ASKEP MOLA HIDATIDOSA
Posted on Mei 10, 2008 by harnawatiaj
Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
(Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b.Imunoselektif dari tropoblast
c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d.Paritas tinggi
e.Kekurangan protein
f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 238)
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Gambaran Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan "mola hidatidosa adalah :
a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut "mola hidatidosa". Pada ummnya penderita "mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostik
a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan
d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting
Pembesaran abnormal uterus
Pelunakan serviks dan korpus uteri
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai
Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fert ilisasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang
Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan :
Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus "mola hidatidosa" adalah :
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1.menetapkan prioritas masalah
2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3.menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional :
Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4.Beri posisi yang nyaman
Rasional :
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5.Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional :
Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional :
Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional :
Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1.Kaji pola tidur
Rasional :
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :
Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4.Batasi jumlah penjaga klien
Rasional :
Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5.Memberlakukan jam besuk
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional :
Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional :
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
2.Pantau suhu lingkungan
Rasional :
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional :
Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4.Berikan kompres hangat
Rasional :
Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional :
Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional :
menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
5.Beri dorongan spiritual/support
Rasional :
Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1.Kaji status nutrisi klien
Rasional :
Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional :
Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional :
Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4.Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional :
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan :
Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :
Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2.Observasi vital sign
Rasional :
Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :
Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :
Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional :
Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :
Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4.Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional :
Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional :
Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan
Sumber:
1.Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembanguna kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Pada saat ini kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Negara di Asia lainnya seperti Filipina yaitu 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian ibu tertinggi di india dan Bangladesh 440 per 100.000 kelahiran hidup.
Tinggi angka kematian hidup di Indonesia disebabkan oleh tiga factor utama yaitu, perdarahan, infeksi, dan toxemia gravidarum. Salah satu dan ketiga factor tersebut adalah perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa. Dalam mencegah terjadi kematian pada wanita ( khususnya yang mengalami perdarahan yang disebabkan karena mola hidatidosa).
Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trofloblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Kehamilan mola hidatidosa terjadi pada ibu multipara dengan kondisi kesehatan status gizi yang kurang dan lebih banyak di jumpai pada golongan sosio ekonomi rendah.
Di Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah menunjukan angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia sekitar 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan. Sedangkan di Negara barat angka kejadian ini lebih rendah di dari pada Negara-negara Asia dan amerika latin. Misalnya, Amerika Serikat 1 : 1.450 kehamilan (hertig dan Sheldon, 1978) dan di Inggris 1 : 1500 kehamilan ( Womack dan elston, 1985 )
Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian mola hidatidosa, maka perlu perawatan intensif dan tindakan pelayanan yang komprehensif melalui proses keperawatan serta melibatkan banyak sector. Pemerintah melakukan upaya diantaranya deteksi dini pada wanita serta pelayanan rujukan yang terjangkau.
Diharapkan dengan upaya tersebut , angka kematian ibu dapat ditekan menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup. Dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan perlu ditingkatkan mutunya.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada Ny. S yang mengalami kasus Mola hidatidosa.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian kepada Ny.S terkait dengan kasus yang dialaminya
b. Menegakkan diagnosa yang tepat dari hasil analisa data yang dilakukan saat pengkajian.
c. Memberikan intervensi yang lengkap kepada Ny.S untuk mengatasi masalah yang sedang dialaminya.
d. Memberikan pengetahuan berupa pendidikan kesehatan kepada Ny. S dalam mendeteksi gejala-gejala patologis saat sedang mengandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori
1. Defenisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast pada vilus kadang-kadang berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).
Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional(Bobak dkk, 2005).
2. Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah:
a. Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
b. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
c. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
e. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
3. Patofisiologi
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
b. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
c. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.
d. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
e. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).
f. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya
pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
4. Manifestasi klinis
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.
b. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di temukan di semua kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung beberapa hari saja atau secara intermitten selama beberapa minggu.
c. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
e. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan dispensi rahim.
g. Kadar β-hCG yang tinggi.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola hidatidosa:
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
c. Gejala–gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
6. Klasifikasi Mola hidatidosa
Mola hidatidosa terbagi menjadi:
a. Mola hidatidosa komplet atau klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3 % kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan Mola sebagian jauh lebih kecil dibanding kehamilan Mola komplek (Bobak dkk, 2005).
