TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV AIDS
DI SUSUN OLEH Liku B. Tunggeng Heriberta Tabuni Riawa
Nim : 20150821024022 20150821024022 Nim : 20150821024018 20150821024018 Nim
: 20150821024041 20150821024041
UNIVERSITAS CENDERAWASIH FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan HIV/AIDS “. Makalah ini disusun disus un untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah maternitas program study Ilmu Keperawatan Uncen. Uncen. Selain itu, penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan banyak kesalahan. Oleh karena itu kami mohon mohon kritik dan sarannya untuk menjadi lebih baik.
Jayapura, Oktober 2016
penyusun
DAFTAR ISI
Hal
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan HIV/AIDS “. Makalah ini disusun disus un untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah maternitas program study Ilmu Keperawatan Uncen. Uncen. Selain itu, penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan banyak kesalahan. Oleh karena itu kami mohon mohon kritik dan sarannya untuk menjadi lebih baik.
Jayapura, Oktober 2016
penyusun
DAFTAR ISI
Hal
2
KATA PENGANTAR
.............................................................................................
i
DAFTAR ISI
..............................................................................................
ii
1.1 Latar Belakang
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................ ....
4
1.2 Tujuan Penulis
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................ ....
5
1.3 Perumusan Masalah
........................................... ................................................................. ............................................ ........................... .....
5
2.1 Pengertian
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
6
2.2 Epidemiologi
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
8
2.3 Etiologi
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
8
2.4 Pathogenesis
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
9
2.5 penularan dari ibu ke
........................................................................................
11
2.6 manifestasi klinis
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
13
2.7 Pemeriksaan diagnostik
........................................... ................................................................. ............................................ ........................
17
2.8 Pencegahan
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
22
2.9 Asuhan Keperawatan
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................. .....
25
3.1 Kesimpulan
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................ ....
31
3.2 Saran
.......................................... ................................................................ .............................................. ............................ ....
31
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................
32
BAB1 PENDAHULUAN
BABII PEMBAHASAN
bayi
BAB III PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan.
3
Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS. HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik . Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome/kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyebab penyakit dan kematian yang terkemuka di kalangan perempuan dan anak-anak di negara-negara dengan tingkat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) yang tinggi. Transmisi HIV dari ibu ke anak (Mother To Child Transmission – MCTC) adalah rute infeksi HIVpada anak yang paling signifikan. Beberapa intervensi telah terbukti efektif dalam mengurangi MTCT termasuk pilihan persalinan secara caeseran, substitusi menyusui dan terapi antiretroviral selama kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Jika intervensi ini diterapkan dengan benar maka dapat mengurangi MTCT sebesar 2% . Orang-orang yang terinfeksi positif
HIV yang mengetahui status mereka mungkin dapat
memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa banyak pasangan yang harus didorong untuk melakukan tes HIV untuk memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah memiliki hubungan seksual dengan seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero positif HIV
Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua pengaturan perawat klinis. Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis. Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tantang pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada orang-orang dengan atau berisiko untuk HIV.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat : a.
Memahami tentang penyakit HIV/AIDS
b.
Mengetahui bagaimana epidemiologi HIV/AIDS
c.
Mengetahui etiologi pada HIV/AIDS 4
d.
Memahami patoghenesis pada HIV/AIDS
e.
Memahami manifestasi klinis pada HIV/AIDS
f.
Mengetahui cara pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
g.
Memahami pengobatan HIV/AIDS
h.
Mengetahui pencegahan HIV/AIDS
i.
Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
1.3 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain : a.
Apa pengertian HIV/AIDS ?
b.
Bagaimana epidemiologi HIV/AIDS)?
c.
Bagaimana etiologi pada HIV/AIDS?
d.
Bagaimana patoghenesis pada HIV/AIDS?
e.
Bagaimana manifestasi klinis pada HIV/AIDS?
f.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS?
g.
Bagaimana pengobatan HIV/AIDS?
h.
Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?
i.
Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem
kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun untuk orang yangterinfeksi HIVhingga berkembang menjadiAIDS; obat antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh.HIV ditularkan melalui hubungan seksual(anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan menyusui. Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh, setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari ( morning sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG. 5
Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV selama kehamilan adalah mereka yang berperilaku seks bebas dan mungkin karena penyebab biologis yang tidak diketahui. Sebagaimana diketahui penderita HIV ( Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia, terutama di Afrika dan Asia. Diperkirakan dewasa ini terdapat puluhan juta penderita HIV/AIDS. Sekitar 80% penularan terjadi melalui hubungan seksual, 10% melalui suntikan obat (terutama penyalahgunaan narkotika), 5% melalui transfusi darah dan 5% dari ibu melalui plasenta kepada janin (transmisi vertikal). Angka terjadinya transmisi vertikal berkisar antara 13-48%. Pada pemeriksaan antenalal (ANC), pada ibu hamil biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penyakit menular seksual. Namun, ibu hamil memiliki otonomi untuk menyetujui atau menolak pemeriksaan terhadap HIV, setelah diberikan penjelasan yang memuaskan mereka dan dokter harus menghormati otonomi pasiennya. Bagi ibu hamil yang diperiksa dan ternyata HIV sero-positif, perlu diberi kesempatan untuk konseling mengenai pengaruh kehamilan terhadap HIV, risiko penularan dari ibu ke anak, tentang pemeriksaan dan terapi selama hamil, rencana persalinan, masa nifas dan masa menyusui. Kerahasiaan perlu dijaga dalam melaporkan kasus-kasus HIV sero-positif. Dalam hal ini diserahkan kepada ibu bersangkutan untuk menyampaikan hasilnya kepada pasangannya, perlu dipertimbangkan untuk ruginya membuka status. Tentulah dalam memabuka status ini akan berpengaruh terhadap hubungannya dengan keluarga, teman-teman, dan kesempatan kerja, juga berkurangnya kepercayaan pasien terhadap dokternya. Untuk pasangan infertil yang menginginkan teknologi reproduksi yang dibantu dan salah satu atau keduanya terinfeksi HIV adalah etis, jika kepada mereka diberikan pelayanan tersebut. Dengan kemanjuan pengobatan masa kini, penderita HIV dapat hidup lebih panjang dan risiko penularan dari ibu ke anak berkurang. Kasus HIV dan AIDS disebabkan oleh transmisi heteroseksual. Kehamilan pada ibu dengan AIDS menimbulkan dilema, yaitu perkembangan penyakit, pilihan penatalaksanaan, dan kemungkinan transmisi vertikal pada saat persalinan. Transmisi infeksi lewat plasenta ke janin lebih dari 80%. 6
Antibodi ibu
melewati plasenta, dan dapat diteliti melalui uji lab. Uji antiboti bayi dapat menentukan status HIV ibu. Uji terbaru untuk bayi adalah reaksi rantai polimer ( polymerase chain reaction, PCR) yang mengidentifikasi virus HIV neonatus. Diperlukan pemeriksaan virus HIV yang terintegrasi pada pemeriksaan rutin ibu hamil untuk melindunginya.
