membuat bentuk sosis kurang menarik. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi dalam pembuatannya yaitu dengan menambahkan ampas kedele sebagai tambahan bahan pengikat sosis yang mudah didapat dan harganya relatif murah. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang dikombinasikan dengan inovasi serta melakukan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dan kelayakan usaha. TINJAUAN PUSTAKA Sosis Daging
Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998). Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang bertindak sebagai emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan membuat matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang stabil. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan emulsi yang berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang ditambahkan, jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak atau minyak tersebut. Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar berupa daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966). Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis daging yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk, daging dada serta daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994). Proses perebusan yang dilakukan pada pembuatan sosis ini dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mendapatkan produk sosis. Pemasakan sosis ini menurut Effie (1980) bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba. Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI 01-3020-1995 adalah maksimal 67.0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi. Daging Segar
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan – jaringan jaringan tersebut yang yang sesuai sesuai untuk dimakan dimakan dan tidak tidak menimbulkan menimbulkan gangguan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (1998) menyebutkan daging sebagai bagian dari hewan yang digunakan sebagai bahan makanan, antara lain terdiri atas otot, termasuk organ – organ – organ organ lain yang dapat dimakan. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti (Soeparno,2005). Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi : (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 2005). Umumnya bakso dibuat menggunakan daging ternak untuk mendapatkan produk yang kenyal dan kompak. Daging yang digunakan dapat berupa daging sapi, kerbau, kambing, domba, unggas (ayam, itik), dan kelinci. Dalam membuat bakso, disarankan menggunakan daging yang masih segar ( prerigor ) agar bakso yang dihasilkan kenyal dan kompak, meskipun tanpa penambahan bahan pengenyal (Anonim, 2009). Air atau Es
Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan. Garam
Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk, melarutkan protein myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Rust (1987), secara umum pada pembuatan sosis, jumlah garam yang ditambahkan adalah 2-3%. Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan adalah 2,5% dari berat daging. Penggunan garam tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan selanjutnya yang digunakan adalah penyedap. Umumnya penyedap digunakan sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Sodium Tripolifosfat (STTP)
Fosfat sebagai salah satu bahan dalam pembuatan sosis mempunyai fungsi untuk meningkatkan kemampuan mengikat air (WHC) dari daging, meningkatkan keempukan dan juiceness (Forrest et al., 1975), meningkatkan pH daging, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan mengemulsi (Ockerman, 1983). Penggunaan STTP pada produk daging olahan adalah 0.3-0.5% dari berat daging dan batas maksimumnya adalah 0.5% dari berat daging (Schmidt, 1988). Menurut Pandisurya (1983), penambahan STPP sebanyak 0,75% dari berat daging serta penambahan garam sebanyak 2% dari daging pada adonan bakso, memberikan nilai penerimaan produk yang terbaik. STPP dan garam merupakan bahan kimia yang digunakan untuk melarutkan dan mengekstraksi protein larut garam yang berfungsi sabagai bahan pengikat bila produk dipanaskan. Lemak
Menurut Acton dan Saffle (1970), lemak dapat memepengaruhi kestabilan emulsi. lemak menghailkan fase dispersi (diskontinue) dari emulsi daging sehingga lemak merupakan komponen struktural utama. Lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam lemak tak jenuh. Menurut Sulzbacher (1973), penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging olahan dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Sosis masak harus mengandung lemak maksimum 30%. Bahan Pengikat ( Filler) dan Bahan Pengisi ( Binder)
Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Bahan pengikat air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat saja. Bahan pengikat dan pengisi yang umumnya digunakan adalah susu skim, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung kedele, tepung ubi jalar, tepung roti dan tepung kentang. Penambahan tepung ke dalam produk olahan daging berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta berperan untuk mengurangi biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging. Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk olahan daging yang harus mempunyai kemampuan mengikat sejumlah air (Ranken, 2000). Tepung Tapioka
Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk, dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas otot karena degradasi protein ketika proses rigor mortis (Purnomo and Rahardian, 2008). Bumbu-bumbu
Menurut Forrest et al. (1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan dalam bentuk yang belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan sosis. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis. Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno, 1994). Menurut Forrest et al. (1975), fungsi bumbu
yaitu sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Bawang Putih
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan Budiarti, 1992). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Bawang putih memiliki jenis yang cukup banyak, namun tidak ada perbedaan yang menyolok. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih juga mengandung yodium yang tinggi dan sulfur (Wirakusumah, 2000). Merica
SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih (Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada. Biasanya penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas. Selain itu menurut Ting dan Diebel (1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses. MATERI DAN METODE Materi
Praktikum pembuatan sosis ini, bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi, tepung tapioka 30%, lemak 15%, STPP 0.7%, garam 3.8%, susu skim 10%, bawang putih 1%, pala 0.3%, penyedap 0.7%, jahe 0.5%, merica 0.5%, tepung sajiku, minyak satur, bawang, cabe, dan es batu 50%. Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah food processor, pisau, talanan, kompor, panci, wadah, piring, penggorengan, stuffer, selongsong, timbangan digital, dan sendok. Prosedur
Pertama-tama bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang sesuai resep. Daging sapi dan lemak ditimbang masing-masing sebanyak 135 gram, kemudian dibersihkan dan dicacah atau dipotongpotong. Selanjutnya cacahan daging sapi, lemak, garam, STPP, jahe, bawang putih, dan sebagian es batu dimasukkan ke dalam food procesor . Setelah campuran pertama halus, kemudian dicampur lagi dengan merica, bumbu penyedap, pala, tepung tapioka, susu skim dan sisa es batu. Hasil campuran dimasukkan ke dalam stuffer dengan terlebih dahulu memasang casing sosis pada stuffer . Perlahan-lahan adonan dikeluarkan dengan memutar tuas. Didalam cassing tidak boleh diberi rongga untuk udara, sehingga cassing akan menjadi padat dan dihasilkan bentuk sosis yang baik. Setelah cassing terisi adonan, ujung cassing kemudian diikat menggunakan 0 benang. Sosis kemudian direbus pada suhu sekitar 60 C selama 45 menit, perebusan dilakukan dalam panci yang berisi air dan diukur suhunya dengan termometer. Setelah masak, sosis ditiriskan dan didinginkan. Cassing sosis dilepaskan, kemudian sosis digulung ke adonan telur dan digulung ke tepung sajiku, setelah itu sosis digoreng dan siap disajikan dengan saos. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Dari hasil uji hedonik yang dilakukan dengan parameter warna, aroma, kekenyalan, dan penampilan umum pada produk inova si ”sokata” pada kelompok empat serta sosis crispy pada kelompok lima didapatkan nilai rata rata uji hedonik yang dapat dilihat pada tabel.1. Tabel 1. Hasil Rata-Rata Uji Hedonik pada Kelompok Empat (Sokata) dan pada Kelompok Lima (Sosis Crispy).