KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA MELAYU Oleh: (Syafi’ul anam, Wais muhammad al-amin, al -amin, Riski wayu ningsih, Sari juwita, Nurul fahmi)
A. Pendahuluan
Kepemimpinan menjadi variabel terpenting dalam menjaga stabilitas suatu negara baik secara makro maupun mikro. Kepemimpinan menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya proses berkomunitas atau bernegara, baik dalam Negara yang menganut sistem demokrasi, monarki maupun negara-negara yang bersistem lain. Jika kita membuka kembali sejarah bangsa-bangsa besar yang berperadaban tinggi, pasti akan kita temukan didalamnya seorang figur pemimpin yang hebat, visioner serta kharismatik. Misalnya saja pada zaman Romawi, kita mengenal Julius Caesar yang agung dan bijak dalam memimpin Romawi hingga mencapai puncak kejayaannya, begitu juga yang terjadi di kerajaan turki yang dipimpin sultan salahudin al-ayyubi maupun dalam konteks kekinian seperti ameri ka serikat yang pernah dipimpin oleh Bill Chilton.Selain itu, tantangan kepemimpinan hari adalah setiap Negara mau tidak mau harus siap dalam menghadapi era globalisasi dimana sudah tidak ada sekat lagi diantara masing-masing Negara dalam melakukan diplomasi dan bertukar informasi. Hal ini yang menjadi tantangan besar bagi bangsa indonesia kedepan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi berbagai macam fenomena.
Suatu kepemimpinan bisa dikatakan gagal atau berhasil,bisa dilihat dengan melihat bagaimana passion seorang pemimpin, hal itu menjadi tolak ukur bagi seseorang dalam membaca kondisi untuk mengetahui bagaimana efektifitas seseorang dalam memimpin. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai negara berbudaya heterogen, menjadi begitu mempesona dengan berbagai macam karakter dan corak kepemimpinanya. Pada dasarnya bangsa Indonesia telah memiliki berbagai macam corak gaya kepemimpinan, salah satunya adalah Kepemimpinan dalam tradisi melayu. Asumsi sementara kami bahwa dalam corak kepemimpinan tradisi melayu, pemimpin pada zaman tersebut banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai religius, baik oleh agama Islam maupun agama-agama yang lain. Hal tersebut memberikan implikasi bahwa dalam tradisi melayu seorang pemimpin bisa jadi diukur dengan bagaimana kualitas seseorang dalam melaksanakan ajaran aj aran agamanya a gamanya atau bahkan gaya kepemimpinannya didasarkan pada cara pandang suatu agama. Hal tersebut
1
menjadi menarik karena pemimpin dalam tradisi melayu mencoba untuk menerjemahkan berbagai dogma agama kedalam kehidupan nyata, baik dalam skala mikro maupun makro dalam masyarakat. Maka dalam tulisan ini kelompok kami mencoba untuk mengekplorasi bagaimana konsep kepemimpinan dalam perspektif budaya melayu ini berlangsung sehingga mampu direalisasikan secara stabil ditengah-tengah masyarakat melayu. B. Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.( Nurkolis, "Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo, 2003, hal 97) Definisi kepemimpinan menurut para ahli yaitu: 1. F. I. Munson, Kepemimpinan merupakan kemampuan agar dapat mengatasi orang-orang sehingga mencapai hasil yang maksimal dengan kemungkinan gesekan adalah yang terkecil dan pembentukan kemungkinan terbesar dari kerjasama. 2. F. A. Nigro (1965), Kepemimpinan untuk mempengaruhi aktifitas orang lain. 3. Ordway Tead (1929) , Kepemimpinan sebagai temperamen merger yang membuat seseorang mungkin dapat mendorong beberapa orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan.