2.2 Epidemiologi
Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum diketahui. Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV. Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung 20 tahun. Sejak tahun 2000 epidemi tersebut sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalens > 5%), yaitu pengguna Napza suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. Situasi penularan ini disebabkan kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril dan transmisi seksual di antara populasi berisiko tinggi. Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat umum (dengan prevalens > 1%). Situasi di Tanah Papua menunjukkan tahapan telah mencapai generalized epidemic.
2.3 Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat d itularkan selama hidup penderita tersebut 7
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Cara penularan HIV: 1.
Melakukan penetrasi seks vaginal ,anal,dan oral yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu – satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2.
Melalui pajanan darah yang terinfeksi Hiv yang diterima selama transfusi darah, Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi.
3.
penularan dari ibu ke anak, Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
2.4 Pathogenesis
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, semen, cairan vagina, dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu secara; seksual hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur perinat al, dan menyusui. Transmisi human immunodefiency virus (HIV) terjadi terutama melalui pertukaran cairan tubuh (misalnya darah, semen, peristiwa perinatal). Depresi berat pada sistem imun selular menandai sindrom immunodefiensi didapat (AIDS). Walaupu populasi berisiko tinggi telah didokumentasi dengan baik,semua wanita harus dikaji untuk mengetahui. Begitu virus HIV memasuki tubuh, serum HIV menjadi positif dalam 10 minggu pertama pemaparan. Walaupun perubahan serum secara total asimptomatik, perubahan ini disertai viremia, respons tipe-influenza terhadap infeksi HIV awal. Gejala meliputi demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeri tenggorok, dan ruam dan dapat menetap selama dua sampai tiga minggu. Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati dil uar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada suatu 8
penelitian ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a.
Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa dan indonesia tingkat homoseksual penderita AIDS,paling banyak berumur antara 20-40 tahun. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan pada saat berhubungan secara anogenital. b.
Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksua a. Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga t erjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%. - Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat t rasfusi darah adalah lebih dari 90%. b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
C . window period
Window period atau masa jendela adalah periode antara masuknya virus HIV hingga terbentuknya antibody yang dapat di deteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Periode ini selama 12 minggu, meski hasil pemeriksaan laboratorium nya masih negatif, namum pasien sangat infeksius,sangat mudah menularkan HIV pada orang lain. 9
2.5 Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi sebagai berikut :
1) Penularan HIV selama kehamilan Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama kehamilan : 5 – 10 %. HIV tidak menular melalui plasenta ke janin. Plasenta melindungi bayi dari HIVtetapi perlindungan menjadi tidak efektif bila ibu : a. Mengalami infeksi firal yang lain, bakterial dan parasit ( terutama malaria ) pada plasenta selama kehamilan b. Terinfeksi HIV selama kehamilan membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu c. Mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun berkaitan dengan A IDS d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara ta k langsung berkontribusi untuk penularan dari ibu kepada anak 2) Penularan HIV selama proses kelahiran Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama proses persalinan : 10 – 20 %. Bayi yang terinfeksi dari ibu, mempunyai risiko lebih tinggi pada saat dilahirkan. Kebanyakan bayi tertular HIV pada proses kelahiran, didapat melalui proses menelan atau mengaspirasi darah ibu atau sekresi vagina. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu keanak selama proses melahirkan adalah : a. Lama robeknya selaput ketuban seringkali dalam bentuk ketuban pecah dini (KPD) b. Chorioamnionitis akut (disebabkantidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya) c. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu misalnya episiotomi, EF (ekstraksi forceps), EV (ekstraksi vacum) d. Anak pertama dalam kelahiran kembar 3) Penularan HIV setelah persalinan (saat pemberian ASI) Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama menyusui : 5 – 20 % rata rata : 15 %. HIV berada dalam ASI, tetapi konsentrasi virus lebih rendah dari pada dalam darah. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari : a. Pola pemberian ASI, yaitu bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian susu kombinasi (ASI dan susu formula) b. Patologi payudara seperti mastitis, robekan puting susu, perdarahan puting susu dan infeksi payudara lainnya c. Lamanya pemberian ASI, yaitu semakin lama maka semakin besar kemungkinan infeksi d. Status kekebalan tubuh ibu seperti kondisi AIDS stadium lanjut e. Status gizi ibu yang buruk 4) Waktu penularan HIV selama pemberian ASI : 10
a. Penularan dapat terjadi selama masa menyusui b. Sekitar 70% penularan pasca kelahiran terjadi pada 4 – 6 bulan pertama c. HIV di deteksi dikolostrum dan susu ibu tetapi risiko relatif dari penularan tak perna pasti d. Risiko bersifat kumulatif ( makin panjang masa pemberian ASI, makin besar risiko ). Risiko keseluruhan dari penularan melalui ASI adalah sebesar 10% diatas 24 – 36 bulan pemberian ASI
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap : 1.
