perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret
DISUSUN OLEH: ANINDITA PRASASTI ISWARI I 0207006 DOSEN PEMBIMBING: Ir. Widi Suroto, MT Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MATA KULIAH
: TUGAS AKHIR
PERIODE
: JULI-SEPTEMBER 2011
JUDUL
: GALERI
ARSITEKTUR
NUSANTARA
DI
YOGYAKARTA PENYUSUN
: ANINDITA PRASASTI ISWARI ( I 0207006 )
Menyetujui, Surakarta, 10 Oktober 2011
Mengesahkan, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Widi Suroto, MT NIP. 19560905 198601 1 001
Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT NIP. 197312272 00003 1 003
Ketua Prodi Arsitektur FT UNS
Ketua Jurusan Arsitektur FT UNS
Kahar Sunoko, ST. MT NIP. 19690320 199503 1 002
Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT NIP. 19620610 199103 1 002
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Kusno Adi Sambowo, ST, M.Sc, Ph.D NIP. 19691026 199503 1 002 commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang menguasai alam semesta dan dengan kemurahan-Nya telah memberikan kesempatan dan kesehatan dalam menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini penulis susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa proses Tugas akhir ini hanya merupakan sebagian kecil ribuan kilometer jalan yang harus penulis tempuh. Semoga dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat untuk menapaki jalan selanjutnya. Tugas Akhir ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan, bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada : 1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektru Fakultas Teknik UNS 2. Kahar Sunoko, ST, MT, selau Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNS 3. Sri Yuli, ST, MT dan Yosafat Winarno, ST, MT selaku Panitia Tugas Akhir 4. Ir. Widi Suroto, MT selaku pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis 5. Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT, selaku pembimbing II. Terima kasih atas pencerahan-pencerahan yang telah diberikan 6. Ir. Musyawaroh, MT selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya 7. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT dan Avi Marlina, ST, MT, selaku dosen penguji. Terimakasih atas segala masukan sebagai penyempurna tugas saya 8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staff pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmunya 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan dorongan dan bantuan dalam penyusunan laporan ini commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan akan keterbatasan kemampuan, maka tentu terdapat kelemahan-kelemahan dan kekurangan dari tulisan ini. Untuk itu kritik dan saran yang dapat menambah serta memperluas lingkup pengetahuan penulis akan diterima dengan senang hati. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
SPECIAL THANKS TO
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Judul B. Pemahaman Judul 1. Galeri
1
2. Arsitektur Nusantara
1
3. Yogyakarta
1
C. Latar Belakang 1. Melestarikan Arsitektur Nusantara
2
2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur
3
3. Arsitektur merupakan Karya Seni
4
4. Arsitektur terus Berkembang
5
D. Permasalahan dan Pesoalan 1. Permasalahan
6
2. Persoalan
6
E. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan
7
2. Sasaran
7
F. Batasan dan Lingkup Pembahasan 1. Batasan
7
2. Lingkup Pembahasan
8
G. Metode Pembahasan commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Metode Penemuan Masalah
8
2. Metode Mencari Data
8
3. Metode Pengolahan Data
9
4. Metode Pemecahan Masalah
9
5. Metode Penulisan
9
H. Sistematika dan Kerangka Penulisan
10
BAB II. TINJAUAN GALERI SENI DAN KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI LOKASI TERPILIH A. Galeri Seni 1. Pemahaman Galeri
11
2. Sejarah Galeri
11
3. Perkembangan Fungsi Galeri
12
4. Tipe Galeri
15
5. Macam Galeri Seni
17
6. Lingkup Kegiatan Galeri
19
7. Macam Seni dalam Arsitektur
20
8. Ruang Pamer
23
B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih 1. Kondisi Fisik
25
2. Kondisi Non Fisik
27
C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta 1. Jogja Istimewa Merangkul Dunia
28
2. Seminar dan Workshop GIS “Urban Thermal Comfort”
29
3. Pameran Arsitektur “Urbanizing World”
30
4. Pameran Arsitektur UAJY Warner Sobek-Designing the Future 5. Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan Arsitektur 2011
30
31
6. Pameran “Architecture for All” di FTSP UII
31
7. Pameran dan Diskusi Arsitektur
32
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Studi Banding 1. Empiris Selasar Sunaryo Art Space
32
2. Preseden Rumah Seni Cemeti Yogyakarta
37
Museum Soekarno di Blitar
39
BAB III. TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA A. Arsitektur Nusantara 1. Pemahaman Arsitektur Nusantara
42
2. Sejarah Nusantara
42
3. Nusantara dan Jaringan Asia
45
4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia
46
B. Arsitektur di Nusantara 1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha
46
2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam
55
3. Arsitektur Vernakuler Indonesia
62
C. Konsepsi Arsitektur Nusantara
77
D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan
79
BAB IV. GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN 82
A. Pemahaman Galeri B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri 1. Fungsi
82
2. Visi
83
3. Misi
83
C. Jenis Galeri
84
D. Status Galeri
84
E. Pengelola Galeri
84
F. Lingkup Kegiatan
84
G. Materi Pameran dan Koleksi
85
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Sasaran Pengguna
86
I. Frekuensi Kegiatan
88
J. Bentuk dan Sistem Pelayanan 1. Bentuk Pelayanan
88
2. Sistem Pelayanan
88
BAB V. ANALISA PENDEKATAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA A. Analisa Makro 1. Proses Penentuan Pemilihan Lokasi
89
2. Analisa Tapak a) Klimatologi
97
b) Pencapaian
98
c) Sirkulasi
98
d) View
101
e) Noise
101
f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar
102
g) Vegetasi
102
B. Analisa Mikro 1. Analisa Pola Kegiatan
104
2. Analisa Peruangan a) Analisa Kebutuhan Ruang
106
b) Analisa Besaran Ruang
108
3. Analisa Pola Hubungan Ruang
113
4. Analisa Persyaratan dan Perencanaan Ruang
115
5. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegiatan
119
6. Analisa Gubahan Massa
120
7. Analisa Bentuk dan Tampilan Bangunan
124
8. Proses Penentuan Landscape Bangunan
127
9. Analisa Struktur dan Utilitas a) Struktur
129 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Utilitas
131
BAB VI. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA A. Konsep Makro 1. Penentuan Pemilihan Lokasi
136
2. Tapak a) Klimatologi
138
b) Pencapaian
138
c) Sirkulasi
138
d) View
139
e) Noise
140
f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar
141
g) Vegetasi
141
B. Konsep Mikro 1. Pola Kegiatan
142
2. Peruangan a) Kebutuhan Ruang
143
b) Besaran Ruang
145
3. Pola Hubungan Ruang
147
4. Persyaratan dan Perencanaan Ruang
150
5. Zonifikasi Kelompok Kegiatan
153
6. Gubahan Massa
154
7. Bentuk dan Tampilan Bangunan
156
8. Penentuan Landscape Bangunan
157
9. Struktur dan Utilitas c) Struktur
157
d) Utilitas
158
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang Memiliki Jurusan Arsitektur Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama Era HinduBuddha Tabel iii.2. Perbedaan Bentuk dan Langgam Candi Jawa Tengah dan Jawa Timur
27 37 47
54
Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia
74
Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional Indonesia
86
Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha
86
Tabel v.1. Data Pusat Pertumbuhan Kabupaten Sleman
91
Tabel v.2. Data Potensi Tiap Kecamatan di Kabupaten Sleman
92
Tabel v.3. Penilaian masing-masing Site
95
Tabel v.4. Alternatif Jenis Sirkulasi
99
Tabel v.5. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan
106
Tabel v.6. Kebutuhan Ruang berdasar Pelaku dan Kelompok Kegiatan
106
Tabel v.7. Besaran Ruang
109
Tabel v.8. Perencanaan Ruang Dalam
115
Tabel v.9. Perencanaan Ruang Luar
118
Tabel v.10. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegaiatan
120
Tabel v.11. Alternatif Massa Dasar Bangunan
121
Tabel v.12. Alternatif Tata Massa Bangunan
121
Tabel v.13. Alternatif Organisasi Massa Bangunan
122
Tabel v.14. Ciri khas Langgam/ Gaya Arsitektur Nusantara di Indonesia
124
Tabel vi.1. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan
143
Tabel vi.2. Kebutuhan Ruang berdasar pelaku dan Kelompok Kegiatan
143
Tabel vi.3. Besaran Ruang
145
Tabel vi.4. Perencanaan Ruang Dalam
150
Tabel vi.5. Perencanaan Ruang Luar
152
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni
13
Gambar ii.2. Pameran Karya Maket
13
Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni
14
Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket
14
Gambar ii.5. Transaksi Jual Beli Produk
14
Gambar ii.6. National Gallerry, London
15
Gambar ii.7. Neue Staatsgalirie, Jerman
16
Gambar ii.8. Wexner Centre, Ohio
16
Gambar ii.9. Seni Grafik
20
Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur
20
Gambar ii.11. Sketsa
21
Gambar ii.12. Maket
21
Gambar ii.13. Seni Instalasi
22
Gambar ii.14. Furniture dan Properti
22
Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film
22
Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang
23
Gambar ii.17. Ruang Pamer Hall
23
Gambar ii.18. Ruang Pamer Koridor
23
Gambar ii.19. Replika 1:1
24
Gambar ii.20. Miniatur Candi Prambanan
25
Gambar ii.21. Miniatur Ruamh Tradisional
25
Gambar ii.22. Enlargement Kursi
25
Gambar ii.23. Peta Yogyakarta
26
Gambar ii.24. 1.Seminar, 2.Pameran Karya, 3.Pameran Foto dan Sketsa, 4. Maket
29
Gambar ii.25. Pameran Urbanizing World
30
Gambar ii.26. Pameran Architecture for All
31
Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space
32
Gambar ii.28. Gallery A
33 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar ii.29. Stone Garden
34
Gambar ii.30. Wing Gallery
34
Gambar ii.31. Gallery B
34
Gambar ii.32. Kopi Selasar
34
Gambar ii.33. Selasar Shop
34
Gambar ii.34. Amphiteater
35
Gambar ii.35. Bamboo House
35
Gambar ii.36. Bale Handap
35
Gambar ii.37. Bale Tonggoh
36
Gambar ii.38. Pustaka Selasar
36
Gambar ii.39. Mushola
36
Gambar ii.40. Area Parkir
37
Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti
38
Gambar ii.42. 1.Museum Soekarno, 2.Menuju Museum, 3.Gerbang Museum, 4.Rumah Makam Soekarno
39
Gambar ii.43. Bangsal dan Gerbang Candi Bentar
39
Gambar ii.44. Patung Bung Karno dan Relief Dinding
41
Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno
41
Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia
45
Gambar iii.2. Struktur Candi
49
Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda
50
Gambar iii.4. Tata Cara Urutan Pembangunan Candi
51
Gambar iii.5. Peta Pengelompokan Candi
51
Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut
52
Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan
52
Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago
53
Gambar iii.9. Salah Satu Tipe Denah Candi
53
Gambar iii.10. Candi Biara Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera
54
Gambar iii.11. Candi pada Masa Klasik Akhir
55
Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara
56
Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Banda Aceh
57
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar iii.14. Bentuk Batu Nisan di Beberapa Daerah Gambar iii.15. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Candi dan Arsitektur Vernakuler Gambar iii.16. Masjid yang Mendapat Pengaruh India (Arsitektur Moghul) Gambar iii.17. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Kolonial (Modern Eropa)
58 59 60 60
Gambar iii.18. Kompleks Kraton Yogyakarta
61
Gambar iii.19. Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18)
62
Gambar iii.20. Lokasi Persebaran Austronesia
62
Gambar iii.21. Arsitektur Vernakuler Indonesia yang Menggunakan Tanduk Kerbau dan Atap Pelana
63
Gambar iii.22. Sebaran Lokasi Arsitektur Vernakuler Indonesia
65
Gambar iii.23. Macam Ragam Arsitektur Vernakuler Indonesia
65
Gambar iii.24. Pembagian Pola Perkampungan
67
Gambar iii.25. Pembagian horizontal Bangunan Vernakuler
68
Gambar iii.26. Tipe Rumah Komunal
69
Gambar iii.27. Penyambungan Tiang dan Balok di Tanah
69
Gambar iii.28. Teknik Konstruksi Rumah Vernakuler
70
Gambar iii.29. Batang Silang X dan V pada Rumah Nias
70
Gambar iii.30. Bangunan Lumbung di Indonesia
70
Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan
71
Gambar iii.32. Raga-raga yang digantung di Bawah Atap Rumah Batak Toba
72
Gambar iii.33. Perwujudan Jagad Kecil dikaitkan dengan Mata Angin
72
Gambar iii.34. Pembagian Jagad Kecil Rumah Batak Toba
73
Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektru Nusantara
84
Gambar v.1. Peta Kabupaten Sleman
90
Gambar v.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara
93
Gambar v.3. Site Alternatif 1
93
Gambar v.4. Site Alternatif 2
94
Gambar v.5. Site Alternatif 3
95 commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar v.6. Site Terpilih
96
Gambar v.7. Eksisting Site
96
Gambar v.8. Analisa Klimatologi
97
Gambar v.9. Analiosa Pencapaian
98
Gambar v.10. Alternatif jalan keluar-masuk site
98
Gambar v.11. Sirkulasi dalam Site
99
Gambar v.12. Kantong Parkir
100
Gambar v.13. Analisa View
101
Gambar v.14. Analisa Noise
101
Gambar v.15. Tampilan Fisik Bangunan Sekitar
102
Gambar v.16. Analisa Perletakan Vegetasi
104
Gambar v.17. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara
105
Gambar v.18. Bagan Hubungan Ruang Makro
113
Gambar v.19. Bagan Hubungan Ruang Mikro
115
Gambar v.20. Zonifikasi Kelompok Kegiatan
120
Gambar v.21. Tata Massa pada Denah
125
Gambar v.22. Gubahan Massa Analogi Candi
126
Gambar v.23. Gubahan Massa bangunan Tradisional
126
Gambar v.24. Keadaan terhadap Ancaman Bencana
129
Gambar v.25. Skema Sistem Penyediaan Listrik
131
Gambar v.26. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi
133
Gambar v.27. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih
133
Gambar v.28. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi
134
Gambar v.29. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan
134
Gambar v.30. Skema Sistem Penyediaan AC
134
Gambar v.31. Skema Sistem Pengolahan Sampah
135
Gambar vi.1. Peta Kabupaten Sleman
136
Gambar vi.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara
136
Gambar vi.3. Site Terpilih
137
Gambar vi.4. Eksisting Site
137
Gambar vi.5. Hasil Analisa Klimatologi
138
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar vi.6. Jalan keluar-masuk site
138
Gambar vi.7. Hasil analisa Sirkulasi
139
Gambar vi.8. Kantong Parkir
139
Gambar vi.9. Hasil alternative parkir
139
Gambar vi.10. Hasil Analisa View
140
Gambar vi.11. Hasil Analisa Noise
140
Gambar vi.12. Perletakan Vegetasi
141
Gambar vi.13. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara
143
Gambar vi.14. Bagan Hubungan Ruang Makro
147
Gambar vi.15. Bagan Hubungan Ruang Mikro
149
Gambar vi.16. Zoning Horizontal
153
Gambar vi.17. Zoning Vertikal bangunan utama dan pendukung
154
Gambar vi.18. Massa Dasar
154
Gambar vi.19. Tata massa
155
Gambar vi.20. Organisasi Massa
155
Gambar vi.21. Tata massa pada Denah
156
Gambar vi.22. Gubahan Massa Bangunan Utama
156
Gambar vi.23. Gubahan Massa Bangunan Pendukung
156
Gambar vi.24. Skema Sistem Penyediaan Listrik
158
Gambar vi.25. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi
158
Gambar vi.26. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih
159
Gambar vi.27. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi
159
Gambar vi.28. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan
159
Gambar vi.29. Skema Sistem Penyediaan AC
160
Gambar vi.30. Skema Sistem Pengolahan Sampah
160
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN
A. Judul Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
B. Pemahaman Judul 1. Galeri sebuah ruang yang digunakan untuk menyajikan hasil karya seni, sebuah area memajang aktifitas publik, area publik yang kadangkala digunakan untuk keperluan khusus.1 2. Arsitektur Nusantara adalah semua karya arsitektur yang ada di Indonesia dan untuk menampilkan satu ciri tidak dapat digunakan parameter kedaerahan (dengan memasukkan sisi kultur, religi dan adat istiadat yang spesifik), tapi dengan menonjolkan ciri arsitektur tropisnya sebagai jiwa atau ciri dari arsitektur Nusantara.2 3. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Kota Yogyakarta dan sekitarnya merupakan jangkauan radius pelayanan galeri yang akan dihadirkan. Jadi pengertian dari judul adalah sebuah ruang atau gedung yang digunakan untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur di Indonesia serta sebuah area memajang aktifitas publik yang kadangkala digunakan untuk keperluan khusus dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara sebagai wujud galeri ini. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. 3 Secara keseluruhan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta diartikan sebagai galeri yang diselenggarakan untuk masyarakat umum 1
Dictionary of Architecture and Construction, 29 Maret 2011 Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitektur Nusantara, Univ. Brawijaya 3 commit to user Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS 2
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
dari berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan yang meliputi kota Yogyakarta dan sekitarnya.
