MAKALAH MIKROBIOLGI
Virus TORCH
Dosen pembimbing : Dr. Dwi Wahyuni, M.Kes.
Kelas Mikrobiologi C
Jumat 07.00-08.40 WIB
Ruang Kuliah 2
Anggota Kelompok 2:
1. Umdatus Sholihah 152110101065
2. Anggi Meitasari 152110101067
3. Heni Nuraini 152110101070
4. Dini Widya Dyanestica 152110101073
5. David Zain Labib 152110101077
6. Ambar Wati 152110101085
7. Zubdatul Widad 152110101086
8. Maya Indriana Dewi 152110101098
9. Ike Kumala Sari 152110101109
10. Utrujja Aghni Alfarabi 152110101115
11. Aisyah Wulansari Rahajeng 152110101124
12. Viona Reza Maulinda 152110101125
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mikrobiologi yang berjudul "Virus TORCH".
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Dwi Wahyuni,
M.Kes. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Mikrobiologi yang telah
memberikan pembelajaran kepada Kami dan semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.Sekian terimakasih.
Jember, 26 April 2016
Penuliis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN 3
2.1. Definisi virus TORCH 3
2.2. Toxoplasma 3
2.3. Rubella 9
2.4. CMV (Cytomegalovirus) 13
2.5. Herpes Simplex Virus (HSV) 17
BAB 3 PENUTUP 22
3.1. Kesimpulan 22
3.2. Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus
yaitu parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus),
virus Herpes Simplex (HSV1-HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang
dampak klinisnya lebih terbatas, misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio, dan Coxsackie-B. Penyakit TORCH ini
dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa
menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria
maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan
kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang
beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh
termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer yang mengendalikan
fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem kardiovaskuler, serta
metabolisme tubuh.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari virus TORCH?
2. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan
penyakit yang disebabkan Toxoplasma?
3. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan
penyakit yang disebabkan Rubella?
4. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan
penyakit yang disebabkan CMV?
5. Bagaimana ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan pencegahan
penyakit yang disebabkan HSV?
Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari virus TORCH.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan
pencegahan penyakit yang disebabkan Toxoplasma.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan
pencegahan penyakit yang disebabkan Rubella.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan
pencegahan penyakit yang disebabkan CMV.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri, klasifikasi, struktur anatomi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penularan, pengobatan, dan
pencegahan penyakit yang disebabkan HSV.
PEMBAHASAN
Definisi virus TORCH
TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan
oleh Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex
Virus (HSV1 dan HSV2). Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai
masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga
menyebabkan sulit terjadinya kehamilan ataupun terjadinya keguguran
dini. Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan
teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH
juga bisa menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia,
dan jenis kelamin. TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering
sakit kepala), menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu
berkepanjangan, sakit pada otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki,
lambung, mata, dan sebagainya.
Toxoplasma
Toxoplasma merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit obligat intraseluler Toxoplasma gondii. Nama penyakitnya
Toksoplasmosis.
2.2.1. Ciri-ciri
Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit
(bentuk poriferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi
sporozoit).
1. Bentuk Takizoit (Bentuk Poriferatif)
a) Menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain
agak membulat.
b) Ukuran panjang 4 - 8 mikron, lebar 2 - 4 mikron dan mempunyai
selaput sel satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan
beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi.
c) Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen.
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung
dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif.
d) Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan
tubuh.
e) Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.
2. Bentuk Kista (Berisi Bradizoid)
a) Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah
telah membentuk dinding.
b) Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi
beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-
kira 3000 bradizoit.
c) Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris.
d) Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot
bentuk kista mengikuti bentuk sel otot.
3. Bentuk Ookista (Berisi Sporozoid)
a) Ookista berbentuk lonjong, berukuran 12,5 mikron.
b) Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah
menjadi dua sporoblas.
c) Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding
dan menjadi sporokista.
d) Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang
berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.
2. Klasifikasi
Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Protozoa
Filum : Apicomplexa Kelas : Sprozoasida
Sub Kelas : Coccidiasina Ordo :
Eucoccidiorida
Sub Ordo : Eimeriorina Famili : Sarcocystidae
Genus : Toxoplasma Spesies : Toxoplasma
Habitat Toxoplasma gondii hidup di dalam sel endotil, leukosit
mononukler, cairan tubuh, dan sel jaringan hospes atau tuan rumah.
Toxoplasma gondii virus yang menyebabkan penyakit toksoplasmosis.
