Skr ining Farmak ologi
PERCOBAAN V SKRINING FARMAKOLOGI
Tujuan Percobaan Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa: 1. Dapat menerapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan potensi aktivitas suatu senyawa obat baru. 2. Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat farmakologi suatu obat. 3. Memahami faktor-faktor yang berperan dalam skrining farmakologi suatu senyawa obat baru.
Teori Skrining farmakologi terhadap suatu obat atau senyawa obat baru ditujukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas farmakologi dari obat atau senyawa tersebut. Turner (1965) menyebutkan terdapat tiga macam prosedur skrining aktivitas biologi yaitu skrining sederhana sederhana (simple screening) atau skrining umum (general screening), screening), skrining buta (blind screening), screening), dan skrining terprogram (programmed screening) atau skrining spesifik (spesific screening). screening). Pemilihannya berdasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Skrining sederhana adalah suatu prosedur pengujian obat dasar yang meliputi satu atau dua
pengujian
yang sama untuk mendeteksi apakah suatu senyawa memiliki
aktivitas farmakologi. Prosedurnya sederhana dan tidak memerlukan sederetan pengujian yang interpretasi hasil suatu pengujiannya tergantung kepada pengujian lain. Misalkan, jika injeksi suatu senyawa uji menyebabkan hewan percobaan kehilangan kesadaran, kemungkingan senyawa tersebut bersifat depresan sistem saraf pusat. Kadang-kadang pendekatan ini disebut juga skrining awal (preliminary (preliminary or initial screening). Skrining buta adalah sederetan pengujian sederhana terhadap senyawa yang tidak diketahui aktivitas farmakologinya yang bertujuan untuk mendapatkan petunjuk aktivitas potensial senyawa tersebut. Skrining buta biasanya diterapkan untuk senyawa yang tidak memiliki kriteria spesifik untuk aktivitas farmakologi yang telah diterapkan. Beberapa prosedur dapat membandingkan potensi suatu senyawa dengan senyawa lain yang telah diketahui aktivitas farmakologinya. Terdapat banyak kegunaan skrining ini. Peneliti dapat menentukan aktivitas farmakologi primer atau sekunder melalui penggunaan beberapa metode pengujian yang spesifik. spesifik. Irwin (1962) menguraikan menguraikan suatu skema multidimensional multidimensional L a b or or a t o r i u m Fa Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
yang komprehensif yaitu suatu pengembangan prosedur skrining Hippokratik. Prosedurnya membutuhkan beberapa pengamatan perilaku sederhana yang dilakukan setelah injeksi (biasanya intraperitoneal) senyawa uji sehingga peneliti dapat menentukan profil aktivitas suatu senyawa. Jika efek positif teramati, pengujian harus diulang pada kelompok hewan yang baru untuk tujuan konfirmasi dan reproduksibilitas. Pada skrining terprogram, tujuan metode pengujian konvensional adalah untuk mendapatkan informasi tipe aktivitas farmakologi yang spesifik. Suatu senyawa dapat diteliti secara spesifik untuk aktivitas potensialnya misalnya aktivitas antihipertensi (berdasarkan kemampuan untuk menurunkan tekanan darah). Tujuan skrining ini lebih terbatas daripada skrining buta yaitu untuk menemukan aktivitas yang spesifik dan dapat mencakup metode pengujian kuantitatif untuk senyawa yang potensial. Desain penelitian harus meliputi beberapa indikasi efek samping yang potensial yang dapat diperoleh dengan menentukan profil dosis-respons suatu senyawa uji. Jadi, skrining terprogram harus menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana potensi suatu senyawa berdasarkan pada aktivitas farmakologinya. Jadi,
berdasarkan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai skrining dapat
bersifat skrining buta, skrining terprogram, dan skrining sederhana. Skrining buta adalah program skrining terhadap senyawa baru tanpa informasi apapun mengenai aktivitas farmakologinya. Hasil yang diharapkan adalah paling sedikit dapat diketahui ada atau tidaknya aktivitas farmakologi obat dan lebih jauh lagi dapat memberikan arah untuk indikasi aktivitas farmakologi tersebut pada manusia. Skrining terprogram yang terbatas dilakukan terhadap senyawa yang telah diperkirakan khasiatnya. Misalnya, senyawa yang dikembangkan atau dimodifikasi dari senyawa obat lain yang telah diketahui khasiat dan potensinya. Hasil skrining ini diharapkan lebih teliti daripada skrining buta. Apabila pengujian dilakukan untuk mengetahui potensi farmakologi suatu obat dengan khasiat tertentu, skrining menjadi sederhana dan terarah. Misalnya, pada penentuan aktivitas hipoglikemik suatu senyawa dengan mengukur kadar gula darah. Dalam skrining buta pada mulanya dilakukan pengujian neurofarmakologi, toksisitas (LD50), kemudian pengujian terhadap organ yang diisolasi serta pengujian lain yang dianggap penting. Uji neurofarmakologi meliputi
pengamatan terhadap sikap, profil
neurologis, dan fungsi otonomik.