4. Kartini Kartono (1994), Kepemimpinan adalah karakter khas, khususnya, mengambil situasi tertentu. Karena kelompok melakukan kegiatan tertentu dan memiliki tujuan dan berbagai peralatan khusus. Pemimpin kelompok dengan fitur karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu. 5. William G. Scott (1962), Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 6. Hemhill dan Coon (1995), Kepemimpinan adalah sikap individu yang memimpin berbagai kegiatan kelompok terhadap tujuan yang akan dicapai bersama-sama. 7. Rauch dan Behling (1984) , Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok yang terorganisir terhadap pencapaian tujuan.
2
8. Weschler dan Massarik (1961), Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, dan diarahkan melalui proses komunikasi, untuk mencapai tujuan tertentu atau lebih. 9. P. Pigors (1935), Kepemimpinan adalah proses mendorong dan mendorong melalui interaksi yang berhasil dari perbedaan individu, pengendalian kekuatan seseorang dalam mengejar tujuan bersama. 10. George R. Terry, Kepemimpinan merupakan hubungan yang ada dalam seseorang atau pemimpin dan pengaruh yang lain untuk mau bekerja secara sadar dalam kaitannya dengan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, memberi contoh dan manajemen memimpin dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan dalam berorganisasi atau bernegara sesuai dengan peran yang telah dipegang masingmasing. C. Kepemimpinan dalam pandangan melayu
pemimpin bagi orang Melayu pada zaman sebelum datangnya pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Nasrani bahwa pemimpin mengandung makna mitologis dan kosmologis. Artinya pemimpin adalah orang yang datang dari tempat yang tinggi atau dari langit yang turun ke bumi untuk melaksanakan tugasnya memimpin penduduk yang ditemuinya. Menurut sejarah Melayu pemimpin dipersonifikasikan sebagai orang besar dan agung yang telah menguasai jagat ini Sejak Raja menguasai agama Hindu-Budha, maka kepemimipinan Melayu menganut konsep Hindu atau Budha. Konsep Hindu bahwa masyarakat itu harus tunduk kepada para dewa. Dewa merupakan lambang/simbol kekuasaan atau pemimpin. Hindu membedakan masyarakat atas kasta-kasta. Yang menjadi pemimpin adalah kasta tertinggi. Kasta ini adalah kasta Brahmana, diik uti Kstaria, Waisya dan Sudra. Berdasarkan ajaran itulah masyarakat Hindu mengandung konsep kepemimpinan beraja-raja (aristokrasi) dan dalam masyarakat Melayu dikenal adat Ketemenggungan. Konsep ini diteruskan dengan kepemimpinan setia raja seperti personifikasinya kesetiaan Hang Tuah kepada Sultan Melaka. Untuk membuktikan kesetiaannya itu, Hang Tuah sampai membunuh teman akrabnya, yaitu Hang Jebat dan Hang Kesturi. 3
Lain lagi dengan ajaran Budha, di mana masyarakat tidak mengenal kasta. Status orang ditentukan kemampuannya melaksanakan ajaran dan menghentikan sekurang-kurangnya lima larangan, yaitu membunuh, mencuri, main perempuan, minum-minuman keras dan berjudi. Keputusan diambil atas dasar kesepakatan bersama. Dalam agama Islam yang sekarang memang sudah menjadi jati diri orang melayu menentukan bahwa sultan adalah wakil Tuhan di dunia. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa manusia diutus untuk dijadikan khalifah (pemimpin) di muka bumi. Rasulullah Saw selain sebagai kepala pemerintahan sekaligus juga berperan sebagai panglima perang melawan musuh. Keputusan mesti diambil secara musyawarah untuk mufakat. Pada masyarakat Melayu sejak dianutnya Islam sebagai agama, maka ketentuan dan keputusan didasarkan ajaran Islam. Hukum yang dianut, yaitu hukum syarak. Terkenal dengan ungkapan, “ Adat bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah”. Masyarakat Melayu tidak membabi buta setia pada raja atau sultannya seperti ada ungkapan, “ Raja adil raja disembah, Raja zalim raja diisanggah”. Ini berarti rakyat Melayu senantiasa mengawasi kebijakan pemimpinnya. Orang Melayu mempunyai pandangan bahwa manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
“Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada Ku.(QS.Adzariat 56) Sementara itu pandangan orang Melayu dikenal kepemimpinan kolektif seperti adanya filsafat, “Tali Tiga Sepilin” atau “Tali Berpilin Tiga”. Maksudnya bahwa setelah negeri ini tidak lagi beraja, maka masyarakatnya mengandalkan peranan tiga komponen pemimpin, yaitu ulama, umara dan pemangku adat. Keputusan diambil berdasarkan hasil musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya peranan ketiga komponen ini secara terselubung diakui adanya tokoh masyarakat itu sebagai pemimpin informal. Hanya saja peranannya untuk mengambil
4
keputusan tidak ada. Sejak reformasi dan ditetapkannya UU tentang Pemerintah Daerah (otonomi) barulah disinggung tentang peranan pemuka adat. Hubungan antara pemimpin dengan umatnya diibaratkan bagaikan,” Aur dengan tebing. Buku dengan isi dan mata putih dengan mata hitam ”. Lebih lengkapnya dalam Melayu pemimpin itu ialah sebagaimana diungkapkan dalam pepatah:
Yang diberikan kepercayaan Yang diberikan kekuasaan Yang diberikan beban berat Yang diberikan tanggungjawab Yang diikat janji dan sumpah Yang disimpai petuah amanah (Tennas Efendi, 2002)
D. Konsep kepemimpinan budaya melayu.
Salah satu sumbangan terbesar kebudayaan melayu adalah turut mewujudkan dan membentuk jati diri dan identitas bangsa Indonesia. Tak berlebihan apabila akhirnya kebudayaan Melayu disebut sebagai akar jati diri bangsa ini. Pengaruh melayu bagi bangsa Indonesia pada umumnya meliputi banyak hal, di antaranya adalah khazanah dalam budaya politik. Kepemimpinan melayu, baik melayu tua maupun melayu muda terdiri dari pemangku adat (sebagai pemimpin formal) disamping tokoh tradisi seperti dukun, sebagai pemimpin informal. Tetapi setelah melayu muda membentuk guru beberapa kerajaan melayu dengan dasar Islam maka muncullah pemegang kendali, kerajaan yang disebut raja, sultan dan pertuah. Kehadiran Isl am juga telah menampilkan cendikiawan yang disebut ulama. Dengan demikian kehidupan melayu muda ini dipandu oleh raja (sultan), ulama, pemangku adat dan tokoh tradisi. Etika penguasa Melayu diturunkan dari konsep-konsep Islam. Hal ini dikarenakan Islam identik dan tidak dapat dipisahkan dengan Melayu. Nuansa Islam sangat kental mewarnai pola pemerintahan dalam budaya Melayu. Sebuah kitab mahakarya budaya-politik-peradaban Melayu adalah Taj al-Salatin (Mahkota Raja-raja) karangan Bukhari al-Jauhari pada tahun 1630. Kitab Taj alSalatin memberi sumbangan penting bagi pembentukan tradisi dan kultur politik Melayu dengan memberi rincian tentang syarat-syarat menjadi raja (mencakup 5
