BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Mediastinum
Gambar. Letak Mediastinum Mediastinum adalah rongga yang terletak di bagian tengah toraks dan mempunyai batas-batas anatomi. Secara garis besar, mediastinum dibagi atas 4 bagian penting sebagai berikut1: a) Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum. Berisi timus, trakea atas, esophagus, dan arkus aorta serta cabangnya. b) Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di depan jantung. Berisi aspek inferior timus maupun jaringan adipose, limfatik, dan areola. c) Mediastinum
posterior,
dari
garis
batas
mediastinum
superior
kediafragma di belakang jantung. Berisi esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desenden, system azigot dan hemiazigos, kelenjar limfe paravertebralis dan jaringan arteola. d) Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. Berisi jantung, pericardium, nervus frenikus, bifurkasio trakea dan bronkiprinsipalis, nodi limfasit trakealis, dan bronkialis.
Adapun organ-organ penting yang terdapat di dalamnya antara lain jantung dan pembuluh darah besar, kelenjar dan saluran getah bening, esophagus, trakea dan bronkus besar, ganglion, dan saraf otonom. 2 2.2. Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut (Mukty, Abdul, 2002). Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.1 2.3. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah: a) Penyebab kimiawi Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya. b) Faktor genetik (biomolekuler) Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor. c) Faktor fisik Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom. d) Faktor nutrisi Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor. e) Faktor hormon Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormon tersebut.
2.4. Klasifikasi
2.4.1. Mediastinum Anterior a) Sel germinal: 60-70% merupakan tumor jinak dan bisa ditemukan pada laki-laki dan perempuan. b) Lymphoma: tumor ganas termasuk ke dalam penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. c) Timoma dan kista timus: penyebab paling sering dari massa kista. Mayoritas timoma adalah tumor jinak yang terkandung dalam kapsul fibrosa. Namun 30% dari timoma dapat menjadi lebih agresif dan menjadi invasive melalui kapsul fibrosa. d) Massa tiroid mediastinum: biasanya jinak, seperti gondok, kadangkadang bisa menjadi kanker. 2.4.2. Mediastinum Medial a) Kista bronkogenik: pertumbuhan tumor jinak yang berasal dari respiratori. b) Limfadenopati mediastinal: pembesaran kelenjar limpa. c) Kista pericardial: pertumbuhan tumor jinak yang dihasilkan dari “out pouching” dari pericardium. d) Massa tiroid mediastinum: biasanya tumbuh jinak, seperti gondok, kadang-kadang bisa menjadi kanker. e) Tumor trakea: termasuk neoplasma trakea dan massa non-euplastic seperti tracheobronchopathia osteochondroplastica (tumor jinak). f) Kelainan pembuluh darah: termasuk aneurisma aorta dan diseksi aorta 2.4.3. Mediastinum Posterior a) Extramedullary haematopoiesis: penyebab yang jarang dari massa yang terbentuk dari perluasan sumsum tulang belakang dan berkaitan dengan anemia berat. b) Limfadenopati mediastinal. c) Neuroenteric
kista
mediastinum:
pertumbuhan
langka
yang
melibatkan saraf dan elemen gastrointestinal. d) Neurogenik neoplasma mediastinum: penyebab paling umum dari tumor mediastinum posterior, diklasifikasikan sebagai neoplasma
selubung
saraf,
neoplasma
sel
ganglion
dan
neoplasma
sel
paraganglionic. Sekitar 70% dari neoplasma neurogenik adalah jinak. Kelainan esofagus termasuk akalasia esofagus, neoplasma esofagus dan hernia hiatus. Kelainan paravertebral termasuk kelainan menular, ganas dan trauma tulang belakang dada. 3 2.5. Patofisiologi
Penyebab timbulnya tumor mediastinum belum diketahui secara pasti, hanya diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi secara mekanis akan menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya. Timbulnya karsinoma dapat meningkatkan daya merusak sel kanker terhadap jaringan sekitarnya terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relative lemah. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit infeksi pernapasan lain seperti sesak napas, nyeri pada saat inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lender berwarna merah (hemaptoe). 4 Kondisi kanker juga meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder sehingga kadang kala manifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia atau TB paru. 2.6. Gejala Klinis
Umumnya tumor itu sendiri tidak memberikan gejala, namun penekanan pada organ-organ di sekitarnya akan menimbulkan keluhan antara lain: 2 a) Trakea : batuk, sesak, stridor b) N.laringeus recurrens : suara parau c) Esophagus : disfagi (kesulitan menelan) d) Vena cava superior : sindroma vena cava superior e) Jantung : gangguan hemodinamik
Tabel 2.6 Gejala klinik penderita tumor mediastinum
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, yaitu sebagai berikut:1 a) Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakeadan/atau bronkus utama. b) Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esophagus. c) Sindrom vena kava superior lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak. d) Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringeal terlibat dan paralisis diafragma. e) Timbul apabila penekanan nervus frenikus. f) Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf. 2.7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya: -
miastenia gravis mungkin menandakan timoma
-
limfadenopati mungkin menandakan limfoma
Pemeriksaan fisik pada tumor mediastinum di lihat dari status lokalis didapatkan5: a) D spine sign Suara napas bronkial normalnya ditemukan maksimal pada daerah cervicalis 7 dan trakea mengalami percabangan torakal 3. Jika terdapat tumor mediastinum posterior ( di antara trakea dengan vertebra ) suara bronkial akan
