MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN
Analisis Kasus Pajak Google di Indonesia
Disusun Oleh:
Kelompok 11
1. Elsa Wulan Ramadhani
(17/421432/EE/07256) (17/421432/EE/07256)
2. Muhammad Fauzan Happe
(17/421450/EE/07274) (17/421450/EE/07274)
3. Puti Rizna Nabila
(17/414067/EE/07232) (17/414067/EE/07232)
4. Vezzha Marzaleva Arsya
(17/421467/EE/07291) (17/421467/EE/07291)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2018
A. Latar Belakang
Google adalah sebuah perusahaan multi nasional Amerika Serikat yang berkekhususan pada jasa dan produk Internet. Google merupakan perusahaan swasta, pada tanggal 4 September 1998 yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin. Produk-produk yang dimiliki oleh google adalah sebagai berikut: a.
Periklanan
e.
Hiburan
b.
Aplikasi pencarian
f.
Lainnya, seperti Google Analytics
c.
Komunikasi
d.
Telpon Genggam
dan Google SMS.
Dengan berkembangnya IT memberikan dampak kepada Google untuk berkembang ke seluruh Negara. Dapat dilihat di masa sekarang ini orang-orang melakukan segala pencarian melalui Google sehingga membuat Google menjadi salah satu perusahaan yang memiliki banyak pendapatan di berbagai Negara tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, Google membuat kantor yang berada di Jakarta. Adanya kantor Google membuat perusahaan tersebut harus mengikuti peraturan yang ada di Indonesia salah satunya peraturan tentang perpajakan. Bagi perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnis di Indonesia harus membayar pajak ke Indonesia. Tetapi Google tidak membayar pajak yang sesuai dengan pendapatan yang mereka dapatkan di Indonesia seperti pajak pendapatan iklan dan pajak penghasilan. Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat 5 “Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang; h. ruang untuk promosi dan penjualan; i. pertambangan dan penggalian sumber alam; j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam
puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.” Dari UU tersebut dapat dilihat jika Indonesia dapat memajaki Google, meskipun Google tidak berkedudukan di Indonesia tetapi mereka mendapatkan pendapatan yang besar di Indonesia sehingga mereka harus membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku. Jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan adalah PPh Badan karena memiliki kantor di Indonesia serta pajak untuk pendapatan iklan perusahaan google yang ada di Indonesia. B. Teknis Penghindaran Pajak
Berita mengenai Panama Papers membuka pemikiran warga negara Indonesia tentang bagaimana perusahaan besar dunia dapat menyimpan uangnya di negara tertentu demi menghindari pajak (tax avoidance). Sebenarnya reaksi Indonesia cukup terlambat jika dibandingkan dengan reaksi Di AS dan Eropa, yang mulai membicarakan penghindaran pajak sejak tahun 2010. Pada dasarnya pemerintah sangat menghormati investasi dan kegiatan yang dilakukan Google. Namun, jika Google mendapatkan keuntungan dari kegiatan mereka di dalam negeri, maka Indonesia perlu mendapatkan haknya berdasarkan perhitungan value yang datang dari Indonesia. Pada tahun 2015, Google disinyalir tidak mau membayar pajak, alasannya adalah karena Google merasa total tagihan pajak hanya sekitar Rp 337,5-405 miliar. Akan tetapi, Ditjen Pajak menghitung penghasilan Google pada tahun 2015 bisa mencapai Rp 6 triliun dengan penalti sebesar Rp 3 triliun. Dengan penghasilan besar yang dihasilkan dari kegiatan usahanya di Indonesia, seharusnya bukan merupakan masalah bagi Google untuk membayarkan pajaknya di Indonesia. Namun, bukannya langsung memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, Google malah melakukan tindakan yang bisa menghindari bahkan meniadakan pengenaan pajak atas penghasilan yang di dapat di suatu negara termasuk Indonesia.
