DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................... ............................................ ................................................. ....................................... .............
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................... PUSTAKA............................................................. ................................... ...............
3
2.1 Anatomi Sendi............................ Sendi...................................................... ................................................... ............................................ ...................
3
2.2 Definisi ............................................... ......................................................................... .............................................. .................................. ..............
5
2.3 Klasifikasi ............................................... ......................................................................... .............................................. .............................. ..........
6
2.4 Kuman Penyebab...................................... Penyebab.......................................................... .............................................. ................................... .........
7
2.5 Perjalanan Perjalanan Penyakit. Penyakit...... .......... ................................ ..................................................... ............................................... ........................... ...... 7 2.6 Manifestasi Klinis .......................................................... .................................................................................... .................................. ........ 10 2.7 Pemeriksaan laboratorium .......................…………………………………….. .......................…………………………………….. 12 2.8 Gambaran Radiologi ......................... ............................... ......…………………………………… ……………………………………... ... 13 2.8.1 Foto Konvensional .............................................. ................................................................... ................................... .............. 13 2.8.2 Ultrasonografi (USG).................................... (USG)........................................................ ......................................... ..................... 17 2.8.3 Computed Tomography Scan (CT Scan)…………… Scan)…………….............................. .............................. 19 2.8.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)…………....…………………….. (MRI)…………....…………………….. 20 2.9 Diagnosis Banding .............………………………………………………….. .............………………………………………………….. 23 2.9.1 Artritis rheumatoid........................................... rheumatoid............................................................... ....................................... ................... 24 2.9.2 Artritis Piogenik............... Piogenik........................ ................. ............. .............. .................. ................. .............. ............... .................. ......... 27 2.9.2.1 CT Scan pada arthritis septik.................................................. septik.......................................................... ........ 27 2.9.2.1 MRI pada arthritis septik................................... septik....................................................... .............................. .......... 28 2.10 Pengobatan……………………………………………...........…………….. Pengobatan……………………………………………...........…………….. 28
i
ii
BAB III RINGKASAN .......................................... .............................................................. .............................................. .......................... 29 DAFTAR PUSTAKA ........................................... ..................................................................... ............................................... ..................... 30
ii
BAB III RINGKASAN .......................................... .............................................................. .............................................. .......................... 29 DAFTAR PUSTAKA ........................................... ..................................................................... ............................................... ..................... 30
1
BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis
merupakan
masalah
kesehatan
publik
baik
pada
negara
berkembang maupun pada negara industri. Dan merupakan penyakit endemis di negara-negara berkembang. berkembang. Meskipun angka kejadian tuberkulosis telah menurun sejak adanya obat antituberkulosis, sebagian besar negara berkembang menghadapi meningkatnya angka kejadian penyakit tuberkulosis sejak tahun 1985. Tuberkulosis tulang dan sendi meningkat insidensinya dalam dua dekade terakhir karena epidemi AIDS.
1,2
Ketika prevalensi tuberkulosis pada suatu komunitas tinggi, kebanyakan terinfeksi pada usia sekitar 20 tahun pada komunitas tersebut. Dan ketika prevalensi tuberkulosis pada suatu komunitas rendah, hampir semua terinfeksi terinfeks i tuberkulosis secara klinis pada usia lebih dari 50 tahun, dan mungkin telah terinfeksi beberapa tahun sebelumya dan menunjukkan gejala reaktivasi. 3 Manifestasi di luar paru diperkirakan terjadi di sekitar 20% dari pasien dengan TBC. Morbiditas Morbiditas TBC muskuloskeletal sebanyak 1-3% dari infeksi TBC paru. Itu bentuk paling umum dari TBC muskuloskeletal muskuloskele tal adalah tuberkulosis tuberkulosi s spondylitis (50%). Manifestasi Extraspinal adalah yang paling tidak umum ; frekuensi dilaporkan arthritis perifer 60%, osteomyelitis 38%, dan dari tenosinovitis dan bursitis 2%. Ekstraspinal Ekstraspi nal muskuloskeletal muskuloskel etal tuberkulosis menunjukkan predileksi untuk sendi-sendi besar (panggul dan lutut) dan area sekitarnya.
1
Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah lama. Spinal tuberkulosis telah ada sejak sekitar 5000 tahun yang lalu pada jasad mumi yang ditemukan dari
1
2
Mesir Utara berasal dari tahun 3400 S.M merupakan bukti kuat keberadaan tuberkulosis. Deskripsi tuberkulosis spondilitis tertulis pada Sanskrit pada waktu diantara 1500 – 700 SM.
3
Diagnosis osteoartikular tuberkulosis merupakan sesuatu yang sulit, gejala klinis tahap awal tidak khas dan penyakit tuberkulosis tahap lanjut dapat menyerupai infeksi yang lain, penyakit granulomatous, dan malignansi. Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan pada tes-tes klinis dasar ataupun temuan pencitraan saja.4 Pemeriksaan dengan foto konvesional mempunyai tingkat sensitivitas yang rendah pada fase awal penyakit ini sedangkan pada fase lanjut dapat terjadi erosi dari sendi. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dan ultrasonografi (USG) mempunyai kemampuan yang lebih baik dan dapat lebih awal mendeteksi abnormalitas
pada
sinovial,
kartilago
pemeriksaan foto konvensional. Referat radiologi
foto
dan
tulang
dibandingkan
ini
akan
membahas
dengan
gambaran
konvensional, ultrasonografi, CT Scan dan MRI pada arthritis
tuberkulosis genu.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sendi
Ada tiga jenis sendi yang terdapat di tubuh manusia yang dikelompokkan berdasarkan
jenis
pergerakan
menjadi:
sinarthrosis,
amphiarthrosis,
and
diarthrosis. Sinarthrosis merupakan sendi yang terfiksasi, tidak dapat bergerak dan meliputi sutura kalvaria dan lempeng pertumbuhan. Amphiarthrosis merupakan sendi yang sedikit bergerak bebas, seperti diskus intervertebral dan simphisis pubis. Diarthrosis merupakan sendi yang bergerak bebas dan sendi yang paling sering di tubuh, seperti sendi panggul dan sendi bahu.