C. Latar Belakang 1. Melestarikan Arsitektur Nusantara Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan tradisionalnya, begitupun arsitektur tradisional juga merupakan akar dari arsitektur nusantara. Arsitektur tradisional sangat beraneka ragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku bangsanya.4 Arsitektur nusantara tinggal remah-remah, bahkan nyaris punah. Sementara itu, kita perlu sadar sepenuhnya, betapa pentingnya identitas pribadi, baik bagi individu maupun bangsa, karena sudah menjadi kodrat manusia ia berperan sebagai subjek yang dimintai pertanggungjawaban. Kebudayaan bukanlah hanya berarti sempit berupa kesenian. Kebudayaan dalam arti luas adalah pola pikir dan mentalitas suatu masyarakat. Arsitektur adalah bagian sangat kecil dari padanya. Karena itu, siapa pun berhak memaknai arsitektur, termasuk dan justru terutama generasi muda. Karena merekalah yang memiliki masa depan. Memaknai arsitektur bukan hak mutlak para arsitek. Benarkah bahwa kaum arsitek lepas dari pertanggung-jawabannya selaku bagian dari anak negeri yang tengah dikepung bencana ini? Jika tidak benar, lalu apa yang bermanfaat untuk disumbangkan mereka pada negeri ini? Hancurnya identitas manusia dan masyarakat serta rusaknya alam lingkungan nusantara, pengembangan ilmu arsitektur di negeri ini mesti menanggapinya dengan berupaya menempatkan arsitektur di titik perimbangan yang adil-bijak. Arsitektur nusantara sebagai peradaban arsitektur lokal, nasional, regional dan sekaligus mondial. Itu akan tercapai bila nilai universalitas arsitektur negeri ini ditemu-kenali kembali, lalu ditumbuh-kembangkan sebagai rerumpunan kebudayaan yang tetap commit to user 4
www.arsiteka.com 29 Maret 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
majemuk,
yang
terjagai
oleh
perangai
dan
sifat
kasih-sayang
masyarakatnya.5 Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari suku bangsa tertentu pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat suku bangsa tersebut. Namun demikian, apakah suatu suku bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari daerah lain? 6 Bahkan mungkin saja masyarakat di daerah yang satu dengan yang lain tidak mengenal ataupun mengetahui macam rumah tradisional yang ada di Indonesia. Tentu perlu adanya upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan berbagai macam rumah tradisional di Indonesia guna menahan tenggelamnya peradaban arsitektur nusantara.
2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur Secara umum, apresiasi diterjemahkan sebagai penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu. Jadi apresiasi arsitektur berarti penilaian atau penghargaan terhadap arsitektur. Untuk dapat menilai dan menghargai arsitektur, tentunya perlu modal pengetahuan yang tidak sederhana. Ketidak sederhanaan pengetahuan ini setara dengan kerumitan yang melekat pada arsitektur itu sendiri. Selain ilmu, seseorang yang berapresiasi dengan arsitektur membutuhkan alat, yaitu segenap indera yang dimiliki dan paling memungkinkan untuk digunakan dalam menilai atau menghargai arsitektur.7 Arsitektur merupakan sebuah karya yang dapat diapresiasi manusia. Agar dapat dibedakan nilainya, arsitektur bahkan perlu untuk diapresiasi baik secara nyata maupun maya. Sebuah karya arsitektur paling mudah diapresiasi menggunakan penglihatan dan rabaan kulit, selain itu karya tersebut juga memiliki dampak dalam menimbulkan suara, bau, suhu, kelembaban, tekanan udara yang mempengaruhi perasaan tertentu. Jauh atau dekatnya obyek arsitektur dengan manusia yang mengapresiasi
5
Galih W.Pangarsa, Arsitektur di Negeri Bencana, Univ. Brawijaya commit to userUniv. Brawijaya Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitektur Nusantara, 7 www.architect-news.com 13 maret 2011 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
mempengaruhi indera mana yang berperan. Jika obyek tersebut memiliki jarak yang tidak dapat direkam oleh indera pendengar, pencium dan peraba,
maka
indera
penglihatlah
yang
paling
dominan
dapat
didayagunakan untuk berapresiasi. 8 Akhir-akhir ini cukup banyak diselenggarakannya berbagai macam sayembara yang berhubungan dengan arsitektur mulai dari sayembara perencanaan dan desain, sayembara fotografi maupun sayembara tugas akhir yang akhir-akhir ini sedang banyak dibicarakan. Fenomena ini membuktikan bahwa arsitektur sedang mulai berkembang. Salah satu yang sedang disoroti adalah sayembara Tugas Akhir yang merupakan puncak akademis tertinggi bagi mahasiswa S1 jurusan Arsitektur. Sangat disayangkan karya-karya yang akan menjadi master pieces ini kurang mendapatkan wadah yang mampu menampung karya dengan tujuan untuk diperkenalkan kepada khalayak umum. Padahal seluruh kemampuan mahasiswa tercurah pada proyek tugas akhir ini, dengan demikian Tugas Akhir menentukan kualitas calon arsitek masa depan.9
3. Arsitektur merupakan Karya Seni Keunikan dan nilai seni yang terkandung pada karya-karya arsitektur tersebut memunculkan pemahaman bahwa karya arsitektur juga dapat dikategorikan sebagai suatu karya seni karena mengandung unsur metafora, perumpamaan, keindahaan serta elemen-elemen artistik lainnya. Di sisi lain, untuk memahami suatu karya arsitektur itu tidak cukup hanya memahami dari sisi luar bangunan, tetapi juga harus memahami bagaimana karya arsitektur itu terbentuk, dengan kata lain kita harus memahami dari segi ilmiahnya juga barulah kita dapat memahami karya tersebut.10 Dari sebuah buku pula didapatkan sebuah kalimat yang semakin meyakinkan bahwa karya arsitektur juga merupakan sebuah karya seni, ‘Architecture as a fne art has nothing to do with arts of expression... The
8
www.iai-jateng.web.id 13 Maret 2011 commit user Kompetisi Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur Tingkatto Jawa Tengah 2009 10 TGA Rachardian Hadiwibowo ‘Galeri Arsitektur Jakarta’ UNDIP 2010 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
business of buildings is not to tell tales about the world… or of humanity, or of technology’ 11 Sedangkan paham Vitruviuspun berujar, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". 12 Selayaknya sebuah karya seni arsitektur yang setara dengan karya seni lainnya seperti karya seni lukis, ukir, maupun patung yang telah banyak mendapat perhatian dan wadah khusus, tentu karya arsitektur sangat perlu diwadahi pula. Cukup banyak karya arsitektur nusantara hingga dunia yang layak untuk dipamerkan dan diketahui lebih jauh oleh masyarakat pada umumnya dan mahasiswa arsitektur pada khususnya.
4. Arsitektur terus Berkembang Perkembangan yang terus menerus ini telah membawa karya arsitektur ke arah modern, dengan gaya yang semakin beragam dan ditunjang dengan perkembangan teknologi, hasil yang ditampilkan semakin unik dan beragam. Hal ini juga tidak lepas dari dorongan kebutuhan masyarakat akan sesuatu yang berbeda sehingga mampu meningkatkan kreatifitas para arsitektur dalam merancang suatu karya. Perkembangan teknologi rancang bangun juga memungkinkan para arsitek mengeksplorasi lebih jauh karyanya sehingga tiap bangunan memiliki keunikan dan ciri khas yang yang menjadi ikon bagi lingkungan sekitarnya. Meskipun tidak memiliki nilai historis yang tinggi seperti karya arsitektur pada masa lalu, tetapi karya-karya arsitektur pada masa ini tetap memiliki nilai seni dan kreatifitas yang tinggi sebagai cerminan perkembangan pemahaman teknologi dan ideologi pada masa itu.13 Melihat fenomena di atas, maka timbul pemikiran perlu adanya suatu wadah atau lembaga yang dapat digunakan sebagai tempat untuk melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan
11
Rusell Sturgis, “Address,” in American Architect and building news, 1890 commit to user www.forumdesain.com 13 Maret 2011 13 TGA Rachardian Hadiwibowo ‘Galeri Arsitektur Jakarta’ UNDIP 2010 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
karya arsitektur yang ada. Sarana tersebut haruslah edukatif, karena sebagai salah satu produk yang terbentuk dari hasil pemikiran dan logika ilmiah, maka harus dapat mengkomunikasikan hal tersebut dengan baik sehingga bagi orang yang meninjau dapat memahami karya arsitektur secara lebih mendalam. Di sisi lain karena arsitektur juga memiliki nilai seni maka sarana itu juga harus bersifat rekreatif dan menyenangkan, agar dapat menarik minat masyarakat untuk datang serta menunjang kemampuan pengamatan dan daya imajinasi bagi yang melihatnya. Berdasarkan pemikiran di atas maka konsep berupa sebuah galeri dirasa tepat untuk mengomunikasikan suatu karya arsitektur. Sebuah galeri, seperti juga museum memiliki nilai edukatif, namun tidak terlalu intens seperti museum, sehingga pengunjung serta kegiatan-kegiatan lain yang terkait dapat dilakukan dengan lebih fleksibel. Diharapkan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini selain sebagai sarana untuk melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan karya arsitektur, juga dapat mendorong ketertarikan masyrakat terhadap dunia arsitektur sehingga masyarakat dapat memahami pentingnya menjaga karya-karya arsitektur yang ada.
D. Permasalahan dan Persoalan 1. Permasalahan Merancang dan mendesain suatu bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara yaitu dengan mengambil ciri khas umum sebagai wujud galeri ini.
2. Persoalan a) Menentukan site yang strategis dan sesuai untuk penempatan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ menurut peraturan tata ruang kota dari pemerintah daerah tentang Rencana Tata Guna Tanah yang difungsikan sebagai fungsi pendidikan yang bersifat rekreatif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
b) Menentukan macam ruang, besaran ruang, serta organisasi ruang sebagai pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan, pengelola serta pengunjung c) Menampilkan bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ yang dapat mencerminkan kegiatan di dalamnya dan kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya
E. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a) Menyusun konsep perencanaan dan perancangan fisik bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ sebagai tempat untuk mewadahi hasil karya arsitektur serta yang berhubungan dengan arsitektur. b) Menciptakan suasana yang nyaman untuk kegiatan pameran dan penunjang
2. Sasaran Mewujudkan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ dengan pendekatan: a) Menentukan site yang tepat untuk mendukung pengembangan kegiatan pameran b) Menentukan pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan pameran yaitu macam, besaran, dan kegiatan ruang c) Menampilkan bentuk ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ yang sesuai dengan fungsi bangunan dan lingkungannya
F. Batasan dan Lingkup Pembahasan 1. Batasan Pembahasan dibatasi pada lingkup disiplin ilmu arsitektur, serta pembahasan dari disiplin ilmu lainnya antara lain ilmu sosial budaya, ilmu sejarah, dan ilmu agama bila terkait dengan ilmu arsitektur dan diperlukan dalam pembahasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2. Lingkup Pembahasan Pembahasan ditekankan dalam lingkup mengangkat potensi-potensi asitektur nusantara pada visualisasi bangunan galeri untuk menentukan konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.
G. Metode Pembahasan 1. Metode Penemuan Masalah Penemuan masalah berdasarkan realita yang ditemukan di lapangan yang diutarakan responden seperti sulitnya mencari informasi mengenai konsultan dan komunitas arsitektur yang ada, kurangnya fasilitas yang ada untuk mewadahi aktifitas pengembangan, padahal animo masyarakat terutama mahasiswa arsitektur yang cukup tinggi.
2. Metode mencari data Dalam mencari data yang dibutuhkan, dilakukan beberapa cara yaitu: a) Survey lapangan Metode yang dilakukan dengan mendatangi dan melihat tempat-tempat yang
dapat
memberikan
informasi
mengenai
data-data
yang
dibutuhkan. Seperti data mengenai jumlah universitas yang memiliki jurusan Arsitektur di Yogyakarta, biro konsultan dan komunitas arsitektur yang ada di Yogyakarta, peminat karya seni arsitektur di Yogyakarta, dan mengenai data lokasi site. b) Wawancara Metode yang dilakukan dengan cara diskusi, bertukar pikiran dan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan dengan praktisi, pakar, pelaku bisnis dengan obyek pameran Arsitektur . Hal ini penting dilakukan mengingat data yang didapat harus di cross check dengan realita. Macam data yang dikumpulkan dengan metode ini seperti event-event yang melibatkan karya arsitektur, perkembangan peminat dan jenis karya arsitektur serta komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta, commit to user keadaan dan standar pameran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
c) Literatur Metode yang dilakukan dengan membaca buku-buku, tugas akhir yang berhubungan dengan judul, dan pencarian dari situs-situs internet sesuai batasan dan lingkup pembahasan untuk mendapatkan referensi berupa teori-teori seperti standar ukuran peruangan dan karakter ruang pamer, sejarah perkembangan arsitektur nusantara hingga arsitektur masa kini, jenis-jenis media pamer yang berhubungan dengan karya arsitektur, data kota Yogyakarta, event-event yang melibatkan karya arsitektur, banyaknya universitas yang memiliki jurusan Arsitektur di Yogyakarta, perkembangan jenis dan peminat arsitektur serta komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta, penggabungan dalam lingkup arsitektur dan budaya.
3. Metode pengolahan data Mengolah data yang ada sehingga mempermudah pemecahan masalah dengan mengidentifikasi data yang diperoleh, mengklasifikasi data, menyusun data secara sistematis, menganalisa data, dan mengaitkan data satu dengan yang lain untuk menunjang pembahasan tentang Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.
4. Metode pemecahan masalah Menganalisa dengan cara mencocokkan teori yang ada dengan eksisting kemudian menghasilkan alternatif penyelesaian masalah. Kemudian dipilih hasil analisa sebagai pemecahan masalah berdasarkan pedoman dan standar perancangan sehingga menghasilkan konsep perancangan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang sesuai.