Tahap dini, fase akut , ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2.
Tahap menengah, fase kronik , berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3.
Tahap akhir, fase krisi s, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS . Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua
orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µ l sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )
11
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sama dengan wanita tidak hamil atau orang dewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Gejala dari infeksi akut HIV terjadi sekitar 50% kepada seseorang yang baru terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan umumnya hampir sama dengan infeksi virus lainnya antara lain :
Demam
malaise
ruam
myalgia
sakit kepala kehilangan nafsu makan
Penderitadengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A atau B dianggap menderita HIV. a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/r emaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. 2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ) 3. 3.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. 12
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : 1. Angiomatosis Baksilaris 2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) 4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. 5. Leukoplakial yang berambut 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada le bih dari satu dermaton saraf. 7. Idiopatik Trombositopenik Purpura 8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii c. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : 1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus 2. Kanker serviks inpasif 3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata 4. Kriptokokosis ekstrapulmoner 5. Kriptosporidosis internal kronis 6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) 7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) 8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) 9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner ) 11. .Isoproasis intestinal yang kronis 12. Sarkoma Kaposi 13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak 14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner 15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) 16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 17. Pneumonia Pneumocystic Cranii 18. Pneumonia Rekuren 19. Leukoenselophaty multifokal progresiva 20. Septikemia salmonella yang rekuren 21. Toksoplamosis otak 13
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
STADIUM KLINIS INFEKSI HIV MENURUT WHO
Berat Badan
STADIUM 1
STADIUM 2
STADIUM 3
STADIUM
ASIMTOMATIK
SAKIT RINGAN
SAKIT SEDANG
SAKIT BERAT
Penurunan Bb >
Sindrom
10 %
Wasting
-Kandidiasis
-Kandidiasis
Tidak
Ada Penurunan Bb 5
Penurunan Bb Gejala
– 10 %
Tidak
Ada -Keilitis
Gejala
Atau Angularis
Oral
Hanya
-Prurigo
Vagian
Limfadenopati
-Herpes Zoster
-Oral
Persisten
4
Atau Osefagus -Herpes Simplek Hairy -Limfoma
Leukoplakia
-Sarkoma
-Diare
Kaposi
- Demam Tanpa -Kanker Servix Sebab
-Rinitis Cytomegalovirus
-Ispa Berulang
-Pneumoni
-Tb Ekstra Paru
-Ulkus
-Tb Paru
-Abses Otak
-Gingvitis
-Meningitis
Mulut
Berulang
-Encefalopati -Gangguan Neurologis Yang Tidak Ketahui Penyababnya.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Test antibody HIV : 1. Rdt 2. Elisa 3. Western Blot Test Antigen : 1. Pcr 2. Rna-Dna 14
Di
Uji HIV pada Wanita Hamil
DEPKES RI telah merekomendasikan skrining rutin HIV secara suka rela pada ibu hamil sejak tahun 2001. Banyak dokter telah mengadopsi kebijakan universal opt-out skrining HIV (yang berarti bahwa pengujian adalah otomatis kecuali jika wanita secara khusus memilih untuk tida k di uji) pada wanita hamil selama tes kehamilan rutin dan telah dieliminasi persyaratan untuk konseling sebelum uji dilakukan dan persetujuan tertulis untuk tes HIV. Identifikasi dini pada wanita hamil memungkinkan untuk pemberian pengobatan terapi antiretroviral untuk mendukung kesehatan dan mengurangi risiko penularan ba yinya. Tes HIV direkomendasikan Tes HIV direkomendasikan untuk semua wanita hamil pada kunjungan prenatal pertama. Tes HIV kedua, selama trimester ketiga sebelum 36 minggu kehamilan, juga dianjurkan bagi wanita yang berisiko, tinggal di daerah prevalensi HIV tinggi, atau memiliki tanda-tanda atau gejala yang konsisten dengan infeksi HIV akut. Jika seorang wanita yang berstatus HIV belum didokumentasikan ketika dia tiba saat persalinan dan melahirkan, tes cepat HIV harus ditawarkan.
2.8 .STRATEGI PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK ( PMTCT )
Upaya pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke anak di laksanakan secara terintegrasi dan komprehensif, yang meliputi :
Test dan Konseling
Sesuai dengan program pemerintah bahwa setiap ibu hamil wajib di lakukan pemeriksaan HIV tetapi harus melalui proses konseling. Konseling wajib diberikan pada setiap pasien/ibu hamil sebelum dan sesudah diperiksa spesimen darahnya untuk tes HIV. Konseling harus dilakukan secara tatap muka induvidual.
Isi konseling pada ibu hamil,berdasarkan hasil tes,sebagai berikut :
1. Hasil tes HIV “ non-reaktif” atau negatif:
Penjelasan tentang masa jendela/window period
Pencegahan untuk tidak terinfeksi dikemudian hari
Risiko penularan HIV dari ibu ke anak
Konseling dan edukasi pasangan dan anjuran agar pasangan melakukan tes HIV
2. Hasil tes HIV “reaktif” atau positif: 15
Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan
Penjelasan tentang rencana pemberian terapi ARV, kepatuhan minum obat serta dimana obat ART bisa didapat.
Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya dukungan gizi yang memadai untuk ibu hamil, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat.
