BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Kesehatan gigi juga merupakan salah satu komponen kesehatan secara menyeluruh dan tidak dapat diabaikan terutama pada tingkat sekolah dasar (Depkes RI, 2004, cit. Pahrurrazi, 2009). Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 menyebutkan bahwa penyelenggaraan kesehatan sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi peserta didik guna memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Masa anak usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas, dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia (Depkes RI, 1996). Penyakit gigi dan mulut sangat mempengaruhi derajat kesehatan, proses tumbuh kembang, bahkan masa depan anak. Anak-anak menjadi rawan kekurangan gizi karena rasa sakit pada gigi dan mulut menurunkan selera makan mereka. Kemampuan belajar anak pun akan menurun sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar (Zatnika, 2009). Tingginya angka karies gigi dan rendahnya status kebersihan mulut merupakan permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang sering dijumpai pada kelompok usia anak. Karies gigi dapat menimbulkan kesulitan makan pada anak karena karies gigi menyebabkan penurunan fungsi gigi sebagai
1
alat cerna. Seperti yang diungkapkan oleh Widyaningsih (2000, cit. Junaidi dkk., 2007), kesulitan makan pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu : faktor nutrisi, penyakit dan psikologis. Faktor penyakit yang mempengaruhi antara lain adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut seperti karies gigi, stomatitis dan gingivitis WHO (1995, cit. Departemen Kesehatan RI, 2008) memiliki target pencapain gigi sehat yaitu, 90% anak umur 5 tahun bebas karies serta tingkat keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) pada anak umur 12 tahun sebesar 1. Oleh karenanya program promotif dan preventif lebih ditekankan dalam penanggulangan masalah kesehatan gigi. Indikator lain dinyatakan oleh Departemen Kesehatan (2000) yaitu untuk target tahun 2010 indeks DMF-T anak kelompok usia 12 tahun ≤ 2, dan PTI (Performed Treatment Indeks) sebesar 20%. Indikator ini menggambarkan motivasi anak untuk menumpatkan giginya dalam upaya mempertahankan gigi permanennya. Hasil Riskesdas (2007) melaporkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia adalah sebesar 46,5 dengan penjabaran prevalensi karies untuk kelompok usia 12 tahun sebesar 36,1% dengan DMF-T 0,91, kelompok usia 35-44 tahun prevalensi karies gigi mencapai 80,5 dengan DMF-T 4,46 sedangkan usia diatas 65 tahun dengan prevalensi karies sebesar 94,4% dan DMF-T 18,33. Data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi karies cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur yang berarti adanya kecenderungan penurunan status kesehatan gigi dengan meningkatnya umur. Maka perlu dilakukan tindakan pencegahan dan perawatan sedini mungkin (Sriyono,2009).
2
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa provinsi D.I. Yogyakarta merupakan provinsi dengan indeks DMF-T tertinggi kedua di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2010, karies gigi menempati urutan ke 7 dan penyakit periodontal urutan ke 14 untuk 10 besar penyakit rawat jalan puskesmas pada golongan umur 5-9 tahun. Pada golongan umur 10-14 tahun, karies menempati posisi ke 7 dan penyakit periodontal ke 12. Pada tahun 2010, persentase murid Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Sleman yang telah mendapat pemeriksaan gigi dan mulut adalah 97,32%. Persentase tersebut akan ditingkatkan menjadi 100% dalam pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dengan mengacu Visi Indonesia Sehat 2015 (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011). Masyarakat sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang strategis untuk diikutsertakan dalam upaya kesehatan gigi dan mulut. Upaya kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dilaksanakan melalui kegiatan pokok kesehatan gigi dan mulut di puskesmas yang diselenggarakan secara terpadu dengan kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam bentuk program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (Depkes RI,1997). Menurut Nugraheni (2008, cit. Darwita dkk., 2011) program tersebut merupakan upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar (SD) yang dititikberatkan pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat gigi massal, serta pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada setiap murid. UKGS adalah suatu komponen Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang merupakan suatu paket pelayanan asuhan sistematik dan ditujukan bagi semua murid sekolah dasar dalam bentuk paket promotif, promotif-preventif dan paket
3
optimal. Upaya promotif dan promotif-preventif paling efektif dilakukan pada anak sekolah dasar karena upaya peningkatan kesehatan harus sedini mungkin dan dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan. Di samping itu kelompok ini juga lebih mudah dibentuk mengingat anak sekolah dasar selalu di bawah bimbingan dan pengawasan para guru sehingga pada kelompok ini sangat potensial untuk ditanamkan kebiasaan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2000). Kesehatan gigi dan mulut harus dipelihara sejak dini terutama pada masa gigi bercampur yaitu anak usia sekolah dasar usia 6-12 tahun (Maulani dan Enterprise, 2005, cit. Hutabarat, 2009) sebab anak usia Sekolah Dasar (SD) tergolong ke dalam kelompok rawan penyakit gigi dan mulut. Upaya
pendekatan
pelayanan
kesehatan
sebanyak
mungkin
mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan penanggulangannya dan masyarakat sekolah dasar merupakan suatu kelompok yang sangat strategis karena usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas, dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut Kabupaten Sleman, serta demi mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2015 dengan cakupan SD/MI yang dilakukan UKGS mencapai 100%, kegiatan UKGS ini dilaksanakan di SD Kanisius Sengkan yang berada di wilayah kecamatan Depok, Sleman. Hasil pemeriksaan UKGS yang diperoleh selanjutnya diserahkan kepada pihak sekolah yaitu SD Kanisius Sengkan, Puskesmas Depok II, dan FKG UGM untuk ditindaklanjuti.
4
2. Pengertian UKGS Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan bagian integral dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana pada para siswa terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD)
dalam
suatu
kurun
waktu
tertentu
dan
diselenggarakan
secara
berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket standar dan paket optimal (Depkes RI, 1996). Menurut Depkes (1983 cit. Priyono, 1995) UKGS merupakan sarana utama dalam rangka meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak-anak sekolah. Melalui UKGS dapat ditanamkan sikap yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut lewat kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang dilakukan serta tindakan dan perawatan yang ada.