Di beberapa negara, salah satu trik yang banyak diketahui orang tentang penghindaran pajak yang dilakukan Google adalah dengan skema Double Irish Dutch Sandwich. Jadi keuntungan Google di luar Amerika Serikat, tidak langsung masuk ke kantor pusatnya untuk menghindari pajak pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Google mentransfer dana pemasukan global mencakup area Eropa, Timur Tengah dan Afrika ke Irlandia. Di Irlandia, Google mendirikan dua anak perusahaan. Anak perusahaan pertama digunakan untuk mengumpulkan semua pemasukan, sedangkan anak perusahaan kedua yang memegang hak paten dan properti intelektual Google. Anak perusahaan pertama akan mentransfer dana ke anak perusahaan kedua sebagai pembayaran royalti, yang mana akan dikenai pajak lebih rendah. Akan
tetapi,
transfer
royalti
itu
pun
tidak
langsung
dkirimkan,
melainkan
Google mentransfer lebih dulu ke anak perusahaan di Belanda untuk menghindari pembayar pajak royalti di Irlandia sebesar 12,5 persen. Anak perusahaan kedua ini meskipun berada di Irlandia namun memiliki kantor pusat di Bermuda sebagai Tax Heaven sehingga tidak dikenai pajak pemasukan korporasi. Jika sudah masuk area Tax Heaven, maka dana akan sulit untuk dilacak. Sedangkan untuk penghindaran pajak di Indonesia, Google menggunakan celah dari syarat pengenaan pajak jika dia merupakan Badan Usaha Tetap (BUT). Selama ini Google memilih berada di negara yang memberikan tarif pajak rendah atau yang memberikan berbagai fasilitas pajak. Cara yang dilakukan Google untuk menghindari pajak adalah jangan sampai Google membentuk BUT di negara Indonesia. Di mana itu merupakan suatu syarat dan ambang batas negara bisa mengenai pajak. Namun apabila terdapat BUT, maka Google akan mengalokasikan laba kepada BUT tersebut seminimal mungkin. Google melakukannya dengan cara pertama yang mana jangan sampai dia hadir secara fisik di Indonesia. Google memiliki anak usaha di Singapura yang mengatur bisnis atau melakukan management control di sekitar Asia. Sedangkan untuk di Indonesia Google hanya membangun kantor marketing representative yang hanya berperan sebagai penunjang dan pelengkap saja. Sehingga dengan klasifikasi perusahaan yang seperti itu, maka Google tidak dapat diklasifikasikan sebagai BUT dan secara otomatis Indonesia tidak dapat menarik pajak dari Google. Selain itu, terdapat kontrak atau perjanjian yang dilakukan secara online, begitu
juga dengan pembayaran jasa yang telah diberikan. Sehingga apabila Google tidak mendirikan BUT, maka negara akan mengalami kesulitan untuk menarik pajak dari perusahaan tersebut. Namun, menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura. Dengan demikian, menurut Pasal 2 ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan. Google Indonesia mengklaim berstatus mandiri atau tak berada di bawah kantor perwakilan Singapura. Perusahaan tersebut hanya menerima pesanan dari Google Asia Pacific Pte Ltd dengan imbalan penggantian semua biaya telah dikeluarkan plus margin delapan persen. Jadi yang dikenakan adalah 8%. Pajak yang dibayar Google tidak sesuai sebagaimana perhitungan DJP atas dasar data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika karena aktivitas jasa periklanan di internet. Jadi walaupun google sudah mendirikan PT atau kantor perwakilan (bukan BUT) yang hanya bersifat marketing support, Google mengelabui otoritas pajak dengan mentransfer dana ke perusahaan yang ada di Singapura. Namun mereka menjawab tetap membayar pajak sesuai peraturan di Indonesia sedangkan menurut DJP pembayaran tersebut masihlah belum mencerminkan penghasilan sebenarnya yang didapat dari Indonesia. Muhammad Hanif (Ka. Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus) menjelaskan, pada 2015 lalu, pendapatan atau omzet Google dari Indonesia mencapai Rp 3 triliun. Bila melihat jenis usaha, maka laba yang didapatkan biasanya berkisar sekitar 40% sampai 50%, sebab tidak terlalu banyak biaya pengeluaran. Jika Beliau mengasumsikan laba yang diterima adalah Rp 1 triliun. Maka pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan adalah 25% dari laba yaitu Rp 250 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu 10% dari pendapatan yaitu Rp 300 miliar. Aktivitas usaha Google di Indonesia meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sehingga asumsi pajak yang seharusnya dibayarkan dalam lima tahun (2011-2016) adalah Rp 2,75 triliun.
