makalah mola hidatidosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu hal ini merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat yang utama di Negara kita. Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Angka kematian kematian ibu ibu dengan dengan kehamilan kehamilan di Indonesia Indonesia termasuk tinggi di Asia. Pada Pada setiap 2 jam terdapat satu ibu yang meninggal karena melahirkan. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu dengan kehamilan terbesar ialah Papua 730 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370 per 100.000 kelahiran, Maluku 340 per 100.000. (Warta Demografi, tahun 30, no.4, 2000). Dari data diatas meskipun ada kecenderungan menurun, tapi angka kematian ibu (AKI) penduduk Indonesia masih relatif tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2003. Tingginya angka kematian ibu diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor meliputi: perdarahan, toxemia gravidarum, dan infeksi. Salah satu dari ketiga faktor tersebut adalah perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa. Mola Hidatidosa ialah ke88hamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio. Melihat fenomena diatas maka disini penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kehamilan Dengan Mola Hidatidosa”.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam dalam makalah makalah ini adalah adalah membahas membahas mengenai mengenai penyakit penyakit molahidatidosa dan asuhan keperawatan pada pasien molahidatidosa.
1.3 Tujuan Penulisan A. Tujuan Umum Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan menjelaskan molahidatidosa dan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus molahidatidosa. B. Tujuan Khusus Pada akhir pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa 2. Mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa 3. Mengetahui dan penyebab, gejala klinis, serta penatalaksanaan dari mola hidatidosa 4. Mengetahui dan menerapakan asuhan keperawatan kepada pasien dengan kasus mola hidatidosa 1.4 Metode Penulisan Dalam metode penulisan makalah ini, penulis menggunakan beberapa literatur bukubuku dan media internet. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan makalah ini ialah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN : 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Penulisan 1.5 Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian 2.2 Klasifikasi 2.3 Etiologi 2.4 Patofisiologi 2.5 Pathway 2.6 Tanda dan Gejala 2.7 Pemeriksaan Penunjang 2.8 Komplikasi 2.9 Prognosis 2.10 Penatalaksanaan BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 3.2 Diagnosa Keperawatan 3.3 Intervensi BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo, 2003). Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan cirri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan endematus ( WahyuPurwaningsih & Siti Fatmawati, 2010). Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet) 2.2 Klasifikasi 1. Mola Hidatidosa Komplet (klasik) Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Fenomena ini disebut
sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom. 2. Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet) Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang biasa 69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan. Gambaran
Mola parsial (inkomplet)
Mola Komplet (klasik)
Jaringan embrio atau janin
Ada
Tidak ada
Pembengkakan hidatidosa pada vili
Fokal
Difus
Hyperplasia
Fokal
Difus
Inklusi stroma
Ada
Tidak ada
Lekukan vilosa
Ada
Tidak ada
2.3 Etiologi
Kekurangan vitamin A diduga kuat menjadi salah satu penyebab terjadinya mola hidatidosa, pulihnya kadar vitamin A akan menyebabkan penderita hamil anggur terhindar dari kanker dan memulihkan kesehatan, sehingga peluang untuk hamil lebih besar meskipun penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan 2. Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa. 4. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa. 5. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion. 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patofisiologi Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi blastometer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masingmasing sel membelah lagi dan menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya sehingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yangmerupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa
mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose molahidatidosa.