3. Kegiatan UKGS a. Kegiatan promotif, meliputi: Upaya promotif dilakukan dengan pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi serta pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh guru sesuai kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994 (Depkes RI, 1996). b. Kegiatan preventif Upaya preventif meliputi sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/ bulan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut (Depkes RI, 1996)
5
Menurut WHO (1987, cit. Sriyono, 2007), tindakan pencegahan karies gigi dapat dilakukan sebagai berikut: a. Tindakan masyarakat Berupa fluoridasi air minum, fluoridasi air minum sekolah, fluoridasi garam dapur, fluoridasi minuman susu, dan peningkatan diet yang sehat b. Tindakan perseorangan 1) Tindakan sendiri di bawah supervisi a). Kumur-kumur F b). Tablet fluor c). Menyikat gigi dengan cairan F, jeli dan pasta profilaksis 2) Tindakan aplikasi topikal oleh profesional a). Aplikasi topikal F b). Profilaksis F pasta c). Pit dan fisur silen d). Profilaksis dan pengambilan plak c. Kombinasi antara tindakan sendiri dibawah supervisi dan tindakan oleh profesional d. Tindakan pencegahan sendiri 1) Pemakaian pasta F 2) Kontrol diet oleh individu 3) Kumur-kumur F dan penggunaan F tablet di rumah
6
c. Kegiatan kuratif Upaya kuratif yang dilaksanakan di UKGS adalah pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit, pelayanan medik dasar baik berdasarkan permintaan maupun sesuai kebutuhan, dan rujukan bagi siswa yang memerlukan perawatan (Depkes RI, 1996)
4. Tahap-tahap UKGS Menurut Depkes RI (1996) terdapat tiga tahap UKGS berdasarkan keadaan tenaga dan fasilitas kesehatan gigi di Puskesmas, yaitu: 1. UKGS Tahap I (paket minimal UKS) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang belum terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang meliputi: a. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru sesuai dengan Kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994 (Buku Pendidikan Kesehatan). b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI yaitu sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan. c. Untuk siswa SLTP/SLTA disesuaikan dengan program UKS daerah masingmasing. 2. UKGS tahap II ( paket standar UKS) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang sudah terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang terbatas. Paket standar UKS yaitu
7
UKGS tahap II meliputi seluruh paket minimal UKS atau UKGS tahap I ditambah dengan: a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi) b. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal c. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit d. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai dengan kelas VI (care on demand) e. Rujukan bagi yang memerlukan 3. UKGS tahap III (paket optimal UKS) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang sudah terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai. UKGS tahap III memakai sistem inkremental dengan pemeriksaan ulang setiap 2 tahun untuk gigi tetap. Paket optimal UKS yaitu UKGS Tahap III meliputi seluruh paket standar UKS atau UKGS Tahap II ditambah dengan pelayanan medik gigi dasar pada kelas terpilih sesuai kebutuhan (treatment need). 5. Sasaran UKGS Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) sasaran progam UKGS adalah semua murid usia sekolah yang dalam lingkup wilayah kerja puskesmas yaitu : 1. 100% SD melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Minimal 80% SD/MI melaksanakan sikat gigi massal.
8
3. Minimal 50% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on demand). 4. Minimal 30% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi atas dasar kebutuhan perawatan (treatment need). Dalam Departemen Kesehatan RI tahun 2000 juga dijelaskan bahwa : 1. Frekuensi pembinaan UKGS ke SD minimal 2 kali per tahun 2. Minimal 75% murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut 3. Minimal 80% murid SD mendapatkan perawatan medik gigi dasar, dari seluruh murid SD yang telah terjaring untuk mendapatkan perawatan lanjutan Sasaran kegiatan UKGS yang dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan di bagian IKGP dan IKGM FKG UGM angkatan 58 adalah siswa kelas 3B(7 siswa) dan kelas 6B (6 siswa) SD Kanisius Sengkan, Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta yang telah menjalin kerjasama dengan FKG UGM.
6. Tujuan UKGS Tujuan UKGS menurut Departemen Kesehatan RI (1996) meliputi : 1. Tujuan Umum : Tujuan umum dari UKGS adalah tercapainya kesehatan gigi dan mulut siswa yang optimal dengan mengacu pada Visi Indonesia Sehat 2010, yaitu untuk target tahun 2010 indeks DMF-T anak kelompok usia 12 tahun ≤ 2, dan PTI (Performed Treatment Indeks) sebesar 20% (Depkes RI, 2000). Selain itu kegiatan UKGS ini bertujuan untuk meningkatkan persentase murid Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Sleman yang telah mendapat
9
pemeriksaan gigi dan mulut menjadi 100% mengacu pada Visi Indonesia Sehat 2015 (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011). 2. Tujuan khusus : a.
Siswa mempunyai pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut.
b.
Siswa mempunyai sikap/kebiasaan memelihara diri terhadap
kesehatan gigi dan mulut. c.
Siswa binaan UKS paket standar dan paket optimal mendapatkan
pelayanan medik gigi dasar atas permintaan. d.
Siswa binaan UKS paket optimal pada jenjang kelas terpilih
mendapatkan pelayanan medik gigi dasar yang diperlukan.
7. Manfaat UKGS Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGS adalah: 1. Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa 2. Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut siswa 3. Meningkatnya sikap/kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut siswa 4. Siswa mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on demand) Menurut Nasution (2010), UKGS dapat menjadikan anak sekolah mampu menjaga dirinya sendiri dengan mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut, serta mampu mengambil tindakan yang tepat untuk mencari pengobatan apabila
10
diperlukan. Hal ini dapat membantu tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut yang harmonis dan optimal, dan dengan demikian anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal.
8. Tenaga Pelaksana UKGS Tenaga pelaksana UKGS terdiri dari : tenaga pelaksana di sekolah meliputi guru olahraga dan dokter kecil yang telah dilatih tentang kesehatan gigi dan mulut, serta tenaga pelaksana di puskesmas meliputi dokter dan perawat gigi/ tenaga kesehatan lain yang telah dilatih (DepKes RI, 1996). 1.
Tenaga yang berasal dari sekolah yaitu : a. Kepala Sekolah / Guru SD Peran guru SD dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Membantu tenaga kesehatan gigi dalam pengumpulan data (screening) yaitu pemeriksaan seluruh murid secara berkala. 2) Pendidikan kesehatan gigi pada murid seperti penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut pada waktu pelajaran Orkes. 3) Pembinaan dokter kecil. 4) Latihan gosok gigi. 5) Merujuk murid ke puskesmas untuk dilakukan perawatan bila menemukan murid dengan keluhan penyakit gigi. 6) Membina kerjasama dengan petugas kesehatan dalam kesehatan lingkungan dan makanan yang dijual di lingkungan sekolah. 7) Membantu guru dalam sikat gigi bersama. 11
b. Dokter kecil Peran Dokter kecil dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Membantu guru dalam memberi dorongan agar murid berani untuk diperiksa giginya. 2) Membantu guru dalam memberikan penyuluhan kesehatan gigi. 3) Memberi petunjuk kepada murid mengenai tempat berobat gigi (klinik gigi). 2.
Tenaga dari Puskesmas yaitu : a. Kepala Puskesmas Peran kepala puskesmas dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Sebagai koordinator pelaksanaan UKGS. 2) Sebagai pembimbing dan motivator. 3) Bersama dokter gigi melakukan perencanaan kesehatan gigi dan mulut. b. Dokter gigi Peran dokter gigi dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Sebagai penanggung jawab pelaksanaan operasional UKGS. 2) Bersama kepala puskesmas dan perawat gigi menyusun rencana kegiatan, memonitoring program, dan evaluasi. 3) Membina integrasi dengan unit terkait di tingkat Kecamatan, Dati II dan Dati I)
12
4) Memberi bimbingan dan pengarahan kepada tenaga perawat gigi, UKS, guru SD, dan dokter kecil. 5) Dapat bertindak sebagai pelaksana UKGS jika tidak ada perawat gigi. c. Perawat gigi Peran perawat gigi dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Bersama dokter gigi menyusun rencana UKGS dan pemantauan SD. 2) Membina kerjasama dengan tenaga UKS dan Depdikbud. 3) Melakukan persiapan atau lokakarya mini untuk menyampaikan rencana kepada pelaksana terkait. 4) Pengumpulan data yang diperlukan dalam UKGS berupa data sosiodemografis dan data epidemiologis. 5) Melakukan kegiatan analisis teknis dan edukatif, seperti: a) Pengarahan kepada tenaga UKS, Guru SD, dokter kecil, dan orang tua murid. b) Pembersihan karang gigi. c) Pelayanan medik gigi (menerima rujukan dari guru dan petugas kesehatan lainnya). 6) Monitoring pelaksanaan UKGS. 7) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan. 8) Evaluasi program.