WOC Molahidatidosakomplit
Selteluryangtidakadakromosom
dibuahi 1 atau 2 selsperma
diploid ( hanya paternal )
embriotidakterbentuk
proliferasivilikorealis
vilimengandungbanyakcairan
sel2 tropoblas yang patologisberkembangdanmembengkak
gelembung2 berisicairan yang berbentukanggur
molahidatidosakomplit
b. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia
Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin (Bobak dkk,2005).
Degenerasihidropikdarivilibersifatsetempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas adalah crinkling atau scallopingdari vili dan stromal trophoblastic inclusions.
WOC Mola hidatidosaparsial
Seltelur normal
dibuahi 1 selsperma diploid atau 2 selsperma haploid
kariotipe 69XXX, 69XXY (triploid )
Hidrofikvili
hiperplasia sel-sel tropoblas
molahidatidosaparsial.
7. Komplikasi
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi padapenderita Mola hidatidosa adalah :
a. Anemia
b. Syok
c. Infeksi
d. Eklampsia
e. Tirotoksikosis
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola hidatidosa antara lain:
a. Anamnesis diantaranya :
1) Perdarahan pervaginam/gambaran Mola,
2) Gejala toksemia pada trimester I-II,
3) Hiperemesis gravidarum,
4) Gejala tirotoksikosis,
5) Gejala emboli paru.
b. Pemeriksaan fisik diantaranya:
1) Uterus lebih besar dari usia kehamilan,
2) Kista lutein,
3) Balotemen negatif,
4) Denyut jantung janin negatif.
c. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
1) Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola,
2) Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600 dengan deviasi sonde kurang dari 100,
3) Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin,
4) Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern),
5) Foto toraks pada gambaran emboli udara,
6) Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
9. PenatalaksanaanMedis
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
b. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
10. Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.
11. AsuhanKeperawatanMola Hidatidosa
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
2) Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.
3) Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu: kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa tindakan yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
4) Riwayat penyakit yang pernah dialami: kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
6) Riwayat kesehatan reproduksi: kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
7) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
8) Riwayat seksual: kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
9) Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
10) Pola aktivitas sehari-hari: kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
b. Pemeriksaan Fisik:
1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
2) Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
3) Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin(Johnson & Taylor, 2005 : 39).
c. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan denganterputusnyakontinuitasjaringan.
2) Intoleransi aktivitasberhubungandengankelemahan.
3) Gangguan pola tidur berhubungandenganadanyanyeri.
4) Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungandengan proses infeksi.
5) Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.
d. Intervensi
1) Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
Ekspresi wajah tenang,
TTV dalam batas normal.
Intervensi:
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.
Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
2). Diagnosa II: intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan:klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.
Kriteriahasil:
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi,
Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi:
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.
3). Diagnosa III: gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
Tujuan:klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.
Kriteria hasil:
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari,
Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi:
Kaji pola tidur.
Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.
Batasi jumlah penjaga klien.
Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
Memberlakukan jam besuk.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.
Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.
4). Diagnosa IV: gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan:klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital dalam batas normal,
Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.
Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.
Pantau suhu lingkungan.
Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.
Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
Berikan kompres hangat.
Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.
5). Diagnosa V: kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan:klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
Ekspresi wajah tenang,
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi:
Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.
Mendengarkan keluhan klien dengan empati.
Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.
Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
Beri dorongan spiritual/support.
Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus :
Ny. S 38 tahun, seorang ibu rumah tangga, G9P0A8, masuk rumah sakit tanggal 19 September 2011 dengan keluhan merasa hamil disertai mual muntah dan perdarahan pervaginam. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil: uterus sebesar 16 minggu, porsio tertutup, fluxus (+).
Dengan hasil pemeriksaan laboratorium: hemopoetik: normal, SGOT 444,3 U/L. T3 1,58ng/ml, T4 > 24,86 ug/dl, TSH 0,005 mLU/L, beta hCG 772,093 IU/ml, fungsi ginjal baik.
B. Pengkajian
1. Informasi umum
Nama : Ny S
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 19 september 2011
Diagnosa medik : Mola hidatidosa
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan merasa hamil disertai mual muntah dan pendarahan pervaginam
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien merasa hamil dan mual muntah, dan keluar darah pervaginam
c. Riwayat obstetric dan gynekologi
Klien dengan G9 P0 A8. Saat ini klien berada dikehamilan yang ke 9 namun sudah 8 kali mengalami keguguran dan belum mempunyai anak.