Rencana pilihan persalinan
Rencana pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya
Konseling hubungan seksual selama kehamilan (absatinensia, saling setia atau menggunakan kondom secara benar dan konsisten)
Tes HIV bagi bayi
Konseling dan Tes HIV bagi pasangan
Informasi tentang keberadaan orang kelompok dukungan sebaya ODHA yang dapat dihubungi, nama dan nomor telepon klinik/rumah sakit rujukan ODHA
Rujukan bila diperlukan.
Kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan
3. Penjelasan mengenai hasil indeterminate (meragukan) : tes perlu diulang dengan spesimen baru setelah dua minggu, tiga bulan, enam bulan dan setahun. Bila sampai satu tahun hasil tetap “ indeterminate” dan faktor risiko rendah, hasil dapat dinyatakan sebagai “non-reaktif”. Konseling diberikan seperti pada penjelasan hasil tes non-reaktif dan reaktif. Bila terdapat reaksi psikologis, misalnya pasien menolak hasil pemeriksaan atau marah yang terkait dengan diagnosis HIV, maka diperlukan konseling khusus. Pada keadaan ini, petugas kesehatan lebih baik mendengarkan dan mengarahkan pencehagan penularan ke bayi serta tidak membuat keputusan untuk pasien. Bila diperlukan, dapat ditawarkan rujukan untuk konseling kepada psikolog atau konselor lain.
Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi untuk pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak dan anak, yaitu dengan 4 prong: 1. pencegahan primer infeksi pada wanita usia subur.terinfeksi HIV/AIDS. 2. Pencegahan kehamilan yang tidak di inginkan pada perempuan terinfeksi HIV. 3. Pencegahan penularan HIV dari perempuan terinfeksi HIV ke bayi nya. 4. Menyelenggarakan perawatan dan dukungan untuk perempuan terinfeksi HIV dan kel uarganya.
PRONG 1
pencegahan primer infeksi pada wanita usia subur.terinfeksi HIV/AIDS. 16
Perubahan perilaku pada populasi umum dan pasangannya.
Pemberian informasi , pendidikan , konseling , dan test Hiv , pelayanan pencegahan HIV.
Penatalaksanaan ims yang baik.
Menurunkan resiko tranfusi darah yang tidak aman.
Promosi kondom.
Meningkatkan keikutsertaan pasangan dalam diskusi seks aman pada konseling dan test HIV.
PRONG 2 Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan dengan HIV
Pada prinsipnya setiap perempuan perlu merencanakan kehamilannya, namun pada perempuan dengan HIV perencanaan kehamilan harus dilakukan lebih hati-hati dan matang karena adanya risiko penularan HIV kepada bayinya.
Pencegahan dan Penundaan Kehamilan pada Ibu dengan HIV
Penggunaan kontrasepsi harus segera dibicarakan dengan setiap perempuan dengan HIV setelah diagnosisnya ditegakan. Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut: 1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi dengan adanya risiko penularan HIV ke bayi bila ibu dengan HIV sudah memilki jumlah anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap. 2. Kontrasepsi jangka panjang Perencanaan Kehamilan
Bila perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan ingin punya anak, maka kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Persyaratan mencakup aspek medis dan aspek sosial sebagi berikut. Aspek medis meliputi hal-hal sebagai berikut : Viral load tidak terdeteksi: bial viral load sudah tidak terdeteksi, maka kemungkinan
penularan HIV dari ibu ke bayi rendah Kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm : kadar CD4 yang tinggi merupakan tanda bahwa
kekebalan tubuh ibu cukup baik dan layak untuk hamil. Dengan kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm maka ibu akan rentan terhadap infeksi sekunder yang akan membahayakan ibu dan janin di masa kehamilannya. Aspek sosial mencakup hal-hal dibawah ini : 17
Perencanaan kehamilan oleh pasangan: kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan)
benar-benar memahami risiko dan konsekuensi kehamilan, persalinan dan aspek pengasuhan anak. Kesepakatan/persetujuan dari keluarga: untuk menghindari penelantaran pengasuhan
anak di kemudian hari akibat keterbatasan orang tua yang menderita HIV, perlu dipertimbangkan adanya persetujuan keluarga agar bersedia mengasuh anak tersebut apabila terjadi kendala pada orangtuanya. Persiapan perempuan dengan HIV yang ingun hamil seperti berikut: Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui apakah sudah layak untuk
hamil. Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dar i 350 sel/mm3, sanggama tanpa
kontrasepsi dapat dilakukan, terutama pada masa subur. Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV secara teratur dan disiplin
minimal selama sanggama. Persiapan pasangan dari perempuan dengan HIV yang ingin hamil: Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka kapanpun boleh sanggama
tanpa kondom, setelah pihak perempuan dipastikan layak untuk hamil. Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan pemeriksaan viral load, untuk
mengetahui risiko penularan. Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan pada masa
subur pasangan. Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm3, maka sebaiknya
rencana kehamilan ditunda dulu.
PRONG 3 Pencegahan penularan HIV dari perempuan terinfeksi HIV ke bayi nya.
Kegiatan dalam strategi yang ketiga antara lain :
Pastikan wanita HIV mempunyai akses ke sistem pela yanan antenatal.
Sediakan pelayanan antiretroviral pada perempuan hamil terinfeksi HIV dan bayinya ,disertai konseling aderance.
Pertolongan persalinan yang aman.
Konseling dan dukungan bagi pemberian makanan bayi yang aman.