terdengar di bawah cevicalis 7. Begitupula jika ada tumor di daerah carina akan memberikan gambaran suara bronkial di bawah cervicalis 7. b) Reverse d’ spine sign Jika terdapat tumor mediastinum anterior ( di antara trakea dan sternum ), suara bronkial akan terdengar di daerah atas pembuluh darah vena ja ntung. c) Suara pekak Normalnya jika lapangan paru diperkusi akanmenghasilkan suara sonor, tetapi jika terdapat tumor mediastinum anterior akan memberikan suara pekak pada perkusi. d) AP Displacement of Trachea Jika terjadi dilatasi esofagus yang besar akan menyebabkan pendorongan pada trakea ke depan dan trakea akan menempel dengan bagian manubrium. Tetapi jika terdapat massa pada bagian mediastinum anterior, trakea akan mengalami pendorongan kebelakang. Pada pasien dengan riwayat paru obstruksi diafragma akan mengalami hiperinflasi sehingga menyebabkan desakan pada trakea dan trakea akan terdorong ke belakang. e) Ballotement Apabila dalam pemeriksaan fisik tampak penonjolan trakea dapat dilakukan pemeriksaan ballotement. Caranya lakukan penekanan dengan kedua tangan, jika dengan hal tersebut didapatkan kesan adanya pantulan maka pembesaran tersebut dikarenakan adanya dilatasi esofagus, tetapi jika tidak hal tersebut dapat dikarenakan adanya masa. f) Trakea terfiksasi Trakea akan mengalami pergerakkan naik dan turun saat proses menelan dan napas dalam. Tetapi jika terdapat massa di sekitar trakea, trakea akan terfiksasi sehingga pergerakan trakea akan terganggu. g) Tracheal tug Apabila terjadi aneurisma pada arkus aorta, tracheal tug akan teraba. Caranya dengan berdiri dibelakang pasien dan raba trakea. Minta pasien untuk minum. Pada aneurisma aorta, trakea akan tertarik mengikuti tiap detak jantung.
2.8. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto toraks: dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang pasti.
Gambar. Rontgen Thorax Tumor Mediastinum b) Tomografi: selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi, yangsering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma. c) CT-Scan toraks dengan kontras: selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CT Scan abdomen. d) Flouroskopi:
prosedur
ini
dilakukan
untuk
melihat
kemungkinan
aneurisma aorta. e) Ekokardiografi: berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma. f) Angiografi: teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram. g) Esofagografi: dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.
h) USG, MRI dan Kedokteran Nuklir i) Bronkoskopi: dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. j) Mediastinokop: lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior. k) Esofagoskopi l) Torakoskopi diagnostik m) Pemeriksaan patologi anatomi: seperti sitologi jarinngan untuk mengetahui jenis sel tumor n) Pemeriksaan Laboratorium: uji tuberkulin bila ada kecurigaan limfadenitis TB, pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid, pemeriksaan
a-fetoprotein
dan
b-HCG
dilakukan
untuk
tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal. 1 2.9. Diagnosis
Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasan ya berkaitan dengan ukuran dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Tidak jarang pasien datang dengan kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna. Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa, maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi dan/atau tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan. Gambar. Alur Diagnostik Tumor Mediastinum dengan Kegawatan 1
Gambar. Alur Diagnostik Tumor Mediastinum tanpa Kegawatan1
2.10. Diagnosis Banding
Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di mediastinum adalah tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen),
thymoma
dan
limfoma.
Dalam
golongan
umur
ini
harus
dikesampingkan kelainan yang berkesan tumor seperti tumor paru, pneumothorax, struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto thorax. Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus dibedakan dari massa primer mediastinum se belum interbensi bedah.
2.11. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui perluasan dan penyebaran secara langsung dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel)
bersebelahan,
tekanan
sel
bersebelahan,
menyebabkan
sindrom
paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah: a) Obstruksi trachea b) Sindrom Vena Cava Superior c) Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage d) Rupture esophagus 2.12. Prognosis
Banyak faktor yang menentukan prognosis penderita timoma. 5 years survival rate berbeda untuk setiap staging penyakit: 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6 % untuk stage II dan 50 % untuk stage IV. 6 Prognosis tumor mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variasi prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostik spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain akan mempengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
Persatuan Dokter Paru Indonesia. Tumor mediastinum pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
Mukty, Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 2002.
https://my.clevelandclinic.org/services/heart/disorders/hic_mediastinal_tu mors diakses pada 29 Desember 2017.
Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001. 1242-1246
Physical Findings of Mass in Mediastinum- Focused Exam. Available from: www.meddean.luc.edu. Accessed at 10 September 2014
Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka wMiathsaoka T. Follow-up study oh thymomas with special reference to their clinical stages. Cancer 1981; 48(11): 2485-92