13
d. Petugas UKS Peran Petugas UKS dalam kegiatan UKGS antara lain : 1) Terlibat secara penuh dalam penentuan SD, pembinaan guru dan dokter kecil, monitoring program, dan hubungan dengan Depdikbud. 2) Pemeriksaan murid (screening). 3) Melaksanakan rujukan. 4) Menunjang tugas perawat gigi dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan gigi Tenaga pelaksana yang terlibat dalam kegiatan UKGS di SD Kanisius Sengkan, Sleman, Yogyakarta adalah mahasiswa kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta angkatan 58, yaitu Theresia Anggita Oktavianti dengan NIM: 06/KG/198441/08106. 9. Kalibrasi Kalibrasi adalah latihan dari pemeriksa untuk menyamakan persepsi terhadap alat-alat ukur yang digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena tenaga pelaksanaan UKGS tidak hanya oleh satu orang saja, oleh karena itu diperlukan penyesuaian (kalibrasi) terhadap definisi dan alat ukur yang digunakan dalam kegiatan UKGS. Cara Penilaian Status Kebersihan Mulut (OHI-S) menurut Green dan Vermillon (Departemen Kesehatan RI, 1996) yaitu dengan dengan menjumlahkan nilai DI (debris index) dan CI (calculus index). Gigi yang diperiksa adalah :
14
bukal
labial 6
6 Lingual
bukal
1
6 1
labial
6 lingual
Tabel 1. Kriteria Pemeriksaan Debris (DI) Kriteria Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, dan tidak ada pewarna ekstrinsik Pada permukaan gigi terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas sepertiga permukaan atau kurang dari sepertiga gingiva/gusi Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, akan tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut, seluas lebih dari sepertiga, tetapi kurang dari dua pertiga permukaan gigi dari tepi gingiva/gusi Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari dua pertiga permukaan dari tepi gusi Debris Index =
0
1
2 3
Jumlah nilai debris Jumlah gigi yang diperiksa
Tabel 2. Kriteria Penilaian Calculus (CI) Kriteria Tidak ada karang gigi Pada permukaan gigi ada karang gigi supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi dari tepi gusi Pada permukaan gigi yang terlihat, ada karang supra gingival, kurang dari dua pertiga permukaan gigi dari tepi gingiva/gusi. Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi sub gingival Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gingival yang menutupi permukaan gigi lebih dari dua pertiga permukaan dari tepi gusi. Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh bagian servikal Calculus Index =
Nilai
Nilai 0 1 2
3
Jumlah nilai calculus Jumlah gigi yang diperiksa
OHI-S = Debris Index + Calculus Index
15
Tabel 3. Kriteria Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S) Kriteria OHI-S Baik 0,0 – 1,2 Sedang 1,3 – 3,0 Buruk 3,1 – 6,0 Penilaian Status Karies Gigi Desidui (def-t) dan Gigi Permanen (DMF-T) DMF-T merupakan keadaan gigi geligi seseorang yang pernah mengalami kerusakan, hilang, perbaikan, yang disebabkan oleh karies gigi, indikator ini digunakan untuk gigi geligi tetap. Gigi sulung digunakan indeks decayed ectraction filled teeth (def-t). Tujuan pemeriksaan DMF-T adalah untuk melihat status karies gigi, perencanaan upaya promotif dan preventif, merencanakan kebutuhan perawatan, membandingkan status pengalaman karies gigi masyarakat dari satu daerah dengan daerah lain atau membandingkan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, serta untuk memantau perkembangan status pengalaman karies individu. Indeks DMF-T (Decay Missing Filling-Teeth) terdiri atas: D = Decay yaitu kerusakan gigi permanen karena karies yang masih dapat ditambal/dirawat. M = Missing yaitu gigi permanen yang hilang karena karies atau gigi karies yang mempunyai indikasi untuk dicabut. F = Filling yaitu gigi permanen yang telah ditambal karena karies dan tambalannya masih baik Indeks def-t (decay missing filling – teeth ) terdiri atas: d = decay yaitu gigi yang berlubang karena karies tetapi masih bisa ditambal. e = extraction, gigi yang karies yang terindikasi untuk dicabut karena proses karies.
16
f = filling yaitu gigi yang sudah ditambal dan tambalannya masih baik (Sriyono,2005) Tabel 4. Kriteria Tingkat Keparahan Karies Gigi Berdasarkan Perhitungan DMF-T Kriteria Nilai DMF-T Sangat rendah 0,8 - 1,1 Rendah
1,2 - 2,6
Sedang
2,7- 4,4
Tinggi
4,5 - 6,5
Sangat tinggi
> 6,6 (Depkes RI, 1996)
Cara Penilaian Status Kesehatan Gusi Penilaian status kesehatan gusi dilakukan dengan menjumlahkan bagian atau sekstan yang mengalami gingivitis. Setiap sekstan diberi tanda positif jika ditemui tanda-tanda adanya gingivitis. Pembagian sekstan yang diperiksa adalah : Kanan atas Kanan bawah
Depan atas Depan bawah
Kiri atas Kiri bawah
BAB II PELAKSANAAN UKGS
17
Lokasi
: SD Kanisius Sengkan
Tanggal pelaksanaan : 28 dan 30 Januari 2012 Kegiatan
:
A. Penyuluhan 1. Kelas
: IIIB dan VIB SD Kanisius Sengkan
2. Jumlah siswa
: Kelas IIIB
: 37 siswa
Kelas VIB
: 33 siswa
3. Materi penyuluhan
:
Materi penyuluhan yang diberikan untuk setiap kelas berbeda-beda, disesuaikan dengan daya tangkap siswa. Berikut ini rincian materi penyuluhan untuk kelas III menurut Dunning (1986) : 1) Menjelaskan pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut. 2) Menjelaskan untuk menjaga kebersihan gigi dengan cara menyikat gigi yang baik dan benar dan rajin memeriksakan gigi ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali. 3) Menjelaskan jenis-jenis makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan makanan yang dapat merusak kesehatan gigi. 4) Menjelaskan pemilihan sikat gigi yang baik yaitu kepala sikat gigi harus cukup kecil, bulu-bulu sikat gigi harus sama panjang, tekstur bulu sikat gigi harus memungkinkan sikat digunakan secara efektif tanpa melukai gusi maupun gigi, sikat harus mudah dibersihkan, serta pegangan sikat gigi harus enak dipegang dan stabil (Manson dan Eley, 2004)