Biasanya membatasi diri tetapi dapat memiliki atau bahkan efek serius
pada janin yang ibunya kontrak pertama penyakit selama kehamilan atau
pada kekebalan manusia
3. Struktur Anatomi
4. Patogenesis
Jika seseorang makan atau minum dari sumber terkontaminasi
Toxoplasma gondii, selanjutnya Toxoplasma akan menembus permukaan
usus halus dan ditangkap oleh sel-sel darah putih. Sebagian
Toxoplasma masih dapat bereplikasi. Reaksi ini akan mencetuskan
keluarnya mediator atau zat-zat kimia dalam darah yang dapat
menginduksi timbulnya tanda-tanda infeksi. Bagaimana perjalanan
toxoplasmosis ini tergantung pada jumlah partikel protozo yang
masuk ke saluran cerna, faktor genetik, kekebalan tubuh, dan
virulensi protozoa.
Sekali seseorang terserang toxoplasmosis, T.gondii akan menyebar
ke seluruh jaringan tubuh; termasuk ke sirkulasi plasenta pada wanita
hamil. Hal ini tentu saja membahayakan bagi janin. Patogensis
mikrobakteri ini terbagi menjadi 3 tahap :
Tahap pertama adalah parasitemis (ditemukan toxoplasma dalam
darah) yang merupakan fase akut, yaitu sekitar satu minggu pasca
infeksi.
Tahap kedua, terjadi respon imun humoral seperti IgA, IgM, IgG,
dan komplemen dan juga terjadi respon imun seluler berupa
makrofag dan sitokin.
Tahap ketiga adalah pembentukan kista (bentuk inaktif) dalam sel
yang sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi (aktif kembali).
5. Gejala Klinis
1. Infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti demam,
malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan
mononukleosis infeksiosa.
2. Hidrosefalus, yaitu: kondisi abnormal dimana cairan serebrospinal
terkumpul di ventrikel otak, pada janin dapat menyebabkan cepatnya
pertumbuhan kepala dan penonjolan fontanela (sehingga kepala
tampak membesar karena berisi cairan) dan wajah yang kecil.
3. Korioretinitis, yaitu: radang/inflamasi lapisan koroid di belakang
retina mata
4. Pengapuran (calcification) otak dan intraseluler.
5. Kondisi ini paling berat saat infeksi maternal (yang berasal dari
ibu) terjadi sejak dini saat masa kehamilan.
6. Sekitar 15-55% anak yang menderita infeksi bawaan atau sejak lahir
(congenitally infected children) tidak memiliki antibodi IgM
spesifik T.gondii yang dapat dideteksi saat lahir atau masa tumbuh-
kembang awal (early infancy).
7. Disertai ketidaknormalan jumlah sel darah putih (leukosit) di
cairan otak dan sumsum tulang (cerebrospinal fluid), yang dalam
istilah medis disebut dengan pleocytosis.
8. Janin baru lahir yang terinfeksi T.gondii dapat mengalami anemia,
penurunan trombosit, dan penyakit kuning (jaundice) saat lahir.
9. Janin yang terinfeksi dapat tanpa gejala sama sekali, atau hanya
didapatkan pertumbuhan janin terhambat, atau gambaran hyperechoic
bowel.
10. Bayi yang bertahan hidup (affected survivors) dapat menderita
retardasi mental, kejang (seizures), kerusakan penglihatan (visual
defects), spasticity, atau gejala sisa neurologis (berhubungan
dengan saraf) yang berat lainnya.
11. Pembengkakan kelenjar pertahanan (limfoglandula) yang terdapat
disekitar leher, ketiak, dan sebagainya namun jarang sekali
terjadi.
6. Diagnosis
1. Pemeriksaan sediaan mikroskopis, untuk menemukan ookista yang di
dalam tinja kucing , atau takizoit didalam eksudat peritoneal atau
biakan jaringan, Toxoplasma dapat ditemukan didalam usapan dari
irisan jaringan atau eksudat yang diwarnai . Uji warna masih
paling memuaskan sampai saat ini.
2. Pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita (histopatologi)
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam
jaringan atau cairan tubuh penderita. Hal ini dilakukan dengan
cara menemukan secara langsung parasit yang diambil dari cairan
serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya. Namun
diagnosis berdasarkan penemuan parasit secara langsung jarang
dilakukan karena kesulitan dalam hal pengambilan spesimen yang
akan diteliti.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar bahwa antigen
toksoplasma akan membentuk antibodi yang spesifik pada serum darah
penderita. Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis antara lain:
- Complement Fixation Test
- Dye Test Sabin Fieldman
- Immunoflourescense Assay (IFA)
- Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA)
4. PCR(Polymerase Chain Reaction)
Metode lain yang relatif singkat dengan sensitivitas yang
tinggi adalah metode PCR. Teknik PCR ini dapat mendeteksi
toksoplasma yang berasal dari darah, cairan serebrospinal, dan
cairan amnion.
7. Penularan
- Memakan daging mentah atau daging setengah matang atau daging yang
tidak dimasak sempurna dimana daging tersebut mengandung toksoplasma.
- Melalui transplantasi organ tubuh manusia. Namun penularan ini sangat
jaran karena umumnya organ tubuh tersebut telah diperiksa oleh dokter
dengan seksama. Walaupun peluangnya kecil hal ini tidak boleh
diabaikan.
- Manusia tanpa sengaja menelan atau memakan telur atau kista
toxoplasma. Hal ini dapat terjadi jika manusia memakan buah-buahan
atau sayuran tanpa dicuci dengan bersih.
8. Pengobatan
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi
pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini
secara sinergis akan menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus
asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 –50 mg
per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000
–6.000 mg sehari selama sebulan.
9. Pencegahan
1. Tidak boleh menyentuh/memegang mulut dan mata ketika memegang
daging mentah.
2. Mencuci tangan dengan sabun sehabis memegang daging mentah dan
setelah berkebun.
3. Dapur dan perabotan-perabotannya cuci bersih-bersih yang dipakai
untuk daging mentah.
4. Cuci sayur-sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan.
5. Hindari lalat, kecoak, dan binatang-binatang yang hinggap di buah-
buahan dan sayur-sayuran.
6. Selalu memakai sarung tangan jika memegang benda-benda
(mengerjakan taman) yang selalu dikontamasi kotoran kucing.
7. Memberi makan kucing dengan daging yang matang.
8. Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala
akan kemungkinan infeksi dengan Toxoplasma gondii. Mengobatinya
agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat bawaan.
Rubella
Rubella atau campak jerman adalah penyakit menular yang disebabkan
suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Infeksi Virus Rubella dapat
menyebabkan penyakit campak Jerman atau Congenital Rubella Syndrome
Rubella.
1. Ciri-ciri
Tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam, eter, dan tripsin (enzim).
Memiliki kelangsungan hidup yang singkat di udara atau pada benda dan
permukaan.
Dapat menyerang bagian saraf atau otak yang kemudian menyerang kulit
yang ditandai dengan bercak merah seperti campak biasa.
Hidup di daerah tropis, subtropis, dan pada daerah yang memiliki musim
semi.
Intinya dikelilingi selubung lipoprotein.
Berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm
Memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis
lipid yang mengandung glycoprotein E1 dan E2.
Virus Rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein
envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid.
2. Klasifikasi
Famili : Togaviridae
Genus : Rubivirus
Spesies : Rubella virus
Virus RNA beruntai tunggal yang hanya menginfeksi manusia, dimana
virus ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam dan enzim serta
memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di udara, atau pada benda
dan permukaan. Virus Rubella adalah virus yang menyebabkan terjadinya
campak jerman yang menyerang anak-anak, orang dewasa, termasuk ibu
hamil. Virus rubela dapat menyerang bagian saraf atau otak yang
kemudian menyerang kulit dengan ditandai bercak merah. Habitat
Rubellapada umumnya, hidup di daerah tropis, subtropis dan pada daerah
yang memiliki musim semi.
3. Struktur Anatomi
4. Patogenesis
Virus Rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami
replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia
terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus
Rubella. Dalam ruangan tertutup, virus Rubella dapat menular ke setiap
orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi
virus Rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu
sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada
episode ini, Virus Rubella sangat menular.
5. Gejala Klinis
- Pada wanita hamil primary infection -> Severe damage pada fetus.
Masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari. Kelainan congenital
tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada waktu hamil.
- Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat menyebabkan fetal
malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan kedua dan 17% Pada bulan
ketiga.
- Congenital Rubella Syndrome dapat terjadi pada infeksi di TR I
kehamilan.Kelainan-kelainan lain adalah CHD (PDA, VSD dan PT),
cataracts, chorioretinitis, microcephaly, mental retardation dan
deafness.