5
Sendi juga dapat dikelompokkan berdasarkan jenis jaringan pada daerah persendian yaitu sendi fibrosa, kartilago dan sinovial. Sendi fibrosa merupakan sendi yang tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa . Sendi-sendi yang terdiri dari jaringan fibrosa dapat ditemukan antara lain pada tibial-fibula dan radius-ulna. 5 Sendi kartilago merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak, sendi ini ujungujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin dan disokong oleh ligament. Jaringan sendi yang dominan adalah kartilago dimana secara histologi terdiri dari berbagai jenis fibrokartilago. Sendi-sendi yang tediri dari jaringan kartilago antara lain
adalah
simphisis
pubis,
persendian
intervertebralis.5
3
sternoclavicular
dan
diskus
4
a.
b. Gambar 1 Contoh sendi fibrosa (a) dan sendi kartilago (b)6
Sendi sinovial merupakan sendi yang mempunyai rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi kartilago hialin. Persendian sinovial mempunyai karakteristik yaitu kapsul sendi, kartilago artikularis, membran sinovial, cairan sinovial, sela sendi dan facies artikularis. Kapsul sendi merupakan jaringan utama yang terdiri dari fibrosa dan mempunyai fungsi sebagai penunjang ligamen. Pada keadaan normal jaringan fibrosa ini tidak terlihat pada foto konvensional. Jaringan fibrosa ini akan menembus dan berhubungan dengan jaringan periosteum disekitarnya. Jaringan fibrokartilago intra kapsuler akan terlihat dalam berbagai tingkat tergantung pada jenis sendi.5 Membran sinovial yang melekat pada kapsul fibrosa dan tulang non artikuler merupakan membran yang terdiri dari jaringan konektif vaskuler dan cairan sinovial. Regio dimana sinovial terletak intraartikuler tanpa dilapisi kartilago artikularis disebut dengan bare areas dan secara anatomi merupakan regio terjadinya erosi tulang pada penyakit sinovial.5 Cairan sinovial dihasilkan dari proses dialisis langsung dari plasma darah dan ditambah dengan substansi mukoid yang disekresikan oleh sinovial. Fungsi dari cairan sinovial adalah untuk lubrikasi dan nutrisi s endi.5,7
5
Kartilago artikularis merupakan kartilago hialin yang paling banyak dari kartilago intraartikular. Kartilago hialin terdiri dari kondrosit yang terdapat pada matriks fibril kolagen dan zat dasar. Bagian paling akhir terdiri dari mukopolisakarida, terutama khondroitin sulfat yang mempunyai kadar air yang tinggi. Ketebalan dari kartilago bervariasi antara 1 sampai dengan 7 mm tergantung dari jenis sendinya. Pada umumnya, sendi yang sering terkena tekanan akan menyebabkan penebalan dari kartilago.5,7 Subchondral plate bone merupakan jaringan tulang dibawah kartilago yang
terdiri dari korteks yang tipis dan trabekula. Jaringan ini mempunyai vaskuler yang berlimpah, dan pada umumnya tidak ditemukan periosteum disekitar korteks intrakapsuler sehingga jarang terjadi reaksi periosteal pada tulang ini.5
Gambar 2 Sendi Sinovial8
Gambar 3. Sisi anterior genu memperlihatkan struktur tendon lutut.9
2.2 Definisi
Dalam arti umum, istilah arthritis menunjukkan adanya kelainan sendi akibat proses degeneratif, inflamasi, infeksius, atau metabolik. Arthritis Tuberkulosis adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh manifestasi infeksi Mycobacterium
6
tuberculosis. Paling sering terjadi pada mono arthritis yang merupakan sendi
besar yang menahan beban tubuh.