Pemberian ARV pada Ibu Hamil dengan Infeksi HIV 18
Merujuk pada pedoman mutakhir, semua ibu hamil dengan HIV diberi terapi ARV, tanpa harus memeriksakan jumlah CD4 dan viral load terlebih dahulu, karena kehamilan itu sendiri merupakan indikasi pemberian ARV yang dilanjutkan seumur hidu. Pemer iksaan CD4 dilakukan untuk memantau pengobatan. Untuk memulai terapi ARV perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: 1. Persiapan klien secara fisik dan mental untuk menjalani terapi melalui edukasi pra pemberian ARV. 2. Bila terdapat infeksi oportunistik maka infeksi tersebut perlu diobati terlebih dahulu. Terapi ARV baru bisa diberikan setelah infeksi oportunistik diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu sampai dua bulan pengobatan) 3. Prolaksis kortimoksazol diberikan pada stadium klinis 2,3,4 dan atau CD4 <200. Untuk mencegah PCP, Toksoplasma, infeksi bacterial ( pnemonia, diare) dan berguna juga untuk mencegah malaria pada daerah endemis. 4. Pada ibu hamil dengan tuberkolosis OAT selalu diberikan mendahului ARV sampai kondisi klinis pasien memungkinkan (kira-kira dua minggu sampai dua bulan) dengan fungsi hati baik memulai terapi ARV. Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR, yaitu sebagai berikut : 1. Siap menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV terhadap infeksi HIV 2. Adherence: kepatuhan minum obat 3. Disiplin: minum obat dan kontrol ke dokter 4. Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi 5. Rajin: memeriksakan diri.
Protokol Pemberian Terapi Antiretroviral ( ARV ) Untuk Ibu Hamil Dengan HIV
Secara umum yang di rekomendasikan untuk ibu hamil Hiv positif adalah terapi mengunakan
kombinasi 3 obat ( 2 NRTI + 1 NNRTI ). Panduan obat ARV kombinasi dosis tetap ( FDC) : TDF + T3C + EFV. Untuk ibu hamil yang status Hiv nya diketahui sebelum kehamilan dan sudah mendapatkan ARV ,
maka ARV tetap di teruskan dengan panduan obat yang sama seperti sebelum hamil . Untuk ibu hamil yang status HIV nya di ketahui saat kehamilan segera berikan ARV tanpa melihat
umur kehamilan , berapapun nilai CD4 dan stadium klinis. Untuk ibu hamil yang status HIV nya diketahui dalam persalinan segera berikan ARV , pilihan obat
sama dengan ibu hamil dengan HIV lainnya. 19
Perencanaan Persalinan Aman bagi Ibu dengan HIV
Tujuan persalinan aman bagi ibu hamil dengan HIV adalah menurunkan risiko penularan H IV dari ibu ke bayi, serta risiko terhadap ibu, tim penolong (medis?no-medis) dan pasien lainnya. Persalinan melalui bedah besar berisiko lebih kecil untuk penularan terhadap bayi, namun menambah risiko lainnya untuk ibu. Risiko penularan pada persalinan per vaginam dapat diperkecil dan cukup aman bila ibu mendapat pengobatan ARV selama setidaknya enam bulan dan/atau viral load kurang dari 1000 kopi/mm3 pada minggu ke 36. Tabel 8 menampilkan keuntungan dan kerugian kedua jenis persalinan.
Tabel : Keuntungan dan Kerugian Jenis Persalinan Metode Persalinan
Per vaginam
Keuntungan
1. Mudah dilakukan di
Risiko penularan pada bayi
sarana kesehatan
relatif tinggi 10-20%,
yang terbatas
kecuali ibu telah minum
2. Masa pemulihan
ARV teratur > 6 bulan atau
pasca persalinan
diketahui kadar viral load <
singkat
1000 kopi/mm3 pada
3. Biaya rendah Seksio sesarea elektif
Kerugian
1. Risiko penularan
minggu ke 36. 1. Lama perawatan
yang rendah (2-4%)
bagi ibu lebih
atau dapat
panjang
mengurangi risiko
2. Perlu sarana dan
penularan sampai
fasilitas pendukung
50-60%
yang lebih memadai
2. Terencana pada minggu ke 38
3. Risiko komplikasi selama operasi dan pasca operasi lebih tinggi 4. Ada risiko komplikasi anestesi 5. Biaya lebih mahal
20
Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan persalinan yang optimal pada ibu dengan HIV: 1. Pelaksanaan persalinan, baik melalui seksio sesar ea atau per vaginam. Perlu memerhatiakn kondisi fisik ibu dan indikasi obstertik. 2. Ibu hamil dengan HIV harus mendapatkan informasi sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan pervaginam ataupun melalui seksio sesarea. 3. Tindakan menolong persalinan ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea harus memperhatikan kewaspadaan umu yang berlaku untuk semua persalinan.
Persalinan untuk ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea dapat dilakukan di semua fasilitas kesehatan yang mampu tanpa memerlukan alat pelindung diri khusus, selama fasilitas tersebut melakukan prosedur kewaspadaan standar.
Pemberian ARV dan Kortimoksasol Profilaksis pada Bayi
Pemberian ARV pada bayi mengikuti Pedoman HIV pada Anak (2013). Sejak ARV dimulai, diperlukan kepatuhan terhadap aturan pemberian obat setiap hari, karena ketidakpatuhan merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan. Persiapan amat penting dilakukan sebelum memulai pemberian ARV, yaitu persiapan pengasuh bayi dan faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan. Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI ekslusif maupun susu formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama (umur 12 jam), selama enam minggu. Prolaksis kortimoksazol dapat dihentikan pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan Tidak tertular HIV (setelah ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi pada usia sesuai). Pada
anak umur 1 sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV, cortimoksazol profilaksis dihentikan jika CD4>25%.