C. Penghindaran Pajak Google di Indonesia
Penghindaran pajak yang dilakukan Google di Indonesia dikarenakan adanya kelemahan atau kelonggaran di undang-undang perpajakan kita, yaitu mengenai aturan bentuk usaha yang berbentuk secara virtual seperti Google. Hal tersebut memungkinkan Google untuk tidak membayar pajak. Undang-undang kita hanya mengatur tentang usaha yang berbentuk fisik, dengan begitu Google hanya akan menghindari kehadiran fisik di indonesia agar tidak dikenakan pajak (Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo). Usaha yang sejenis dengan google juga bisa lepas dari kewajibannya membayar pajak. Berdasarkan P3B antara Singapura dan Indonesia mengatur bahwa BUT adalah suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Sedangkan apa yang didirikan di Indonesia hanya sebatas marketing support saja dan itu belumlah sesuai dengan definisi dari BUT sebagaimana yang diatur di P3B Singapura-Indonsia. BUT merupakan syarat minimal suatu negara sumber mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari negara sumber tersebut. Google berlindung di bawah perjanjian P3B yang dilakukan antara Indonesia dengan Singapura di mana aktivitas online bukan lah yang termasuk bentuk usaha tetap (BUT) sehingga tidak bisa dipajaki. Tanpa BUT maka penghasilan Google atas iklan yang dilakukan secara online tidak dikenakan pajak secara penuh (tetap kena pajak) karena mempertimbangkan juga asas sumber penghasilan, tidak sepenuhnya bebas pajak. Google menghindari adanya BUT di negara yang tarif pajaknya besar, salah satunya di Indonesia karena jika sudah dibentuk BUT maka BUT tersebut harus sepenuhnya patuh pada negara tempat BUT tersebut didirikan. Raksasa mesin pencari itu sudah membentuk perusahaan lokal atas nama PT Google Indonesia. Namun, itu tidak berarti perusahaan sudah membentuk badan usaha tetap (BUT) dan taat pajak. D. Upaya Pemerintah
Para petinggi Google sudah melirik Indonesia sebagai negara yang mempunyai peran penting. Posisi Indonesia bisa disamakan dengan India dan Brasil. Pemerintah telah meminta Google agar memperlakukan pajak yang setara dengan dua negara tersebut. Karena di India, Google mau menjadi perusahaan dengan status BUT. Transaksi-transaksi iklan di India pun dialirkan ke Google India, lalu dikenakan pajak oleh negara. Bahkan tarif pajak di India tergolong tinggi. Upaya yang dilakukan DJP dalam mengahadapi kasus Google dimulai dari
proses negosiasi hingga penyerahan bukti atau data transaksi bisnis berupa elektronik file. Google Asia Pasific Pte Ltd memang masih belum mau diaudit oleh pemerintah Indonesia. Kantor perwakilan Google berlokasi di Singapura itu berpegang pada perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treaty antara Indonesia dan Singapura. Karena dalam P3B diatur bahwa pertukaran informasi tidak wajib dilakukan apabila atas penghasilan Google tidak diatur oleh P3B. Maksudnya adalah P3B Indonesia-Singapura tidak mengatur bahwa usaha yang dilakukan Google Indonesia adalah termasuk BUT, jadi singapura tidak wajib memberikan informasi mengenai Google. Upaya negosiasi diharapkan dapat membuahkan hasil karena mempertimbangkan bahwa Indonesia merupakan salah satu yang berperan penting dalam penghasilan Google. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil dilihat dari Google Asia Pasific Pte Ltd yang masih belum mau memberikan informasi terkait Google atau diaudit oleh pemerintah Indonesia. Dan sejak akhir bulan november 2016, diputuskan bahwa negosiasi berhenti. Dikarenakan Google memasang angka pajak yang terutang sangat rendah dibanding dengan apa yang disampaikan oleh DJP. Tagihan dari pajak tidak bersifat fleksibel, artinya Google tidak memiliki kesempatan untuk menawar tagihan lebih rendah. (Muhamad Hanif). Akibat berhentinya negosiasi tersebut, otoritas pajak menyatakan sudah tidak ada lagi kesempatan untuk bernegosiasi lagi. Tindakan selanjutnya yang dilakukan Indonesia adalah pemeriksaan. Sebelumnya otoritas pajak Indonesia sudah mengirim Surat Perintah Pemeriksaan, namun beberapa bulan setelahnya Google mengembalikan surat tersebut. Oleh karenanya dalam UU KUP manyatakan bahwa atas penolakan tersebut maka Google diindikasikan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan kemudian langkah selanjutnya yang dilakukan DJP adalah investigasi/penyelidikan. Menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati juga mengancam akan membawa kasus Google ke pertemuan internasional kalau perlu akan dibuat forum internasional antar menteri keuangan untuk menyatukan persepsi mengenai pajak atas perusahaan penyalur data melalui internet (over the top/OTT). Pada penjelasan diatas upaya pemerintah dalam menanggapi permasalahan pajak Google harus membuat langkah sebagai berikut: 1.