3. Pemeriksaan fisik
a. Uterus sebesar 16 minggu
b. Forsio tertutup
c. Fluxus ( + )
Hasil pemeriksaan laboratorium :
a. Hemopoetik : Normal
b. SGOT : 444,3 v/l
c. SGPT : 566,7 v/l
d. T3 : 1,58 ng/ml
e. T4 : 724,86 ug/dl
f. TSH : 0,05 ml u/l
g. ΒhCG : 772,093 IU/ml
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
DS : Klien mengatakan mual muntah.
DO : Nilai beta hCG tinggi yaitu 772,093 IU/ml
2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal
DS : Klien mengatakan masih mengeluarkan darah pervagina
Do :
Terdapat perdarahan pervagina yang abnormal
TSH : 0,05 VTV/ml
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi
DS : Klien mengatakan ia merasa hamil
DO :
Uterus sebesar 16 minggu
porsio tertutup
fluxus (+).
D. Intervensi
1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
a. Tujuan : klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi
b. Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Mual muntah teratasi
c. Intervensi
Kaji status nutrisi klien
Rasional : sebagai awal menetapkan langlah selanjutnya
Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : makan demi sedikit mampu membantu meminimalkan anoreksia.
Anjurkan makan-makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : makanan yang hangat dan bervariasi dapat membangkitkan nafsu makanan klien.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : mengevaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
Tingkatkan kenyaman lingkungan termasuk sosialisasi saat makan dan anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien.
Rasional : sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam infeksi tidak terjadi
b. Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, color, rubor, tumor dan fungsi leasa)
Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Intervensi :
Catat suhu, jumlah bau dan warna darah pervagina
Rasional : kehilangan darah berlebihan dengan penurunan haemoglobin meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi.
Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah
Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup.
Berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah
Rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak bermanfestasi selama perawatan di rumah sakit.
Anjurkan ganti pembalut bila basah atau habis BAK
Rasional : basah merupakan media kuman untuk berkembang
Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : untuk mencegah dan meminimalkan infeksi.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mengerti / paham tentang penyakitnya.
b. Kriteria hasil :
Klien tampak rileks
Klien dapat mengungkapkan tentang penyakitnya dalam istilah sederhana sesuai dengan situasi klinis.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Intervensi :
Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic
Rasional : memberi informasi, Memperjelas kesalahan konsep dan membantu menurunkan stress yang berhubungan.
Kaji ulang pengetahuan pasien tentang pengetahuan
Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
Motivasi pasien untuk menerima keadaannya
Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
Motivasi pasien untuk menerima keadaannya
Rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi stress psikologisnya.
Libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada klien.
Rasional : memberi support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny. S dengan kehamilan Mola hidatidosa pada tanggal 19 September 2011 dimana dalam memberikan asuhan keperawatan penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Masalah keperawatan yang muncul adalah : resiko kekurangan nutrisi, resiko infeksi, dan kurang pengetahuan.
1. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankankesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normalsetiap organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.
Asupan nutrisi pada ibu hamil saat trimester pertama harus termasuk keseimbangan porsi nutrisi esensial dengan penekanan pada kualitas. Asupan protein selama kehamilan ditingkatkan hingga 60 g. Ibu yang berisiko tinggi disarankan untuk melipat gandakan asupan protein yang normal. Asupan kalsium harus ditingkatkan hingga 1200 mg/hari. Kalsium diperlukan untuk perkembangan gigi dan tulang, kontraksi otot, dan penggumpalan darah janin. Ibu yang mengalami penurunan asupan nutrisi terutama protein dapat menimbulkan gejala patologis pada janin. Gejala patologis biasanya berupa mual muntah yang berlebihan, perdarahan pervagina.Mual muntah pada ibu hamil dapat menimbulkan resiko kekurangan nutrisi yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin. Mual muntah yang berlebihan disebabkan pembesaran uterus yang abnormal lebih dari pembesaran uterus saat kehamilan normal sehingga menyebabkan distensi abdomen. Biasanya pembesaran yang menunjukkan gejala patologis saat ibu hamil berada pada trimester 1. Selain itu, produksi hCG yanng meningkat dapat menyebabkan mual muntah.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal
Risiko terhadap infeksi adalah suatu kondisi dimana individu beresiko terkena agen oportunis atau patogenesis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam atau dari luar tubuh (Lynda Juall C, 1997). Faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi adalah sebagai masalah atau kondisi kesehatan yang dapat meningkatkan berkembangnya infeksi (Lynda Juall C, 1997). Menurut Marilyn E. Doengoes (1999) faktor infeksi meliputi pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan haemoglobin, leucopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tutukan).