10,11
2.3 Epidemiologi
Pada 2008, estimasi prevalensi global dari TBC adalah 11,1 juta, ekuivalen dengan 164 kasus per 100.000 populasi. Walaupun TBC paru merupakan manifestasi yang paling sering, peningkatan insidensi TBC ekstrapulmonal dapat dijelaskan dengan pertumbuhan jumlah pasien dengan daya tahan tubuh lemah, termasuk pada pasien terinfeksi HIV, tahap akhir penyakit ginjal, resipien transplantasi, dan pasien yang telah diterapi dengan obat-obat immunosupresif .12 Pada negara maju, 58 – 81 % kasus-kasus TBC muskuloskeletal terdiagnosa pada immigran, dan di USA 10 % dari TBC ekstrapulmonal terjadi pada pasien-pasien penderita HIV. Di Afrika, dimana prevalensi infeksi HIV tinggi dan dibeberapa regio, sampai dengan sepertiga orang dewasa dengan infeksi TBC osteoartikular merupakan HIV positif. 2,13 TBC muskuloskeletal merupakan penyakit yang menyerang semua kelompok usia. Insidensi penyakit ini sekitar 25 % dari TBC ekstrapulmonal. Spondilitis TBC merupakan manifestasi tersering dari TBC muskuloskeletal, sekitar 50-70 % dari kasus TBC muskuloskeletal. Sekitar 30% TBC muskuloskeletal menyerang sendi-sendi perifer. 12 Ratio penderita laki-laki dengan perempuan adalah 35:16. Yang didominasi oleh penderita laki-laki dan usia tua. 14,15
7
2.4. Kuman Penyebab Mycobacterium tuberculosis merupakan organisme penyebab utama dan ha nya
beberapa kasus disebabkan oleh Mycobacterium bovis. Mikobakterium atipikal, seperti Mycobacterium kansasii, Mycobacterium marinum, Mycobacterium scrofulaceum, dan Mycobacterium avium merupakan sekitar 1-4% kasus TBC.1
2.5 Perjalanan Penyakit
TBC muskuloskeletal biasanya merupakan penyebaran hematogen dari infeksi primer atau traktus genitourinaria atau penyebaran secara limfatik dari fokus infeksi primer atau yang ter-reaktifasi. Jarang inokulasi langsung dapat menyebabkan TBC muskuloskeletal.1,2,12,16 Predileksi basilus di tulang vertebra dan sendi-sendi besar karena banyaknya vaskularisasi pada vertebra dan epifiseal plate tulang-tulang panjang.2 Table 1 Persentase lokasi tuberkulosis tulang dan sendi2
Referensi Mateo16
Enache17
Houshian18
Davies19
Tulang belakang
64
0a
49
36
Lutut
8
11
7
11
Pergelangan kaki
8
8
0
8
Sendi siku
2
11
5
5
Pergelangan tangan
6
26
4
11
Panggul
0
10
6
9
Tulang Rusuk
2
26
2
1
Sendi Streno-klavikula
6
0
3
2
Sendi Sakro-iliaka
9
0
0
4
Kaki
0
0
5
3
Tibia
0
0
2
2
Trochanter-femur
6
10
5
2
Lainnya
0
5
3
5
Lokasi (%)
Catatan : a. Insidensi tuberkulosis spinal yang rendah karena osteomielitis vertebral biasanya diobati pada pusat rujukan spesialis pada negara peneliti.
8
TBC sendi dapat merupakan kelanjutan dari penyebaran hematogen melalui pembuluh darah sub sinovial atau secara tidak langsung melalui epifisial (lebih sering pada dewasa) atau metafisial (lebih sering pada anak-anak), lesi-lesi yang mengikis sela sendi. Penyebaran transfisial, tipikal dari TBC, merupakan hal yang jarang terjadi pada arthritis piogenik. 1 Hiperemia reaktif merupakan hasil dari demineralisasi tulang sekitar sendi dan destruksi lokal tulang. Dalam perjalanan penyakit tahap lanjut, dapat terjadi pembentukan tulang periosteal baru. Ketika proses penyakit mencapai regio subkondral, kartilago artikular kehilangan nutrisinya dan terlepas dari tulang; hal ini menghasilkan kartilago “ loose bodies” dalam sendi. Kerusakan lempeng pertumbuhan tulang pada anak-anak dapat menyebabkan pemendekan dan angulasi anggota gerak .1 Ketika infeksi berawal sebagai sinovitis, membran sinovial menjadi kongestif dan menebal serta efusi sendi terjadi. Lesi granuloma sinovial meluas ke tulang terdekat sendi sinovial tersebut, selanjutnya terjadi erosi dan destruksi kartilago. Walaupun demikian, karena eksudat pada arthritis tuberkulosis kekurangan enzim proteolitik, kehilangan kartilago terjadi hanya pada tahap lanjut dari penyakit. Dengan perkembangan penyakit lebih lanjut, terjadi lesi osteolitik tulang. Pada perjalanan penyakit yang panjang, serpihan atau lembaran lepas kartilago sendi yang nekrotik dan akumulasi materi fibrin pada c airan sinovial dapat menghasilkan rice bodies yang ditemukan pada sendi-sendi sinovial, lapisan tendon dan bursa.
Ketika tidak diterapi, progresif arthritis tuberkulosis dapat menghasilkan massa jaringan lunak para-artikular dan abses dingin, serta terbentuknya traktus sinus.1,20
9
2.6 Manifestasi Klinis
Arthritis TBC tipikal melibatkan sendi-sendi penopang beban tubuh seperti sendi panggul dan lutut, tetapi sendi apapun termasuk bahu, siku, pergelangan kaki, pergelangan tangan, sternoklavikularis, serta sendi-sendi pada tangan dan kaki, dapat terinfeksi.12 Gejala artritis terlihat sebagai pembengkakan atau efusi atau adanya 2 atau lebih gejala yaitu keterbatasan gerak pada sendi, nyeri terlokalisir ketika bergerak dan terasa panas pada persendian. Nyeri sendi tersebut dapat dihubungkan dengan demam dan penurunan berat badan.