5. Metode penulisan Menuliskan konsep perancangan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta secara sistematis berupa deskripsi yang disertai dengan gambar maupun chart sebagai penunjang visualisasi deskripsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
H. Sistematika dan Kerangka Penulisan Tahap I Mengungkapkan permasalahan dan persoalan dari latar belakang untuk mendapatkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, mengungkapkan batasan, lingkup pembahasan dan metode pembahasan yang digunakan serta sistematika penulisannya. Tahap II Mengungkapkan tinjauan galeri seni, tinjauan arsitektur nusantara yang akan diwadahi, keberadaan Yogyakarta dan minat masyarakat Yogyakarta akan karya arsitektur, geleri seni yang sudah ada di Yogyakarta, tinjauan lokasi, studi banding bangunan sejenis galeri. Tahap III Mengungkapkan tinjauan mengenai potensi arsitektur nusantara, hubungan antara arsitektur dan budaya, tinjauan penggabungan dan perwujudannya menjadi langgam arsitektur dalam wujud fisik. Tahap IV Deskripsi Galeri Arsitektur Nusantara yang akan direncanakan di Yogyakarta meliputi pengertian dan fungsi, visi dan misi, status kepemilikan, lingkup kegiatan, karya terwadahi, sasaran pengguna, frekuensi kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang ada dalam bangunan galeri tersebut. Tahap V Mengungkapkan alternatif-alternatif kebutuhan peruangan yang terdapat dalam bangunan galeri meliputi aktivitas dan fasilitas, kebutuhan ruang, besaran ruang, pola hubungan ruang, utilitas bangunan dan sistem struktur yang digunakan sebagai referensi untuk perwujudan bangunan galeri arsitektur nusantara di Yogyakarta dengan tampilan fisik yang merepresentasikan perpaduan potensi-potensi arsitektur nusantara. Tahap VI Konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta dengan dengan tampilan fisik yang merepresentasikan perpaduan karakter arsitektur nusantara sebagai hasil analisa yang dilakukan dan merupakan commit to user pemecahan dari permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN GALERI SENI DAN KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI LOKASI TERPILIH
A. Galeri Seni 1. Pemahaman Galeri Galeri diartikan sebagai ruangan, rangkaian ruangan atau bangunan yang disediakan untuk memamerkan dan juga menjual karya seni (Stein & Urdang, 1967:173), yang dimaksud dengan karya seni disini adalah karyakarya arsitektur. Sebagai ruang pamer dapat berupa museum, galeri atau showroom. Bila museum khusus hanya memajang tanpa menjual, di showroom obyek dipajang untuk dijual karena fungsi komersial adalah yang paling utama. Dapat dikatakan bahwa galeri merupakan perpaduan antara museum dan showroom, di mana kaya seni yang dipamerkan dapat dibeli.1
2. Sejarah Galeri Galeri pada awalnya adalah bagian dari museum yang berfungsi sebagai ruang pamer. Robillard (1982) membagi ruang publik pada museum menjadi empat bagian, yaitu: entrance hall, jalur sirkulasi, galeri dan lounge (ruang duduk). Galeri adalah ruang utama dan paling penting dalam suatu bentuk pameran karena galeri berfungsi mewadahi karya-karya seni yang dipamerkan. Pada perkembangannya, galeri kemudian berdiri sendiri, menjadi institusi tersendiri dan terlepas dari keberadaan museum. Fungsi dari galeri tetap merupakan tempat untuk pameran tetapi mengalami perkembangan, bukan hanya sekedar sebagai tempat untuk memajang namun juga sebagai ruang untuk menjual karya seni. Pada tahun 1950, para seniman Avan Garde dan neo-Dada meruntuhkan ‘kesakralan’ galeri dengan menjadikannya sebagai ruang
1
commit to user http://digilib.petra.ac.id/ 3 oktober 2011 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
publik barang seni. Galeri dan museum pada masa neo-Dada tidak lagi menjadi media seni bagi barang elit tetapi juga seni pemberontakan. NeoDada
menyerang
ekslisivisme
dari
galeri
dan
museum
dengan
mendudukinya dan membuat batasan baru pada galeri dan museum, yaitu sebagai media dari seni yang terbuka (Barbara Rose, 1974), Slogan L’art pour l’art (seni untuk seni) bergeser kepada L’art pour le’public (seni untuk publik). Seni tidak menjadi suatu kawasan elit, di mana semua orang bisa dan berhak untuk membuat dan menghasilkan karya seni. Seni untuk publik dipelopori oleh Joseph Beuys yang memajang seni pemberontakan di sebuah galeri. Karya seni yang berupa ‘Jambang Putih’ dianggap sebagai karya seni instalasi pertama dan sekaligus menjadikan galeri sebagai ‘ruang publik’ segala bentuk apresiasi seni.
3. Perkembangan Fungsi Galeri Perkembangan galeri seni dapat dilihat bahwa fungsi awalnya adalah memamerkan hasil karya seni agar dapat dikenal oleh masyarakat (sebelum itu koleksi-koleksi seni hanya sebagai dekorasi ruang saja atau media bagi seni elit). Dengan demikian terlihat adanya usaha: a) mengumpulkan hasil-hasil karya seni sebagai koleksi b) memamerkan hasil-hasil karya seni agar dikenal masyarakat c) memelihara hasil-hasil karya seni agar tidak rusak (bersifat memelihara atau konservasi) Terjemahan dari fungsi baru yang terjadi adalah sebagai berikut: a) Sebagai tempat mengumpulkan karya seni, yaitu dengan melakukan penyimpanan karya seni pada ruang penyimpanan yang pada akhirnya dapat dipamerkan kembali. Sebagai contoh karya-karya seni rupa koleksi Galeri Nasional Indonesia yang sebagian besar ditempatkan di ruang penyimpanan (storage) yang sudah memenuhi persyaratan penyimpanan karya seni rupa karena ruang penyimpanan tersebut sudah dilengkapi dengan fasilitas mesin penyejuk ruang, alat pengatur suhu udara, lemari kayu, panel geser dan panel kayu, serta dilengkapi juga commit to user dengan alarm system sebagai sarana pengamanannya. Begitu pula
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dengan
penyimpanan
karya
arsitektur
berupa
maket,
standar
penyimpanan mengacu pada persyaratan penyimpanan karya seni rupa.
Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni Sumber. http://www.galeri-nasional.or.id/galerinasional/data/upimages/collecting1.gif 3 Oktober 2011
b) Sebagai tempat memamerkan hasil karya seni agar dikenal masyarakat. Ini merupakan fungsi utama sebuah galeri, sehingga pada umumnya ruang digunakan sebagai tempat memamerkan karya seni. Ruang-ruang di desain memiliki bentuk yang menarik baik dari segi pencahayaan yang menggunakan lampu-lampu spot, warna dinding yang kontras dengan karya seni yang akan dipamerkan sehingga membuat karya seni tersebut menjadi point of interest
Gambar ii.2. Pameran Karya Maket Sumber.http://2.bp.blogspot.com/_65R0rK15t30/TUm8x8wl0jI/AAAAAA AAAHU/yK_EqG1rwJs/s1600/100_0756.jpg 3 Oktober 2011
c) Sebagai tempat memelihara karya seni agar tidak rusak. Ruang yang digunakan untuk memelihara karya seni ini biasa disebut dengan ruang restorasi-konservasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni Sumber. http://suci-senikarya.blogspot.com/2010/01/perawatankarya-seni-rupa-lukisan.html 3 Oktober 2011
d) Sebagai tempat mengajak atau mendorong atau meningkatka apresiasi masyarakat terhadap karya seni yang dipamerkan tersebut memiliki sebuah arti yang ingin disampaikan oleh para seniman kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengapresiasi karya-karya seni yang dipamerkan. Ruang-ruang yang digunakan merupakan ruang pameran untuk karya seni.
Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket Sumber. http://euro.okezone.com/imagesdata/photo/2009/05/09/1/2841/image0.jpg 3 Oktober 2011
e) Sebagai tempat transaksi jual beli merupakan salah satu kegiatan utama pada galeri. Karya seni yang dipamerkan dalam kegiatan ini bersifat karya seni komersial berupa furniture, fotografi dengan obyek arsitektur
commit to user
Gambar ii.5. Transaksi jual beli produk Sumber. http://v-images2.antarafoto.com/gpr/1257851518/peristiwapameran-furniture-18.jpg 3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Pada hakekatnya galeri seni berfungsi sebagai servis bagi publik. Servis pelayanan ini menunjukkan aktivitas utama yang mempengaruhi sifat dan yang menjadi dasar falsafahnya. Servis dimaksudkan dengan memberikan pelayanan bagi kepuasan public sebagai kelompok social maupun individu ataupun masyarakat umum. Oleh sebab itu servis harus memenuhi: a) Kepuasan fisik: merupakan kepuasan yang dicapai melalui panca indera yaitu penglihatan, perasaan, dan peraba b) Kepuasan psikis: merupakan kepuasan jiwa sebagai reaksi pada suasana dan kesan dari bangunan dan pelayanan yang diberikan baik oleh pengelola atau pegawai maupun materi seninya.
4. Tipe Galeri a) Tipe Shrine
Gambar ii.6. National Gallery, London Sumber. http://www.bookingonlinetravel.net/wpcontent/uploads/2011/02/london_guide_ national_gallery.jpg 3 Oktober 2011
Galeri tipe ini menempatkan seni di atas banyak hal lain. Koleksinya sangat terpilih, di tata pada ruang yang memungkinkan pengunjung melakukan kontemplasi. Kasus perluasan National Gallery di London yang menganulir juara kompetisi perancangan akibat program ruang yang direncanakan telah mengakomodasi secara signifikan. Peran fasilitas komersial di dalamnya untuk menunjang pembiayaan galeri menunjukkan betapa tegarnya galeri tipe ini memisahkan dari kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan seni. Nilai koleksi dan penghargaan terhadap seni pada galeri ini sangatlah tinggi. b) Tipe Warehouse Galeri ini mewadahi berbagai koleksi yang bernilai, sedemikian beragamnya koleksi ini sehingga wadahnyapun memiliki fleksibilitas commit to user yang tinggi untuk menanggapi perubahan dan perkembangan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
dinamis. Contoh dari bangunan tipe warehouse adalah Pompi dou Centre di Paris, Perancis. Pengabdian diri pada kefleksibelan dalam galeri ini tercipta dalam bentuk dan artikulasi arsitekturnya. Segala fungsi selain fungsi pameran dialokasikan di luar untuk memperolah ruang dalam yang bebas dan karenanya mampu menjawab tuntutan fleksibilitas tersebut. Tipe galeri ini sangat populer dalam berbagai bentuk dan strategi perancangan arsitektur. c) Tipe Cultural Shopping Mall
Gambar ii.7. Neue Staatsgalerie, Jerman Sumber. http://www.architecturememe.com/wpcontent/plugins/rssposter/cache/71e2b_1301844710-staatsgalerieflickr-user-pov-steve-528x396.jpg 3 Oktober 2011
Strategi pemasaran galeri telah membaurkan distingsi mengenai seni dan komersial, antara lain melalui maraknya aktivitas komersial dalam galeri dengan bentuk yang elaborate. Strategi pameranpun tidak terbatas pada display melainkan juga memberi takanan pada penjualan cinderamata yang lebih beragam ketimbang sekedar poster, kartu pos, dan katalog seperti halnya shopping mall memperluas layanan pemasaran lewat fasilitas gedung bioskop, pameran seni, ataupun konser-konser. Tipe baru galeri ini bahkan mencakup fasilitas-fasilitas seperti restoran, auditorium sampai gedung teater. Dalam hal ini galeri dan mall mempunyai satu kesamaan aktivitas utamanya adalah mendorong pemasukan melalui konsumsi termasuk ke dalam tipe galeri ini adalah Neue Staatsgalerie, Jerman karya James Starling Michael Wilford and Associateds, 1984 d) Tipe Spectacle
Gambar ii.8. Wexner Centre, Ohio commit to user
Sumber.http://www.rootsweb.ancestry.com/~ohfra nkl/Franklin/Pics/1.jpg 3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Kurt Foster mengidentifikasikan tipe galeri yang tidak lazim. Tipe baru galeri ini mendorong pengunjung untuk menikmati pengalaman estetik justru karena arsitektur bangunan galeri itu sendiri. Arsitektur pada tipe galeri ini diorganisasikan untuk mencapai pengharaagn dan kebanggan pada seni sama seperti yang terjadi pada tipe galeri shrine yang mengharap pengalaman estetik lebih pada pengamat yang bercitra tinggi. Namun secara tipikal sesungguhnya galeri ini juga seperti galeri yang bertipe cultural shopping mall. Gallery as Spectacle mengharap audiens yang melek artistik, hingga definisi estetika bahkan dapat diperluas dari sebelumnya. Termasuk di dalam tipe ini adalah Wexner Centre, karya Peter Einseman di Ohio, 1990. merupakan sebuah galeri yang lebih kepada tempat pameran dan pertunjukkan yang sangat luas untuk berbagai kegiatan pertunjukkan film atau video, teater dan pertunjukkan seni lainnya beserta perlengkapan pendukungnya. Galeri ini memiliki berbagai fasilitas seperti gedung teater, ruang pertunjukkan, concert hall, auditorium, perpustakaan seni, perpustakaan dan penelitian tempat kartun, lobby, retail atau toko perhiasan, aksesoris, buku-buku seni dan cafe.
5. Macam Galeri Seni Sebenarnya belum ada klasifikasi yang jelas mengenai macam-macam galeri seni terlebih akan materi khusus yang dipublikasikan, akan tetapi dengan pendekatan bentuk, sifat dan isinya yang menonjol, maka akan digolongkan sebagai berikut: a) Galeri seni berdasarkan bentuk 1) Traditional art gallery yaitu suatu galeri yang aktivitasnya diselenggarakan pada selasar-selasar atau lorong-lorong panjang. Walaupun bentuk galeri ini tradisional namun belum tentu juga karya yang dipamerkan berupa karya-karya yang dinilai kuno sehingga berkesan tradisional 2) Modern art gallery yaitu suatu galeri dengan perencanaan ruang commit to user secara modern atau merupakan kompleks bangunan. Kompleks
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
bangunan ini biasanya terdiri dari beberapa ruang pameran. Sebagai contoh adalah Galeri Nasional Indonesia yang memiliki beberapa massa bangunan dengan fungsi sebagai ruang pameran dan kegiatan pendukung lainnya. Karya-karya seni yang dipamerkan pada modern art gallery biasanya adalah sebuah karya seni yang modern atau kontemporer. Sehingga hal ini sesuai dengan perencanaan ruang.
b) Galeri seni berdasarkan sifat kepemilikan 1) Privat art gallery merupakan suatu galeri milik perseorangan atau sekelompok orang. Pada galeri ini biasanya karya-karya yang dipamerkan adalah karya pemiliki galeri ini sendiri yang juga merupakan seorang seniman. Seniman ini sudah tentu adalah seorang seiman terkenal sehingga mereka berani untuk membuka galeri karya mereka sendiri tanpa takut galeri tersebut akan dikunjungi banyak orang atau tidak karena setiap orang memiliki pandangan tersendiri terhadap karya mereka. Pemilik lain privat galeri ini biasanya merupakan sebuah institusi dimana karya-karya yang dipamerkan berasal dari institusi itu sendiri. 2) Public art gallery yaitu suatu galeri yang merupakan milik pemerintah dan terbuka untuk umum. Karya-karya yang dipamerkan pada galeri ini bermacam-macam sesuai dengan keinginan seniman. Sehingga karya yang dipamerkan biasanya sesuai dengan kondisi atau trend pada saat itu. Pengguna dari galeri ini dari berbagai macam seniman baik muda ataupun tua serta dengan berbagai macam bentuk aliran yang dianutnya.
c) Galeri seni berdasarkan isi atau materi seni 1) Gallery of primitive art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan aktivitas
dibidang
seni
primitive.
Hal
ini
biasanya
untuk
mempertahankan budaya suatu bangsa yang muncul ketika zaman prasejarah hingga dikenal sampai luar negeri. Kebudayaan ini commit to user mungkin menjadi sesuatu yang menarik dikalangan pecinta seni dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
luar dan dalam negeri. Bentuk seni ini masih natural dan belum terjamah dari luar pada saat budaya tersebut dulu ada. 2) Gallery of classic art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan aktivitas dibidang seni klasik. Seni ini menggambarkan bentukbentuk budaya tradisional di suatu bangsa. 3) Gallery of modern art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan aktivitas dibidang seni modern. Dalam seni modern, bentuk karya seni yang dipamerkan biasanya mengandung maksud atau arti yang mengkritik sesuatu baik itu budaya, social, ataupun politik suatu bangsa sehingga karya seni ini pasti sejalan beriringan dengan perkembangan jaman atau bisa disebut dengan karya seni kekinian. Dengan adanya karya ini seseorang dapat mengerti tujuan dari karya ini dibuat. Berdasarkan macam seni yang disajikan beberapa galeri (yang sudah umum) biasanya merupakan galeri seni terwujud (2D atau 3D) dengan berbagai macam karya seni.
6. Lingkup Kegiatan Galeri Ada beberapa penggolongan kegiatan yang biasa di jumpai pada galeri seni antara lain: a) Kegiatan rekerasional Pameran sebagai alternatif tujuan rekreasi yang mendidik bagi masyarakat, diadakan secara rutin dan manjadi kegiatan utama yang bertujuan untuk memperkenalkan dan menjual hasil karya seni b) Kegiatan pendidikan 1) Diikuti oleh masyarakat umum peminat seni atau para arsitek muda lewat kursus pendalaman seni arsitektur 2) Para pengamat seni arsitektur yang ingin melakukan studi baik secara teori maupun praktek 3) Pengadaan
seminar,
acara
diskusi,
studi
literatur
melalui
perpustakaan maupun dunia maya yang menunjang perkembangan commit to user seni arsitektur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
4) Eksperimen yang dapat dilakukan di workshop atau studio yang disediakan setelah menambah wawasan melalui studio demi memantapkan ide-ide baru para arsitek muda c) Kegiatan Pendukung Kegiatan yang mendukung saat akan pembukaan sebuah pameran galeri seperti art performance.