18
Siswa juga perlu dijelaskan tentang cara pencegahan gigi berlubang diantara lain apa aja makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan gigi, kumur-kumur setelah makan-makanan/ minum-minuman yang “jahat”, sikat gigi 2x sehari yaitu pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur, anjuran untuk periksa ke dokter gigi 6 bulan sekali, serta urutan dan cara menyikat gigi yang benar: 1) Siapkan sikat gigi dan pasta gigi. Pasta gigi diletakkan di atas bulu sikat gigi sebesar sebutir kacang tanah. 2) Kumur-kumur sebelum menyikat gigi. 3) Sikat semua permukaan gigi atas dan bawah dengan gerakan maju mundur dan pendek-pendek ke atas dan bawah selama 2 menit. Sedikitnya dilakukan 8 kali gerakan untuk setiap permukaan gigi. 4) Sikat
permukaan
gigi
yang
menghadap
langit-langit/lidah,
menghadap pipi dan bibir, dan permukaan yang dipakai untuk mengunyah. 5) Setelah semua permukaan gigi selesai disikat, kumur dilakukan sekali saja agar sisa fluor pasta gigi masih ada di gigi. 6) Bersihkan sikat gigi dengan air dan simpan sikat gigi tegak dengan kepala sikat gigi berada di atas. (Depkes RI ,2004) Menurut Dunning (1986), materi penyuluhan untuk siswa kelas VI berisi tentang: 1) Peran penting kesehatan gigi dan mulut terhadap kesehatan tubuh
19
2) Memperkenalkan struktur gigi dan pentingnya teknik menyikat gigi yang benar 3) Informasi yang lebih rinci tentang keparahan penyakit gigi dan hubungannya dengan perawatan gigi dan mulut serta pola makan. Siswa juga perlu diberikan penyuluhan mengenai pemilihan sikat gigi yang baik yaitu kepala sikat gigi harus cukup kecil, bulu-bulu sikat gigi harus sama panjang, tekstur bulu sikat gigi harus memungkinkan sikat digunakan secara efektif tanpa melukai gusi maupun gigi, sikat harus mudah dibersihkan, serta pegangan sikat gigi harus enak dipegang dan stabil (Manson dan Eley, 2004) 4. Alat bantu
: model gigi, poster, sikat gigi
5. Tenaga pelaksana
:
Kelas IIIB
: Vincentia Adya Paramitta, Theresia Anggita, Margareth Dearesty, Gita Nugrahenny, Iffah Mardhiyah. (Dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2012)
Kelas VIB
: Hanna Witarsa, Margareth Dearisty, Theresia Anggita, Gita Nugrahenny, Iffah Mardhiyah, Vincentia Adya Paramitta. (Dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2012)
6. Hambatan : Suasana kelas cukup tenang dan cukup dapat dikendalikan tetapi ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan materi penyuluhan, seperti sibuk berbicara dengan temannya. Siswa diajak untuk bernyanyi bersama disela waktu pemberian materi penyuluhan supaya siswa tidak merasa bosan
20
saat materi penyuluhan, menarik perhatian anak-anak dan menciptakan memori dalam benak mereka sehingga pesan lebih mudah dimengerti. . B. Pemeriksaan 1. Kelas
: IIIB dan VIB SD Kanisius Sengkan
2. Jumlah siswa
: Kelas IIIB
: 37 siswa
Kelas VIB
: 33 siswa
Jumlah siswa yang diperiksa: Kelas IIIB
: 7 siswa
Kelas VIB
: 6 siswa
3. Tenaga pelaksana
: Theresia Anggita Oktavianti, SKG
4. Waktu pelaksanaan
: Kelas VIB dilaksanakan pada 28 Januari 2012 Kelas IIIB dilaksanakan pada 30 Januari 2012
5. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: a. Status kebersihan mulut (OHI-S) b. Rerata karies gigi desidui (def-t) dan gigi permanen (DMF-T) c. Status kesehatan gusi d. Frekuensi serta waktu menyikat gigi
6. Hambatan : Supaya ketenangan di dalam kelas dapat terjaga selama pemeriksaan berlangsung petugas memberikan tugas kepada siswa kelas III untuk mewarnai gambar dan kelas VI untuk menggambar dengan tema
21
kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan apa yang telah diperoleh selama penyuluhan. Guru wali kelas sangat kooperatif dalam membantu menjaga ketenangan kelas selama pemeriksaan berlangsung, sehingga tidak ada hambatan yang berarti selama kegiatan berlangsung.
C. Perbaikan kebersihan mulut 1. Kelas
: IIIB dan VIB
2. Materi
: Sikat gigi bersama
3. Jumlah siswa
: Kelas IIIB
: 37 siswa
Kelas VIB
: 33 siswa
4. Tenaga pelaksana: Kelas IIIB
: Vincentia Adya Paramitta, Theresia Anggita, Margareth Dearesty, Gita Nugrahenny, Iffah Mardhiyah.
Kelas VIB
: Hanna Witarsa, Margareth Dearisty, Theresia Anggita, Gita Nugrahenny, Iffah Mardhiyah, Vincentia Adya Paramitta.
Pelaksanaan Anak-anak dikumpulkan di dalam kelas setelah screening, dibariskan sesuai tempat duduk dari ujung pintu, lalu keluar kelas dibimbing oleh 1 orang koas. Tiga orang koas berada di luar pintu untuk membagikan sikat gigi dan pasta gigi sebesar biji jagung, dan gelas yang sudah diisi air. Untuk kelas yang letaknya di lantai 2, pasta gigi dan gelas berisi air diberikan di bawah sebelum memasuki lokasi sikat gigi massal.
22
Koas peraga membimbing anak-anak ke lokasi sikat gigi massal yang telah ditentukan. Setelah semua anak berbaris dengan rapi, satu orang koas menjelaskan cara menyikat gigi dan 1 orang lagi berperan sebagai peraga. Sedangkan 3 orang koas lainnya mengawasi siswa yang sedang menyikat gigi untuk memastikan semua anak telah menyikat gigi dengan cara yang benar. Setelah selesai menyikat gigi, anak-anak diberikan tissue untuk membersihkan mulutnya oleh 3 orang koas, kemudian 2 orang koas lainnya menyediakan tempat sampah untuk bekas tissue tersebut. Anak-anak dibariskan kembali dan kemudian dibimbing kembali ke kelas masingmasing oleh 3 orang koas, sementara 2 orang koas lainnya membersihkan tempat bekas sikat gigi massal. 5.
Waktu pelaksanaan : Kelas IIIB dan VIB dilaksanakan pada 30 Januari 2012
6.