syarat yang bersifat jasmaniyah dan rohaniah). Buku ini merupakan panduan untuk memerintah bagi raja-raja melayu seperti Kedah dan Johor. Dalam khazanah politik Melayu, pemimpin didefinisikan sebagai orang yang diberi kelebihan untuk mengurus kepentingan orang banyak. Seorang raja haruslah sosok manusia yang dapat dijangkau oleh rakyat biasa. Penguasa harus berada di tengah-tengah rakyatnya, mengerti kondisi warganya, dan tahu apa yang diinginkan oleh mereka. Raja bukanlah dewa yang tak tersentuh oleh manusia. Berdasarkan Taj al-Salatin Ada 10 sifat Raja atau pemerintah yang baik : 1. tahu membedakan yang baik dan yang buruk. 2. berilmu. 3. mampu memilih menteri dan pembantunya dengan benar. 4. baik rupa dan pekertinya supaya dikasihi dan dihormati rakyatnya. 5. pemurah. 6. mengenang jasa orang tua atau tahu balas budi. 7. berani ;jika berani maka pengikutnya pun akan berani. 8. cukup dalam makan dan tidur, supaya tidak lalai. 9. tidak berfoya-foya dan tidak bermain dengan perempuan. 10. laki-laki ( raja perempuan boleh dilantik jika tidak ada waris laki-laki untuk menggelakkan daripada berlaku huru-hara. Pada teks sejarah Melayu dalam beberapa bagian menekankan adanya kewajiban raja dan rakyat untuk tidak saling merusak posisi masing-masing. Teks tersebut memperkenalkan konsep musyawarah, yang juga diadopsi dari tradisi politik Islam, sebagai sistem atau aturan perilaku politik raja dan penguasa Melayu. Banyak pepatah lama dan karya-karya sastra berisi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan pemaparan-pemaparan mengenai konsep kepemimpinan yang baik. Raja-raja Melayu banyak mencerminkan kriteria-kriteria yang baik seperti di bawah ini :
• Sebagai pemimpin banyak tahunya Tahu duduk pada tempatnya Tahu tegak pada layaknya Tahu kata yang berpangkal Tahu kata yang berpokok • Sebagai Pemimpin banyak tahannya
6
Tahan berhujan mau berpanas Tahan bersusah berpenat lelah Tahan berlenjin tak kering kain Tahan berteruk sepepak teluk Penggalan syair di atas menunjukkan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki mental “bertahan” yang baik. Ketabahan dan kesabaran menjadi salah satu sifat dari pemimpin ideal untuk menjamin tetap terjaganya komitmen dari sang pemimpin. • Sebagai pemimpin banyak bijaknya Bijak menyukat sama papat Bijak mengukur sama panjang Bijak menimbang sama berat Bijak member kata putus Kebijaksanaan sangat erat kaitannya dengan ketepatan dalam mengambil keputusan. Tanpa kebijakan, pemimpin akan mudah sekali terjerumus dalam tindakan dan keputusan yang sewenang-wenang. • Sebagai pemimpin banyak cerdiknya Cerdiknya mengurung dengan lidah Cerdik mengikat dengan adat Cerdik menyimak dengan syarak Cerdik berunding sama sebanding Cerdik mufakat sama setingkat Cerdik mengalah tidak kalah Cerdik berlapang dalam sempit Cerdik berlayar dalam perahu bocor Cerdik duduk tidak suntuk Cerdik tegak tidak bersundak Kecerdikan di sini dapat diartikan sebagai proses pengolahan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai keputusan yang paling tepat dalam menangani masalah. Sebagai seorang pemimpin, ia pasti berkutat dengan permasalahan-permasalahan yang kompleks. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah kecerdikan untuk menghasilkan solusi yang tepat. • Sebagai pemimpin banyak cerdiknya Pandai membaca tanda alamat Pandai mengunut mengikuti jejak Pandai menyimpan tidak berbau Pandai mengunci dengan budi Kepandaian dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai kemampuan analisis yang baik terhadap masalah-masalah yang ada. Pepatah lama mengatakan: “Bagi yang pandai, mana yang kusut akan selesai; orang yang pandai pantang memandaimandai”. Tampak sekali bahwa kepandaian sangat berperan besar dalam mengurai “benang kusut”. • Sebagai Pemimpin banyak arifnya Di dalam tinggi ia rendah Di dalam rendah ia tinggi Pada jauh ianya dekat