21
Jika spinal terinfeksi tuberkulosis, kekakuan trunkal, spasme otot, dan mungkin terdapat gejala neurologis. Abses dingin (pembengkakan tanpa inflamasi) sangat menandakan tuberkulosis muskuloskeletal. Meskipun lesi skeletal mungkin merupakan kompleks gejala penyajian, setiap individu yang memiliki lesi rangka yang dicurigai tuberkulosis harus dievaluasi untuk kemungkinan lokasi lain yang terlibat, termasuk paru-paru, saluran usus, dan ginjal. Hanya sekitar sepertiga pasien yang memiliki tuberkulosis pada tulang atau persendian memiliki riwayat penyakit tuberkulosis paru. 3
Gambar 4: Gambaran klinis lutut artritis tuberkulosis. Terdapat pembengkakan, eritema dan keluarnya cairan dari sinus .22
10
Efusi biasanya sangat jelas/banyak, dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila infeksi mengenai sendi tulang belakang, panggul, dan sendi bahu. Pemeriksaan fisik tambahan yang dapat dilakukan adalah Pattelar Tap Test. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah didapatkan efusi pada sendi lutut. Pemeriksaaan fisik umumnya
dilakukan
untuk membedakan
inflamasi
yang terjadi
merupakan
intraartikular atau periartikular (bursa, kulit). Umumnya kelainan yang melibatkan intraartikular ditandai dengan terbatasnya gerak sendi baik itu secara aktif maupun pasif. Sendi biasanya terhenti pada posisi maksimal dari sebuah pergerakan sendi. Berlawanan dengan itu, inflamasi periatrikular terbatasnya gerak sendi hanya pada pergerakan sendi aktif, dan disertai bengkak yang terlokalisir. 11,12
Gambar 5. Pattelar Tap Test, pemeriksaa n yang mengetahui apakah ada efusi sendi lutut.
dilakukan untuk
11
Secara radiologi, arthritis tuberkulosis dapat di bagi menjadi 4 tahap yaitu :23 Stadium 1
Deskripsi Singkat Normal
2 3
Osteomielitis Arthritis
4
Arthritis
Tampilan radiologis Osteopenia dengan pembengkakan jaringan lunak, tanpa atau dengan hipertrofi epifisis. Kista epifiseal atau metafiseal. Sela sendi normal. Sela sendi yang menyempit tanpa kelainan anatomi yang luas Kelainan anatomi yang luas
Algoritma untuk evaluasi sendi yang panas d an bengkak. CT= Computed Tomography. 24
12
2.7 Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis terakhir tuberkulosis bergantung pada identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan histologis atau kultur, atau, idealnya, keduanya.
Karena arthritis TBC terkait frekuensi tuberkulosis paru dan ginjal, kultur spesimen dahak dan urin bisa membantu penegakan diagnosis.
3
Di negara-negara di mana TBC sangat umum dan di mana fasilitas medis terbatas, pasien yang memiliki gejala klinis dan temuan radiografi yang menduga penyakit ini, mungkin tidak memerlukan biopsi lesi agar dokter membuat diagnosis dan melakukan perawatan. Idealnya, prevalensi strain resisten dan penyakit lain yang dapat menyerupai tuberkulosis diketahui dan dapat dikecualikan dengan penggunaan modalitas lainnya (seperti tes pelengkap untuk brucellosis). Dalam pengaturan ini, biopsi dan kemungkinan penanganan operatif disediakan untuk pasien yang gagal dengan pengobatan yang memadai, yang memiliki kerusakan neurologis yang substansial, atau pasien dengan strain resisten atau dugaan penyakit lainnya dicurigai. Di daerah penyakit endemik ini, penting bahwa
prevalensi
didokumentasikan.
penyakit
dan
resistensi
antibiotik
diketahui
dan
3
Di daerah dimana penyakit ini tidak lazim atau dimana strain yang resisten terhadap banyak obat adalah hal yang biasa, biopsi bersifat wajib, baik untuk menegakkan diagnosis maupun untuk mengetahui sensitivitas antibiotik. Jika spesimen biopsi diambil dari sendi, jaringan yang berdekatan dari lesi kistik dan jaringan sinovial juga harus diperoleh dan dikirim untuk studi histologis dan kultur .3 Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan pada arthritis TBC
13
berupa serologi khususnya ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dengan sensitifitas 60 - 80 %, chromatografi, dan PCR (polymerase chain reaction). 3 Analisis
pewarnaan
gram
dan
kultur
cairan
sendi
merupakan
prosedur
diagnostik yang penting dalam mendiagnosis penye bab artritis yang disertai inflamasi sendi. Analisis kultur cairan sendi dengan pemeriksaan di laboratorium mikrobiologi setelah dilakukan aspirasi cairan sendi. Jika diduga ada infeksi Neisseria
atau
Haemophillus, spesimen ditanam pada agar coklat dan inkubasi dalam lingkungan CO 2 5-10%. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung leukosit cairan sendi. Bila didapatkan leukosit>50.000/ml dengan jumlah sel PMN lebih dari 80%.
Gambar 6 . Aspir asi cairan sendi untuk menghitung sel darah putih dan dilakuk an pewarnaan Gram, kultur mikroorganisme untuk mengetahui pathogen penyebab artr it is.
2.8 Gambaran Radiologi 2.8.1 Foto Konvesional
Tidak ada fitur rontgen spesifik yang patognomonik tuberkulosis tulang atau persendian. Temuan umum yang harus meningkatkan kecurigaan keterlibatan tuberkulosis sendi meliputi osteopenia, pembengkakan jaringan lunak dengan reaksi periosteal minimum, penyempitan ruang sendi, kista di tulang yang berdekatan dengan pembesaran bersama pembesaran epifisis pada anak-anak, dan erosi
14
subkondral yang melibatkan kedua sisi pada waktu bersamaan. (Ini erosi melewati epifisis pada lebih dari sepertiga anak yang terkena dampak.). 3 Seringkali, beberapa tulang terlibat dalam infeksi tuberkulosis tulang, fusi atau penyempitan sendi tidak jarang terjadi. Temuan radiografi pada pasien yang memiliki penyakit yang berkaitan dengan human immunodeficiency virus mungkin disebabkan oleh penyakit lain dan seharusnya tidak secara otomatis dianggap berasal dari tuberkulosis. 3 Diagnosis MTB artikular tidak dapat ditentukan pada pencitraan saja karena penampilannya tidak spesifik. Temuan rontgen dari osteoporosis periartikular dan erosi marjinal juga terlihat pada artritis inflamasi. 4 Phemister Triad merupakan tiga gambaran yang sering terlihat pada arthropati
tuberkulosis klasik pada stadium lanjut: Osteopenia / osteoporosis juxta-articular, erosi periferal tulang dan penyempitan sela sendi secara perlahan.25,26
Gambar 7 Artritis tuberkulosis pada lutut. Tampak erosi marjinal yang luas dengan penyempitan ruang sendi yang ringan. 4
15
Gambar 8. Rontgen lutut kanan menunjukkan penyempitan ruang sendi dan osteoporosis juxta-artikular .27
Gambar 9a.