Hambatan
: Secara keseluruhan tidak ada hambatan yang berarti selama
pelaksanaan sikat gigi massal. Sikat gigi massal berjalan dengan lancar dan anak-anak menyikat gigi sesuai dengan instruksi, tetapi terdapat beberapa siswa yang tidak melaksanakan sesuai instruksi operator misalnya sudah berkumur-kumur padahal belum waktunya kumur, bermain-main dengan temannya, dan bermain air kumur kemudian menyemburnya disembarang tempat. BAB III HASIL PENGOLAHAN DATA
23
Lokasi
: SD Kanisius Sengkan
Tanggal pelaksanaan
: 28 dan 30 Januari 2012
Jumlah siswa
: Kelas IIIB SD Kanisius Sengkan
: 37 siswa
Kelas VIB SD Kanisius Sengkan
: 33 siswa
Jumlah siswa yang diperiksa : Kelas IIIB SD Kanisius Sengkan
: 7 siswa
Kelas VIB SD Kanisius Sengkan
: 6 siswa
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut : Tabel 5. Distribusi Subyek Berdasarkan Status Kebersihan Mulut dan Tingkatan Kelas Siswa SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Status Kebersihan Mulut (OHI-S) Baik Cukup Kurang No Kelas Rerata Jumlah (0-1,2) (1,3-3) (3,1-6) OHI-S Σ % Σ % Σ % Σ % 1.
IIIB
7
100
0
0
0
0
0,33
7
53,85
2.
VIB
6
100
0
0
0
0
0,33
6
46,15
Jumlah
13
100
0
0
0
0
0,33
13
100
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 13 siswa Kelas IIIB dan VIB yang diperiksa memiliki nilai rerata status kebersihan mulut 0,33. Kondisi ini menunjukkan bahwa 100% siswa yang diperiksa memiliki status kebersihan mulut baik.
Tabel 6. Distribusi Subyek Berdasarkan Rerata Karies Gigi dan Tingkatan Kelas Siswa SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Status Karies Gigi def-t DMF-T No Kelas n RataRatad e f D M F Σ Σ rata rata 1 IIIB 7 8 11 0 19 2,71 0 0 0 0 0 24
2
VIB Total
6 13
0 8
0 11
0 0
0 19
0 1,46
6 6
0 0
2 2
8 8
1,33 0,62
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rerata karies gigi sulung siswa dari dua kelas yang diperiksa adalah 1,46, yang berarti setiap 100 orang memiliki 146 gigi sulung yang karies, baik yang telah dilakukan perawatan maupun belum. Nilai rerata karies gigi tetap siswa dari kedua kelas yang diperiksa adalah 0,62 yang berarti setiap 100 siswa memiliki 62 gigi tetap yang karies atau pernah karies. Indeks M kedua kelas adalah 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum ada indikasi kehilangan gigi permanen pada usia muda pada siswa kelas IIIB dan VIB. Seluruh siswa yang diperiksa memiliki indeks F yang menunjukkan angka 2 dengan persentase PTI 25% yang menggambarkan sudah ada siswa yang memiliki kesadaran untuk melakukan perawatan gigi yang karies. Pada pemeriksaan diketahui bahwa prevalensi karies gigi di kedua kelas yaitu sebesar 76,92% yang berarti masih ada 23,08% siswa yang bebas karies (tabel 7). Tabel 7. Distribusi Subyek Berdasarkan Prevalensi Karies Gigi dan Tingkatan Kelas SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Jumlah Siswa Prevalensi No. Kelas n yang Terkena (%) Karies 1 IIIB 7 6 85,71 2 VIB 6 4 66,67 Jumlah 13 10 76,92 Tabel 8. Distribusi Subyek Berdasarkan Status Kesehatan Gingiva dan Tingkatan Kelas SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Status Kesehatan Gusi Gingivitis (jumlah segmen) Sehat No Kelas Jumlah 1-3 4-6 1
IIIB
Σ 7
% 100
Σ 0
% 0
Σ 0
% 0
Σ 7
% 53,85 25
2
VIB Total
6 13
100 100
0 0
0 0
0 0
0 0
6 13
46,15 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 13 siswa yang diperiksa, 100% memiliki status gingiva yang sehat. Tabel 9 menunjukkan bahwa seluruh siswa telah memiliki kebiasaan menyikat gigi setiap harinya. Sebagian besar (76,92%) siswa telah memiliki kebiasaan menyikat gigi dua kali sehari bahkan 35,71% siswa memiliki kebiasaan untuk menyikat gigi tiga kali sehari. Tabel 9. Distribusi Subyek Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi Per Hari dan Tingkatan SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Frekuensi menyikat gigi (tiap hari) Jumlah 0 kali 1 kali 2 kali 3 kali No Kelas Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % 1 IIIB 0 0 0 0 6 85,71 1 14,29 7 53,85 2 VIB 0 0 0 0 4 66,67 2 33,33 6 46,15 Total 0 0 0 0 10 76,92 3 23,08 13 100
Tabel 10. Distribusi Subyek Berdasarkan Waktu Menyikat Gigi dan Tingkatan Kelas Siswa SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Kelas IIIB VIB Jumlah Waktu Menyikat Gigi % % % ∑ ∑ ∑ Setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam Pagi saat mandi & malam sebelum tidur
0
0
0
0
0
0
1
14,29
1
16,67
2
15,38
26
Pagi saat mandi & sore saat mandi Pagi saat mandi, sore saat mandi & malam sebelum tidur
5
71,42
3
50
8
61,54
1
14,29
2
33,33
3
23,08
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa kelas IIIB dan VIB mengenai waktu yang tepat untuk menyikat gigi masih kurang karena tidak ada siswa yang menyikat gigi pada waktu yang benar, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur. Persentase terbesar terdapat pada siswa yang menyikat gigi pada saat mandi pagi dan sore yaitu sebesar 61,54% Tabel 11. Distribusi Subyek Berdasarkan Kebutuhan Rujukan Medis dan Tingkatan SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Kebutuhan Rujukan Medis Jumlah Ya Tidak No. Kelas Ʃ % Ʃ % Σ % 1 IIIB 6 85,71 1 14,29 7 53,85 2 VIB 4 66,67 2 33,33 6 46,15 Jumlah 10 76,92 3 23,08 13 100 Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 13 siswa yang diperiksa, sebanyak 10 orang memerlukan rujukan tindakan medis gigi. Pada Tabel 12 tampak bahwa keperluan tindakan perawatan gigi yang paling banyak adalah restorasi gigi (61,54%). Data menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang memerlukan tindakan scaling. Tabel 12. Distribusi Subyek Berdasarkan Tindakan Perawatan Gigi dan Tingkatan Kelas SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Tindakan Perawatan Gigi Kelas n Scaling Ekstraksi Restorasi Endo Ʃ Ʃ Ʃ Ʃ % % % % IIIB 7 0 0 5 71,43 5 71,43 0 0 VIB
6
0
0
0
0
3
50
1
16,67
27
Jumlah
13
0
0
5
38,46
8
61,54
1
7,69
Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pendidikan ayah dan ibu dari 13 siswa yang diperiksa adalah lulusan Perguruan Tinggi yaitu ayah sebanyak 69,24% serta ibu sebanyak 53,85%. Tidak terdapat ayah maupun ibu siswa kelas IIIB dan VIB yang tidak bersekolah. Tabel 13. Distribusi Subyek Berdasarkan Tindakan Pendidikan Orangtua dan Tingkatan SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 Kelas
n
IIIB
7
VIB
6
Jumlah
13
Oran g Tua Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu
TS SD Ʃ % Ʃ %
SMP Ʃ %
SMA Ʃ %
AK Ʃ %
PT Ʃ %
0 0 0 0 0 0
1 0 1 0 2 0
1 1 1 2 2 3
0 2 0 0 0 2
5 4 4 3 9 7
0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 1
0 0 0 16,67 0 7,69
14,29 0 16,67 0 15,38 0
14,29 14,29 16,67 33,33 15,38 23,08
0 28,57 0 0 0 15,38
71,42 57,14 66,66 50,00 69,24 53,85
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar ayah dari siswa mempunyai pekerjaan wiraswasta (38,46%) dan PNS (30,77%). Pada seluruh siswa yang diperiksa, tidak ada yang memiliki ayah yang tidak bekerja. Sebagian besar ibu (46,15%) tidak bekerja dan sisanya bekerja PNS (30,77%) serta swasta (23,08%). Berdasarkan Tabel 13 dan 14 dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan sosial ekonomi orang tua siswa yang diperiksa berada pada golongan menengah ke atas. Tabel 14. Distribusi Subyek Berdasarkan Pekerjaan Orangtua dan Tingkatan Kelas Siswa SD Kanisius Sengkan Kelas IIIB dan Kelas VIB Tahun 2012 TNI/ Wira Tidak PNS Swasta Buruh Orang AURI swasta Bekerja Kelas n Tua Ʃ % Ʃ % Ʃ % Ʃ % Ʃ % Ʃ % IIIB
7
Ayah
1
14,2
1
14,2
5
71,4
0
0
0
0
0
0
28
VIB
6
Jumlah
1 3
Ibu
3
Ayah
3
Ibu
1
Ayah
4
Ibu
4
9 42,8 6 50 16,6 7 30,7 7 30,7 7
0
9 0
0
2 0
2
28,57
0
0
2
28,57
0
0
0
0
2
1
0
0
0
0
1
0
16,6 7 0
0
0
4
66,66
1
7,69
5
2
1
7,69
0
0
0
0
0
38,4 6 0
33,3 3 16,6 7 15,3 9 23,08
0
0
6
46,15
3
BAB IV DIAGNOSA DAN RENCANA PERAWATAN GIGI Diagnosa gigi-geligi dan rencana perawatan siswa kelas IIIB dan VIB SD Kanisius Sengkan adalah sebagai berikut: Tabel 15. Distribusi Sampel Diagnosa dan Rencana Perawatan Siswa 29
No
Nama
Kelas IIIB SD Kanisius Sengkan tahun 2012 Usia Elemen Diagnosis Tahun
Bulan
Rencana Perawatan
1.
Birgita Febriana Bunga A
8
11
-
-
-
2.
Caliixta Intan Ajiyolanda
9
3
84
Nekrosis pulpa
65
Nekrosis pulpa
64 55 84 51
Karies dentin Karies dentin Karies dentin Karies dentin
Eksodonsia (observasi) Eksodonsia (observasi) Opdent Opdent Opdent Observasi
85 84 83 74
Karies dentin Karies dentin Karies dentin Nekrosis pulpa
75
Nekrosis pulpa
61 54
Radiks Nekrosis pulpa
6
65
Radices
11
65 64 61
Radices Karies dentin Nekrosis pulpa
Eksodonsia Opdent Eksodonsia (observasi)
51 55
Nekrosis pulpa Nekrosis pulpa
84 74 54
Karies dentin Radices Karies dentin
Eksodonsia (observasi) Eksodonsia (observasi) Opdent Eksodonsia Opdent
3. 4.
5. 6.
7.
Claudya Okta Suraningsih Edward Budi Setiawan
8
1
8
8
Gabriel 8 Galang Restu Aji Indhika 8 Christoforus Solideo
Irmgard Bagas Raga Jiwa
8
4
Opdent Opdent Opdent Eksodonsia (observasi) Eksodonsia (observasi) Eksodonsia Eksodonsia (observasi) Eksodonsia
30
Tabel 16. Distribusi Sampel Diagnosa dan Rencana Perawatan Siswa Kelas VIB SD Kanisius Sengkan tahun 2012 No
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama
Hendrikus Destrya Anggitya Laurensia Dhamma Viriya Magnus Dwitiya Nugrohojati Minar Gabriella Sinaga Natalia Dita Putranti Philipus Agri Adhyatma
Usia
Elemen
Diagnosis
Rencana Perawatan
Tahun
Bulan
12
1
-
-
-
11
8
46
Nekrosis pulpa
Endodontik
11
10
47 37
Karies dentin Karies dentin
Opdent Opdent
11
4
-
-
-
12
1
11
8
27 17 46
Karies dentin Karies dentin Karies dentin
Opdent Opdent Opdent
BAB V PEMBAHASAN
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang dilaksanakan di SD Kanisius Sengkan merupakan UKGS tahap II yang meliputi pelatihan guru atau petugas
31
kesehatan gigi, sikat gigi bersama, penjaringan kesehatan gigi dan mulut, pengobatan darurat, pelayanan gigi medik dasar atas permintaan, dan rujukan. Namun pada pelaksanaan tidak semua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu yang ada sehingga yang dilakukan di SD Kanisius Sengkan adalah penyuluhan, pemeriksaan gigi dan mulut, serta kegiatan sikat gigi masal sedangkan pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi), pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit, pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I sampai kelas VI (care on demand), dan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal tidak dapat dilakukan. Pelaksanaan kegiatan UKGS diawali dengan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut terhadap para siswa, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, dan terakhir dilakukan kegiatan sikat gigi masal. Pertimbangan dilakukannya penyuluhan terlebih dahulu adalah supaya siswa dapat memperhatikan materi penyuluhan serta menghindarkan kebosanan siswa karena penyuluhan dilaksanakan pada pagi hari. Alat ukur yang digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada pemeriksaan ini adalah OHI-S atau Oral Higiens Index-Simplified. Oral Higiens Index Simplified merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kebersihan gigi dan mulut dengan menjumlahkan indeks debris dan indeks kalkulus pada gigi-gigi indikator (Anitasari dan Liliwati, 2005). Seluruh siswa kelas IIIB dan VIB SD Kanisisus Sengkan yang diperiksa dapat dinilai status kebersihan mulutnya. Hasil pengolahan data status kebersihan mulut siswa kelas IIIB dan kelas VIB SD Kanisius Sengkan (Tabel 5) menunjukkan bahwa seluruh siswa yang diperiksa
32
mempunyai indeks kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) kategori baik. Kondisi ini mungkin disebabkan karena seluruh siswa yang diperiksa sudah memiliki kebisaan menyikat gigi minimal 2 kali sehari (Tabel 6) sebab menyikat gigi bertujuan untuk memelihara kebersihan mulut terutama gigi dan jaringan sekitarnya (Ariningrum, 2000). Hal tersebut terlihat pada Tabel 8 yang menunjukkan bahwa 100% siswa SD Kanisius Sengkan memiliki gingiva yang sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anitasari dan Liliwati (2005), didapatkan adanya hubungan antara frekuensi menyikat gigi dengan status kebersihan gigi dan mulut. Semakin besar frekuensi menyikat gigi, maka persentase status kebersihan mulut yang baik cenderung meningkat dan apabila frekuensi menyikat gigi menurun maka persentase status kebersihan gigi juga semakin buruk. Selain waktu menyikat gigi, terdapat 5 hal yang harus selalu diperhatikan dalam menyikat gigi agar efekif dalam pembersihan plak yaitu; 1) tepat memilih sikat gigi, 2) tepat cara menyikat gigi, 3) tepat waktu menyikat gigi, 4) tepat lamanya menyikat gigi dan 5) teliti sehingga semua bagian gigi bersih dari plak plak gigi (Sriyono, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan mulut yaitu 1) menyikat gigi secara teratur untuk menghilangkan plak atau mencegah terjadinya pembentukan plak, 2) membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stein, 3) merangsang jaringan gingiva, 4) melapisi permukaan gigi dengan fluor, 5) kumurkumur yang kuat, yaitu dengan cara menghisap-hisap cairan tersebut di antara gigi dan mulut dengan gerakan otot-otot bibir lidah dan pipi di mana gigi dalam keadaan tertutup ± 30 detik, kumur-kumur dapat dilakukan dengan cairan antiseptik untuk