7. Macam Seni dalam Arsitektur Seperti halnya seni secara umum, seni dalam bidang arsitektur dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu seni rupa (baik 2 dimensi maupun 3 dimensi) dan seni pertunjukkan a) Seni Rupa 2 Dimensi 1) Seni Grafik
Gambar ii.9. Seni Grafik Sumber.http://www.hgd.com/gallery/images_gallery/art_ deco_lady_silver_250.jpg 3 Oktober 2011
Seni membuat gambar 2 dimensi dengan alat cetak (klise). Seorang pencipta dapat memasukkan unsur-unsur estetis dalam karyanya. Representasi dapat melalui poster-poster yang berisi imbuhan atau kritik arsitektur.2 2) Seni Fotografi Arsitektur Seni yang menggunakan alat sebuah kamera yang digunakan untuk mencari karya arsitektur yang unik, indah maupun kontroversial. Obyek utama yang diambil tentu saja adalah obyek bangunan.3 Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur Sumber. http://photos.ibibo.com/photo/7014774/artwall-photography-architecture 3 Oktober 2011 2 3
commitUNS, to user TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta, Surakarta, 2010 Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3) Sketsa
Gambar ii.11. Sketsa Sumber.http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/ra ziq_hasan/files/2007/07/gambar-rumah.jpg 3 Oktober 2011
Secara umum dapat juga diartikan sebagai seni gambar atau lukis dan memiliki pemahaman sebagai cakupan visual ekspresi seseorang.4 Secara lebih jelas dapat disebutkan bahwa seni lukis adalah penggunaan garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk pada suatu bidang 2 dimensional yang disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah harmoni. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suatu image yang merupakan pengungkapan pengalaman artistik serta pengekspresian ide-ide dan emosional. Media yang biasa digunakan adalah kertas serta menggunakan alat tulis maupun pensil warna atau pewarna apapun. Pesan yang ingin disampaikan bisa seperti penggambaran sebuah bentuk bangunan, penyampaian suasana sebuah sketsa bangunan maupun kritik mengenai arsitektur.5 b) Seni Rupa 3 Dimensi 1) Maket Maket adalah sebuah alat mempermudah orang awam mengenali dan mengerti apa yang dimaksud oleh para arsitek lewat setiap karyanya, dimana setiap orang dapat melihat dan merasakan secara langsung sebuah bangunan dalam bentuk ukuran mini, dengan ukuran terskala yang presisi tinggi. 6
Gambar ii.12. Maket Sumber. http://skalaindonesia.com/node/256 3 Oktober 2011 4
TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta, UNS, Surakarta, 2010 commit to user Ibid 6 http://maket.inilahkita.com/ maret 2011 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
2) Seni Instalasi
Gambar ii.13. Seni instalasi Sumber.http://1.bp.blogspot.com/_b5lABnOqz4s/SJkpU28mUOI/AAAAAAAAC t8/O8NXutMcQhQ/s400/chilean%20rural%20puzzle4.jpg 3 Oktober 2011
Merupakan seni 3 dimensi, dimana pada karya-karya instalasi ini memiliki maksud yang ingin disampaikan oleh pencipta walaupun dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang. Seni instalasi adalah seni yang memasang, menyatukan dan mengkonstruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran makna tertentu. Sebagai turunan seni rupa yang bersifat kontemporer, seni jenis ini memiliki keterkaitan erat dengan dunia arsitektur. Dengan sifatnya yang abstrak, instalasi bahkan mampu menciptakan identitas sebuah ruangan. 7 3) Furniture dan Properti
Gambar ii.14. Furniture dan Properti Sumber. http://bisnisjabar.com/show_image_NpAdvSinglePhoto.php?filename=/2011/05/060511-AJBBISNIS-02-FURNITUREb.jpg 3 Oktober 2011
c) Seni Pertunjukan Film
Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film Sumber.http://bisnisukm.com/wpcontent/uploads/2010/01/Bioskop-mini1.jpg 3 Oktober 2011 7
commit to Seni-Instalasi-Merdeka-Untuk-Merdesa-1103-id.html
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
8. Ruang Pamer8 a) Model Ruang Pamer Menurut bentuk ataupun kebutuhan dan perkembangan yang ada pada ruang pamer dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1) Ruang Pamer berupa ruang-ruang
Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_V7kM3Ydi0c/TC4EKPuAE8I/AAAAAAAAAeI/QuSfAhOI2oQ/ s400/20090731100109Ruang%20sejarah%201.png 3 Oktober 2011
Susunan ruang terdiri dari rangkaian kamar-kamar terbuka yang saling bersebelahan, dengan masing-masing mempunyai tema sendiri-sendiri sesuai dengan urutan periodesasi koleksi 2) Berupa hall
Gambar ii.17. Ruang pamer Hall Sumber : http://www.asianafricanmuseum.org/images/Ruang_pameran.jpg 3Oktober 2011
Merupakan susunan ruang cukup luas dan merupakan salah satu bentuk tertua serta banyak dijumpai pada museum yang bercorak lama seperti renaissance dan romawi. 3) Koridor sebagai ruang pamer
Gambar ii.18. Ruang pamer koridor Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_FIifMQ-TMw/TO3miL42pjI/AAAAAAAAAVc/SYbJjyxrD Ds/s1600/mus3.jpg 3 Oktober 2011
Bentuk lain dari ruang pamer yang berfungsi sebagai ruang meski tidak bisa disebut ruang karena pada awalnya hanya sebagai sirkulasi antar ruang. commit to user 8
Hatmadhi SP, Rhengo. 2008. ’Museum Wayang di Surakarta’. UNS. Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
b) Teknik Pameran 1) Berdasar Obyek a. Teknik dasar untuk memamerkan dibagi dalam 3 jenis: §
Open (meletakkan seluruh koleksi galeri pada ruang pamer)
§
Selective Display (menampilkan sebagian koleksi galeri)
§
Thematic Grouping (menampilkan dalam topik tertentu)
b. Bentuk dalam memameran adalah sebagai berikut: §
Unsecured Object, cara ini diterapkan untuk benda-benda yang tidak butuh peragaan dan pengamanan khusus
§
Fastened Object, dengan cara mengikat benda-benda agar tidak berpindah tempat
§
Enclose Object, benda-benda yang dipamerkan dilindungi dengan pagar atau kaca
§
Hanging Object, benda-benda yang dipamerkan dengan cara digantung
§
Animed Object, benda koleksi yang dipamerkan berupa atraksi yang akan menarik pengunjung
§
Diorama, benda koleksi yang dipamerkan melalui tiruan miniatur atau seukuran benda aslinya
§
Recreated
strees
menggunakan
and
villages,
artefak-artefak
penyajian
seperti
aslinya
dengan untuk
menggambarkansejarah aslinya. 2) Teknik Panel Panel berfungsi dalam membantu mempresentasikan benda-benda yang dipamerkan 3) Teknik model a. Suatu tiruan benda asli dengan skala 1:1
commit to user
Gambar ii.19. Replika 1:1 Sumber:http://blog.firstari.com/i mages/chicago_fieldmuseum8.jpg 3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
b. Miniatur, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih kecil
Gambar ii.20. Miniatur candi Prambanan Sumber:http://tjokrosuharto.com/catalog/i mages/sepuhan/miniatur/emg-01819x19x20.jpg 3 Oktober 2011
Gambar ii.21. Miniatur Rumah Tradisional Sumberz: http://www.tembi.org/museumprev/images/candrakiranan/candrakiranan 3.jpg 3 Oktober 2011
c. Enlargement, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih besar
Gambar ii.22. Enlargement kursi Sumber:http://i.telegraph.co.uk/telegraph/ multimedia/archive/00979/giant-chair460_979899c.jpg 3 Oktober 2011
4) Teknik Simulasi Bertujuan
untuk
mengajak
pengunjung
berpetualang
atau
menggambarkan kondisi aslinya dalam pameran 5) Teknik audiovisual Teknik pameran menggunakan slide, film, video, dan sebagainya
B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih Yogyakarta merupakan salah satu Daerah Istimewa yang memiliki banyak kekhasan dari berbagai sektor. 1) Kondisi Fisik a) Letak geografis Letak geografis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di antara 7o33’ – 8o15’ LS dan 110o5’ – 110o50’ BT. DIY merupakan salah satu provinsi yang memiliki luas 3.185,81 km2 atau sekitar commit to user 0,17% dari luas negara Indonesia, dan memiliki batas-batas wilayah:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Sebelah selatan
: Lautan Indonesia
Sebelah timur laut : kabupaten Klaten Sebelah tenggara : kabupaten Wonogiri Sebelah barat
: kabupaten Purworejo
Sebelah barat laut : kabupaten Magelang
Gambar ii.23. peta Yogyakarta Sumber : http://www.yogyes.com/plugin/map/1.gif 3 Oktober 2011
Kotamadya Yogyakarta memiliki ketinggian 25 m sampai dengan 200 m diatas permukaan laut dengan tingkat kemiringan 0-2%. Kontur paling curam dapat ditemukan pada bantaran kali Code dan Winongo. b) Klimatologi Secara umum keadaan iklim di Yogyakarta dipengaruhi oleh dua angin musim sebagai berikut: §
Angin musim barat laut, bertiup pada bulan Desember hingga Maret, biasanya musim penghujan
§
Angin musim tenggara, bertiup pada bulan Mei hingga Oktober, biasanya merupakan musim kemarau Temperatur rata-rata berkisar antara 26,6◦C dengan 28,8◦C
sedangkan temperature minimum mencapai 18◦C dan temperatur maksimum dapat mencapai 35◦C. Kelembapan udara rata-rata adalah 74% dengan kelembaban minimum 65% dan maksimum 85%. Curah hujan bervariasi antara 33 mm sampai dengan 496 mm. curah hujan di atas 300 mm terjadi pada bulan Januari, Februari dan April. Curah hujan tertinggi yaitu 496 mm biasa terjadi pada bulan Februari dan curah hujan terendah berkisar antara 3 mm sampai dengan 24 mm terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan commit to user tahunan rata-rata adalah 1855 mm.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2) Kondisi non fisik Banyak predikat yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, seperti kota pendidikan, kota budaya, kota pariwisata, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan banyaknya masyarakat yang melirik kota ini untuk berbagai kepentingan, bahkan menetap secara permanen maupun sementara. Masyarakat yang ada pun sangat heterogen, sehingga banyak sektor kegiatan-kegiatan yang ikut berkembang. Berikut potensi yang ada di Yogyakarta sehubungan dengan seni Arsitektur: a) Pendidikan Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar memiliki sarana pendidikan dengan kualitas baik. Jumlah perguruan tinggi dan sekolah terus bertambah. Dari data terakhir diketahui bahwa terdapat 55 perguruan tinggi, belum termasuk sarana pendidikan nonformal lainnya. Hal ini menarik masyarakat untuk bersekolah, menimba ilmu di Yogyakarta. Banyak masyarakat dari segala latar belakang berkumpul dan berbaur dengan masyarakat Yogyakarta. Jurusan Asitektur merupakan salah satu jurusan favorit yang menjadi pilihan di beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Berikut ini adalah tabel Perguruan Tinggi yang memiliki jurusan Arsitektur. Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang memiliki jurusan Arsitektur Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta Swasta 1 Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 2 Universitas Janabadra, Yogyakarta 3 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 4 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta 5 Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 6 Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 7 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta 8 Universitas Teknologi Yogyakarta Negeri 1 Universitas Gadjah mada 2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Sumber. Data pribadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
b) Kebudayaan Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak, jathilan, dan wayang kulit. Yogyakarta juga dikenal dengan perak dan gaya yang unik membuat batik kain dicelup serta musik gamelan. c) Sarana dan Prasarana Kebutuhan akan listrik telah cukup mampu menjangkau seluruh wilayah kota. Sementara dari segi transportasi, terdiri dari transportasi darat (bus umum, taksi, kereta api, andong atau kereta berkuda, dan becak) serta udara (pesawat terbang) Bandar Udara Adi Sutjipto, akses menuju beberapa bagian utama kota pun sudah dapat dicapai dengan TransJogja. d) Pariwisata Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya memiliki banyak obyek wisata seni dan budaya yang menarik untuk dikunjungi. Peninggalan senibudaya dapat disaksikan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Borobudur, istana Sultan, tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana, museum budaya serta galeri kesenian. Beberapa contoh obyek wisata budaya adalah Museum Sonobudoyo, Museum Sri Sultan HB IX, Museum Kereta dan Kraton. Sedangkan contoh obyek wisata kesenian antara lain Museum Batik Ulen Sentalu, Museum Batik, Museum Affandi, Galeri Seni Rupa Tembi, Museum Wayang ”Kekayon”, Rumah Seni Cemeti. Banyaknya obyek wisata di Yogyakarta membawa kota ini menempati peringkat kedua setelah Bali sebagai kota tujuan wisata.
C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta 1) Jogja Istimewa Merangkul Dunia9 Sebuah persembahan dari para mahasiswa/i angkatan 2008 Teknik Arsitektur UGM berupa kegiatan pameran arsitektur yang menampilkan 9
commit to user
http://jogjasiana.com/events/jogja-istimewa-merangkul-dunia-pameran-arsitektur 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
proposal desain dari tugu – km 0, yang menggunakan berbagai media, seperti poster, maket, animasi, foto, sketsa, dan sebagainya. Acara ini juga diramaikan
dengan talkshow dan
art
performance. Pameran
ini
diselenggarakan pada tanggal 6-8 Mei 2011 di Monumen Serangan Umum Satu Maret Yogyakarta.
Gambar ii.24. 1. Seminar, 2. Pameran karya , 3. Pameran foto dan sketsa, 4. Maket Sumber. Data pribadi
2) Seminar dan Workshop GIS “Urban Thermal Comfort”10 Program
Studi
Arsitektur
Universitas
Atma
Jaya
Yogyakarta
mengadakan seminar nasional yang bertemakan “Urban Thermal Comfort”. Seminar ini bertujuan untuk membangun sebuah pemahaman yang komprehensif mengenai pengaruh atau dampak berbagai elemen desain suatu kawasan terhadap kondisi termal atau klimatik lingkungan sekitar dan akhirnya akan menentukan tingkat kenyamanan manusia sebagai penghuni. Seminar ini menghadirkan Keynote Speech Herry Zudianto (Walikota Yogyakarta), serta pembicara Djoko Widodo (Walikota Solo), M. Ridwan Kamil, ST., MUD (PT. Urbane Indonesia), Dr. Steve Kardinal Jusuf (Center for sustainable Asian Cities, National University of Singapore), Dr. I Wayan Runa, MT (Universitas Marwadewa), Prof. Ir. Prasasto Satwiko, MBSc., Ph. D ( Guru Besar Prodi Arsitektur, FT – UAJY) 10
commit to user
http://www.uajy.ac.id/agenda/seminar-nasional-arsitektur-urban-thermal-comfort-scan12010/ 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
3) Pameran Arsitektur “Urbanizing World” 11 Program
Studi
Teknik
Arsitektur
Fakultas Arsitek dan Desain UKDW bekerjasama
dengan
Universitas
Stuttgart Jerman serta Goethe Institut Jakarta
menyelenggarakan
Pameran
“Urbanizing World” di gedung Agape Gambar ii.25.Pameran urbanizing World UKDW Sumber. http://jogjanews.com/ 3 Oktober 2011. 2011
Yogyakarta, 18-22 Januari
Pameran ini menampilkan poster-poster besar horizontal yang berisi foto-foto dokumentasi yang sudah dicetak dalam printing media yang menggambarkan situasi perkembangan kota di negara-negara berkembang. Gambar-gambar berupa bangunan rumah, kehidupan masyarakat kota dalam poster tersebut merupakan hasil penelitian Prof. Dr.-ing Eckhart Ribbeck dari universitas Stuttgart Jerman yang telah melakukan penelitian mengenai persoalan urbanisasi di banyak negara berkembang serta mengerjakan proyek perencanaan kota. Hasil penelitian ditampilkan dalam 40 hingga 50 panel, yang memuat perkembangan tata kota di 30 kota di dunia. Pameran juga menampilkan bangunan permukiman berusia 2500 tahun, hingga bangunan pencakar langit di kota besar. Terdapat bangunan cagar budaya dan historis yang memudar, tergerus, dan tergantikan oleh bangunan yang dibangun atas landasan kapitalistik. 4) Pameran Arsitektur UAJY Werner Sobek – Designing The Future12 Universitas Atma Jaya Yogyakarta(UAJY) menjadi tuan rumah penyelenggaraan pameran keliling WERNER SOBEK-designing the future. Pameran ini merupakan pameran keliling yang diselenggarakan UAJY bekerjasama dengan Goethe-Institut Jakarta dan Universitas Pelita Harapan 11
http://jogjanews.com/2011/01/20/pameran-urbanizing-world-tampilkan-kesamaan-persoalan-kota-didunia/16 Mei 2011 commit to user 12 http://www.uajy.ac.id/berita/pameran-arsitektur-uajy-werner-sobek%E2%80%93designing-the-future/ 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
berlangsung pada tanggal 8 sampai 21 Juni 2009 di gedung Perpustakaan Pusat Jl. Babarsari No 5 Yogyakarta. Pameran ini menyorot secara khusus hasil riset yang telah dilakukan oleh Institut Werner Sobek mengenai struktur ringan dan design konseptual. Tujuan yang lebih penting dari pameran ini ialah, ingin menunjukkan kepada publik Indonesia, bahwa selain beton dan baja ada materi lain yang dapat digunakan untuk bangunan. Terutama di kota-kota besar, tampaknya fungsi bangunan bercampur dengan arsitektur yang tanpa fantasi.
5) Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan Arsitektur 201113 Pameran karya lomba fotografi dan desain poster peserta sepekan Arsitektur 2011 ditampilkan pada tanggal 6-12 Maret 2011 di Lobby dan selasar Kampus II Thomas Aquinas Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 6) Pameran “Architecture for All” di FTSP UII14 Waktu : 29 Agustus - 4 September 2006 Tempat: Hall FTSP UII
Gambar ii.26. Pameran Architecture for All Sumber.http://www.fotografer.net/isi/forum/topik. php?id=3194406398 3 Oktober 2011
Pameran Karya Mahasiswa Trash.Arsitektur UII · Panel Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7), Perancangan Tapak (1 dan 2), Lansekap,
mata kuliah pilihan (Perumahan, Waterfront Building, Perancangan Ergonomis, Urban Desain, dan Trash.Arsitektur Bioklimatis) dan Simulasi Komputer · Panel Dokumentasi Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) · Panel Struktur · Maket Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
13
commit to user
http://www.fotografer.net/isi/forum/topik.php?id=3194406398 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
· Maket Struktur dari mata kuliah KBG (1, 2) serta Perancangan Struktur
dan Konstruksi (1, 2, 3, 4) Pameran Karya Dosen Trash.Arsitektur UII, Unit Pendukung FTSP, Diskusi, Pemutaran Film Trash.Arsitektur 7) Pameran dan Diskusi Arsitektur15 Dalam rangka Ulang Tahun Emas Ikatan Arsitek Indonesia (1959– 2009), IAI-DIY akan menggelar Pameran dan Diskusi Arsitektur bertempat di Hall Gedung Lama Bank Indonesia Jogja. Pergelaran tersebut bertemakan ”Jogja Kontemporer; Membaca Keragaman Arsitektur Jogja dengan Wawasan Global” dan dibuka untuk umum tanggal 26-30 November 2009. Pameran ini berupaya menghadirkan apa yang telah dialami Jogja dalam berarsitektur. Menyajikan berbagai rupa ungkapan bentuk yang membuat ramai Jogja, dengan maksud agar semua kita merasakan betapa kaya dan besar toleransi dunia berkesenian dan berarsitektur Jogja. Pembicara adalah peserta pameran, penulis buku arsitektur serta arsitek.
D. Studi Banding 1. Empiris Selasar Sunaryo Art Space 16
Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space Sumber. www.selasarsunaryo.net 3 Oktober 2011
Nama Selasar Sunaryo Art Space diambil dari nama seniman yang memiliki galeri ini yaitu Sunaryo. Istilah selasar mengacu pada filosofi
14
http://architecture.uii.ac.id/index.php/Daily-News/Pameran-Arsitektur-FTSP-UII 16 Mei 2011 http://jogjanews.com/ 3 Oktober 2011 commit to user 16 www.selasarsunaryo.net dan analisa studi pribadi 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
bahwa karya seninya adalah suatu proses kreatif yang terus berjalan. Bangunan Art space terbangun pada satu tanah di Bukit Pakar Timur seluas kira-kira 5,000 meter2 . Bentuk dasar dari bangunan diilhami oleh bentuk "kuda lumping", satu artefak budaya tradisional Indonesia. Kata "Selasar" mencerminkan konsep desain: untuk satu ruang terbuka yang menghubungkan satu ruang dengan ruang lain, dan sebagai jembatan penghubung antar bangunan. Konsep terakhir dari "Selasar", juga mencerminkan arah dari ruang untuk menghubungkan artworks dengan pendengar dan untuk membawa budaya yang berbeda secara bersamasama. Selasar adalah salah satu ' open’ space yang memberikan rasa ruang untuk bebas masuk dan galeri seni yang terbuka bagi para komunitas. Dalam perancangan penataan ruang dilakukan pemisahan massa bangunan
berdasarkan
pengelompokan
fungsi
aktifitas.
Berikut
pengelompokan massa bangunan berdasarkan fungsinya : 1) Fungsi Bangunan Utama, dengan dimensi sekitar 8,4x22 m2 yang terdiri atas tiga lantai yang berbeda dengan split level yang memanfaatkan pola kontur eksisting. 2) Fungsi Bangunan Penunjang, yang terdiri atas dua lantai yang berbeda dengan split level. 3) Ruang Amphiteater terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan diameter sekitar 20m dari lingkar luar amphiteater dan 10m dari lingkar luar panggung.
Ruang A (Gallery A) Ruang A (seluas ± 177 m2), dipergunakan untuk pondokkan karya Sunaryo. Ruang ini juga digunakan untuk pameran besar bagi seniman
Indonesia
dan
memperkenalkan karyanya.
asing
untuk Gambar ii.28. Gallery A Sumber. www.selasarsunaryo.net
Stone Garden Taman batu (seluas ± 190 m2), satu ruang terbuka yang dipergunakan commit to user untuk memamerkan hasil karya Sunaryo yang terbuat dari bebatuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Gambar ii.29. Stone Garden Sumber. www.selasarsunaryo.net
Ruang Sayap (Wing Gallery) Ruang
Sayap
(seluas
±
48
m2),
dipergunakan untuk pameran hasil karya para seniman muda dari Indonesia dan luar negeri.
Gambar ii. 30. Wing Gallery Sumber. www.selasarsunaryo.net
Ruang B (Gallery B) Ruang B (seluas ± 210 m2), dipergunakan untuk pameran hasil karya para seniman muda dari Indonesia dan luar negeri.
Gambar ii.31. Gallery B Sumber. www.selasarsunaryo.net
Kopi Selasar (Kedai Kopi Selasar)
Gambar ii.32. Kopi Selasar Sumber. www.selasarsunaryo.net
Kopi Selasar (seluas ± 157 m2), sebuah kedai kopi outdoor yang luas
Cinderamata Selasar (Selasar Shop)
Gambar ii.33. Selasar Shop Sumber. www.selasarsunaryo.net
Cinderamata Selasar, merupakan satu toko dimana pengunjung dapat membeli karya seni dan buku budaya serta jurnal sebagai cendera mata. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Ampiteater Ampiteater (seluas ± 198 m2), suatu ruang lingkar terbuka dengan layar besar, dengan kapasitas
maksimum
300
orang,
dipergunakan untuk performing arts event, pembacaan puisi, pemutaran film, panel diskusi, kumpul-kumpul, resepsi, konser
Gambar ii.34. Amphiteater Sumber. www.selasarsunaryo.net
musik dan seni budaya yang lain
Rumah bambu (Bamboo House)
Gambar ii.35. Bamboo House Sumber. www.selasarsunaryo.net
Rumah bambu (seluas ± 76 m2), sebuah rumah yang terbuat dari bambu dan merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Sunda, dibangun untuk kediaman seniman yang akan pameran di sana dan berfungsi sebagai satu pesanggrahan untuk pengunjung khusus.
Bale Handap
Gambar ii.36. Bale Handap Sumber. www.selasarsunaryo.net
Bale Handap adalah satu ruang multi yang dipergunakan untuk diskusi, bekerja, teater, sharing, pemutaran video serta berbagai events dan workshops. Kapasitas maksimum untuk 250 orang. Bangunan diilhami dari arsitektur tradisional jawa dengan teras terbuka. 'Bale Handap' terpisah dari bangunan utama, ditempatkan di antara Rumah Bambu pada commit to user lantai dasar dari Selasar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Bale Tonggoh (Balai bagian atas) Bale Tonggoh (seluas ±190 m2), adalah satu bangunan semi permanen berfungsi sebagai satu kamar proyek dan ruang pameran temporary. Gambar ii.37. Bale Tonggoh Sumber.www.selasarsunaryo.n et
Pustaka Selasar
Gambar ii.38. Pustaka Selasar Sumber. www.selasarsunaryo.net
Koleksi Pustaka Selasar terdapat kurang lebih 1500 data meliputi, Seni rupa, Fotografi, Katalog pameran, Selasar Sunaryo Art Space arsip catalog dan daftar pustaka dari buku, monograf, majalah, jurnal, Klip media, Foto dan negatif film, slides, film (DVD, VCD/ VHS/ MiniDVD), serta Poster, terbuat dari kertas dan catatan diskusi dari wawancara serta ilmu pengetahuan tentang teknik para seniman dalam berproses.
Mushola Terdapat sebuah mushola di sudut utara bangunan yang memiliki ukuran kurang lebih 10 m2, desain mushola detail dan menarik. Gambar ii.39. Mushola Sumber. www.selasarsunaryo.net
Area Parkir Area parkir yang disediakan berupa parkir terbuka yang berada disisi selatan bangunan yang dapat menampung kurang lebih 25 mobil. Ground commit to user cover berupa conblok dengan penataan lansekap pohon rindang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Gambar ii.40. Area Parkir Sumber. www.selasarsunaryo.net
Sistem Sirkulasi Konsep sirkulasi cenderung menggunakan pola linier yang mengusung pola ruang yang menerus. Citra bangunan menampilkan image ‘modern abstrak’ yang menjadi ekspresi karya-karya seni kontemporer dari Sunaryo. Tampilan interior tidak menonjol dan cenderung netral untuk lebih menonjolkan karya-karya seni yang dipamerkan di dalamnya.
Aktifitas dan Fasilitas Berikut ini tabel Aktifitas dan Fasilitas yang ada di Selasar Sunaryo Art Space di Bandung : Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space NO 1.
9.
Aktifitas Pameran tetap karya-karya milik Sunaryo dan pameran temporer Produksi karya seni Konvensi dan diskusi seni Performance seni Kegiatan komersial Kegiatan informasi Kegiatan pengelolaan Mencari info tentang seni, membaca, melihat video Kegiatan service
10. 11.
Kegiatan istisahat ibadah
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8
Fasilitas Ruang pamer tetap Ruang pamer temporer Ruang pamer outdoor Studio seni Ruang pertemuan Amphitheater Artshop, Café Lobby Ruang pengelola Pustaka selasar
Lavatory, Dapur, Storage, dan Stock Room Rumah bambu mushola sumber : analisa pribadi
Kelompok ruang Publik
Privat Publik Publik Publik Publik Privat publik Service privat publik
2. Preseden Rumah Seni Cemeti Yogyakarta17 Rumah Seni Cemeti/ Cemeti Art House terletak di D.I. Panjaitan no.41 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Yogyakarta. Galeri seni kontemporer ini dikelola oleh Yayasan Seni Cemeti yang aktif mengadakan berbagai pameran seni kontemporer yang diadakan secara periodik. Rumah Seni Cemeti sejak tahun 1988 telah secara aktif memamerkan dan mengkomunikasikan karya dari seniman kontemporer baik dari Indonesia maupun mancanegara. Setiap tahun diselenggarakan paling sedikit sebelas proyek pameran baik pameran tunggal, pameran kelompok, seni pertunjukkan, site spesifik, maupun happening art, diskusi, presentasi slide serta perbincangan seniman.
Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti Sumber.http://www.archive.cemetiarthouse.com/_file/others/denah_large.jpg 3 Oktober 2011
Bangunan Rumah Seni Cemeti ini bergaya arsitektur vernakuler. Hal ini terlihat pada ruang lobby penerima yang bergaya joglo yang mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dari ruang penerima ini, pengunjung digiring menuju ke ruang pamer melewati sebuah ruang selasar dengan salah satu sisi yang terbuka. Terdapat sebuah taman hijau kecil berukuran kurang lebih 25 m2 pada sebelah sisi yang terbuka pada selasar. Di sisi sebelah kanan terdapat ruang penunjang berupa lavatory dan pantry serta stockroom. Terdapat ceruk dinding yang berisi display buku dokumentasi seniman dan kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Seni Cemeti yang berada di sisi kanan dan kiri pintu stockroom. Ruang pamer berukuran 105 m2 dengan konsep ruang yang semi terbuka yang salah satunya menghadap selasar yang menghubungkannya ke ruang lobby penerima. Ruang pamer dilengkapi dengan sistem commit to user 17
TGA Tomy Arief. ”Galeri Seni Urban di Yogyakarta”. UNS. Surakarta. 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
pencahayaan alami dari bukaan atap dan sistem pencahayaan artifisial dari lampu sorot. Finishing dinding ruang pamer menggunakan warna putih netral tanpa ornamentasi. Plafond dibiarkan tanpa finishing untuk pencahayaan alami yang merata pada seluruh ruang pamer. Sedangkan finishing lantai dari ubin dengan warna krem merata dari ruang penerima hingga ruang pamer. Museum Soekarno di Blitar 18
Gambar ii.42. 1. Museum Soekarno, 2.Menuju Museum,3. Gerbang Museum, 4. Rumah makam Sokearno Sumber.Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
Salah satu tempat wisata di Kota Blitar adalah makam Soekarno, seorang pembaca proklamasi Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia yang berada di Jalan Slamet Riyadi 60, desa Bendogerit, kecamatan Sunan wetan, sekitar 2 kilometer dari kota Blitar.
Gambar ii.43 Bangsal dan Gerbang Candi Bentar Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
18
Http://www.bungkarno.net 9 Juni 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Arsitektur "Joglo" gaya Jawa Timur mendominasi makam dikombinasikan dengan Gerbang Candi Bentar. Selain bangunan utama dibentuk meliputi rumah makam 'Bung Karno', kompleks kuburan juga dilengkapi dengan beberapa bangunan pendukung, yakni Gapura Agung, Masjid dan Bangsal. Terdapat pula bangunan pelengkap yang terdiri rumah pengurus makam, tempat peristirahatan umum, halaman parkir, dan pertamanan. Selain berziarah, pengunjung juga dapat menggali wawasan sejarah seputar sosok Soekarno. Yakni dengan adanya sebuah perpustakaan Soekarno lengkap dengan mini museum. Koleksi perpustakaan saat ini sudah mencapai 120 ribu eksemplar yang terdiri dari buku umum, referensi dan termasuk koleksi Soekarno. Jenis koleksi sebagai berikut: a) Koleksi Khusus (Gedung A, Lantai 1 Timur) Berupa biografi Bung Karno, buku-buku karya Bung Karno, bukubuku tentang Bung Karno, dan buku tentang koleksi lukisan dan patung Bung Karno. b) Koleksi Referensi (Gedung A, Lantai 1 Timur) Kamus, elektronika, fisika, kimia, komputer, filsafat, pariwisata, istilah perbankan, ensiklopedia, perundangan, buku-buku langka c) Terbitan Berkala (Gedung A, Lantai 1 Timur) Koran, majalah, tabloid d) Koleksi Umum (Gedung A, Lantai 2 Timur/Barat Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi), kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi. e) Koleksi Non buku (Gedung A, Lantai 1 Barat) Lukisan Bung Karno, Peninggalan Bung Karno, berupa baju dan koper, Uang seri Bung Karno, tahun 1964, serial lukisan Bung Karno di Rengasdengklok sebelum kemerdekaan, foto-foto Bung Karno sejak muda sampai menjadi presiden f) Koleksi Audio-visual Berupa CD pidato Bung Karno, VCD ilmu pengetahuan dan commit to user dokumenter, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
g) Koleksi Anak dan Remaja (Gedung B) Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi), kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi.
Gambar ii.44. patung Bung karno dan Relief dinding Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 oktober 2011
Disamping bangunan Perpustakaan, PPBK ini diisi dengan 2 karya seni, yang berupa Patung Bung Karno yang terletak di tengah gedung A lantai 1, serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno yang membentang di pinggir kolam dari arah perpustakaan ke arah makam. Relief itu akan bercerita tentang Bung Karno di masa muda, di masa perjuangan, serta di masa tuanya.
Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
Untuk museumnya, dipajang beberapa peninggalan Soekarno. Seperti foto-foto keluarga Bung Karno dan foto perjalanannya ketika menjadi Presiden, ada juga jas yang biasa digunakan saat melawat di dalam maupun luar negeri, dan bendera merah-putih pertama buatan Fatmawati (istri Bung Karno) yang dikibarkan di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 silam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA
A. Arsitektur Nusantara 1. Pemahaman Arsitektur Nusantara Arsitektur nusantara berasal dari istilah nusantara yang mengambil sumber dari sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dengan arti gugusan pulau-pulau kecil atau sedang yang terletak di antara dua benua dan dua samudera.1 Kata Nusantara terdiri dari kata-kata nusa yang berarti ‘pulau’ dan antara berarti ‘lain’. Istilah ini digunakan dalam konsep kenegaraan “Jawa” artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa.2 3
Tahun 1920-an Dr. Setiabudi mendistorsikan arti dari istilah nusantara
demi persatuan bangsa, yaitu gugusan pulau antara dua benua dan samudra. Kondisi geografis wilayah di antara kathulistiwa berbagai macam, ada yang berupa laut, ada yang berupa pulau besar dan ada yang berupa pulau kecil/sedang. Gugusan pulau yang terdapat di antara garis kathulistiwa itulah yang disebut sebagai Nusantara. Proses rancang arsitektur nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. Baik asli maupun paduan, baik diterapkan dalam aspek rinupa maupun tanrinupa, karya arsitektur masa kini yang sudah berusaha dirancang dengan penggalian adat dan budaya nusantara pantas disebut sebagai arsitektur nusantara. Aspek esensial perancangan arsitektur nusantara adalah hasil eksplorasi dari potensi yang ada di bumi nusantara sendiri. 2. Sejarah Nusantara4 Dalam penggunaan bahasa modern, istilah nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan Asia Tenggara atau wilayah Austronesia. Sehingga pada 1
Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang. 3 Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS 4 commit to user Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang. 2
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
masa sekarang ini banyak orang menggunakan istilah geografis ini untuk menunjukkan sebagai satu kesatuan pulau di Nusantara termasuk wilayahwilayah di Semenanjung Malaya (Malaysia, Singapura) dan Filipina bahkan beberapa negara di wilayah Indochina seperti Kamboja akan tetapi tidak termasuk wilayah Papua. Di sisi lain, istilah geografis Nusantara saat ini sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas politik. a) Sejarah Singkat Nusantara5 Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Persinggahan para pelayar dan pedagang dari berbagai mancanegara telah menjadikan Nusantara sebagai tempat kehadiran semua kebudayaan besar didunia. Abad ke-5 sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa -Bali, dan Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran rendah yang luas di Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini awalnya pada penyebaran agama Hindu dan Buddha dan Islam di Indonesia. Di Jawa Tengah, candi Borobudur dan Prambanan adalah monumen yang sama nilainya dengan Angkor dan Pagan. Pada abad ke-7 hingga ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Pada abad ke-14 bangkitnya kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Islam tiba di Indonesia sekitar abad ke-12, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa oleh pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Peradaban Eropa, hadir sejak abad ke-16. Mulai tahun 1602 Belanda perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara dengan commit to user 5
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Pada dekade ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan bermacam fasilitas seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah (masjid dan gereja) dan sebagainya. Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama. b) Geografi dan Lingkungan6 Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara 60 LU dan 110 LS serta 950 dan 1400 garis BT. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera, Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan vulkanik dan nonvulkanik yang saling terjalin, sehingga Indonesia merupakan wilayah seismik paling aktif di dunia. Wilayah Nusantara juga merupakan wilayah yang rawan tsunami. c) Keragaman Budaya7 Indonesia memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar khatulistiwa. Diantara puluhan ribu pulau, terdapat lima pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, sekitar 65% populasi Indonesia hidup dipulau ini. Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan
6 7
Ibid Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
orang Indonesia berbahasa Austronesia yang kelompok wilayah persebarannya meliputi banyak pulau di Asia Tenggara, sebagian dari Vietnam Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar sehingga memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya Austronesia
terlihat
dalam
budaya
materi,
organisasi
sosial,
kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia, selain kekayaan bahasa, masing-masing etnis memiliki keunikan adat istiadat dan budaya yang sering direfleksikan dalam keunikan arsitektur lokal atau vernakular. 3. Nusantara dan Jaringan Asia8
Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Kebudayaan India
commit to user 8
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
pengaruhnya mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu Buddha dan Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di Indonesia. Kebudayaan China hingga sekarang ini masih sangat besar dapat terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa, makanan, sistem pertanian dan lain sebagainya. Terdapat banyak tinggalan sejarah yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di seluruh wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Kemiripan pada arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia. 4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia9 Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan. Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman lagi sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan tetapi tidak banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa prasejarah awal. Sejarah budaya melahirkan peninggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut, maka dapat dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (arsitektur lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern (arsitektur kolonial dan pasca kolonial).
B. Arsitektur di Nusantara 1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha10 Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa, sementara dinasti
9
Ibid Ibid
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Syailendra
menganut
agama
Buddha
Mahayana
atau
Vajrayana.
Peninggalan dari kedua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa lampau diketahui dari prasasti-prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Setelah itu terdapat ratusan prasasti yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan suci (candi). Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Berikut beberapa prasasti dan candi peninggalan kerajaan-kerajaan pada era Hindu dan Buddha atau sebelumnya. Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu-Buddha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Arsitektur Candi a) Fungsi Candi Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan Permaisuri Siwa. Secara harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. Seringkali candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari itu, candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. Arca diletakan di ruang tengah candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara pemuajaan yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam. b) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi Secara vertikal, struktur Bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang
melambangkan
kosmologi
atau
kepercayaan
terhadap
pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’ terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Gambar iii.2. Struktur Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala. Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni. c) Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok commit to user batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda.
Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat. Setelah abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah. Pembangunan candi memiliki tata cara dan upacara ritual. Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang berinisiatif membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya) untuk bergotong royong membangun candi. Tata cara urutan pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Gambar iii.4. Tata cara Urutan Pembangunan Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
d) Pembagian Kelompok Arsitektur Candi
Gambar iii.5. Peta pengelompokan Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Melihat dari masa pembangunan candi-candi di Nusantara, maka dibagi atas tiga periode, yaitu masa Klasik Awal (600 M-900 M), dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini, kemudian masa Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi yang ada di Padang Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang dibangun pada Masa Klasik Akhir (1250 M – 1500 M) umumnya terdiri dari konstruksi bata yang secara meluas banyak terdapat di Jawa Timur dimana candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode commit to user ini. Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
agama yang mewakili keberadaan candi tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa), jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana) dan jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana (baik Siwa maupun Budha). Pengelompokkan ini sejalan dengan pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya. Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi Gunung Wukir (732 M), Candi Badut (760 M), kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung Ungaran.
Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi Budha pertama di Jawa atau dikategorikan sebagai candi pada masa commit to user Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan(778 M),
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
candi Sari, candi Borobudur, candi Mendut, kelompok candi Sewu, kelompok candi Plaosan. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan, hanya candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara. Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan, perbedaan yang mendasar terlihat pada candi di Jawa Timur.
Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago (candi Wisnuwardhana), candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian candi Jawi, kelompok candi Panataran, candi Jabung.
commit to user
Gambar iii.9. salah satu tipe Denah Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tabel iii.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di Padang Lawas terdapat beberapa candi yang digolongkan sebagai candi pada masa klasik madya. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-11 dan ke- 13.
Gambar iii.10. Candi Biaro Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan ke dalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas yang terkenal adalah candi belahan di lereng gunung Penanggungan dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di bekas kota Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura, terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian commit to user pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
Gambar iii.11. Candi pada masa Kalsik Akhir Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam11 Islam masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-13 sangat terkait dengan perkembangan perdagangan di wilayah Nusantara. Pada tahun 1297 di Samudra, sebuah kerajaan di Aceh, ditemukan makam raja Islam, salah satunya makam Sultan Malik al- Saleh. Dari bukti sejarah ini, disimpulkan bahwa Kerajaan Samudra menjadi kerajaan Islam yang pertama di Nusantara. Pada awal abad ke-15, Malaka timbul sebagai pusat perdagangan dan pangkal penyebaran agama Islam. Sementara di bagian Timur Nusantara timbul pula pusat kegiatan Islam, yaitu Ternate (1430) yang meluaskan ajaran Islam hingga ke pantai timur Sulawesi. Kejayaan Malaka mencapai daerah Riau (Kampar, Indragiri). Majapahit digantikan kedudukannya oleh Kerajaan Demak yang kemudian meluaskan agama Islam ke seluruh Jawa hingga bagian selatan Kalimantan sehingga tersebut kerajaan Mataram dan Banten menjadi kerajaan Islam yang besar setelah
commit to user 11
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Demak. Pada abad ke-16 juga timbul kerajaan Brunei yang meluaskan ke Islaman hingga bagian barat Kalimantan, dan juga Filipina. Atas kegiatan orang-orang Bugis, maka Islam masuk ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dan juga beberapa pulau di Nusa Tenggara. Dari Ternate (Kesultanan Ternate dan Tidore), Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku, dan di daerah pantai Timur Sulawesi serta Sulawesi Utara. Hingga akhir abad ke 16, boleh dikata bahwa Islam telah tersebar dan mulai mengakar di Nusantara. a) Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di Indonesia adalah peningkatan perdagangan kelautan Asia secara umum pada abad ke-13 dan ke-14. Disamping itu pusat kerajaan Islam yang tumbuh setelah pudarnya kejayaan kerajaan Hindu Budha menjadi bandar-bandar baru sebagai titik pintu masuk menuju perairan internasional bersamaan dengan perkembangan kota-kota pelabuhan yang mulai dikuasai oleh Potugis dan VOC.
Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Pada saat itu, ada dua jenis kota yang muncul; pertama, kota sebagai pelabuhan dagang dengan pintu masuk menuju jalur perairan internasional, dan kedua, kota sebagai pusat administratif dengan daerah pertanian yang makmur. Kota yang terletak di pesisir dan commit to user muara-muara sungai besar disebut sebagai pusat Kerajaan Maritim
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
berfungsi sebagai pelabuhan atau titik masuk dan keluar pelayaran seperti
Sriwijaya/Palembang,
Aceh/Pasai,
Banten,
Batavia,
Banjarmasin, Semarang, Demak, Jepara, Gersik, Tuban, Surabaya, Makassar, Ternate dan Banda. Sedangkan kota jenis kedua, kota yang berada di pedalaman seperti Pagaruyung, Jambi dan Mataram. Pertumbuhan kota dan permukiman pada kedua kota memiliki karakteristik dan pola sendiri. Kota pedalaman dicirikan dengan kota dengan istana yang memiliki upacara yang rumit dengan arsitektur yang didasarkan pada penduduk yang bermata pencaharian utama pertanian. Sementara disepanjang pantai utara digambarkan sebagai masyarakat kosmopolitan dengan sederet bandar perdagangan yang lebih cenderung memandang ke luar daripada ke dalam.
Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Bada Aceh Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Elemen lain dalam kota masa Islam awal adalah lebuh agung atau alun-alun, lapangan yang terletak di tengah-tengah kota dan berfungsi sebagai tempat berkumpul atau upacara ritual kerajaan/kota dan kegiatan hiburan. Perkembangan pesat pada kota-kota pelabuhan dagang Islam membentuk titik perhatian utama pembaharuan arsitektur dan pembangunan kota saat itu. Sementara itu, masjid menggantikan candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. b) Makam dan Pekuburan Orang Islam Masa Islam Awal ditandai dengan ditemukannya bentuk monumen seperti makam, mesjid, kuburan dan keraton. Salah satu ciri utama commit to user bentuk makam yaitu balok batu persegi panjang yang menyerupai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
bangunan, terukir dengan ayat-ayat yang diambil dari Al Quran serta dibubuhi ragam hias yang disebut sayap; sedangkan jenis yang satu lagi lebih umum disebut sebagai bentuk jada atau club.
Gambar iii.14. Bentuk batu nisan di beberapa daerah Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
c) Mesjid sebagai Tempat Suci Mesjid menjadi tempat peribadatan menggantikan fungsi candi pada masa tersebut. Letak mesjid di kota-kota pusat kerajaan di Jawa di sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komponen inti kota yaitu keraton. 1) Kronologis Perkembangan Arsitektur Masjid Mesjid-mesjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan yang membedakannya arsitektur mesjid-mesjid di negeri Islam. Mesjidmesjid kuno pada awal perkembangan Islam yang mengadopsi konsep-konsep arsitektur Candi (Hindu/Budha), arsitektur lokal serta arsitektur Cina. Kekhasan gaya arsitektur mesjid-mesjid kuno ini dinyatakan oleh bentuk atap tumpang atau bertingkat 2,3,5, dengan puncaknya dihiasi mustaka atau memolo, denahnya persegiempat atau bujursangkar dengan serambi di depan atau di samping; fondasinya pejal dan tinggi, pada bagian depan atau samping terdapat parit berair (kulah) serta gerbang. Umumnya mesjid tua di Jawa berciri seperangkat empat tiang yang dikenal commit to user dengan saka guru seperti:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
§
Masjid Menara Kudus, di Kudus,Jawa Tengah
§
Masjid Sendang Dawur di Lamongan, Cirebon
§
Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah
§
Masjid Lima Kaum, Tanah Datar di Sumatera Barat
§
Surau Syeh Burhanuddin, di Ulakan, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
§
Masjid Sultan Abdul Rahman, Kalimantan
§
Masjid Agung Anke di Jakarta
§
Masjid Sumenep di Madura
§
Mesjid Angke dan Marunda di Jakarta
§
Mesjid Agung Demak
§
Mesjid Agung Banten
§
Mesjid Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda
§
Mesjid di Ternate tahun abad ke 19 (sebelum perubahan)
Gambar iii.15. Masjid yang mendapat pengaruh arsitektur Candi dan arsitektur Vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Kemudian, sekitar awal abad ke-19, arsitektur mesjid-mesjid yang mendapat pengaruh arsitektur India, Timur Tengah dan Kolonial Belanda. Beberapa mesjid yang mendapat pengaruh gaya ini adalah : § §
Masjid Raya Baiturahman di Aceh commit to user Masjid Raya Al Osmani di Labuhan, Deli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
§
Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat
§
Masjid Raya Al Maksum di Deli, Medan
§
Masjid Agung di Palembang
§
Masjid Al Azhar di Jakarta
§
Masjid Agung Yogyakarta
§
Masjid Syuhada Yogyakarta
§
Masjid Agung di Banyuwangi
Gambar iii.16. Masjid yang mendapat pengaruh India (arsitektur Moghul) Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.17. Masjid yang mendapat pengaruh arsitektur kolonial (modern Eropa) Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
2) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid Pada umumnya arsitektur mesjid Indonesia mempunyai konsep dan elemen ruang utama, mihrab, mimbar, maksurah, halaman terbuka, serambi, menara, tempat bersuci. Dibagian belakang dan samping mesjid kuno di Indonesia biasanya terdapat pula makam raja-raja atau sultan-sultan, anggota keluarga raja dan orang-orang yang dianggap keramat, contohnya mesjid Demak, mesjid commit to user Kadilangu, mesjid Ampel, mesjeid Kuto Gede, Mesjid banten.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
d) Istana Kerajaan Islam Keraton atau istana selama masa Islam tumbuh subur di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi dan Maluku. Umumnya keraton atau istana berada di dalam pagar keliling dan di pusat kota kerajaan. Sehingga terdapat perbedaan di antara dunia ” dalam” dan dunia ”luar” yang diwakili oleh istana (di Jawa terkadang dikenal dengan Dalem) serta lingkungan alam sekitar di luar istana. Lingkungan di dalam istana dikenal sebagai ruang yang bersifat sakral, beradab dan halus, dan lingkungan di luar istana sebagai sesuatu yang liar, kasar dan profan. Tata letak istana/keraton diibaratkan berporos pada gunung yang suci atau berada dalam satu garis imajiner dengan gunung dan laut, seperti halnya yang terjadi di Jawa, Sumatera, Sumbawa, dan ternate, dibelakang keraton/istana terdapat gunung yang dianggap suci. Didalam satu kompleks istana terdapat beberapa bangunan yang mana orientasi atau penempatannya mengekspresikan perumpamaan tingkatan atau hierarki dalam masyarakat tersebut. Unsur arsitektur lokal dan kolonial mendominasi konsep arsitektural istana pada abad ke-19 dan ke-20.
Gambar iii.18.Kompleks Kraton Yogyakarta commitNusantara, to user India, China dan Jepang.pdf Sumber: Kopendium Arsitektur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Gambar iii.19.Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18) Sumber. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
3. Arsitektur Vernakular Indonesia a) Sejarah Perkembangan12 1) Hubungan Austronesia dan Indonesia Pengaruh budaya Austronesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial, kepercayaan, mitos, dan bahasa. Kearifan nenek moyang, mitos, animisme, penguburan mayat dalam peti, tempat pemujaan yang terletak di tempat yang tinggi merupakan pengaruh dalam kepercayaan.