9b.
Gambar 9a. Rontgen dari seorang anak berusia 7 tahun dengan stage 1 tuberkulosis lutut kiri yang memperlihatkan pembengkakan jaringan lunak. 9b. Delapan tahun kemudian sembuh dengan hasil yang sempurna.23
16
Gambar 10a.
10b.
Gambar 10a. Rontgen dari seorang anak perempuan berusia 6 tahun dengan st age 2 tuberkulosis lutut kanan yang memperlihatkan kista pada metafisis dan epifisis, tetapi dengan sela sendi yang normal. 10b. Delapan tahun kemudian sembuh dengan hasil yang sempurna.23
Gambar 11a.
11b.
Gambar 11a. Rontgen seorang gadis berusia 5 tahun dengan stadium 3 tuberkulosis pada lutut kanan. Tampak deformitas fleksi dan penyempitan ruang sendi lateral. Gambar 8b. Dua tahun kemudian. Rentang pergerakannya adalah dari 20 sampai 80 ° ada penyempitan sela sendi.23
17
Gambar 12a.
12b.
Gambar 12a. Radiograf seorang gadis berusia 12 tahun dengan stadium-4 tuberkulosis pada lutut kanan. Tampak hilangnya total ruang sendi dan kelainan anatomi sendi lutut yang luas. Gambar 12b. Rasa sakit dan deformitas yang memerlukan arthrodesis.23
2.8.2 Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) mempunyai kelebihan dibandingkan dnegan modalitas pemeriksaan yang lain. Kelebihan dari ultrasonografi yaitu bersifat non invasif, waktu lebih cepat, pemeriksaan dapat di evaluasi dan kemampuan untuk memeriksa banyak sendi dalam satu waktu dan untuk pengobatan atau aspirasi. Namun selain itu pemeriksaan ultrasonografi memiliki keterbatasan yaitu operator dependen, ketersediaan alat dan lapang pemeriksaan yang sempit.23.24
18
Gambar 13. Sonografi lutut kanan menunjukkan efusi sendi dan proliferasi ringan pada membran sinovial. 27
2.8.3 Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT Scan merupakan modalitas pemeriksaan yang mempunyai keunggulan dalam mendeteksi adanya lesi pada tulang, pembentukan sequestrum, perluasan ke jaringan lunak di dekatnya, dan kalsifikasi yang biasa terjadi pada arthritis tuberculosis tahap lanjut. 28,29
Gambar 14 A dan B. Artritis tuberkulosis dengan pembentukan fistula dan osteomielitis kronik patella. Radiografi genu anteroposterior setelah sinogram (A) menunjukkan pembentukan traktus sinus. CT scan setelah sinogram (B) menunjukkan kontras pengisian koleksi paraartikular dan sebuah sekuestrum dalam lesi osteolitik di patella (panah hitam).1
19
Gambar 15. CT-scan lutut (koronal (a), aksial (b) sagittawl (c)) menunjukkan pinching of joint space (panah berwarna biru), geodes epiphyseal (panah berwarna oranye), gambar sekuestrasi tulang pada tingkat femur dan tibia (panah berwarna kuning) .30
Gambar 16. CT-scan lutut, ((a): koronal; (b): aksial) menunjukkan: Jarak lebar metafisis yang dikelilingi oleh batas osteokondensasi (panah berwarna oranye); Gambar sekuester pada lisis tulang (panah berwarna kuning), Geodes di bawah kondral; penebalan sinovial (panah berwarna biru), septa dari koleksi cairan (panah berwarna merah).
2.8.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan satu-satunya modalitas pemeriksaan yang mempunyai kemampuan untuk evaluasi semua struktur sendi pada penyakit inflamasi yaitu
20
sinovial, kartilago, tulang, ligamen, tendon, selubung tendon dan ada atau tidaknya cairan pada sinovial.