33
membantu membunuh bakteri plak (Nasution,2010 sit Panjaitan, 1997; Sriyono, 2005; Pintauli dan Hamada, 2008). Berdasarkan kriteria yang digunakan oleh WHO (Tabel 1), rerata status karies gigi sulung siswa kelas IIIB dan VIB SD Kanisius Sengkan tergolong sedang (def-t=2,71) sedangkan rerata status karies gigi tetap tergolong rendah (DMFT=1,33). Dari data tersebut terlihat bahwa rerata karies gigi susu (def-t) lebih besar daripada rerata karies gigi permanen (DMF-T). Suwelo (1992) menyatakan bahwa proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi susu tidak berbeda, namun proses kerusakan gigi susu lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibanding gigi tetap. Hal tersebut juga dapat disebabkan belum adanya kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, dan rendahnya motivasi untuk merawat atau menambal gigi yang karies sebab pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu dirawat karena akan diganti dengan gigi tetap (Suwelo, 1992). Frekuensi dan waktu dalam melakukan kegiatan sikat gigi juga memperngaruhi terjadinya karies. Dalam penelitian terbukti bahwa frekuensi sikat gigi berhubungan dengan angka kejadian karies/DMFT pada anak-anak. Disarankan supaya anak-anak menyikat gigi minimal dua kali sehari atau lebih, hal ini akan lebih baik dibandingkan dengan hanya melakukan sikat gigi satu kali perhari. Melakukan sikat gigi hanya satu kali dalam sehari dapat meningkatkan proses pematangan plak gigi dan waktu plak melekat pada permukaan gigi lebih lama. Selain itu produksi asam dari hasil metabolism bakteri akan semakin meningkat dan menyebabkan nilai pH plak yang rendah. Hal ini menyebabkan risiko terjadinya
34
penyakit karies gigi menjadi lebih tinggi (Darwita dkk., 2011 cit Jamieson dkk., 2010; Lisa dkk., 2010). Tingginya prevalensi karies pada siswa SD Kanisius Sengkan (Tabel 7) dipengaruhi oleh kesadaran orang tua siswa tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut yang benar seperti cara sikat gigi, waktu menyikat gigi yang tepat serta pemilihan ukuran sikat gigi yang benar. Menurut Budiharto (1998), tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh karena ibu merupakan orang yang paling dekat dan mengasuh anak-anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka semakin tinggi pengetahuannya tentang kesehatan, sehingga diharapkan mampu memberikan teladan dalam perilaku sehat dan kesadaran pentingnya kesehatan serta dapat membentuk perilaku sehat kepada anak-anaknya. Sebagian besar (53,85%) tingkat pendidikan ibu siswa SD Kanisius Sengkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Namun demikian, walaupun sebagian besar ibu berpendidikan hingga perguruan tinggi, namun prevalensi karies siswa SD Kanisius Sengkan masih tinggi. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi prevalensi karies selain tingkat pendidikan ibu, seperti waktu dan cara menyikat gigi, jenis makanan yang dikonsumsi, dan status sosial. Menurut Hamrun dan Rathi (2009), status ekonomi berpengaruh terhadap beberapa aspek kehidupan, termasuk status gizi, karies gigi dan oral hygiene seseorang. Tingkat sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan gizi, pemilihan macam makanan tambahan, kebiasaan hidup sehat, kualitas sanitasi lingkungan dan seringnya seseorang menderita penyakit infeksi. Gizi yang baik merupakan hal yang perlu untuk kesehatan fisik. Gizi juga
35
memegang peranan penting dalam perkembangan dan pertahanan kesehatan mulut terutama gigi dan gusi. Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari pekerjaan orang tua, baik ayah maupun ibu. Sebagian besar ayah dari siswa mempunyai pekerjaan wiraswasta (38,46%) dan PNS (30,77%) sedangkan sebagian besar ibu (46,15%) tidak bekerja dan sisanya bekerja PNS (30,77%) serta swasta (23,08%). Pekerjaan orang tua turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Semakin tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Julita cit. Sediaoetama, 2010). Hasil penelitian menunjukkan status sosio-ekonomi dengan perilaku kesehatan gigi mempunyai hubungan yang bermakna. Jika status sosio-ekonomi rendah, ibu mempunyai banyak halangan dari segi material, sosial dan keuangan sehingga memiliki kesulitan untuk merawat kesehatan diri dan anaknya. Makin tingi status sosioekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan gigi keluarga tersebut. Kaum ibu paling berperan dalam mewujudkan dan mengembangkan kesehatan secara umum dan khususnya dalam memelihara kesehatan gigi dalam keluarga (Dian cit. Lina dan Kosasi, 2010) . Hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa PTI (Performance Treatment Index) dari seluruh siswa yang diperiksa adalah 25%. Hal ini menunjukkan bahwa sudah terdapat siswa yang memiliki kesadaran untuk menambalkan giginya yang karies ke tenaga medis Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan ini adalah status sosial ekonomi keluarga dari para siswa.
36
Perawatan kesehatan gigi anak secara dini sangat berguna bagi kesehatan gigi anak yang masih dalam taraf tumbuh kembang. Keberhasilan suatu perawatan di bidang kesehatan gigi anak ditentukan oleh banyak hal antara lain, adanya bimbingan orang tua terhadap anak yang dipengaruhi oleh motivasi orang tua dalam berperilaku sehat. Adanya motivasi orang tua untuk merawat gigi anaknya sebelum terjadi kerusakan gigi yang lebih parah dapat membantu menurunkan prevalensi kerusakan gigi anak (Anggriana dan Musrifah, 2005). Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh siswa yang diperiksa memerlukan rujukan. Rujukan ditujukan ke puskesmas Depok II atau dapat ditujukan ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo sebagai tindak lanjut dari kegiatan UKGS itu sendiri. Sistem rujukan seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972 adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya (Firdaufan, 2003, cit. Azwar, 1996).