Gambar iii.20.Lokasi Persebaran Austronesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Begitu pula halnya pengaruh dalam konsep dan bentuk rumah Austronesia di Indonesia, bagi orang Austronesia rumah bukan sekedar tempat tinggal, melainkan merupakan bangunan teratur berlambang yang menunjukkan sejumlah ide penting perwujudan
commit to user 12
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
keramat para leluhur, perwujudan fisik jati diri kelompok, dunia kecil di jagad raya, dan ungkapan tingkat dan kedudukan sosial. Ciri dan karakteristik mendasar dari rumah austronesia yaitu terdiri atas bangunan persegi empat, berdiri di atas tiang-tiang, beratap ilalang. Bentuk dasar ini mengalami pembaharuan di daerah Austronesia dan ditemukan di rumah Batak, ”rumah gadang” di Minangkabau, ”rumah Tongkonan” di Toraja, dan ”rumah panjang” di dayak, Kalimantan. Perlambangan dalam rumah austronesia nampak pada struktur dan bentuk atap menggambarkan berbagai macam bentuk dan simbol dari benda seperti kipas, perahu, dan tanduk kerbau yang mencerminkan kekuasaan dan nilai kesakralan. Simbol tersebut umumnya juga terdapat pada dinding penutup atap (gable-end). Status sosial atau hierarki dari rumah sering digambarkan dalam dekorasi yang ada di dinding penutup atap.
commit to useryang menggunakan tanduk kerbau dan atap pelana Gambar iii.21.Arsitektur vernakular Indonesia 2) Pengertian Arsitektur Vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64 Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli
(native). Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Paul Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular menjabarkan
bahwa
arsitektur
vernakular
konteks
dengan
lingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya. Pengertian vernakular arsitektur sering disamakan dengan arsitektur tradisional. Josep Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun temurun dari generasi ke generasi. Kemudian, Ismunandar menjelaskan bahwa arsitektur traditional, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional merupakan hasil seni budaya tradisional, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional, yang mampu memberikan ikatan lahir batin. Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang di Indonesia sama artinya dengan adat (custom), kata adat ini di adopsi dari bahasa Arab. Pada prinsipnya, baik di dunia global dan Indonesia, kata tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi. b) Tipe
Arsitektur
Vernakular
Indonesia:
Keberagaman
dan
Kesamaannya13 Indonesia adalah negara kaya dengan ratusan etnis yang mana setiap etnis memiliki kekhususan budaya tersendiri, sehingga terdapat pula commit to user 13
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
ratusan tipe rumah vernakular di Indonesia. Dari semua tipe tersebut, terdapat beberapa tipe yang memiliki keunikan dan karakteristik yang sangat kuat seperti yang terlihat pada gambar berikut
Gambar iii.22.Sebaran Lokasi Arsitektur vernakular Indonesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.23. Macam ragam arsitektur vernakular Indonesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Dari keberagaman arsitektur vernakular Indonesia, terdapat kesamaan dari keberagaman tersebut yang berasal dari akar yang sama yaitu budaya Austronesia. Bahkan kesamaan nampak pada arsitektur non-austronesia seperti Papua. Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakular Nusantara yang juga merupakan ciri dari arsitektur austronesia: §
Tipe rumah panggung Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa, Bali, Lombok dan commit Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
atau tipe rumah panggung sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal). §
Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam didalam tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel ketika ada guncangan atau gempa.
§
Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku.
§
Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong keluar.
Seringklai
pemanjangan
dibuat
lekukan
sehingga
menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi atap tampak pada keseluruhan bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Selain itu itu atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan. §
Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.
1) Pola Perkampungan Di Indonesia, terdapat dua tipe tatanan permukiman dan rumah dari kampung-kampung tradisional yaitu linear dan konsentris. Di masa
mendatang
tatanan
ini
mengalami
evolusi
dalam
perkembangannya seperti bentuk radial, bentuk huruf
T dan
bentuk silang (cross type). Kampung-kampung dengan tantanan linear biasanya terdapat di pesisir-pesisir pantai Indonesia, namun juga terdapat di pedalaman Sumatra, Nias, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan beberapa wilayah di Jawa. Bangunan pada kampung bersifat linear letaknya berbaris dan berhadapan satu sama lainnya, diantara barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama yang digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperi berkumpul, pemujaan atau ritual keagamaan, acara kesenian dan lain commit to user sebagainya. Pada ruang terbuka ini pula sering ditempatkan batu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
megalith, tugu dan tiang sakral keagamaan. Bangunan pemimpin (chief house) atau raja ditempatkan dekat batu atau tugu tersebut atau di ujung pelataran yang membelah barisan rumah dan menjadi akhir dari deretan rumah dan kampung, tetapi ada juga yang ditempatkan di tengah-tengah barisan. Ditinjau dari fungsinya, bangunan vernakular Indonesia umumnya terdiri dari tiga bagian ; rumah tinggal, bale adat atau ruang pengadilan atau ruang musyawarah, dan lumbung. Letak ketiga bangunan tersebut bisa saling berhadapan seperti halnya yang terjadi di perkampungan Batak Toba dan Bali Aga.
Gambar iii.24. pembagian pola perkampungan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Perkampungan dengan pola konsentris terdapat di Flores dan Sumba dan Jawa Tengah. Tantanan ini memiliki bagian tengah yang dianggap sakral dan penting, misalnya ruang terbuka (tempat berkumpul), batu megalith, tugu atau kuburan para nenek moyang. Beberapa kampung memiliki pola gabungan dari linear dan kosentris yang sering disebut dengan compound type. Pola kosentris menyimbolkan penerapan sistem pemerintahan pada kekuatan
tunggal
yang
memusat.
Sementara
pola
linear
menggambarkan demokrasi dari distribusi kekuasaan dengan strata sosial lebih sederhana. Ada juga pola menyebar (scattered type) atau disperse settlement pattern. Pola perkampungan ini seringkali menggambarkan persamaan struktur sosial (less stratified social commit to user struktur) dan kelompok masyarakat yang lebih kecil.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
2) Rumah dan Tatanan Ruang Pembagian ruang dapat dikategorikan secara vertikal dan horizontal, pembagian ruang ini sebagai respon terhadap sistem sosial kekerabatan, kosmologi dan kondisi alam sekitar. Secara horizontal, terdapat bagian dari rumah yang dianggap paling sakral atau suci adalah bagian yang paling dalam atau belakang, sehingga menjadi tempat pemujaan atau penyimpanan benda-benda keramat atau warisan leluhur.
Gambar iii.25. pembagian horizontal bangunan vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Secara vertikal, pembagian ruang terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah, dengan bagian atas sebagai ruang yang paling sakral sehingga barang-barang yang dianggap keramat disimpan di dalam ruang atas ini. Ruang tengah untuk kehidupan manusia dan ruang bawah untuk binatang ternak atau gudang. Umumnya masyarakat primitif memiliki kepercayaan terhadap pembagian dunia atau alam ke dalam tiga bagian yaitu dunia atas sebagai tempat para dewa, dunia tengah bagi kehidupan manusia, dan dunia bawah bagi roh-roh jahat. Dari segi bentuk dan morphologi ruang, umumnya rumah vernakular di Indonesia terdiri dari persegi panjang dan bujur sangkar seperti halnya rumah Aceh, Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Sumba. Ada juga yang menggunakan bentuk lingkaran dan ellips seperti rumah di Nias Utara, Lombok dan Papua. Beberapa rumah vernakular Indonesia merupakan tipe commit to user rumah komunal artinya terdapat beberapa keluarga yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
kekerabatan dengan beberapa generasi yang berbeda, tinggal dalam satu rumah besar seperti rumah Batak Toba, Karo, Minangkabau, Mentawai, Kalimantan, Lio (Flores), Sumba. Ruang dibatasi oleh dinding, perbedaan tinggi lantai, alas (tikar) saja. Ruang-ruang tersebut dihubungkan oleh ruang bersama.
3) Teknologi Bangunan:Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan yang alami dan teknik konstruksi yang sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian bangunan dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan, tiang dan balok disambung di tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.
Penyusunan tiang dan balok a tidak menggunakan paku, tapi menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel commit to user melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Gambar iii.28. Teknik konstruksi rumah vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Perkuatan sistem konstruksi rumah untuk mengantisipasi kondisi alam yang rawan gempa terlihat pada rumah Nias, dengan menambahkan penopang yang membentuk huruf X dan V.
Gambar iii.29. Batang silang X dan V pada rumah Nias Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Pada bangunan lumbung di Indonesia memiliki kekhususan dari teknik konstruksi yaitu pemasangan piringan kayu besar disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi.
commit user Lumbung di Indonesia Gambar iii.30. to bangunan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
4) Upacara Pendirian Bangunan Rumah menjadi perlambang status kedudukan seseorang dalam masyarakat, sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah. Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan titik pembangunan rumah, pendirian tiang utama/seri/tengah, pemasangan
bubungan
atau
atap
rumah, sampai upacara
masuk/penghunian rumah. Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik rumah dan pemuka kampung atau ahli tukang (chief carpenter) atau orang yang dianggap keramat atau sakti. Misalnya, proses pembersihan dan pendirian tanda rumah dilakukan pemilik rumah dalam hal ini ibu atau perempuan pemilik rumah dengan orang sakti yang tahapannya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ritual ini bertujuan untuk memberikan spirit atau jiwa bagi kehidupan yang berlangsung didalam rumah atau bangunan yang didirikan yang sering disimbolkan dalam benda keramat yang diletakkan di dalam rumah, seringkali di letakkan pada bagian tengah atau atas (atap) rumah. Misalnya raga-raga yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa atau nyawa dari rumah, berfungsi juga mengusir roh-roh atau gangguan dari luar terhadap keselamatan penghuni rumah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Gambar iii.32. raga-raga yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil dari jagat raya. Rumah adalah tempat kelahiran, perkawinan dan kematian. Seringkali upacara yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut dikaitkan dengan arah mata angin dan pergerakan matahari. Sehingga unsur kejagadan ini menciptakan tatanan upacara yang mengatur kegiatan di dalam rumah. Sebagai contoh timur dianggap serupa dengan hal-hal memberi kehidupan dan barat identik dengan kematian.
Gambar iii.33. Perwujudan jagad kecil dikaitkan dengan mata angin Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Sebagian besar masyarakat tradisional Indonesia membagi alam kedalam tiga bagian; dunia atas, dunia tengah dan dunia commit to user bawah. Kosmologi ini juga mempengaruhi pembagian ruang dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
rumah; ruang dibawah atap disamakan dengan alam dewa dan leluhur, lantai mewakili dunia biasa pengalaman sehari-hari dan ruang kosong dibawah rumah dihubungkan dengan alam baka yang dihuni oleh roh jahat, jiwa orang mati dan hal-hal gaib lainnya. Pembagian ini sangat jelas terlihat pada rumah-rumah di Sumatra khususnya Batak Toba, rumah di Kalimantan, Tongkonan di Toraja, Sulawesi dan beberapa rumah Sumba di Nusa Tenggara.
Dunia Atas, tempat para dewa
\ Dunia Tengah, tempat kehidupan manusia Dunia Bawah, tempat para roh jahat dan simbol kesuburan/ kemakmuran
Gambar iii.34. Pembagian jagad kecil rumah Batak Toba Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ada pula pembagian dengan konsep berdasar gender serta gagasan mengatur perilaku pria dan wanita. Seringkali wanita dikaitkan dengan bagian dalam atau belakang rumah, dan pria serupa dengan bagian depan atau luar rumah. Pengaturan ruangan keluarga di dalam rumah suku Minangkabau di Sumatera Barat sangat dipengaruhi oleh konsep gender tersebut.
5) Macam Arsitektur Vernakuler Indonesia Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan tradisionalnya, begitupun arsitektur vernakuler juga merupakan akar dari arsitektur nusantara. Arsitektur vernakuler sangat beranekaragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku commit to user bangsanya. Salah satu contoh arsitektur vernakuler adalah rumah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
tradisional Indonesia.14 Pada hakikatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi
norma/tata-nilai,
kegiatan,
populasi,
jatidiri,
dan
kebudayaannya).15 Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia NO
NAMA PROVINSI DI Aceh/ Nanggro Aceh Darussalam/ NAD
NAMA RUMAH ADAT Rumoh aceh
2
Sumatera Utara
Rumah balai batak toba
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana bertanduk Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu dan batu
3
Sumatera Barat
Rumah gadang
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana bertanduk Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu dan batu
4
Riau
Rumah melayu selaso jatuh kembar
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
5
Jambi
Rumah panggung
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
6
Sumatera Selatan
Rumah limas
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
1
714 Ibid 815 Ibid
GAMBAR
commit to user
KETERANGAN Bentuk: persegi panjang, panggung Atap: pelana Bahan: kayu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
7
Lampung
Nuwo sesat
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
8
Bengkulu
Rumah bubungan lima
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
9
DKI Jakarta
Rumah kebaya
Bentuk: menapak tanah Atap: pelana Bahan: kayu
10
Jawa Barat
Kesepuhan
Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu
11
Jawa Tengah
Rumah joglo
Bentuk: menapak tanah, bujur sangkar Atap: limasan Bahan: kayu
12
DI Yogyakarta
Rumah joglo
13
Jawa Timur
Rumah joglo
Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu jati kayu nangka: pemakaian arah vertikal. Glugu: sebagai kerangka rumah misalnya: balder, pengerat, sunduk, kili usuk Bambu: untuk kap rumah, yaitu usuk, reng, gendong, juga untuk dinding (bilik) Ulelitan: bahan penutup atap dari daun kelapa, daun tebu, daun bambu, atau ijuk Sirap: bahan penutup atap Ragum: tali dari ijuk untuk mengikat hubungan-hubungan kayu. Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu
14
Bali
Gapura bentar
candi
15
Nusa Tenggara Barat
Dalam samawa
loka
commit to user
Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
16
Nusa Tenggara Timur
Sao ata lakitana
mosa
17
Kalimantan Barat
Rumah panjang
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
18
Kalimantan Tengah
Rumah betang
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
19
Kalimantan Selatan
Rumah banjar
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
20
Kalimantan Timur
Rumah lamin
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
21
Sulawesi Utara
Rumah bolaang mongondow
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
22
Sulawesi Tengah
Souraja / Rumah besar
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
23
Sulawesi Tenggara
Laikas
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
24
Sulawesi Selatan
Tongkonan
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: daun nipah, batang nipau, bambu, kayu, anyam dahan atau rotan
commit to user
Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
25
Maluku
Baileo
Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
26
Irian Jaya / Papua
Rumah honai
Bentuk: lingkaran, menapak tanah Atap: berbahan ijuk Bahan: kayu
Sumber: www.google.com 10 April 2011
C. Konsepsi Arsitektur Nusantara Pembicaraan tentang lingkungan, kiranya tidak hanya akan terbatas pada lingkungan alam saja. Sesungguhnya, istilah lingkungan mempunyai pengertian yang sangat luas. Lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan alam atau fisik, yaitu lingkungan yang terbentuk bukan atas hasil sentuhan tangan manusia. Selanjutnya, lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan fisik terbangun atau lingkungan buatan; yaitu lingkungan fisik yang terbentuk dari hasil sentuhan tangan manusia, misalnya gedung-gedung. Lingkungan pun dapat bermakna sebagai lingkungan sosial, yaitu lingkungan yang berwujud sebagai suasana-suasana kemasyarakatan, dengan kata lain merupakan hubungan manusia dengan manusia. Namun lingkungan tersebut juga tidak lepas dengan hubungannya pada hal-hal yang metafisik, ini berarti dalam lingkungan ada hubungan manusia dengan yang gaib, khususnya dengan Sang Pencipta (Allah). Menurut Silas dalam Tanudjaja (1991), adanya hubungan-hubungan ini nampak pada wujud arsitektur tradisional masyarakat Jawa, khususnya bangunan candi, yang melambangkan alam atas (dewa, leluhur dan masa mendatang), alam tengah (kehidupan masa kini), dan alam bawah (masa lalu atau dosa). Ketergantungan manusia terhadap alamnya, adalah satu hal yang menjadi orientasi nilai di dalam masyarakat tradisional, yang akan dimanifestasikan ke dalam wujud-wujud arsitektural yang sangat tergantung pada karakter-karakter alam. Sehingga menghasilkan karya-karya arsitektural yang akrab atau santun, selaras, dan serasi dengan alamnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Perumusan tentang arsitektur nusantara memang cukup sulit, mengingat bahwa keanekaragaman suku bangsa di Indonesia menghadirkan pula keanekaragaman arsitekturnya. Di satu sisinya, keanekaragaman ini mungkin akan menimbulkan perasaan bangga di dalam diri masyarakatnya karena adanya ke-bhineka tunggal ika-an. Namun demikian kebanggaan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa keragaman budaya tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya keserasian, kesatuan, dan kehidupan yang berdampingan secara serasi; di dalam kesatuan terdapat keragaman. Dengan demikian, perlu adanya upaya-upaya memecahkan permasalahan tersebut, akhirnya Tanudjaja (1991), mengemukakan dua buah alternatif pemecahan masalah, yaitu: 1. Tidak perlu diadakan rumusan tentang arsitektur nasional Indonesia; arsitektur-arsitektur tradisional di Indonesia tetap menjadi bagian yang mandiri di dalam kancah arsitektur Indonesia. Arsitektur-arsitektur tradisional daerah-daerah di Indonesia tersebut dibiarkan dan diberi kebebasan untuk berkembang dan tumbuh subur sesuai dengan ciri dan jiwanya. Arsitektur-arsitektur tersebut tidak perlu saling dirujuksilangkan atau dikawinkan untuk dijadikan arsitektur Indonesia, karena hal ini bisa mengakibatkan terjadinya arsitektur eklektik yang kurang mendasar. Nilainilai budaya tradisional yang terkandung pada arsitektur tradisional tersebut dibiarkan dan diberi kebebasan untuk berkembang di dalam ekosistemnya. Dengan demikian, tidak ada rumusan tentang arsitektur Indonesia, melainkan arsitektur di Indonesia (atau mungkin, arsitektur Indonesiawi yang bukan arsitektur Indonesia). Langkah ini bisa disertai dengan konsekuensi bahwa pada suatu saat kelak, mungkin ada suatu wujud arsitektur tradisional tertentu yang akan diakui oleh segenap anggota masyarakat di Indonesia, tidak terbatas hanya pada sekelompok masyarakat atau sekelompok suku bangsa, sebagai arsitektur Indonesia. 2. Upaya kedua ini merupakan upaya yang sangat berlainan, atau bahkan berlawanan, dengan upaya yang pertama. Perumusan tentang arsitektur Indonesia dilakukan melalui langkah-langkah yang bertahap dan mendasar. Asal-muasal dari setiap komponen arsitektural; seperti atap, tiang, dinding, commit to user lantai, langit-langit, jendela, dan pintu bangunan dan suprasegmen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
arsitektural; seperti bentuk, warna, tekstur, dan ukuran dari setiap komponen arsitektural ditelaah secara mendasar. Asal-muasal dari setiap suprasegmen komponen arsitektural yang terdapat di dalam setiap arsitektur tradisional (maupun non-tradisional) di Indonesia ini ditelaah; menyangkut dasar-dasar filosofisnya, nilai-nilai sosial budaya yang dikandungnya, dan konsepsi-konsepsi lain yang mendasari perwujudannya. Selanjutnya, diadakan penelusuran terhadap benang-benang penghubung antar masing-masing konsepsi yang menjadi jiwa dan asal-muasal perwujudan tersebut. Akhirnya, jika terdapat kemiripan di dalam setiap konsepsi, maka konsepsi tersebut dapat dinyatakan sebagai konsepsi yang mewakili arsitektur-arsitektur di Indonesia. Namun demikian, langkahlangkah ini hampir pasti tidak akan menghasilkan rumusan tentang bentuk atap, tiang, langit-langit, dan komponen-komponen arsitektur lainnya, ataupun gambaran nyata tentang warna, tekstur, dan ukuran dari setiap komponen
arsitekturalnya.