2.6 Tanda dan Gelaja/ Manifestasi Klinis 1. Nyeri/ kram perut 2. Muka pucat/ kekuning-kuningan (mofa face) 3. Perdarahan tidak teratur 4. Keluar jaringan mola 5. Keluar secret pervaginam 6. Muntah-muntah 7. Pembesaran uterus dan uterus lembek 8. Balotemen tidak teraba 9. Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal 10. Gerakan janin tidak terasa 11. Terdengar bunyi dan bising yang khas 12. Penurunan berat badan yang berlebihan 2.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi 2. HCG : Meningkat dari biasa 3. USG : Tidak ada gambaran janin dan denyut jantung lain 4. Uji sonde : Tidak ada tahanan 2.8 Komplikasi 1. Syok hipovolemia 2. Anemia 3. Infeksi sekunder 4. Perforasi 5. Moladesruen/ karoikarsinoma 2.9 Prognosis Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah
jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan. Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral. 2.10 Penatalaksanaan 1. Test oksitoksin dosis tinggi (Synrocinon sampai 50 unit per 500 ml larutan) 2. Histrektomi 3. Kuretase 4. Tranfuse darah 5. Antibiotik 6. Pengobatan lanjut: Pada kasus yang tidak menjadi ganas, kadar HCG menjadi turun dan menjadi negative. Pada awal pasca mola dapat dlakukan test hamil, akan tetapi setelah test hamil biasa menjadi negative, hingga perlu dilakukan pemeriksaan radioimmunoassay HCG dalam serum. Pemeriksaan ini dapat membantu menemukan hormone dalam kualitas rendah. Selain kadar HCG kluen dapat dianjurkan untuk tidak hamil dan bias menggunakan kondom, diafragma pil kontrasepsi dan dapat dilakukan kemoterapi. Tujuan dari terapi lanjut ini adalah menghindari timbulnya tumor ganas, menghindari metastase dari trofoblast, pemeriksaan hormone HCG kembali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 1. Aktivitas • Kelemahan. • Kesulitan ambulasi. 2. Sirkulasi • Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok). • Edema jaringan. 3. Eliminasi • Ketidakmampuan defekasi dan flatus. • Diare (kadang-kadang). • Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam. • Penurunan haluan urine, warna gelap. • Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen). 4. Cairan • Anoreksia, mual/muntah; haus. • Muntah proyektil. • Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk. 5. Kenyamanan/Nyeri • Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan. 6. Pernapasan • Pernapasan dangkal, takipnea. 7. Keamanan • Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal. 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan denagn pembesaran uterus. 2. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan perdarahan. 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output yang berlebihan. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan histrektomi 5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
3.3 Perencanaan dan Intervensi DIAGNOSA I : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran uterus. Tujuan : Rasa nyeri berkurang/ hilang Kriteria Hasil : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang/hilang Intervensi : 1. Observasi TTV 2. Kaji skala nyeri 3. Medikasi para nastetik (jika klien mau enjalani pembedahan) 4. Preparat analgetik (periode pasca operatif) 5. Atur posisi yang nyaman 6. Ciptakan lingkungan yang nyaman 7. Anjurkan dan ajarkan tehknik relaksasi dan distraksi 8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik DIAGNOSA II Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan perdarahan. Tujuan : Mengurangi terjadinya perdarahan yang berlanjut dan mencegah terjadinya komplikasi Kriteria Hasil : Tidak terjadinya komplikasi Intervensi : 1. Bersihkan dengan hati-hati jaringan dan bekuan darah 2. Perbaiki keadaan umum klien 3. Observasi tanda-tanda syok 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infuse, transfuse, kuratase
DIAGNOSA III
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output yang berlebihan. Tujuan : Nutrisi klien tercukupi Kriteria Hasil : Nutrisi terpenuhi Intervensi : 1. Kaji pola makan 2. Timbang berat badan setiap hari 3. Beri makan sedikit tapi sering 4. Hindari makanan yang merangsang muntah 5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang dietnya DIAGNOSA IV Resiko infeksi berhubungan dengan histrektomi Tujuan : Tidak terjadi infeksi yang memicu keganasan Kriteria Hasil : Tidak terjadinya Infeksi
Intervensi : 1. Siapkan prosedur pra pasca histrectomi, kueratase steril 2. Lakukan tekhnik antiseptic 3. Lakukan perawatan vulva 4. Kaji tanda-tanda infeksi DIAGNOSA V Ansietas berhubungan dengan pseudokiasis Tujuan : Klien merasa nyaman dan dapt menerima keadaannya
Kriteria Hasil : Klien tidak merasa cemas Intervensi : 1. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan dilakukan 2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya 3. Gunakan tekhnik komunikasi terpeutik 4. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien 5. Kolaborasi dengan ahli psikolog untuk member support mental
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet). Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45 tahun.Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara kontinyu sehingga keluarga perlu dilibatkan agar
mampu memberikan perawatan secara mandiri.Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya wanita-wanita khususnya yang berumur 35-45 tahun yang kurang mengerti tentang kehamilan mola hidatidosa. 4.2 Saran Saran yang dapat disampaikan adalah 1. Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin 2. Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang. 3. Jangan kekurangan vitamin A 4. Periksa kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda kehamilan untuk memastikan hamil anggur atau hamil normal
DAFTAR PUSTAKA Wahyu Purwaningsih, Siti Fatmawati. 2010, Asuhan Keperawatan Maternitas, Nuha Medika, Yogyakarta Dongoes. Marlin E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi : Pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. EGC : Jakarta Doengoes. Marlin, 2001, rencana asuhan keperawatan, EGC, Jakarta http://www.lusa.web.id/kehamilan-mola-hidatidosa-mola-hydatidosa/ (diakses tanggal 22 maret 2013, pukul 20.40 WIB)