6. Diagnosis
1. Diagnosis Congenital Rubella
2. Menentukan status imun pada wanita umur reproduktif
Metode pemeriksaan :
- Hemaglutination inhibition
- Passive Hemaglutination (PHA)
- Indirect fluorescent immunoassay (IFA)
- Enzyme immunoassay (EIA-IgM, IgG)
- Radioimmunoassay
7. Penularan
Penularan utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang
berasal dari batuk atau bersin penderita. Berbagai makanan dan minuman
dengan pendeita juga dapat menularkan Rubella. Sama halnya jika
menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang benda yang
terkontaminasi virus Rubella.
8. Pengobatan
1. Secara farmakologikal dengan Acetaminophen atau ibuprofen ini
dapat mengurangkan demam.
2. Pengobatan rawat jalan ( di rumah )
Dikarenakan penyakit rubela merupakan penyakit yang ringan (jika
menyerang anak – anak dan orang dewasa), seseorang yang menghidapi
rubela boleh dijaga di rumah. Namun dengan menjaga suhu tubuh
penderita. Jika suhu tubuh mulai tinggi maka sebaiknya konsultasi ke
dokter. Selain itu obat yang paling efektif untuk infeksi ini adalah
dengan beristirahat.
3. Pengobatan untuk wanita yang hamil
Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka yang sebaiknya
dilakukan adalah periksa ke dokter. Maka kemungkinannya dokter
tersebut mungkin akan memberikan suntikan immuneglobulin (IG). IG
tidak dapat menghilangkan virus Rubella tetapi IG dapat membantu
dalam meringankan gejala-gejala yang diberikan oleh virus ini dan
dapat mengurangi risiko – risiko pada janin. Dengan kata lain, IG
dapat mengurangi gejala rubela tetapi tidak dapat menghilangkan
risiko infeksi yang diberikan virus Rubella terhadap bayi tersebut.
9. Pencegahan
Walaupun tidak ada obat yang spesifik untuk virus ini, namun dapat
diberikan pencegahan yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi
yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan,
dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella) yang disuntikkan
sebanyak 2 kali.
Suntikan vaksin pertama diberi semasa umur 12-15 bulan dan suntikan
kedua biasanya diberi semasa umur 4-6 tahun. Pemberian imunisasi MMR
pada wanita usia reproduktif yang belum mempunyai antibodi terhadap
virus rubela amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi Rubella
kongenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR, penundaan
kehamilan harus dilakukan selama 3 bulan.
Vaksin MMR tidak sembarang boleh diberikan kepada semua orang,
diantaranya:
- Mereka yang alergi terhadap antibiotik neomicyn.
- Wanita yang sedang hamil atau bertujuan hamil dalam waktu satu
bulan setelah imunisasi.
- Mereka yang menderita penyakit apa saja atau menerima pengobatan
yang menekan sistem kekebalan, seperti cortisone atau prednisolone.
- Siapa saja yang menderita infeksi yang akut.
CMV (Cytomegalovirus)
Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota "keluarga" virus
herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai "virus
paradoks" karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau
dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya.
1. Ciri-ciri
Kemampuannya untuk melangsungkan infeksi bersifat laten seumu hidup.
Diameter virion 100-200 nanomikron
Mempunyai selubung lipoprotein (envelop)
Bentuk incosahedral nekleokapsid
Asam nukleat : DNA
2. Klasifikasi
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Betaherpesvirinae
Genus : Cytomegalovirus (HHV5)
Spesies : Cytomegalovirus
Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota keluarga virus
herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai virus
paradoks karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau
dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal
infeksi CMV akan menggandakan diri. Sebagai respon, sistem kekebalan
tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebutm sehingga setelah beberapa
waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air
liur, urine, sperma, lendir vagina, ASI, dsb
3. Struktur Anatomi
4. Patogenesis
Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer
atau reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderit janin atau bayi
yang baru lair dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada
usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T
yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya sindroma
mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-
Barr. Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah
tepi.
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer,
cytomegalovirus menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi
yang menetap dan laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh.
Penularan transfusi darah atau transplantasi organ berkaitan dengan
infeksi terselubung dalam jaringan ini. Penelitian bedah mayat
menunjukkan kelenjar liur dan usus merupakan tempat terdapat infeksi
yang laten.
Stimulasi antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi
organ) disertai melemahnya sistem imun merupakan keadaan yang paling
sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang disebabkan
oleh cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat menyebabkan respons limfosit
T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi oleh kuman
oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat menjadi faktor pembantu dalam
mengaktifkan infeksi laten HIV.