MRI juga lebih unggul dibandingkan dengan
modalitas lain untuk melihat penyakit pada sendi temporomandibula, panggul, sakroiliaka dan vertebra. Namun MRI juga memiliki kekurangan seperti memerlukan waktu scan yang lebih lama, memerlukan sedasi pada pasien yang tidak kooperatif, alergi kontras, hanya dapat memeriksa satu sendi per satu waktu dan ketersediaan alat yang masih terbatas di beberapa daerah.27 Sinovitis terlihat berupa peningkatan enhacement dan penebalan pada sinovial disertai koleksi cairan yang terlihat berupa peningkatan intensitas signal pada T2WI. Edema tulang terlihat berupa lesi dengan batas tidak tegas, hipointens pada T1WI serta hiperintens pada T2WI. Erosi tulang memberikan gambaran batas tegas disertai diskontinuitas pada korteks, di daerah juxtaartikuler, hipointens pada T1WI dan hiperintens pada T2WI.31 Fitur MRI intra-artikular lutut pada pasien dengan tuberkulosis sendi lutut : e fusi sendi, fokus pada cairan sinovial dengan hipointensitas (bisa merupakan kaseosa, debris jaringan, dan rice bodies), penebalan synovial, dan signal dari penebalan sinovial post kontras gadolinium.32 Fitur MRI tulang dan jaringan lunak peri-artikular lutut pada pasien dengan tuberkulosis sendi lutut : edema sumsum tulang tanpa osteomielitis, osteomielitis, erosi tulang, inflamasi dan degenerasi jaringan otot, selulitis, abses peri-artikular, traktus sinus atau ulserasi.32
21
Gambar 17. MRI lutut kanan. T1-weighted, gambar aksial setelah gadolinium plus dietilen triaminopentoacetic acid (DTPA). Terlihat proliferasi sinovial, dengan peningkatan sinyal setelah injeksi gadolinium, dan efusi sendi.27
Gambar 18. MRI lutut kanan. Penyangatan gadolinium, gambar koronal T2WI. Erupsi tulang chondral dan subchondral yang parah diasosiasikan dengan dislokasi meniscal .27
22
Gambar 19. STIR potongan koronal sendi lutut menunjukkan proliferasi sinovial yang luas dengan intensitas sinyal intermediate (p anah). 32
Tabel 1. Standar Protokol MRI yang digunakan untuk evaluasi lutut .32 Sekuens MRI Axial fast spin echo Sagital Proton Density dengan Fat Saturation Koronal Spin echo T1WI Koronal STIR Axial Dual Echo Steady State (DESS)
TR 3.800-4.400 2.900-3.500 400-800 3.400-5.500 18-24
TE 59-64 ms 12-18 ms 12-17 ms TI 130 ms 4-8ms
2.9 Diagnosis Banding
Penyakit monoartikular paling sering disebabkan oleh proses penyakit menular namun juga bisa berasal dari non infeksi, seperti metabolik atau imunologis. Dalam beberapa kasus, sulit untuk membedakan asal penyakit monoartikular. Diagnosis banding secara klinis meliputi artritis infeksius, seperti radang sendi piogenik atau tuberculous, atau penyakit non infeksi, seperti osteochondromatosis sinovial, synovitis villonodular berpigmen, artritis rheumatoid , asam urat, dan arthropati hemofilik, di antara banyak lainnya. Pengobatan yang tepat setelah diagnosis yang akurat sangat penting untuk prognosis dan pemeliharaan fungsi sendi yang baik.
23
Diagnosis patologis akhir biasanya memerlukan kultur sinovial fluid atau sinovial biopsy atau keduanya. Gambaran radiologi TBC muskuloskeletal bervariasi dan dapat meniru beberapa kondisi rheumatologis kronis. Diagnosa bandingnya dengan gambaran radiologi yang menyerupai diantaranya artritis rheumatoid, dan arthritis septik.
2.9.1 Artritis rheumatoid
Artritis rheumatoid adalah arthritis inflamasi kronis, yang mempengaruhi sekitar 1% populasi di seluruh dunia, yang menyebabkan kerusakan tulang rawan dan tulang serta akhirnya kehilangan fungsi sendi.33 Baik artritis rheumatoid dan artritis tuberkulosis mungkin tidak hanya memiliki manifestasi klinis yang serupa, namun juga temuan radiografi serupa, seperti osteopenia periartikular, erosi marjinal dengan ruang yang terlibat relatif lambat, dan peningkatan efusi sendi, yang dapat menyebabkan kesulita n diagnosis banding dalam beberapa kasus.33 Penebalan sinovial yang uniform, erosi tulang berukuran besar, peningkatan rim di lokasi erosi tulang, dan massa kistik ekstraartikular lebih sering dan lebih banyak pada artritis tuberkulosis. Penebalan sinovial dianggap uniform saat maksimal ketebalan synovium diukur kurang dari dua kali ketebalan minimal setelah pemberian gadolinium IV. Tingkat ketebalan sinovial setelah pemberian gadolinium IV dikelompokkan menjadi empat tingkatan sesuai dengan ketebalan maksimal untuk meningkatkan synovium: tingkat 0, 0 - 3 mm; tingkat 1, 3,1 - 6 mm; grade 2, 6,1 ~ 9 mm; dan grade 3, > 9 mm. Ketebalan sinovial tingkat 0 banyak di dapatkan dari penderita artritis tuberkulosa. MRI dapat membantu dalam
24
diferensiasi antara rheumatoid artritis dan artritis tuberkulosis. Gambaran rice bodies bisa terdapat pada artritis rheumatoid dan tuberkulosis artrit is.33
Tabel 1. Daftar lokasi predileksi artritis rheumatoid dan artritis tuberkulosis.