Libatkan Parlemen Google menolak untuk dikukuhkan sebagai BUT dan juga menolak untuk diperiksa. Ini merupakan sebuah perlawanan terhadap aturan perpajakan di Indonesia
sekaligus melawan rakyat Indonesia. Mereka meraup untung banyak dari uang masyarakat tapi tidak ada rasa terimakasih berupa kewajiban membayar pajak. Tindakan tegas terhadap Google dinilai penting agar menimbulkan efek jera terhadap perusahaan asing sejenis. Muhammad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR-RI, mendukung upaya pemerintah meningkatkan kepatuhan wajib pajak Google, beliau juga berencana untuk membicarakannya dengan anggota Komisi XI yang lain. Di Inggris, anggota parlemen membuat pernyataa bahwa Google adalah perusahaan yang tidak bermoral karena tidak membayar pajak. Pernyataan ini bertujuan agar rakyat inggris juga sadar bahwa mereka menggunakan Google juga berakibat merugikan negara. Dan untuk mencapai ini diperlukan kepercayaan rakyat yang tinggi kepada otoritas pajak dan transparansi tentang apa yang dilakukan Google agar mencapai kesuksesan. 2.
Menyusun aturan terkait urusan virtual Pemerintah perlu memerkuat pencegahan terhadap yang dilakukan Google agar kejadian serupa tak terulang di masa mendatang. Salah satu caranya, menerbitkan instrumen pajak baru. Seperti halnya yang dilakukan oleh Inggris yaitu menerbitkan peraturan perpajakan baru tentang Diverted Profit Tax atau dikenal dengan Google Tax , pajak tersebut merupakan pajak jenis baru dan bukan PPh badan jadi hal itu tidak melanggar atau bertentangan dengan Tax Treaty. Pajak tersebut dikenakan jika perusahaan OTT tidak mendirikan BUT di Inggris namun diketahui membuat BUT di Negara lain yang tarif PPh-nya dibawah 80% dari tarif PPh badan di Inggris. Sebagai contohnya tarif PPh badan di Inggris 20%, perusahaan yang diketahui mendirikan BUT di negara yang memiliki tarif PPh badan dibawah 16% (20% x 80%) akan dikenakan diverted profit tax 25%. Dan ini terpisah dengan PPh badan karena diverted profit tax merupakan pajak jenis baru. Dan akhirnya hal ini memaksa Google untuk mendirikan BUT di Inggris. (news.ddtc.co.id).
E. Kesimpulan
Ilmu teknologi dewasa ini mengalami perkembangan yang begitu pesatnya. Banyak raksasa mesin pencari baru yang bermunculan, meskipun begitu Google masih bertahan dan tidak kehilangan pengguna setianya. Akan tetapi, perkembangan Google ini tidak diikuti dengan penerapan etika yang sesuai di wilayah Indonesia. Pada dasarnya pemerintah sangat menghormati investasi dan kegiatan yang dilakukan Google. Namun, jika Google mendapatkan keuntungan dari kegiatan mereka di dalam negeri, maka Indonesia perlu mendapatkan haknya berdasarkan perhitungan value yang datang dari Indonesia. Pada tahun 2015 Google disinyalir tidak mau membayar pajak dan malah melakukan tindakan yang bisa menghindari bahkan meniadakan pengenaan pajak atas penghasilan yang di dapat di suatu negara termasuk Indonesia dengan cara jangan sampai Google membentuk BUT di negara Indonesia di mana itu merupakan suatu syarat dan ambang batas negara bisa mengenai pajak dan hanya membangun kantor marketing representative yang berperan sebagai penunjang dan pelengkap saja. Masalah seperti ini bisa terjadi dikarenakan adanya kelemahan atau kelonggaran di undang-undang perpajakan kita, yaitu mengenai aturan bentuk usaha yang berbentuk secara virtual seperti Google. Juga masih sangat kurangnya ketegasan dari pemerintah dalam menindaklanjuti perusahaan asing yang melakukan tax avoidance di Indonesia yang dapat menimbulkan efek jera bagi perusahaan asing sejenis.
Referensi https://id.wikipedia.org/wiki/Google Di akses pada 24 Febuari 2018 pukul 14.30 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160930_indonesia_update_google
Di
akses pada 24 Febuari 2018 pukul 14.30 http://jdih.esdm.go.id/peraturan/UU%20No.%2036%20Thn%202008.pdf Diakses
pada
24
Febuari 2018 pukul 14.30 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3399907/menelisik-rute-kasus-google-hinggamenghadap-ditjen-pajak Diakses pada 24 Febuari 2018 pukul 14.30 http://news.liputan6.com/read/2609047/ini-trik-google-hindari-bayar-pajak. Diakses pada 24 Februari 2018 pukul 21.25 https://bisnis.tempo.co/read/829801/kasus-pajak-google-sri-mulyani-negosiasi-awal-2017. Diakses pada 24 Februari 2018 pukul 21.32 http://tekno.kompas.com/read/2016/09/20/10330087/cara.google.memanfaatkan.celah.untuk.men ghindari.pajak. Diakses pada 24 Februari 2018 pukul 21.40 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3393490/beda-cara-google-dan-facebookhindari-pajak-ri. Diakses pada 24 Februari 2018 pukul 21.45