5. Gejala Klinis
Biasanya CMV menyebabkan demam, penurunan jumlh sel darah putih
(leukopenia) dan letih-lesu. Infeksi pada paru-paru mengakibatkan sesak
dan batuk. Pada sistem cerna seperti lambung dan usus, infeksi CMV
menyebabkan mual, muntah, dan diare. Ensefalitis (otak) CMV dapat
menyebabkan kejang, nyeri kepala, dan koma. Apabila penderita sedang
hamil, CMV bisa menginfeksi janin dan mengakibatkan gangguan pada organ
tertentu janin.
6. Diagnosis
Dengan Karakteristik :
1. Lekositosis
2. Lymphocytosis
3. Abnormal liver function test
Definitive diagnosis dapat dilakukan dengan isolasi virus CMV dari
urine dan blood dengan terdeteksi IgM atau peningkatan titer IgG.
Deteksi IgG antibodi bukan proteksi terhadap CMV infeksi kronik.
7. Penularan
1. Pada bayi bisa terjadi melalui proses kelahiran kontak langsung
pada serviks atau melalui air susu ibu.
2. Melalui transfusi pada ibu atau anak
3. Melalui kontak langsung/individual
Penularan terjadi melalui kontak langsung selaput lendir dengan
jaringan. CMV ( sitomegalovirus ) di ekskresikan melalui urin, ludah,
ASI, sekret serviks dan semen pada infeksi primer maupun pada infeksi
reaktivasi. Janin bisa tertular in utero dari ibu baik berupa infeksi
primer maupun berupa infeksi reaktivasi; infeksi janin dengan
manifestasi klinis yang berat pada waktu lahir sering terjadi sebagai
akibat infeksi primer dari ibu,. Virus dapat ditularkan kepada bayi
melalui ASI, melalui transfusi darah penularan mungkin terjadi melalui
lekosit. Ditemukan bahwa CMV di ekskresikan oleh sebagian besar anak-
anak di tempat penitipan, hal ini bisa menjadi sumber infeksi bagi
masyarakat. Penularan melalui hubungan seks ini dilihat dari penderita
dikalangan homoseksual yang berhubungan seks dengan banyak
pasangan.Virus di ekskresikan melalui urin dan air ludah selama beberapa
bulan dan tetap bertahan atau akan muncul secara periodik selama
beberapa tahun sesudah infeksi primer. Sesudah infeksi neonatal, virus
mungkin di ekskresikan selama 5 – 6 tahun. Orang dewasa mengekskresikan
virus dalam jangka waktu yang lebih pendek, namun virus akan tetap ada
sebagai infeksi laten.
8. Pengobatan
Obat-obat spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada
penyakit CMV adalah:
1. Ganciclovir (D H P G – dihydroxy – 2 propoxy methyl – guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg per kg berat badan
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6 x 500 mg
2. Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 – 90 mg/kg BB/hari
3. Imunoglobulin yang mengandung titer antibodi anti CMV yang tinggi
4. Valaciclovir dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksi untuk
penyakit akibat infeksi CMV pada individu dengan imunokompromais
9. Pencegahan
1) Menjaga kebersihan atau sanitasi.
2) Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu
yang seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.
3) Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV
kepada resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat
dihindari, maka pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus
profilaktik mungkin menolong.
Herpes Simplex Virus (HSV)
Herpes Simplex Virus adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi
akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yag berkelompok di atas
kulit yang sembab.
1. Ciri-ciri
Melakukan replikasi di dalam inti sel
Membentuk intranuclear inclusion body
Pada lesi terdapat central intranuclear inclusion body eosinofilik
yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada
tipe membran inti
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi yang
mengandung lipid, karbohidrat, dan protein.
Genom ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106x106) berbentuk lurus.
Tipe 1 dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi.
2. Klasifikasi
Filum : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Simpleksvirus
Spesies : Herpes simplex virus II
Herpes simplex virus tergolong anggota virus herpes yang primer
menimbulkan penyakit pada manusia yang menimbulkan kerusakan sel yang
sangat cepat dan kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada
ganglion sensorik.
3. Struktur Anatomi
4. Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus
menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak
terluka bersifat resisten). HSV 1 ditransmisikan melalui sekresi oral,
virus menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung
dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman,
atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV
1 dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-
genital. Karena virus ditransmisikan melalui sekresi dari oral atau
mukosa (kulit) genital, biasanya tempat infeksi pada laki-laki termasuk
batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam, anus.