Pelayanan Imunisasi
Prinsip umum semua vaksinasi tetap diberikan seperti pada bayi lainnya, termasuk memberikan vaksin hidup ( BCG,Polio Oral, Campak), kecuali bila terdapat gejala klinis infeksi HIV. Jadwal pemberian imunisasi mengikuti buku KIA terbaru. Tidak boleh ada pelabelan HIV, namun kewaspadaan standar tetap dilakukan.
Pemberian Nutrisi bagi Bayi dari Ibu dengan HIV
Pemberian nutrisi yang dianjurkan bagi bayi yang belum diketahui status HIV-nya sebagai berikut: 21
1. Konseling pemilihan makanan bayi yang terkait risiko penularan HIV diberikan sejak sebelum persalinan 2. Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah mendapat informasi dan konseling secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil seorang ibu haruslah didukung. 3. Pilihan yang diambil haruslah antara ASI saja ata u susu formula saja (bukan mixed feeding). 4. Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula, karena memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV kepada bayi. Hal ini karena susu formula adalah benda asing yang dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus dan mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran darah bayi. 5. Ibu dengan HIV boleh memberikan susu formula bagi bayinya yang HIV negatif atau tidak diketahui status HIV-nya, jika SELURUH syarat AFASS (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana, acceptable/dapat diterima, sustainable/berkesinambungan dan safe/aman) dapat dipenuhi. Pemenuhan syarat AFASS ditandai dengan adanya:
Rumah tangga dan masyarakat yang memiliki jaminan atas akses air bersih dan sanitasi yang baik.
Ibu atau keluarganya sepenuhnya mampu menyediakan susu formula dalam jumlah cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak
Ibu atau keluarganya mampu menyiapkan susu formula dengan bersih dan dengan frekuensi yang cukup, sehingga bayi aman dan terhindar dari diare dan malnutrisi.
Ibu atau keluarganya dapat memenuhi kebutuhan susu formula secara terusmenerus sampai bayi berusia 6 bulan
Keluarga mampu memberikan dukungan dalam proses pemberian susu formula yang baik.
Ibu atau keluarganya dapat mengakses pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi bayinya,
6. Bila syarat-syarat pada butir 5 terpenuhi maka susu formula dapat diberikan dengan cara penyiapan yang baik( lihat lampiran 4). Di negara berkembang, syarat tersebut sulit dipenuhi, karena itu WHO menganjurkan pemberian ASI, yang cukup aman selama ibu mendapat terapi ARV secara teratur dan benar. 7. Untuk melakukan penghentian ASI, (setelah syarat pada butir 5 terpenuhi) bayi dapat secara total diberi susu formula,sehingga produksi ASI akan terhenti seca ra berangsur. Sementara menunggu terhentinya produsi ASI, untuk menghindari terjadinya mastitis pada payudara ibu, ASI diperah dengan frekuensi yang dikurangi secara bertahap hingga produksi ASI terhenti. ASI perah tersebut tidak diberikan kepada bayi. 22
8. Pada bayi yang diberi ASI, bila setelah enam bulan syarat -syarat pada butir 5 belum dapat terpenuhi maka ASI tetap dapat diberikan dengan cara diperah atau dipanaskan (heat treated) dan diberikan dengan menggunakan gelas kaca atau gelas/botol plastik No 5 (PP/Polypropilen), sementara bayi mulai mendapat makanan pendamping seperti biasa (lihat lampiran 4). Pada usia 12 bulan ASI harus dihentikan san makanan keluarga diberikan sebagai sumber nutrisi utama. Jika bayi telah diketahui HIV positif :
Ibu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI ekslusif sampai bayi berumur enam bulan
Mulai usia enam bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan ASI tetap dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun.
PRONG 4 Menyelenggarakan perawatan dan dukungan untuk perempuan terinfeksi HIV dan keluarganya
Meliputi:
Pelayanan medik dan perawatan.
Konseling lanjutan
Penangganan IO
pelayanan paliatif dukungan psikososial
pengurangan stigma dan diskriminasi.
23
24
PATOFISIOLOGI
KontakdenganDarah,
Hivberikatanlinfosit,
HIV masukkedalamTubuh
KontakSeks, KontakibuBayi
Hivberdifusidengan CD4
makrofak, monosit
RNA
IntegrasibDANvirus
genomdilepaskesitop
+protpada T4
Tunas virus
Virion HIV
CD 4+
masukkesitoplasm
Sel B dihasilkan,
ResponImun
AIDS
baruterbentuk
Inti virus
RAN virus - DNA
dihasilkan
Diferensiasidalam
Penurunan IGM, IGG
plasma
Mudahnyatransmisipe
systemkekebalantubuh
Isolasisosial
nularan
RentanInfeksi
GangguanHa rgadiri
Pengeluaran mediatorkimia
Aktifkan flora normal
Peningkatansikotinin
ResikoInfeksi
Pirogenindongen
Paru2 Saluranpencerna Eksudat
Set
Mukosateriritasi
suhutubuholehhipota GangguangJlnNafas
Inhalasidanekshalasite
Demam
KetidakEfektifant
BakteriMudahMasuk
Pelepasanasam amino
PeristaltikMeningkat
Keefektifankebersiha
Suplai O2 menurun
n alannafas
ermoregulasi
Metabolisme protein BB
Absopsi air dannut
Metabolismeselmenurun
NutrisiKurangdarike Sesaknafas
ATP - Kelemahan
IntoleranAktivitas Ketidakefektifanpolanafas
25
butuhan
ResikoKeseimban nelektrolit
26
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Biodata Klien 2. Riwayat Penyakit Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes : Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital. Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus) 3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif) a) Aktifitas / Istirahat -
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
-
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ). 27
b) Sirkulasi -
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
-
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego -
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
-
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi -
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
-
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e)
Makanan / Cairan
-
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
-
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
f)
Hygiene
-
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
-
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro -
Gejala
:
Pusing,
sakit
kepala,
perubahan
status
mental,kerusakan
status
indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan. -
Tanda
:
Perubahan
status
mental,
ide
paranoid,
ansietas,
refleks
tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang. h) Nyeri / Kenyamanan -
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
-
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i)
Pernafasan
-
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
-
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j)
Keamanan
-
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
28
-
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas -
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
-
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l)
Interaksi Sosial
-
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma A IDS.