7
Pada yang dekat ianya jauh Dalam konteks Melayu, Arif dan bijak memiliki makna yang berbeda. Arif lebih merujuk kepada kemampuan pembawaan diri dalam proses sosialisasi, sedangkan bijaksana lebih mengarah kepada pengolahan pengetahuan dengan sebaik baiknya. Seorang raja atau pemimpin akan lebih dihormati apabila ia memiki kearifan dalam bertindak. Kearifan yang dimiliki pemimpin akan menambah rasa kepercayaan rakyat. • Sebagai pemimpin mulia budinya Berkuasa tidak memaksa Berpengetahuan tidak membodohkan Berpangkat tidak menghambat • Sebagai pemimpin banyak relanya Rela berkorban membela kawan Rela dipapak membela yang hak Rela mati membalas budi Rela melangas karena tugas Rela berbagi untung rugi Rela beralah dalam menang Rela berpenat menegakkan adat Rela terkebat membela adat Rela binasa membela bangsa • Sebagai pemimpin banyak ikhlasnya Ikhlas menolong tak harap sanjung Ikhlas berbudi tak harap puji Ikhlas berkorban tak harap imbalan Ikhlas bekerja tak harap upah Ikhlas memberi tak harap ganti Ikhlas mengajar tak harap ganjar Ikhlas memerintah tak harap sembah • Sebagai pemimpin banyak taatnya Taat dan takwa kepada Allah Taat kepada janji dan sumpah Taat memegang petua amanah Taat memegang suruh dan teguh Taat kepada putusan musyawarah Taat memelihara tuah dan meruah Taat membela negeri dan rakyatnya • Sebagai Pemimpin mulia duduknya Duduk mufakat menjunjung adat Duduk bersama berlapang dada
8
Duduk berkawan tak tenggang rasa • Sebagai pemimpin banyak sadarnya Memimpin sedar yang ia pimpin Mengajar sedar yang ia ajar Memerintah sedar yang ia perintah Menyuruh sedar yang ia suruh • Sebagai pemimpin banyak tidaknya Merendah tidak membuang meruah Meninggi tidak membuang budi Sayang tidak akan membinasakan Kasih tidak merusakkan Baik tidak mencelakakan Elok tidak membutakan Buruk tidak memuakkan Jauh tidak melupakan Dekat tidak bersinggungan
Petua tidak menyesatkan Amanah tidak mengelirukan Pantangan seorang yang sedang memimpin, juga tertuang dalam petatah petitih Melayu, yang bisa menyebabkan dia diturunkan atau diganti dengan yang lain, antara lain; 1. tólicak bonang arang, itam tapak (terpijak di benang arang, hitam tapak atauterpijak di parit arang hitam tapak); kedapatan mencuri di rumah (kantor), di tanah (dalam bisnis dan usaha), atau dengan cara sembunyi-sembunyi (korupsi) 2. tójuak di galah panjang, nampak tóugah-ugahnyo; mengunjungi perempuan lain yang bukan istrinya untuk berbuat maksiat, dengan istri orang, gadis, janda, atau janda talak tiganya 3. tólosang di lansek masak, olun sampai tóambiek buah olah bóguguran; karena memperturutkan hawa nafsu sehingga kambuh selera muda, sehingga kenampakan mengikuti trend dan budaya populer kontemporer yang tidak jelas asal usul dan ujung pangkalnya,sebab sudah meluap-luap sehingga kerja yang tidak sononoh mulai dilakukan akibatnya nama jadi rusak dan malulah orang yang dipimpinnya (arang habis besi binasa) 4. tómandi di póncuran gadiang, nampak kosan di aluo j alan, tódonga di tólingu kócibuk ayie; karena terlalu mengharapkan nama dan sanjungan maka dilakukanlah segala cara untuk mendapatkannya. Sehingga terkena oleh ungkapan; indó aluo nón dituruik (bukan aturan yang diikuti), tóturuik jalan pinteh (terikut jalan pintas/pragmatis), pótamu sosek (pertama sekali sesat), nón kan kóduó indó duduk di bokehnyo (kedua dia tidak duduk di tempat yang layak baginya)