37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan, maka dari kegiatan UKGS tanggal 28 dan 30 Januari 2012 pada 13 siswa kelas IIIB dan VIB di SD Kanisius Sengkan dapat diperoleh kesimpulan: 1. Status kebersihan mulut seluruh siswa dalam kategori baik.
38
2. Rerata karies gigi sulung (def-t) sebesar 1,64 berarti setiap 100 siswa memiliki 164 karies pada gigi sulungnya, baik yang telah dilakukan perawatan maupun belum. Rerata karies gigi tetap (DMF-T) 0,62 yang berarti setiap 100 siswa memiliki 62 karies pada gigi tetapnya, baik yang telah dilakukan perawatan maupun yang belum. Prevalensi karies gigi pada siswa yang diperiksa mencapai 76,92%. 3. Seluruh siswa memiliki status kesehatan gingiva sehat 4. Seluruh siswa telah memiliki kebiasaan menyikat gigi, dengan 76,92% siswa menyikat gigi 2 kali setiap hari dan sisanya 23,08% siswa menyikat gigi 3 kali sehari namun tidak ada siswa yang menyikat gigi pada waktu yang benar, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur. 5. Kesadaran siswa dan peran orang tua dalam memelihara kesehatan gigi sudah ada namun masih kurang ditunjukkan dengan nilai PTI = 25% 6. Seluruh siswa (100%) membutuhkan rujukan tindakan dengan rincian 38,46% memerlukan ekstraksi gigi, 61,54% memerlukan perawatan restorasi gigi dan 7,69% memerlukan perawatan endodontik.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai cara dan waktu yang tepat melakukan pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. Materi penyuluhan disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa, sehingga siswa mudah mengerti. Jika memungkinkan dapat melibatkan guru dan orang tua siswa.
39
2. Rujukan bagi siswa yang memerlukan perawatan dilaksanakan sebaik mungkin. 3. Wali kelas dan orang tua siswa diharapkan berperan aktif dalam memonitor pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut para siswa. 4. Evaluasi pelaksanaan UKGS untuk mengetahui perkembangan dan kendala kegiatan agar dapat meningkatkan pelaksanaan UKGS.
DAFTAR PUSTAKA
Ariningrum. 2000. Beberapa cara mencaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin Dunia Kedokteran. 126:45-51 Anggriana, D., Musrifah, 2005, Faktor pendorong motivasi orang tua merawatkan gigi anak di klinik Fakultas Kedokteran Gigi Unair, Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 12–15. Anitasari, S. Dan Liliwati, 2005, Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur, dentika Dental Journal. 10(1): 22-27.
40
Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi 3. Jakarta. PT Binarupa Aksara Budiharto, 1998, Kontribusi Umur, Pendidikan, Jumlah Anak, Status Ekonomi Keluarga, Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Gigi dan Pendidikan Kesehatan Gigi terhadap Perilaku Ibu, JKGUI, 5(2): 99-108 Darwita RR. Novrinda H. Budiharto. Pratiwi PD. Amalia R. Asri SR. 2011. Efektivitas Program Sikat Gigi Bersama terhadap Risiko Karies Gigi. J Indon Med Asso. Volume 61, No. 5. Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi. Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2004, Pedoman Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departmen Kesehatan RI. Dian, HSB., 2010, Skripsi: Hubungan Peran Ibu dalam Membersihkan Rongga Mulut dengan Pengalaman Karies Anak Umur 1-3 tahun di Desa Payageli, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. 2011. Profil 2010 Kabupaten Sleman. http://www.dinkes.slemankab.go.id diunduh 1 April 2012. Dunning JM. 1986. Principles of Dental Public Health. Cambridge: Harvard University Press. Firdaufan M. 2003. Tesis: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tidakan Rujukan ke Puskesmas oleh Guru Pembina UKS pada Siswa Penderita Karies Gigi di Kecamatan Serengan Kota Surakarta. Sekolah Pasca Sarjana UNDIP. Semarang.
41
Hutabarat N. 2009. Tesis: Peran Petugas Kesehatan, Guru, dan Orangtua dalam Pelaksanaan UKGS dengan Tindakan Pemeiharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota Medan. Sekolah Pasca Sarjana USU. Medan. Jamieson LM. Roberts TKF. Sayer SM. Dental caries risk indicators among Australian aboriginal young adults. Comm Dent Oral Epid. 2010;38:213-21. Julita, S., 2010, Skripsi : Status Gizi Anak Balita Ditinjau dari Karakteristik dan Pola Makan Keluarga di Desa Amaltani Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat Tahun 2010, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan. Junaidi, Julia M, dan Hendratini J. 2007. Hubungan Keparahan Karies Gigi Dengan Konsumsi Zat Gizi Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Volume 4, No.2, hal 92-96. Lina N. Kosasi I. Perilaku ibu dalam pencegahan penyakit gigi anaknya di kelurahan Gang Buntu Medan. Dentika Dental J 2007; 12(2): 133-139 Lisa MJ, Kaye FRT, Susan MS. Risk indicators for severe impaired oral health among indigenous Australian young adults. BMC Oral Health. 2010;10:1. Manson JD dan Eley BM. 1993. Buku Ajar Periodonti (terj.). Jakarta: Penerbit Hipokrates. Maulani S dan Enterprise J. 2005. Kiat merawat gigi anak. PT Alex Media Komputindo. Jakarta. Nasution D. 2010. Skripsi: Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid dan Pelaksanaan Usaha K.sehatan Gigi Sekolah pada Sekolah Dasar Negeri 060880 dan 060890 Kecamatan Medan Polonia Tahun 2009, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan. Natamiharja L dan Oktavia D. 2002. Efektifitas Penyingkiran Plak Antara Sikat Gigi Berserabut Posisi Lurus dan Silang (Exceed) pada Murid Kelas V Sekolah Dasar. Dentika Dental Jurnal. Vol 7 No. 1.
42
Nugrahani D. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKSG). http://puskesmasberbah.wordpress.com/usaha-kesehatan-gigi-sekolah/ Diunduh 3 April 2012. Pahrurrazi. 2009. Data Karies Gigi Jambi. http://www.pahrurrazi.wordpress.com/ Diunduh 3 April 2012. Panjaitan M. Ilmu pencegahan karies gigi. Ed ke-1. Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 1997:11-22 Pintauli S dan Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 5-6, 28-29, 74-81 Priyono B. 1995. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Sikap dan Kebersihan Mulut Anak-anak yang Pernah Menerima Program UKGS. Majalah Ilmiah Dies Natalis FKG UGM. Ceril V: 219-228. Sediaoetama, 2000. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I. Jakarta : Dian rakyat Sriyono N. 2009. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut Guna Meningkatkan Kualitas Hidup. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Suwelo IS. 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi, Kajian pada Anak Usia Prasekolah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Widyaningsih R. 2000. Kiat Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Makalah Simposium. Http/www/ Anakku.Net Diunduh 2 April 2012. -- julita Zatnika I. 2009. 89% Anak Derita Penyakit Gigi dan Mulut http://pdgicrb.wordpress.com/2009/01/24/89-anak-derita-penyakit-gigi-dan mulut/. Diunduh 20 Juni 2012.
43
LAMPIRAN 44