-
Tanda : Perubahan interaksi. B.
Diagnosa Keperawatan
HIV
1. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan
imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan. 3.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.
AIDS
1.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).
2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi. 3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
29
C. Perencanaan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi, tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari kondisi infeksi.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
pasien dan orang terdekat sebelum dan sesudah
Mengurangi resiko kontaminasi silang.
seluruh kontak perawatan dilakukan. Berikan lingkungan bersih dan berventilasi.
Mengurangi patogen pada system imun.
Pantau TTV, terutama suhu.
Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari
demam
yang
terjadi
untuk
menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi. Selidiki keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan penglihatan.
Ketidak normalan neurologis umum dan mungkin di hubungkan dengan HIV ataupun infeksi sekunder.
Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir lebih baik
Mengurangi
resiko
tranmisi
bakteri
daripada dipotong dan hindari memotong pathogen melalui kulit. kutikula. Periksa
adanya
luka/lokasi
alat
invasif,
perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi local.
Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder
dapat
mencegah
terjadinya
sepsis. Bersihkan percikan cairan tubuh/darah dengan
Mengontrol
mikroorganisme
larutan pemutih.
permukaan kertas.
pada
Kolaborasi
Patau studi laboratorium. Mis. Periksa darah,
Dilakukan 30
untuk
mengidentifikasi
urin, sputum dan lain-lain.
demam.
Berikan antibiotik, antijamur dan anti mikroba.
Mengahambat proses infeksi.
Seperti pentamidin atau AZT/retrovir.
2.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin. Tujuan : Pasien mengetahui pengertian, penyebab, akibat dan penatalaksanaan penyakit HIV dan AIDS.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan, melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan perawatan. INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Berikan informasi mengenai system/respon Pasien perlu waspada terhadap resiko bagi imun normal dan bagaimana efek dari HIV,
dirinya sendiri sama seperti resiko bagi bayi
penyebaran virus, factor yang diyakini dapat
dan orang lain disekitarnya.
meningkatkan
kemungkinan
progresifitas
penyakit. Berikan informasi yang realistis optimis Perlu untuk memberikan harapan yang selama kontak dengan pasien.
realistis, untuk mengurangi resiko bunuh diri.
Tinjau
tanda-tanda/gejala
yang
mungkin
menjadi konsekuensi dari infeksi HIV.
Pasien mungkin mengalami penyakit akut 2-6 minggu selama terinfeksi.
Tekankan perlunya memperhatikan seks yang
Membatasi penyebaran virus. Mengerangi
lebih aman dan juga perlunya menghindari pemajanan penggunaan obat-obatan IV terlarang.
yang
sesuai
dengan
agen
infeksi/sters
tamabahan pada system imun.
Berikan informasi mengenai perubahan gaya hidup
pada
factor
yang
membantu mempertahankan kesehatan.
Bukti khusus
menunjukkan dan
factor
bahwa gaya
diet
yang
hidup
dapat
berpengaruh pada perkembangan infeksi HIV sampai AIDS.
Diskusikan strategi penatalaksanaan terhadap Keterlibatan gejala-gejala
dan
tanda-tanda
yang
terus
menerus. Dorong
pasien
dalam
perawatan
meningkatkan kerja sama dan kepuasan dalam perawatan.
kontak
keluarga, dan teman.
dengan
orang
terdekat,
Banyak yang merasa takut mengungkapkan pada orang terdekat, keluarga dan teman karena takut ditolak. 31
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ). Tujuan : Mempertahankan massa otot yang adekuat dan mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit. Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji kemampuan mengunyah, merasakan, dan
lesi mulut, tenggorokan, dan esophagus
menelan.
dapat menyebabkan disfagia (penurunan
Mandiri
kemampuan
mengolah
makanan
dan
mengurangi keinginan untuk makan). Aukultasi bising usus.
Hipermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan di hubungkan dengan muntah dan diare, yang mempengaruhi pilihan diet.
Timbanng berat badan sesuai kebutuhan.
Indicator
kebutuhan
nutrisi/pemasukan
yang adekuat. Berikan perawatan mulut yang terus menerus,
Mengurangi
ketidaknyamanan
yang
awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari berhubungan dengan mual/mual, lesi oral, obat kumur yang mengandung alcohol.
penegeringan mukosa, dan halitosis. Mulut yang bersih akan meningkatkan napsu makan.
Kaji obat-obatan tehadap efek samping nutrisi.
profilaktik
dan
obat-obatan
terapeutik
mungkin memiliki efeksamping, misalnya AZT (pengubah rasa, mual/muntah). Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
Dapat meningkatkan napsu makan dan rasa sehat.
Dorong pasien duduk pada saat makan.
Mempermudah
proses
menelan
dan
mengurangi resiko aspirasi. Kolaborasi
Tinjau
ulang
pemeriksaan
laboratorium. Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi 32
Misalnya glukosa, protein dan albumin.
organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
Pasang/pertahankan
selang
NGT
sesuai
petunjuk.
Mungkin diperlukan unntuk mengurangi mual/muntah atau untuk pemberian makan per selang.
. Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/gizi.
Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.