Pada wanita yaitu labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam.
Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi bagi keduanya. Penyebaran herpes
genitalis atau Herpes Simpleks 2 dapat melalui kontak langsung antara
seseorang yang tidak memiliki antigen terhadap HSV 2 dengan seseorang
yang terinfeksi HSV 2. Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak
langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga dapat terjadi dari seorang
pasangan yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak langsung
dapat melalui alat-alat yang dipakai penderita karena HSV 2 memiliki
envelope sehingga dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel.
5. Gejala Klinis
1. HSV-1 (kulit, mukosa mata, mulut, hidung, telinga)
Vesicles-vesicles di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis.
Primary HSV-1 infection dapat menyebabkan follicular
congjungtivitis dengan chemosis, edema dan corneal ulcer. Herves
labialis dan dendritic corneal ulcers paling sering merupakan
manifestasi recurren, HSV-1 infection. Pada keadaan parah dapat
menyebabkan HSV encephalitis.
2. HSV-2 (kulit, mukosa alat kelamin dan sekitar anus )
Infeksi pada genital dapat menyebabkan infeksi pada bayi pada
waktu proses kelahiran. Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2
pada ibu hamil asymptomatic. Ulcerative lesion, pain fever,
dysuria, Lymphadenopathy selalu dijumpai.
6. Diagnosis
1. Pemeriksaan Serologis: pemeriksaan yang paling baik dilakukan untuk
menentukan adanya infeksi HSV, juga untuk diagnosa primary infection
jika titer antibodi terjadi peningkatan 4 kali atau lebih.
2. Pemeriksaan : IgG anti HSV _ deteksi status imun
3. Pengambilan sampel untuk IgG setelah 2-7 minggu
Cara pemeriksaan : (1). Citology dan Histology, (2).
Immunoflourescence, (3). Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting.
7. Penularan
- Siapa pun yang aktif secara seksual dapat tertular herpes kelamin
- Herpes menular melalui hubungan kulit dengan kulit. Hal ini terjadi
saat daerah kulit yang menular berhubungan dengan luka kecil pada
kulit atau selaput mukosa,terutama pada mulut dan kelamin
- Herpes kelamin dapat tertular melalui hubungan seks pada waktu ada
gejala dan kadang kala bila tidak ada gejala.
8. Pengobatan
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus
adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang
semuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.
Nama Generik : Acyclovir
Nama Dagang : Clinovir (Pharos)
Indikasi : Untuk mengobati genital Herpes Simplex Virus,
herpes labialis, herpes zoster, HSV
encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada
pasien yang memiliki respon imun yang
diperlemah (immunocompromised), varicella-
zoster.
Bentuk Sediaan : Tablet 200 mg, 400 mg.
Dosis dan Aturan Pakai : Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400
mg pada pasien yang memiliki respon imun yang
diperlemah/immunocompromised atau bila ada
gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5
hari. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan
setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun diberikan
dosis dewasa. Pencegahan herpes simplex
kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2
kali sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg
2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12
bulan.
Penggunaan obat lain
- Vidarabin
- Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata)
- Trifluridin
9. Pencegahan
1. Skrining dengan pemeriksaan TORCH ibu sebelum dan selama kehamilan.
2. Menghindari persalinan melalui jalan lahir bagi ibu yang menderita
herpes genital
3. Menghindari kontak dengan penderita dan alat-alat yang dipakainya.
PENUTUP
Kesimpulan
TORCH adalah infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus Toxoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri
dari HSV 1 dan HSV 2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak
klinisnya lebih terbatas, misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps,
virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B. Penyakit ini sangat
berbahaya dan menyerang siapa saja. Bagi ibu hamil dapat mengakibatkan
keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit
mendapatkan kehamilan.
Saran
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui
media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan
tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/21205459/rubella (25 April 2016)
https://www.academia.edu/8330996/makalah_mikrobiologi_virus_penyebab_penyaki
t_cytomegalovirus_cmv_rubella_dan_human_papillomavirus (25 April 2016)
Tri Yuliantini, Ign Made Suwarba, Komang Kari, Dewi Sutriani Mahalini,
medicina volume 44 nomor 3 september 2013
Jakarta, S. P. (2008). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit FKUI.
Soedarto. (1990). Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta: Widya
Medika.
Wheeler, V. W. (1998). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit
Airlangga.