Teori Dan Teknik Konseling “Pendekatan Gestalt” 1. Konsep Dasar Gestalt A Tentang Pendekatan Gestalt M.A Subandi (Psikoterapi, hal.90-93) Salah satu pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi sa at ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.
Penemu psikoterapi Gestalt adalah Frederick (Fritz) Perls dan mulai berkembang pada awal tahun 1950. Pendekatan Gestalt berfokus pada masa kini dan itu di butuhkan kesadaran saat itu juga. Kesadaran ditandai oleh kontak, penginderaan, dan gairah. Kontak dapat terjadi tanpa kesadaran, namun kesadaran tidak dapat dipisahkan dari kontak. Geralt Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 118) mengatakan bahwa terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi yang mengharuskan individu menemukan jalannya sendiri dan me nerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. B. Konsep Dasar Psikoterapi Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat i ni. Pendekatan ini tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi berlangsung. Dalam buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat sekarang. Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang. Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:
1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu 2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut. 3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil mustahil terjadi. Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk
mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak ters elesaikan dulu bisa dihadapi saat ini. 2.Tujuan Pendekatan Gestalt Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya. Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik. 3.Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Individu bermasalah, karena terjadinya pertentangan antara kekuatan “top dog” dan “under dog”. Top dog adalah posisi kuat yang menuntut, mangancam sedangkan under dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya dan pasif. Individu bermasalah karena ketidakmampuan seseorang dalam mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya karena disebabkan mengalami kesenjangan antara masa sekarang dan masa yang akan datang. 4.Model-model pendekatan Gestalt A. Model Pola Hubungan Konselor dengan Konseli M. A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi, hal. 89), Hubungan antara konselor dan klien adalah sejajar yaitu hubungan antara klien dan konselor itu adanya /melibatkan dialog dan hubungan antara keduanya. Pengalaman – pengalaman kesadaran dan persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling. Menurut Gerald Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 132), hubungan terapis dan klien dalam praktek terapi Gestalt yang efektif yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi-ke-pribadi antara terapis dan klien. Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi terapis menjadi laatar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses terapi. B. Model Peran Konselor Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Dalam pendekatan teori Gest alt ini, peran konselor adalah:
1. Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran. 2. Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka. 3. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunujk non verbal. 4. Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa mereka. C. Model Operasional/Strategi Dalam buku yang di baca penulis (M. A Subandi dalam bukunya Psikoterapi dan Menurut Gerald Corey dalam bukunya Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi) dapat di simpulkan bahwa focus utama konseling adalah bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya dan mau mencoba menghadapinya, klien bisa diajak untuk memilih dua alternative, menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang. Selain itu konselor diharapkan menghindari diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi, maupun memberi nasihat. Konselor sejak awal sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang maupun menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri s endiri. Konselor membantu klien menghadapi transisi dari ketergantungannya terhadap factor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien. Pada saat klien mengalami ketersesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh atau gila. Konselor membantu membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal. D. Model Analisis dan Diagnosis Masalah Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), model analisis dan diagnosis masalah menurut pendekatan Gestalt adalah: 1. Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. 2. Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi klien dan membangkitkan otonomi klien (menekankan bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab). 3. Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini. Klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi disini dan saat ini. Klien diperbolehkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. 4. Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klein menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. E. Teknik dalam Pendekatan Gestalt
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling Gestalt yaitu: 1. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya. 2. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang 3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya. Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat meras akan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam s uatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari itu. 5. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Gestalt Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt adalah: A. Kelebihan
Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang. Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan pesan tubuh. Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah. Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri. Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
B. Kelemahan
Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktorfaktor kognitif. Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, t etapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain. Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi. Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
6. Penerapan atau Aplikasi Pendekatan Gesatalt A. Penerapan dalam Terapi Individu dan Kelompok Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun setting kelompok Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) Sebagai contoh, klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya yang berusia 13 tahun. Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan trauma bahakan beberapa hari tidak pulang kerumah yang tanpa sepengetahuan ibunya ternyata anaknya menginap di rumah nenek. Suaminya yang merasa kecewa dan kewalahan terhadap sikap istrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar bekang yang membuat istrinya keras seperti itu adalah didikan dari orang tua sang istri yang terlalu keras dari kecil sampai remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangant dendam. Dan didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya. Dalam kasus seperti ini, konselor dapat menerapkan teknik permainan dialog yang didalamnya ada teknik kursi kosong. Klien disuruh untuk berperan sebagai under dog yang menjadi korban. Klien di arahkan untuk menjadi sadar akan perbuatannya saat ini bahwa sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang di teruskan kepada putrinya. Selain itu, klien bisa disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulang kembali apa yang dialaminya dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan tersebut. Setting Kelompok, menurut M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi) Sebagai contoh, teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa khawatir akan apa yang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk memerankan orang yang mungkin menilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang
danggapnya menilai dirinya, ia di minta untuk mengecek kembali pada orang iti. Tidak jarang terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata. Semua itu hanya penilaian saja, padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya. Dalam setting kelompok seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali keyakinan yang kurang rasional yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan orang lain.