. Berikan obat-obatan sesuai petujuk, misal: Suplemen makanan. Kekurangan Antiemetik (metoklopramid)
vitamin
terjadi
akibat
penurunan pemasukan makanan. Menguraningi
insiden
muntah,
meningkatkan fungi gaster.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi. Tujuan : Nyeri dapat diatasi dan hilang. Kriteria hasil : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
Mengindikasikan
kebutuhan
intensitas nyeri (skala 0-10), frekuensi dan
intervensi
juga
waktu.
perkembangan komplikasi.
Berikan
aktivitas
hiburan,
misalnya
membaca, menonton TV dan berkunjung.
dan
untuk
tanda-tanda
Memfokuskan kembali perhatian, mungkin dapat
meingkatkan
kemampuan
untuk
mennanggulangi. Lakukan tindakan paliatif, misalnya
Meningkatkan
pengubahan posisi, masase, rentang gerak
tegangan otot.
relaksasi/menurunkan
pada sendi yang sakit. Berikan kompres hangat/lembab pada sisi
injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa
injeksi pentamidin IV selama 20 menit
sakit dan abses steril.
setelah pemberian. 33
Instruksikan
melakukan
relaksasi
progresif dan teknik napas dalam.
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik analgesic.
Berikan perawatan oral.
Ulserasi/lesi
mungkin
menyebabkan
ketidaknyamanan yang sangat. Kolaborasi
Berikan analgesic/antipiretik narkotik. Gunakan
ADP
untuk
memberikan
Memberikan
penurunan
nyeri/tidak
nyaman dan mengurangi demam.
analgasik 24 jam.
5 . Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi. Hasil yang diharapkan
: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan dalam tingkat kemampuannya. INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam
Berbagai factor dapat meningkatkan
proses berpikir atau berperilaku
kelelahan,
termasuk
kurang
tidur,
tekanan emosi, dan efeksamping obatobatan Rencanakan
perawatan
untuk
Periode istirahat yang sering sangat yang
menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas dibutuhkan dalam memperbaiki atau pada waktu pasien sangat berenergi
menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun
Memungkinkan penghematan energy,
yang mungkin, misalnya perawatan diri, peningkatan stamina, dan mengijinkan duduk dikursi, berjalan, pergi makan
pasien
untuk
menyebabkan
lebih kepenatan
aktif dan
tanpa rasa
frustasi. Pantau
respon
psikologis
terhadap
Toleransi bervariasi tergantung pada 34
aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi status proses penyakit, status nutrisi, pernafasan atau jantung
keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas
yang
mempertahankan
membantu atau
pasien
meningkatkan
kekuatan dan tonus otot
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi Virus HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai semua kelompok risiko, termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, ibu hamil, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut.
3.2 Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik. 35
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat ba gi rekan rekan sejawat yang mengabdikan diri untuk pelayanan dan pendampingan bagi mereka yang terinfeksi virus HIV atau ODHA.
Daftar Pustaka
Anonymous. 2007. Rencana Nasional Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia 2007-2010. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS.
Anonymous .2014.pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV dar i ke anak di indonesia jakarta . Kementerian kesehatan republik indonesia.
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Hartati N, Suratiah, Iga OM. Ibu hamil dengan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal Ilmiah Keper awatan. 2009:2:1.
36
Nursalam, Kurniawan ND. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta
Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
MODERATOR : WILUJENG IRIANTI
1. Pertanyaan dari Elisabeth Mebri
Apa perbedaan ibu hamil dengan Hiv dengan ibu hamil dengan AIDS ?
Jawaban : ( Di jawab oleh : Riawa )
Pada ibu hamil dengan hiv pada umumnya asimtomatik atau tanpa gejala , ada gejala seperti infeksi virus pada umumnya terutama pada periode jendela. Sedangkan pada ibu hamil dengan AIDS pada umumnya sudah ada Wasting Sindrom , kandidiasis ,herpes simpleks , tb ekstra paru dan penurunan BB lebih dari 10 % , dan penurunan CD4 kurang dari 250 dengan demikian pada ibu hamil dengan AIDS akan banyak infeksi oportunistik yang akan terjadi.
2 . pertanyaan dari Welmince .w. 37
Persalinan yang aman bagi ibu hamil dengan HIV AIDS ?
Jawaban : ( Di jawab oleh : Heriberta dan Riawa )
Tujuan persalinan aman bagi ibu hamil dengan HIV adalah menurunkan risiko penularan H IV dari ibu ke bayi, serta risiko terhadap ibu, tim penolong (medis?no-medis) dan pasien lainnya. Persalinan melalui bedah besar berisiko lebih kecil untuk penularan terhadap bayi, namun menambah risiko lainnya untuk ibu. Risiko penularan pada persalinan per vaginam dapat diperkecil dan cukup aman bila ibu mendapat pengobatan ARV selama setidaknya enam bulan dan/atau viral load kurang dari 1000 kopi/mm3 pada minggu ke 36.
Metode Persalinan
Per vaginam
Keuntungan
4. Mudah dilakukan di
Risiko penularan pada bayi
sarana kesehatan
relatif tinggi 10-20%, kecuali
yang terbatas
ibu telah minum ARV teratur
5. Masa pemulihan
> 6 bulan atau diketahui
pasca persalinan
kadar viral load < 1000
singkat
kopi/mm3 pada minggu ke
6. Biaya rendah Seksio sesarea elektif
Kerugian
3. Risiko penularan yang rendah (2-4%) atau dapat
36. 6. Lama perawatan bagi ibu lebih panjang 7. Perlu sarana dan
mengurangi risiko
fasilitas pendukung
penularan sampai 50-
yang lebih memadai
60% 4. Terencana pada minggu ke 38
8. Risiko komplikasi selama operasi dan pasca operasi lebih tinggi 9. Ada risiko komplikasi anestesi
38