33
Lokasi
Artritis Rheumatoid
Artritis Tuberkulosis
Total (%)
Bahu
2 (5.6%)
0 (0%)
2 (3.2%)
Siku
7 (19.4%)
2 (7.4%)
9 (14.3%)
Pergelangan tangan
12 (33.3%)
4 (14.8%)
16 (25.4%)
Panggul
0 (0%)
4 (14.8%)
4 (6.3%)
Lutut
11 (30.6%)
13 (48.1%)
24 (38.1%)
Pergelangan kaki
4 (11.1%)
4 (14.8%)
8 (12.7%)
Total
36 (100%)
27 (100%)
63 (100%)
Pada umumnya artritis rheumatoid dan artritis tuberkulosis memiliki sinovium yang hipertrofi akibat inflamasi kronis. Namun, pada pemeriksaan mikroskopis, sinovium rheumatoid artritis menunjukkan infiltrasi oleh sel plasma dan limfosit dengan atau tanpa folikel limfoid dan endapan fibrin yang sering terlihat dekat dengan lapisan sinovial atau di dalam stroma, sedangkan sinovium pada artritis tuberkulosis mengandung material nekrotik dan fibrin, area kaseosa, dan koleksi leukosit dan fagosit mononuklear. Rheumatoid artritis terdiri dari manifestasi artikular penyakit disfungsi imunoregulasi yang dihubungkan oleh proses yang kompleks. Selain limfosit dan sel plasma, banyak sel yang berbeda, serta produk variabelnya (sitokin), berkontribusi pada proses penyakit. Limfosit, sel plasma, dan sejumlah sel masif yang subur di sinovium artritis rheumatoid menghasilkan lesi besar, hipervaskular, proliferatif, hampir menyerupai tumor, sebagai respons terhadap faktor proliferasi yang dihasilkan.33 Selain limfosit dan sel plasma, banyak sel yang berbeda, serta produk variabelnya (sitokin), berkontribusi pada proses penyakit. Limfosit, sel plasma,
25
dan sejumlah sel masif yang subur di sinovium rheumatoid artritis menghasilkan lesi besar, hipervaskular, proliferatif, hampir menyerupai tumor, sebagai respons terhadap faktor proliferatif yang dihasilkan oleh respons imun teraktivasi. Sebenarnya, jaringan sinovial yang diambil dari lutut rheumatoid mungkin beratnya mencapai 500 g atau lebih, berbeda dengan synovium di lutut normal, yang biasanya beratnya kurang dari 5 g.33 2.9.2 Artritis Piogenik Artritis septik adalah infeksi pada rongga sendi yang berisikan cairan synovial dan biasanya merupakan infeksi bakterial. Artritis piogenik merupakan bentuk artritis akut yang
paling
Keterlambatan
berbahaya,
dan
merupakan
dalam mendiagnosa
salah
satu
kasus
kegawatdaruratan.
dan memberikan terapi dapat menyebabkan
kerusakan sendi yang menetap bahkan dapat menyebabkan morbiditas yang berujung pada kematian. Artritis piogenik dapat terjadi melalui invasi langsung pada rongga sendi oleh berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, virus, mycobacteria dan jamur. Penyebab tersering dari Artritis piogenik adalah bakteri, dan yang paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
2.9.2.1 CT Scan pada arthritis septik
Temuan radiografi yang dapat ditemukan pada CT scan adalah tanda-tanda awal berupa penebalan dari sinovial, efusi sendi, erosi tulang, edema jaringan lunak dan abses periarticular. Sedangkan tanda-tanda kronis: irreguler, penyempitan celah sendi, erosi tulang, kerusakan tulang, pembentukan tulang baru dan Fat-fluid level: bisa menjadi penanda tertentu tanpa adanya trauma.
34
26
Gambar 20. Memperlihatkan adanya lapisan lemak, cairan, dan d arah dari sinovial genu yang menandakan adanya riwayat trauma lutut. 35
Gambar 21. Laki-laki 45 tahun pada CT scan lutut potongan coronal dan sagital terdapat Kerusakan tulang di distal fibula, tibia, talus dan calcaneus dengan daerah litik, dan deformitas tulang yang dapat d iamati. Kerusakan subkondral dan garis artikular semua ber hubungan dengan artritis septik dan osteomyelitis.36
2.9.2.1 MRI pada arthritis septik
MRI dapat mendeteksi infeksi dan perluasannya, dan sangat berguna untuk mendiagnosa infeksi yang sulit dicapai. MRI mempunyai resolusi yang lebih besar dari pada CT scan dan menunjukkan gambaran anatomi yang lebih detail dari pada bone scans. Dapat digunakan untuk membedakan apakah itu suatu
27
infeksi tulang atau infeksi dari soft tissue dan menunjukkan efusi sendi.37 Temuan yang dapat diperoleh 37: •
Synovitis: Hypointense di T1, Hyperintense di T2
•
Terjadi penyengatan membran Synovial di T1 Fat Sat dengan gadolinium
•
Efusi sendi Hipointense di T1 dan Hyperintense pada T2 tapi tergantung dengan variasi didalamnya (darah, nanah, dll)
•
Edema perisinovial Hyperintense di T2-weighted sequences
•
Reaktif edema tulang, menampilkan keterbatasan di kedua sisi sendi, dengan daerah tambalan yang buruk didefinisikan dari sinyal rendah di
T1 dan tingginya sinyal di T2. •
Kerusakan tulang rawan artikular dan / atau erosi tepi tulang subchondrales dengan tinggi rendahnya intensitas di T1 dan T2.
•
Abses periartikular Hipointense di Variable T1 dan di T2
Gambar 22. Seor ang anak berusia 3 tahun dengan septik arthritis di lutut kanan. Pada MR I potongan coronal T1 (a) STIR (b,dan c) dan T1 dengan gadolinium. Axial T1 (e) STIR (f) dan T1 dengan gadolinium STIR mengidentifikasikan adanya ef usi sendi, penebalan sinovial dan terdapat penyengatan setelah pem ber ian gadolinium dan hiperintensitas di jaringan lunak periartikular dan penyengata n di metafisis-epifisis posterior dari condilus femor alis later alis.38
28
2.10 Pengobatan
Berdasarkan pedoman saat ini, pengobatan tuberkulosis muskuloskeletal merupakan regimen terapi kombinasi antimikroba. Obat lini pertama meliputi39:
-
2 bulan pertama pengobatan oral setiap hari dengan isoniazid 5 mg / kg atau 300 mg; Rifampisin 10 mg / kg atau 600 mg; Pirazinamida 15 sampai 30 mg / kg dan etambutol, 5 sampai 15 mg / kg; Atau streptomisin 15 mg / kg atau 1 g intramuskular.