Hal
ini
mungkin,
disebabkan
karena
keanekaragaman arsitektur di Indonesia.
D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan Kesamaan ciri-ciri arsItektur candi di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. 2. Secara vertikal, struktur Candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang disebut dengan ‘Trilok’;dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala 3. Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk membuat semacam commit to user lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik dinding batu berdaun ganda.
Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakuler Nusantara adalah sebagai berikut: 1. Arsitektur vernakuler Nusantara merupakan ciri dari arsitektur Austronesia: a)
Tipe rumah panggung Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa, Bali, Lombok dan Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal).
b)
Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam didalam tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel ketika ada guncangan atau gempa.
c)
Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku.
d)
Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong keluar. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan.
e)
Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.
2. Pola Perkampungan a) Tatanan permukiman dan rumah kampong tradisional yaitu linier dan konsentris, terdapat pula pola radial, huruf T, dan silang. b) Selalu terdapat ruang bersama untuk berkumpul, pemujaan atau ritual agama, acara kesenian dan sebagainya c) Tatanan perkampungan memiliki bagian tengah yang dianggap sacral, sebagai ruang terbuka (tempat berumpul),batu megalith, tugu atau kuburan nenek moyang d) Pola menyebar mencerminkan persamaan struktur social 3. Rumah dan Tatanan Ruang commit to user a) Pembagian ruang dikategorikan secara vertical dan horizontal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Horizontal: bagian yang dianggap paling suci atau sacral adalah bagian paling dalam atau belakang Vertical: bagian atas sebagai ruang paling sacral, bagian tengah untuk kehidupan manusia, bagian bawah untuk binatang ternak atau gudang b) Pembagian dengan konsep gender (pemisahan ruang serta gagasan mengatur perilaku wanita dan pria) c) Dari segi bentuk dan morphologi ruang, rumah vernakuler Indonesia umumnya terdiri dari persegi panjang dan bujur sangkar namun ada juga yang berbentuk lingkaran dan ellips d) Dalam tipe rumah komunal, tiap ruang dibatasi oleh dinding, perbedaan tinggi lantai atau alas tikar yang dihubungkan oleh ruang bersama 4. Teknologi Bangunan: Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi a) Menggunakan bahan yang alami berupa kayu dengan penyusunan tiang dan balok tanpa paku namun menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan tarik b) Tiang bangunan beralas batu tanpa ditanam dalam tanah sebagai perkuatan sistem konstruksi pengantisipasian kondisi alam yang rawan gempa karena akan lebih fleksibel ketika terjadi guncangan 5. Upacara Pendirian Bangunan a) Rumah lebih dari tempat tinggal namun juga menjadi perlambang status kedudukan seseorang sehingga perlu tata cara dalam pendirian rumah yang bertujuan memberikan spirit/ jiwa, disimbolkan dalam bentuk benda keramat yang diletakkan di dalam rumah b) Rumah merupakan tempat kelahiran, perkawinan dan kematian sehingga dikaitkan dengan arah mata angin. Bagian timur memberi kehidupan (awal) dan bagian barat merupakan kematian (akhir) 6. Kesamaan untuk mengantisipasi permasalahan termal dengan kondisi iklim yang sama yaitu tropis lembab (arsitektur tropis)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN
A. Pemahaman Galeri Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan merupakan sebuah wadah untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur serta sebuah area memajang aktifitas publik yang diselenggarakan untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan meliputi kota Yogyakarta dan sekitarnya dengan menerapkan potensi arsitektur nusantara yang akan diwujudkan dalam tampilan fisik, guna menciptakan image baru dari sebuah galeri yang tentunya akan menarik minat masyarakat untuk datang ke galeri. Galeri
Arsitektur
Nusantara di
Yogyakarta
ini
berusaha
untuk
mewujudkan galeri yang berbeda dengan menggunakan karakter arsitektur nusantara yang diangkat dari filosofi candi-candi dan potensi rumah-rumah tradisional Indonesia sebagai solusi permasalahan terkait dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya serta lokasi galeri ini nantinya, sekaligus sebagai usaha untuk menampilkan desain arsitektur galeri yang mewujudkan citra ke-nusantara-an sesuai dengan fungsi di dalam galeri ini.
B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri 1. Fungsi Fungsi Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan yaitu a) Fungsi Perlindungan yaitu perlindungan aset arsitektur nusantara berupa replika candi dan arsitektur rumah tradisional di Indonesia b) Fungsi Edukatif yaitu mengembangkan daya pikir dan kreativitas bagi pengguna serta menunjang penyelenggaraan pendidikan Arsitektur dalam masyarakat. c) Fungsi Informasi yaitu memberi/ menyediakan fasilitas dalam mencari informasi terutama mengenai arsitektur commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
d) Fungsi Rekreasi yaitu galeri merupakan tempat untuk mengisi waktu luang. e) Fungsi Apresiasi yaitu memberikan apresiasi terhadap karya seni arsitektur
2. Visi Visi atau tujuan dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan adalah sebagai pusat pelestarian arsitektur nusantara di Indonesia serta wadah penyajian karya seni arsitektur dan wadah bagi masyarakat kota Yogyakarta untuk memperoleh informasi arsitektur melalui berbagai media atau sumber informasi yang tersedia. Dengan demikian diharapkan dapat diwujudkan masyarakat yang terdidik terpelajar, kreatif, apresiatif dan berbudaya tinggi. Masyarakat yang demikian diharapkan bisa senantiasa mengikuti perkembangan arsitektur di era globalisasi serta tidak melupakan dan lebih mengenal arsitektur nusantara di Indonesia sejak era hindu-buddha (candi-candi) hingga ke rumah tradisional Indonesia.
3. Misi Misi dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan sebagai berikut: a) Melestarikan arsitektur nusantara di Indonesia b) Mewadahi penyajian karya seni arsitektur dalam lingkup nasional maupun internasional. c) Mengkaji dan menyebarluaskan data dan informasi tentang koleksi Galeri Arsitektur Nusantara d) Meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni arsitektur dikalangan arsitek, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum e) Mengembangkan pemikiran (wacana), pandangan dan tanggapan terhadap karya seni arsitektur dalam kerangka peningkatan wawasan, perluasan komunitas dan jaringan kerjasama f) Memberikan bimbingan (guiding) dan pembelajaran arsitektur melalui publik program yang bersifat edukatif-kultural dan rekreatif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
C. Jenis Galeri Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini direncanakan sebagai sebuah Galeri karya arsitektur secara umum, sehingga dapat melayani berbagai lapisan masyarakat sesuai dengan visi dan misinya.
D. Status Galeri Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan adalah galeri yang dimiliki dan dikelola oleh lembaga swasta non-pemerintah, dimana lembaga tersebut memiliki kepedulian terhadap dunia arsitektur.
E. Pengelola Galeri Untuk kelancaran sistem pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan dalam ruang galeri, maka struktur organisasi dibentuk sebagai berikut:
Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektur Nusantara Sumber: Analisa Pribadi
F. Lingkup Kegiatan Kegiatan pokok yang dilakukan dalam Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan berdasarkan jenis kegiatan utama terdiri dari: 1. Kegiatan Pengembangan, yang kemudian dibagi menjadi: a) Kegiatan Informasi, yaitu kegiatan pemberian dan pertukaran informasi yang berhubungan dengan karya arsitektur b) Kegiatan Pemutaran Film, yaitu kegiatan pemutaran film yang berkaitan
dengan
arsitektur,
isu
commit to user
lingkungan,
perkotaan, baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
dokumenter maupun fiksi dari lingkupnya. Kegiatan ini dapat diadakan baik untuk umum maupun untuk pengunjung terbatas c) Kegiatan Pameran, yaitu kegiatan pameran karya-karya seni arsitektur. Obyek pameran merupakan karya seni visual 1) Pameran Tetap,mengoleksi miniatur replika candi dan rumah tradisional Indonesia 2) Pameran Temporer, merupakan pameran yang menampilkan karyakarya yang berhubungan dengan arsitektur 3) Kegiatan Diskusi Umum/ Terbuka, yaitu kegiatan diskusi umum terkait dengan isu lingkungan yang sedang berkembang. Termasuk dalam diskusi ini yaitu kegiatan peluncuran buku, pembicaraan seputar arsitek dan karyanya, pemutaran film dan lain sebagainya. 2. Kegiatan Pengelolaan, yaitu kegiatan administrasi yang meliputi tata usaha, keuangan, personalia, pemeliharaan bangunan dan kawasan, keamanan, serta kegiatan koordinasi 3. Kegiatan Penunjang, dibagi atas: a) Kegiatan Komersiil/ Commercial Activity, yaitu kegiatan yang bersifat komersial namun tidak berhubungan dengan kegiatan jual beli karya seni. Kegiatan ini difasilitasi oleh toko cinderamata, restaurant, coffee shop, dan book store b) Kegiatan Pelayanan dan Servis Meliputi
kegiatan
penyimpanan,
penjagaan
dan
pengawasan
keamanan, pemeliharaan, dan bongkar muat
G. Materi Pameran dan Koleksi Pada umumnya lingkungan seni arsitektur cukup luas, dengan berbagai bentuk bidang yang dibedakan menurut media, material dan bentuk hasil karyanya. Secara umum dibagi menjadi seni 3 dimensi dan 2 dimensi. Macam karya yang diwadahi diantaranya: a) Seni dua dimensi (fotografi, film, sketsa, seni grafik) penjelasan pada bab II hal.20
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
b) Seni tiga dimensi (maket, instalasi, furniture, miniatur rumah tradisional dan candi) penjelasan pada bab II hal.21 dan 24
Berdasarkan data pada Bab III hal.47 dan hal.74, jumlah materi pameran untuk rumah tradisional dan candi adalah sebagai berikut: Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional di Indonesia NO
Rumah Tradisional
Jumlah
1
Sumatera
8
2
Jawa
5
3
Kalimantan
4
4
Nusa Tenggara, Bali
3
5
Sulawesi
4
6
Maluku, Papua
2 Total
26 buah
Sumber: www.google.com 10 April 2011
Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha Tinggalan
Agama
Jumlah
Sejarah
Hindu
Buddha
Siwa
Hindu-Buddha
Siwa-Hindu
Siwa-Buddha
Candi
9
12
1
5
1
2
30
11
14
-
2
5
2
41
5
2
-
2
1
2
12
Prasasti Arca/
7
Monumen Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
H. Sasaran Pengguna Berdasarkan jenisnya, pelaku kegiatan dalam galeri terdiri dari: 1. Pengunjung umum (masyarakat) Kelompok ini merupakan pengunjung yang paling mendominasi. Motivasi kelompok ini biasanya mempunyai dua arah yaitu umum (general) dan detail. Kerangka pameran yang jelas dan didukung oleh tata pameran yang mendetail akan sangat membantu mereka. Pengunjung ini memiliki motivasi untuk berekreasi dan memanfaatkan liburan dengan aktivitas commit to user yang dapat merangsang kreativitas. Dari jumlahnya, kelompok ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
terdiri dari perorangan maupun rombongan. Untuk memenuhi minat mereka, bantuan perpustakaan sangat diperlukan. 2. Peneliti Yang tergolong dalam hal ini adalah peneliti ilmiah, dan atau untuk hal-hal yang langsung terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Keteranganketerangan detail dan tepat sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya kelompok ini terdiri dari perorangan, kecuali bila sedang ada seminar yang menyangkut koleksi/ pameran museum. Perpustakaan merupakan syarat mutlak bagi mereka. 3. Seniman dan Arsitek Merupakan tulang punggung dari kelangsungan galeri ini. Setiap periode pameran, akan diwakili oleh karya-karya beberapa arsitek maupun seniman yang berbeda. 4. Kurator Bertanggung jawab atas segala macam kegiatan yang berlangsung di dalam galeri. Terdiri dari orang-otrang yang memiliki pegetahuan dibidang arsitektur dan bertugas memberikan informasi bagi pengunjung, menilai dan menganalisa suatu karya, memnentukan metode penyimpanan dan pameran karya seni serta mengatur dan mengorganisir acara-acara yang diadakan di galeri. 5. Pengelola Bertugas mengelola manajemen dari organisasi galeri ini, terdiri dari: a) Direktur dibantu oleh Wakil Direktur Bertanggung jawab penuh atas segala kegiatan yang berjalan di galeri b) Sekretaris membantu tugas dan tanggung jawab yang dijalankan oleh Direktur dan Wakil Direktur c) ManajerAdministrasi dan Keuangan d) Manajer Program yang terdiri dari kurator pelaksana harian dan koordinator commercial area e) Manajer Informasi dan Penelitian yang terdiri dari dokumentasi dan kepustakaan, front desk dan litbang teknologi dan informasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
f) Manajer Keamanan dan Perawatan yang tediri dari koordinator perawatan dan rumah tangga serta koordinator keamanan.
I. Frekuansi Kegiatan Frekuensi kegiatan dalam Galeri Arsitektu Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan dibagi dalam tiga kategori pelayanan, yaitu : 1. Kegiatan Pameran Pameran Tetap dan Temporer berlangsung setiap hari pukul 09.00-18.00 kecuali hari minggu mulai pukul 08.00 2. Kegiatan Pendidikan a) Perpustakaan buka setiap hari pukul 09.00-15.00 b) Konferensi, seminar, diskusi dikhususkan pada hari sabtu dan minggu 3. Kegiatan Pendukung a) Toko cinderamata dan book store buka setiap hari pukul 09.00-15.00 b) Restaurant dan coffee shop buka setiap hari pukul 09.00-21.00 c) Kegiatan Penunjang (koordinasi, pengelolaan, administrasi) dilakukan secara rutin setiap hari pukul 09.00-15.00
J. Bentuk dan Sistem Pelayanan 1. Bentuk Pelayanan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan menerapkan bentuk pelayanan langsung, yaitu masyarakat atau pengunjung datang secara langsung ke Galeri. 2. Sistem Pelayanan Sistem Pelayanan yang diterapkan pada galeri yang direncanakan menggunakan sistem pelayanan terbuka (open access). Sistem ini diterapkan pada semua ruang pameran dan perpustakaan umum. Pengunjung dapat melihat karya pameran dengan bebas, memilih dan mengambil sendiri bahan pustaka yang tersedia di ruang perpustakaan tanpa harus dilakukan oleh petugas perpustakaan. commit to user