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Tabel 5.1 Gejala-gejala Neurofarmakologi Gejala Neurofarmakologi
Skor Normal
Keterangan
A. SIKAP 1. Awareness Alertness
4
Kewaspadaan hewan
4
Respons hewan terhadap pemindahan pada tempat yang berbeda, dan kemampuannya mengorientasi diri tanpa jatuh
Visual placing Stereotypy
0
Pengulangan gerakan yang mekanis dan sering. Pada mencit meliputi pergerakan mencari dari kepala, berputar, menggigit diri sendiri, jalan mundur, menjilat bibir, dan cambukan ekor Respons hewan apabila ditempatkan pada posisi yang tidak biasa
4 0 0 0 0
Belaian atau gosokan kaki depan pada muka, sering juga dilakukan oleh mencit yang tidak diberi obat Memberi suara Keadaan tidak tenang Keadaan tidak tenang yang hebat, sikap agresif menyerang Ketakutan bila diperlakukan oleh manusia
0 Passivity 2.
Mood
Grooming
3.
Vocalization Restlessness Iritability Fearfulness Aktivitas Motorik
Aktivitas spontan
4
Reaksi yang ditunjukkan bila mencit dimasukkan ke dalam botol menunjukkan rasa ingin tahu
Reaktivitas
4
Touch response
4
Pengamatan yang sama apabila dipindahkan dari wadah gelas ke atas meja Respons yang diberikan bila hewan disentuh dengan pensil atau pinset pada berbagai bagian tubuhnya, misalnya pada sisi tengkuk, abdomen, atau lipat pahanya
Respons nyeri
4
Respons yang diberikan bila pangkal ekor dijepit dengan klem atau pinset
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Tabel 5.1 Gejala-gejala Neurofarmakologi (lanjutan) Gejala Neurofarmakologi
Skor Normal
Keterangan
B. PROFIL NEUROLOGIS 1.
2.
3.