-
9 sampai 12 bulan kemudian pengobatan dengan isoniazid plus rifampisin selama 5 hari / minggu. Selain itu, piridoksin, 25 sampai 50 mg setiap hari, dapat ditambahkan ke rejimen harian yang mencakup isoniazid.
Fungsi sendi pasien pada umumnya pulih secara penuh jika kemoterapi yang memadai dimulai pada tahap awal penyakit. Indikasi untuk perawatan bedah bervariasi tergantung dari tingkat kerusakan sendi. Terapi antimikroba yang berkepanjangan diperlukan untuk mencegah reaktivasi infeksi, walaupun durasi pengobatan yang optimal belum diketahui pasti.39
BAB III RINGKASAN
Dari penjelasan yang telah disampaikan, dapat diambil kesimpulan berupa: 1.
Tuberkulosis merupakan penyakit ya ng su dah lama dan hingga saat ini masih ada.
2.
Tuberkulosis arthritis biasanya merupakan sebuah perjalanan penyakit dari infeksi tuberculosis paru.
3.
Sendi terbanyak yang terkena tuberkulosis arthritis adalah tulang belakang, sendi lutut, sendi siku, dan sendi panggul.
4.
Penyebaran artritis tuberkulosis terjadi secara hematogen.
5.
Diagnosis artritis tuberkulosis adalah ditemukannya kuman patogen dari cairan sendi.
6.
Gold standart diagnosa dari arthritis tuberkulosis adalah analisa mikroskopik dan kultur dari cairan sinovial dari sendi.
7.
Foto konvensional, USG, CT scan, dan MRI memiliki peran penting yang saling melengkapi dalam menegakkan diagnosis dari penyakit arthritis tuberkulosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
1.Filip M Vanhoenacker DAS, Adelard I De Backer. Imaging features of extraaxial musculoskeletal tuberculosis. The Indian journal of radiology and imaging. 2009;19(3). 2.Pigrau-Serrallach C, Rodrı´guez-Pardo D. Bone and joint tuberculosis. European Spine Journal. 2013;22:S556 – S66. 3.Watts HG, Lifeso RM. Current Concepts Review: Tuberculosis of Bones and Joints. The Journal of Bone and Joint Surgery. 1996;78-A(February 1996):288-98. 4.Moore SL, Rafii M. Imaging of Musculoskeletal and Spinal Tuberculosis. Radiologic Clinics of North America. 2001;39(March 2001):329-42. 5.Rowe LJ, R. YT. Essential of Skeletal Radiology 2005. 6.Thompson JC, Netter FH. Netter's Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. Philadelphia: Saunder Elsevier; 2002. 7.Agudelo JF, Bednar MS, Bhatia NN, Caiozzo VJ, Chou LB, Gupta R, et al. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2006. 8.Susan Standring, Neil R Borley, Patricia Collins, Alan R Crossman, Michael A Gatzoulis, Jeremiah C Healy, et al. Gray's Anatomy, The Anatomical Basis of Clinical Practice. Spain: Churchill Livingstone Elsevier; 2008. 9.Walter L. Calmbach aMH. Evaluation of Patients Presenting with Knee Pain : Part II. Differential Diagnosis. American Family Physician. 2003;68:917-22. 10.Joshua Burrill F, Christopher J. Williams F, Gillian Bain F, Gabriel Conder F, Andrew L. Hine M, Rakesh R. Misra F. Tuberculosis : A Radiologic Review. RadioGraphics 27:. 200 7;5:1255 – 73. 11.Adam Greenspan M.D. FACR. Orthopedic Imaging: A Practical Approach. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. 12.Nuttaya Pattamapaspong MD, Malai Muttarak MD, Chate Sivasomboon MD. Tuberculosis Arthritis and Tenosynovitis. Seminars in Musculoskeletal Radiology. 2011;15:459 – 69. 13. Biviji, Ayaz A. Paiement, Guy D. Steinbach, Lynne S.. Musculoskeletal manifestations of human immunodeficiency virus infection. . The Journal of the American Academy Orthopaedic Surgeon 2002;10:312 – 20. 14.Tsung-Yu Huang T-SW, Chien-Chang Yang, Ping-Cherng Chiang, Kuang-Hui Yu, Ming-Hsun Lee. Tuberculous arthritis — a fourteen-year experience at a tertiary teaching hospital in Taiwan. Journal of Microbiology, Immunology and Infection. 2007;40:493-9. 15.Berney S GM, Bishko F. . Clinical and diagnostic features of tuberculous arthritis. American Journal of Medicine. 1972;53:35-42. 16.Mateo L, Ruiz J, Olive A, Manterola J, Pe´rez R, Tena X, et al. Tuberculosis osteoarticular. Medicina Clinica. 2007;129:506 – 9. 17.Enache S PI, Anusca D, Zaharia B, Pop O. Osteoarticular tuberculosis: a ten years case review. Romanian Journal Morphology and Embryology 2005;46:67 – 72. 18.Houshian S, Poulsen S, PR R-N. Bone and joint tuberculosis in Denmark. Increase due to immigration. Acta Orthopaedica Scandinavica Journal. 2000;71:312 – 5. 19.Davies P HM, Byfield SP, Nunn AJ, Darbyshire JH,, Citron KM FW. Bone and Joint tuberculosis. A survey of notifications in England and Wales. The Journal of Bone and Joint Surgery British. 1984;66:326 – 30. 20.Shembekar A BS. Chemotherapy for osteoarticular tuberculosis. . Clinical Orthopaedics and Related Research. 2002;398:20-6. 30