5. tócoreng arang di koniang, nampak tótempap it am; aib diri dibongkar orang setelah mendapat nama dan jabatan, sehingga malu bersua dengan orang banyak 6. tópanjik sigai larangan; inses 7. tókurong di biliek dalam, mómaja utang kósalahan kó rumah tutupan, dapek
9
malu dalam tórungku; kedapatan membuat salah sehingga dihukum 8. mómpótókuluk sórewa; punya anak gampang (anak diluar nikah) Pemimpin dapat diganti karena disebabkan: 1. idok mónahun, sakik nón indó mungkin kan sihat la i, disobuik urang juó idok bókatanaan; sakit menahun sehingga tidak dapar beraktifitas 2. hilang indó tontu rimbónyo (hilang yang tak tahu rimbanya), indó bócakap sópatah (pergi tak menyebut arah tujuannya), pindah nón indó bósobutan (pindah tak berkhabar), koba tidó bóritó tidó (kabar berita tak terdengar lagi), surekpun tidó (sepucuk suratpun tiada), bak batu jatuh kó lubuk dalam (bagaikan batu jatuh ke lubuk yang dalam/hilang) 3. ukuo sudah, janjian sampai; meninggal dunia, berpulang ke rahmatullah Orang-orang melayu sangat menginginkan sosok pemimpin yang bersahaja, berwibawa, dan sangat dekat dengan nilai-nilai kepemimpinan dalam khazanah budaya melayu. Pemimpin dalam konsep budaya melayu bukanlah berada dibelakang sehingga ia ditinggalkan, tetapi ditengah-tengah rakyatnya. Bukanlah yang menghasilkan sifat pesimis bagi rakyatnya tetapi yang memberikan semangat bagi rakyatnya.
10
Kesimpulan
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, memberi contoh dan manajemen memimpin dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan dalam berorganisasi atau bernegara sesuai dengan peran yang telah dipegang masingmasing. Budaya melayu dalam memandang kepemimpinan sebelum masuknya agama hindu, budha, nasrani dan islam mereka memandang bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang kosmologis dan mitologis. Yakni pemimpin adalah adalah orang yang datang dari tempat yang tinggi atau dari langit yang turun ke bumi untuk melaksanakan tugasnya memimpin penduduk yang ditemuinya. Setelah masuknya agama hindu-budha budaya melayu memandang konsep kepemimpinan adalah harus tunduk patuh pada para dewa. dan setelah masuknya islam Pada masyarakat Melayu sejak dianutnya Islam sebagai agama, maka ketentuan dan keputusan didasarkan ajaran Islam. Hukum yang dianut, yaitu hukum syarak. Dalam agama Islam yang sekarang memang sudah menjadi jati diri orang melayu menentukan bahwa sultan adalah wakil Tuhan di dunia. Kepemimpinan melayu, baik melayu tua maupun melayu muda terdiri dari pemangku adat (sebagai pemimpin formal) disamping tokoh tradisi seperti dukun, sebagai pemimpin informal. Tetapi setelah melayu muda membentuk guru beberapa kerajaan melayu dengan dasar Islam maka muncullah pemegang kendali, kerajaan yang disebut raja, sultan dan pertuah. Kehadiran Isl am juga telah menampilkan cendikiawan yang disebut ulama. Dengan demikian kehidupan melayu muda ini dipandu oleh raja (sultan), ulama, pemangku adat dan tokoh tradisi. Etika penguasa Melayu diturunkan dari konsep-konsep Islam. Hal ini dikarenakan Islam identik dan tidak dapat dipisahkan dengan Melayu. Nuansa Islam sangat kental mewarnai pola pemerintahan dalam budaya Mela yu.
11