Eksitasi SSP
Startle response Straub response Tremor Konvulsi Inkoordinasi motorik
0 0 0 0
Posisi tubuh Posisi anggota badan Staggering gait Abnormal gait
4 4 0 0
Somersault-test Tonus otot Otot anggota tubuh
0
Grip strength Body tone Abdominal tone 4. Reflex
4
4 4
Respons yang diberikan bila hewan diberi kejutan dengan suara yang keras Kenaikan dari ekor mencit (dalam derajat)
Dinilai terhadap mencit normal Dinilai terhadap mencit normal Hewan berjalan dengan terhuyung Hewan berjalan dengan cara yang tidak normal Righting reflex mencit bila dipegang pada ekornya kemudian diputar dua kali di udara dan dijatuhkan pada suatu bantalan. Dinilai posisi mencit pada waktu jatuh. Cara penilaian diambil rata-rata dari 8 kali percobaan. Diukur dengan menilai resistensi kaki bila digenggam Mencit dibiarkan menggenggam pensil dalam posis horizontal dan dinilai mudahnya atau cepatnya kedua kaki depannya jatuh pada meja kembali. Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol
Corneal Ipsilaterial flexor C. PROFIL OTONOMIK 1. Optik
4 0
Refleks bila pusat pinna (daun telinga) disentuh dengan rambut atau benda yang halus Refleks bila kornea disentuh dengan rambut yang kaku Refleks menarik kaki, bila tapak dijepit dengan pinset
Ukuran pupil Pembukaan palpebral (ptosis) Exophtalmus 2. Sekresi Urinasi Salivasi 3. Umum Writhing Piloereksi Hypothermis Warna kulit Kecepatan denyut jantung Kecepatan respirasi
4 4
Pupil mata diukur Pembukaan kelopak mata
0
Bola mata menonjol keluar
0 0
Dibandingkan terhadap hewan kontrol Dibandingkan terhadap hewan kontrol
0 0 0 4 4
Menggeliat Bulu tubuh berdiri Penurunan suhu tubuh dari suhu normal Terutama warna telinga Jumlah/satuan waktu
4
Jumlah/satuan waktu
Pinna
4
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Gambar 5.1 Respons Pasif pada Mencit
Keterangan: 1. Mencit normal yang tidak mendapatkan obat. 2, 4, 6, dan 8 Respons pasif setelah pemberian obat.
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Gambar 5.2. Hasil yang diperoleh dari Somer sault T est
Penilaian Somersault Test Berdiri di atas 4 kaki pada 5 pengujian: 5/5, skor 0. Berbaring pada satu sisi: 1/5 atau 2/5, skor 1; 3/5 atau 4/5, skor 2; 5/5, skor 3. Berbaring pada punggung: 1/5 atau 2/5, skor 4; 3/5 at au 4/5, skor 5; 5/5, skor 6. Kembali ke posisi normal dengan lambat dari posisi telentang atau samping: skor: 7 Tetap telentang di atas punggung: skor 8
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Bahan dan alat Hewan percobaan : Mencit putih jantan dengan berat badan 25-30 gram Bahan
: - Obat A dan obat B - Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2%
Alat
: - Alat suntik 1 mL, sonde oral - Stopwatch - Timbangan mencit
Prosedur 1. Tiap kelompok bekerja dengan 3 ekor mencit. Mencit ditimbang dan ditandai. 2. Amati keadaan mencit sebelum diberi obat meliputi semua hal yang akan diamati setelah pemberian obat. 3. Berikan kepada masing-masing mencit secara peroral obat A, obat B, atau blanko. 4. Tempatkan mencit pada tempat pengamatan. 5. Amati keadaan mencit sesudah diberi obat. Tentukan waktu mulai munculnya efek obat, lamanya efek berlangsung, dan intensitas obat tersebut. 6. Bahas selengkap mungkin semua hasil pengamatan sehingga dapat disimpulkan kerja farmakologi obat yang diuji.
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i
Skr ining Farmak ologi
Pertanyaan
1.
Jelaskan apa yang anda ketahui tentang tahap-tahap pengembangan obat baru sejak skrining sampai dapat digunakan dalam terapi.
2.
Rumuskan secara garis besar rancangan suatu skrining yang mencakup pemilihan hewan, percobaan, dan jenis skrining sampai diperoleh suatu kepastian akan khasiat farmakolgis untuk suatu senyawa yang baru berhasil diisolasi dari suatu tanaman dan belum ada informasi baik mengenai sifat kimia maupun sifat farmakologinya.
3.
Apa yang dimaksud dengan reliabilitas, validitas, dan objektivitas dalam suatu percobaan.
4.
Jelaskan hubungan antara gejala-gejala neurofarmakologis yang tercantum dalam tabel dengan jenis aktivitas obatnya.
Telah diperiksa Asisten Tanggal
:
Nilai
:
Paraf Asisten :
L a b or a t o r i u m Fa r m a k o l o g i