Diagnosa ini penulis rumuskan karena penulis menemukan adanya data : ada perdarahan pervagina yang abnormal, Hb : 11,20 gr%, leukosit : 8,50 ribu/mmk, S : 37 oC, TSH < 0,05 vtv/ml. Dari data tersebut sudah dapat diangkat diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang abnormal. Apabila masalah ini tidak diatasi maka akan terjadi infeksi pada kandungannya apabila tidak segera dikeluarkan.
Diagnosa risiko infeksi penulis prioritaskan pada masalah keperawatan kedua karena merupakan keadaan yang kemungkinan bisa muncul dan menjadi suatu permasalahan dan apabila hal ini tidak dicegah maka risiko dapat menjadi aktual.
Selanjutnya untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat perencanaan dengan tujuan agar infeksi tidak terjadi dalam jangka waktu 2 x 24 jam dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada (dolor, color, rubor, tumor dan fungtio leasa), tanda-tanda vital dalam batas normal. Adapun perencanaan yang telah penulis buat adalah : catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina rasional kehilangan darah berlebihan dengan penurunan hemoglobin, meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi, pantau respon merugikan pada pemberian produk darah. Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup, berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah, rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit, Kolaborasi pemberian antibiotik rasional : untuk mencegah infeksi dan meminimalkan infeksi, anjurkan ganti pembalut bila basah habis BAK, karena basah merupakan media kuman untuk berkembang.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi
Kurangnya pengetahuan adalah : suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotorik berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Lynda Juall C,1997).
Batasan karakteristik mayor : mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan / permintaan informasi, mengeskpresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan dengan dianjurkan atau diinginan.
Batasan karakteristik minor : kurang integritas tentang rencana pengobatan ke dalam aktifitas sehari-hari, memperlihatkana atau mengekspresikan perubahan psikologis (misalnya anietas, depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau kuranginformasi.
Diagnasa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi tentang penyait dan penatalaksanannya penulis tegakkan dengan problem kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit dan penatalaksanannya karena pada saat pengkajian ditemukan data : klien mengatakan belum tahu tentang penyakit yang dideritanya saat ini.
Diagnosa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi, penulis tetapkan sebagai prioritas ketiga sesuai teori "triage konsep", dimana kurang pengetahuan merupakan masalah yang berkembang lambat dan dapat ditolerir pasien. Walaupun ditemukan masalah masalah ini harus diatasi dan perlu tindakan yang tepat apabila pasien tidak tahu tentang penyakitnya.
Untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi penulis menetapkan intervensi : jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan unduk kondisi haemoradi (curettage) rasional : memberikan informasi dapat memperjelas kesalahan konsep dan dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan, beri kesempatan bagi pasien untuk mengajukan pertanyaan rasional : memberikan klarifikasi dari konsep yang salah dari kesempatan untuk mengembangkan keterampilan koping, kaji ulang pengetahuan pasien tentang pengetahuan rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Motivasi pasien untuk menerima keadaannya rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi stress pskologisnya, libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada pasien rasional : memberikan support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami mual muntah akibat produksi Hcg yang tinggi. Produksi ini meningkat disebabkan pembesaran uterus yang abnormal lebih besar daripada pembesaran uterus biasanya. Sehingga menyebabkan distensi rahim yang bisa menyebabkan mual muntah pada penderita Mola hidatidosa. Selain itu perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan masih muda, dapat menyebabkan resiko tinggi infeksi. Resiko infeksi harus segera diatasi untuk menghindari gejala infeksi yaang dapat membahayakan bagi keselamatan wanita tersebut. Perlu pengetahuan ibu tentang beberapa gejala penyakit yang dapat menyerang ibu hamil saat berada pada usia kehamilannya yang masih baru tau berada pada Trimester 1.
B. Saran
Penulis memberikan saran untuk ibu yang sedang hamil agar intensif dalam melakukan pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya gejala patologis yang sering terjadi saat sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu harus cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak terjadi komplikasi lain pada kandungannya. Pelaku medis khususnya perawat harus memiliki sikap profesionalisme dalam bekerja dan mampu melakukan asuhan keperawatan secara tepat kepada ibu yang terdeteksi adanya kelainan seperti penderita Mola hidatidosa.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesbulapius Fakultas UI.
Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2. Jakarta: EGC
Diposkan oleh Yulius NRYN di 21.24